Senin, 16 November 2009

Reformasi Sistem Pendidikan Nasonal Sebagai Upaya Pencerdasan Kehidupan Bangsa 1

Reformasi Sistem Pendidikan Nasonal Sebagai Upaya Pencerdasan Kehidupan Bangsa 1
Oleh: James Faot 2

Pendahuluan

Krisis multidimensi 3 mengandaikan merosotnya sistem budaya, sosial, politik, ekonomi serta sistem pendidikan yang lama karena sistem-sistem itu dianggap tidak mampu lagi mencerna masalah-masalah dan mengakomodasi aspirasi dan tuntutan kontekstual yang baru (Makmuri Sukarno, 2005 : 2). Perspektif pemerintahan terhadap realitas krisis multidimensi ini (khususnya sistem pendidikan) lebih kental bernuansa “developmentalisme” 4. Dalam artian bahwa prioritas kebijakan pendidikan oleh pemerintah difokuskan pada upaya menataan kembali ekonomi demi peningkatan kesejahteraan ekonomi atau lebih tepatnya, pemerintah menjadikan pendidikan sebagai “alat” 5 untuk mengejar perutmbuhan ekonomi. Apalagi, progresiftas globalisasi sebagai realitas global diyakini mayoritas masyarakat dunia sebagai yang mau tak mau (harus) diterima. Oleh karena itu, pemerintah harus mempersiapkan diri menghadapi tuntutan globalisasi. Implikasinya, dalam konteks pendidikan nasional, reformasi pendidikan urgen untuk dilakukan dilakukan generasi baru membutuhkan pendidikan yang tepat, lapangan kerja dan tatanan sosial politik ekonomi yang memadai.
Terkait dengan tema seminar ini “Reformasi Sistem Pendidikan Nasonal Sebagai Upaya Pencerdasan Kehidupan Bangsa”, Term of Reference yang diberikan panitia, dalam pandangan pemateri, cukup menyentuh substansi permasalahan pendidikan nasional dewasa ini. Dimana, problematik pendidikan nasional, justru terletak pada landasan ideologisnya. Oleh karena itu, pendekatan kajian dalam makalah ini lebih diarahkan pada substansi ideologis pendidikan yang kemudian melahirkan kebijakan-kebijakan dan program-program pendidikan di negeri ini. Perhatian kajian yang filosofis ini, akan memperhadapkan kita dengan basis startegis pendidikan yakni isu kebijakan pendidikan nasional. Akan tetapi, oleh karena sifat kajian yang filosofis, maka penalaran-penalaran yang pragtis sifatnya tidak akan diurai terlalu dalam. Demikian pula solusi-solusi yang ditawarkan akan serupa yakni berkutat pada level-level strategis. Walaupun demikian, bagi pemateri, optimisme akan tujuan akhir (ultimate aims) dari tema seminar ini, menawarkan paradigma pendidikan yang humanistik sesuai dengan realitas problematik pendidikan nasional..

Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Tema besar reformasi pendidikan nasional secara normatif nampak dalam implementasi UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 6. Jargon reformasi pendidikan nasional ini, kurang lebih muncul oleh karena 3 hal mendasar, antara lain: Pertama, landasan historis. Tumbangnya rezim ORBA di bawah kekuasaan Soeharto dianggap sebagai etape baru perjalanan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, seluruh sistem yang lama yang pernah di konstruksi dan diimplementasikan oleh rezim lama harus turut direkonstruksi, sehingga penyelenggaraan pemerintahan dalam era reformasi ini tidak mengalami hambatan yang signifikan dan menggangu proses pembangunan bangsa ke depan. Implikasi dari rekonstruksi sistem dalam era reformasi tidak meluputkan sistem pendidikan. Atau dengan kata lain, sistem pendidikan turut menjadi bagian dalam gerbong reformasi bangsa. Beberapa hal yang menjadi konten isu reformasi sistem pendidikan dalam konteks historis ini ialah sistem pendidikan yang dulu bersifat top-down menjadi bottom-up; dari sentralisasi menuju desentralisasi pendidikan. Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan juga merupakan isu pokok dalam bagian landasan historis reformasi sistem pendidikan nasional. Demokratisasi ini bermakna luas; mulai dari keterbukaan penyelenggaraan pendidikan yang melibatkan unsusr masyarakat secara luas dan masif, prluralisme atau keanekaragaman masyarakat Indonesia. Kedua, realitas anjloknya mutu pendidikan. Fokus pandang pemerintahan pertama-tama mengacu pada penguatan daya saing global, dimana out put pendidikan nasional dianggap kurang kompetitif dalam persaingan global. Beberapa parameter yang dipakai ialah berdasarkan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Demikian juga survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Demikian pula, data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi peningkatan mutu pendidikan nasional agar mampu bersaing pada pentas global. Salah satu hal yang dipilih sebagai strategi revitalisasi out put pendidikan nasional agar dalam berlaga di pentas global adalah penggodokan muatan isi kurikulum yang relevan dengan tuntutan atau kebutuhan pasar atau dunia kerja.







Catatan Akhir:
1. Disampaikan dalam Seminar Pendidikan Senat Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Artha Wacana Kupang. Seminar mengambil Tema: Reformasi Sistem Pendidikan Nasonal Sebagai Upaya Pencerdasan Kehidupan Bangsa . Oesapa: Sabtu, 06 Juni 2009.
2. James Faot, Mahasiswa FKIP –UKAW Kupang, Progdi IPTh, Semester X.
3. Makmuri Sukarno (Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI), Refleksi Atas Beberapa IsuKebijakan Pendidikan, Paper disampaikan pada Seminar Refleksi Akhir Tahun 2005 dengan Tema “Satu Tahun Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono” diselenggarakan oleh Kedeputian IPSK-LIPI, Jkarta: Widya Graha Lt 1, 13 Desember 2005, http://puslitlipi.wordpres.com. Bagi Indonesia , keruntuhan ekonominya menyibakan realitas hutang dan kemiskinan, sistem-sistem (termasuk sistem pendidikan) yang ketinggalan dan kegagapan pengetahuan dan perilaku demokrasi. Disamping itu, politik kependudukan yang anti natalis (mengurangi angka kelahiran).
4. Lexand Ofong, Yoseph Boli dan Yus Nakmofa, “Menggagas Pembangunan NTT Dalam Perspektif Disester Risk Managemant”, Institute of Indonesia Timur Studies, Kupang, February 2008. kajian mereka mengurai singkat tentang Ideologi Developmentalisme sebagai sebuah agenda penajajahan modern dari Barat. Munculnya Developmentalisme bermula dari inisiatif Presiden AS , Truman, pada tahun 1948. Truman bersama pakar dan intelektual terkemuka di AS, berhasil merumuskan ideologi developmentalisme untuk membendung penyebaran ideologi komunisme di negara-negara yang baru merdeka. Atau, kemudian dikenal sebagai negara-negara berkembang atau negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia. Developmentalisme menandaskan bahwa “pembangunan tidak lain dari sebuh proyek besar pasca zaman penjajahan oleh bangsa asing, dari negeri-negeri Utara atas negeri-negeri Selatan. Proyek ini kemudian ditawarkan sebagai sebuah model yang berlaku universal; bahwa kemajuan gaya Barat dapat pula dicapai disemua bidang oleh negara-negara berkembang, cukup dengan mengembangkan kaidah-kaidah ekonomi yang dikembangkan di Barat”. Implikasinya perusahaan-perusahaan besar (MNC dan TNC) dari negara-negara kapitalis bebas menginvertasi modal mereka di negara-negara tadi dan mengeksploitasi SDA sebesar/sebanyak mungkin. Implementasi developmentalisme di Indonesia, dimulai pada zaman ORBA (rezim Seoharto) pada tahun 1968. Hal ini nampak dalam UU No. 2 tentang Penenaman Modal Asing di Indonesia. Sejak itu, kereta pemerintahan ORBA dikuasai sekaligus mengamankan praktek eksploitasi kapitalime tanpa mempedulikan kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia. Develomentalisme, sesungguhnya adalah ideologi yang mengemas sistem kapitalisme, yang berdiri di atas prinsip dasar “ikhtiar untuk terus menerus mencapai keuntungan setinggi-tingginya, dengan biaya serendah-rendahnya”. Dengan demikian ideilogi developmentalisme tidak lain merupakan sebuah upaya penjajahan model baru yakni neokolonialisme atau neoimprealisme. Institut
5. Pendidikan hanya “alat”. Lihat dalam buku “Menggugat Pendidikan”, 2006, Pustaka Pelajar, Yokyakarta. Esai Paulo Freire: Pendidikan Yang Membebaskan, Pendidikan Yang Menuasiakan; Kritik Freire berkaitan dengan makna dan manfaat pendidikan yang tidak lebih dari alat penindasan untuk mempertahankan status quo kekuasaan kelas atas. Ivan Ilich: Alternatif Persekolahan; Ilich mengkritik pragmatisme pendidikan lantaran pendidikan dikomodifikasi; Erich Fromm: Ritualisasi Kemajuan, Fromm mengkrtik pendidikan yang telah serupa dengan mesin-mesin produksi yang memproduksi manusia-manusia makanis. Ketiga tokoh ini, memiliki kesamaan perspektif berkaitan dengan realitas pendidikan modern yang tereduksi hakekat filosofisnya yakni pendidikan yang humanis menjadi paragmatis dan materialistik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar