Jumat, 06 November 2009

ADVOKASI MASALAH-MASALAH MAHASISWA Di UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA KUPANG Pergerakan mahasiswa UKAW sebagai pelopor perubahan historis di UKAW (re

ADVOKASI MASALAH-MASALAH MAHASISWA
Di UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA KUPANG
Pergerakan mahasiswa UKAW sebagai pelopor perubahan historis di UKAW
(rekonstruksi system berdasarkan penghayatan akan nilai eklesioogi dan kebijakan negara)

SENAT MAHASISWA UNIVERSITAS
A. PENDAHULUAN
Kampus merupakan suatu lingkungan masyarakat ilmiah yang didalamnya, nilai-nilai demokrasi ditanamkan serta mempengaruhi iklim pendidikan civitas akademika. Salah satu cerminan hidupnya niai-nilai demokrasi di kampus ialah Kebeassan Mimbar Akademik (KMA). Nilai yang melekat dalam Kebebasan Mimbar Akademik, pada prinsipnya harus dipandang sebagai hak dan kewajaban mahasiswa dan dosen untuk mengkaji berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam komunitas ilmiah itu. Dengan demikian, dari sudut pandang subjek atau pelaku KMA, mahasiswa dan aktiitasya dalam mengimplementasikan KMA merupakan bagian integral dan tak terpisahkan dari hakekanya sebagai insan ilmiah.

Memperkokoh tatanan kehidupan serta interaksi komunitas ilmiah serta untuk melindungi hak dan menjamin kewajibannya mengaktualisasikan pembelajaranya dalam krangka nilai-nilai demokrasi melalaui KMA, pemerintah melahirkan dan menerpaka regulasi yang biasa dikatakan merupakan acuan dan pedoman pelaksanaan KMA. Salah satu regulasi internal di UKAW yang mengatur tentang KMA ialah STATUTA UKAW.

Aspek substansi KMA adalah kebebasan. Kebebasan dalam perspektif ini adalah condito sine gua non untuk berusaha mencapai kebenaran. Oleh karena itu, kebebasan harus dipandang sebagai hak eksistensial. Dalam pandangan eksistensialisme, setap pribadi adalah kehadiran yang tidak atau belum selesai; setiap eksistensi selalu merupakan kebenaran (being) dalm proses menjadi (becoming). Inilah yang oleh para sikolog dinyatakan sebagai proses aktualisasi diri dan pengakuan eksistens ipersonal.

Dalam proses aktualisasi dirinya itu pun seseorang perlu merasakan adanya kebebasan dari berbagai perbatasan: aktualisasidi itu memerlukan keleluasaan ruang gerak, sehingga individu yang bersangkutan mendapay kebebasan untuk membuat pilihan di antara sejumlah alternative yang dihadadapinya. Dalam kaitan dengan KMA, ia bukan sekedar modus ‘kebebasan dari,,,,,’ berbagai keadan terkekang, terbelenggu, terpasung dan berbagai keterbatasan lainnya, melainkan mandapatkan artinya sebagai modus ‘kebebasan untuk….’ Bertindak membuat pilihan. Jadi, dalm aktualisasi kebebasan, sifat etis aktualisasi memiliki korelasi langsung pada suatu tanggung jawab (Faut Hasan, 2007:1).

Pesatnya perkembangan berbagai disiplin ilmu akin menunjukan betapa ilmu merupakan manifestasi yang otonom. Dari metode tersebut tergambar bahwa proses pembelajaran pada perguruan tinggi berciri sebagai discure yang aktif antara sesama citas akademika. Dengan demikian terwujudlah suasana akademik (academic atmosphere) sebagai ciri khas interaksi antara sesama civitas akademika. Discourses juga terjadi melalui penyelenggaraan berbagai forum pertukaran pandangan, seperti a.l symposium, seminar, diskusi panel, mimbar bebas, masing-masing denga tata tertibnya. Dalsm semua bentuk kegiatan ini berlaku kebebaan akademikuntuk menyatakan pendapatnya secara bebas berdasarkan argumentasi yang dapat dipertanggung jawabkan.

Dengan berlakunya kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serrta diakuinya otonomi keilmuan, maka lenkaplah landasan untuk menjadikan tiap lembaga pada jenjang pendidikan tinggi sebagai wahana pembelajaran dengan cirri khasnya. Kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik sekaligus membuka kesempatan warga civitas akademika ntuk saling menguji pikiran dan pendapat. Keterbukaan ini penting dijadikan semangat dalam segala discourses antar sesama warga masyarakat akademik.

Dalam diskoursus ini berlangsung aktifitas yang kreatif. Discoursus mengandaikan berlangsungnya upaya saling mengisi atau melengkapi demi tujuan utama yakni memperoleh kebenaran. Baik itu dari mahasiswa atau civitas akademika lainya. Oleh karena itu, pemikiran-pemikiran mahasiswa dalam discoursus tadi, juga harus dipahami sebagai kontribusi pengetahuan atau kebenaran selaku anggota masyarakat ilmiah. Ini berarti juga bahwa dalam discoursus ada interaksi yang komplementeris antar pikiran yang satu dengan yang lainya.

Sifat komplementer dalam KMA inilah yang harus dikelola secara baik (berimbang dan harmonis) jika tidak, maka terjadi ketidak seimbangan dan melahirkan konflik. Oleh karena itu, salah satu tugas dan tanggung jawab berat dari para pengambil kebijakan dalam suatu PT harus mampu menata dan menerapkan system penyelenggaraan PT yang menjamin ketercapaian discoursus yang sehat, berimbangdan harmonis. Jika tidak, discoursus tersebut akan menjadi wilayah konflik (territory of conflict), baik itu konflik intelektual, moral, bahkan fisik sekalipun. Dan, hal ini justru kontraproduktif dengan hakekat adanya discoursus melalui KMA. Misalnya, hak mahasiswa selaku anggota civitas akademika untuk secara proaktif memanfaatkan KMA secara proporsional sebagai upaya pembentukan sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional, kompetitif, memiliki integritas diri selaku manusia seutuhnya, akan tetapi dalam aksesnya atau implementasi hah-hak ini di kekang, di diskriminasi atau bahkan di eksploitasi oleh sisitem penyelenggaraan pendidikan di PT yang diterapkan oleh para pemeganga kebijakan di PT tersebut. Implikasinya ialah mahasiswa sebagai bagian integral dari masyarakat ilmiah, dengan kesadarannya, kekritisannya dan tanggung jawabnya akan pula menilai kondisi tersebut sebagai tindakan pelanggaran dan penghilangan hak mereka selaku subjek pendidikan pada PT tersebut. Atau, tepatnya menilai hal tersebut sebagai praktek ketidak benaran sebagai manifestasi kekuatan politik yang salah dari para penguasa PT. Dan karenanya, sikap memprotes,mengkritisi, bahkan melawa demi menegakan kembali hak-hak mereksa serta memperbaiki atau meluruskan kembali tatanan sisitem tadi merupakan pilihan yang tepat. Dalam nada itu, sikap tersebut mencerminkan upaya mengimlementasikan kebebasan berfikir kaum inlelektual secara bertanggung jawab dalam konteks KMA.sisi tanggung jawab tersebut secara eksplisif Nampak pada riilnya penerapan sisitem yang mengekang, diskriminatif, bahkan mengeksploitasu mereka dan pemaanfatan dalam dicoursus dalam KMA.

Dalam konteks mahasiswa sebagai bagian daricivitas akademika, implementasi dari KMA sebagai sebagai upaya menuntut dan mengkaji ilmu dan pengetahuan, melibatkan salah satu organ penting yakni Lembaga Kemahasiswaan (LK). Bahkan, LK memegang terpenting dalam hal mewujudkan proses dan tujuan KMA mahasiswa. Peran signifikan LK didasarkan pada akekat LK seagai suatubadan keterwakila mahasiswa baik dari berbagai Program Studi yang berada di bawah payung Fakultas atau berbagai Fakultas yang berada di bawah payung Universitas.

Demikian pula secara kontekstual, peran LK dalam Perguruan Tinggi UKAW, KMA dapat dilakukan melalui berbagai bentuk pembelajaran terprogram, penelitian-penelitian, kegiatan pengabdian masyarakat, advokasi permasalahan-permasalahan mahasiswa baik yang ersifat akademik maupun non akademik, forum-forum akademis, diskusi-diskusi tematis, dialog public,orasi-orasi ilmiah bahkan demonstrasi.

Modus KMA yang bias dikatakan cukup menyerap energy intelektual, emosi, dan fisik mahasiswa radikal atau extreme demonstrasi mahasiswa. Dalam banyak kasus, demonstrasi mahasiswa tehadap pengelolaan suatu PT yang menerapkan system atau kebijakan pendidikan yang eksploitatif; dimana pengambil kebijakan sutu PT menempatkan mahasiswa sebagai objek dan bukannya subjek pendidikan, mengartikan bahwa kekusaan politis pengendali system telah mendepolotisasi dan mendehumanisasi mahasiswa selaku subjek pendidikan dan sekaligus manusia. Dengan demikian, harus ada sikap serius dari mahasiswa utuk meyelesaikan problem tersebut.

Pantasnya, selaku subjek pendidikan dalam PT, sikap pro aktif yang mencerminkan tanggung jawab mereka selaku bagian dari civitas akademika atau pula kesadarannya selaku pelopor perubahan harus diaktualisasikan. Hanya saja, mahasiswa harusberani berhadapan dengan tantangannya sendiri yakni mentalitas manusia (mahasiswa an sich) naïf. Dimana, mahasiswa tak punya dorongan untuk berfikir dan mencari kebenaran karena mereka tidak kritis dan cendrung menerima sesuatu yang telah ada sebelumnya. Dan tidak juga memilki inisiatif dalam mengambil keputusan sendiri (otinomi/independent). Gejala-gejala manusia (mahasiswa) naif tanpa disadri telah lahir dan tertanam, seperti dapat kita lihat pada prilaku sebagian besar mahasiswa dan para aktifis kita yang takut mengutarakan maksud mereka sendiri, tidak kritis, dan cendrung mengikuti apa yang dikatajan oleh pimpinan mereka. Penundukan (subjagated) terhadapkreatifitas berfikir telah mengakar kuat dalam system pendidikan kita yang akhinyamenyebabkan masalah-masalah psikologi (pshycological problems). Atau, meminjam istilah Eric Froom, kondisi mahasiswa bagai makhluk autonom. Mahasiswa autonom diciptakan ketika system pendidikan yang menindas dan memasung kreatifitas dengan tidak memberikan kebebasan bagi mahassiswa untuk bereksprsi. Jadi autonom adalah makhluk yang bergerak dan ‘berfikir’ serupa mesin dan setara otomatis. Manusia (mahasiswa) jenis ini adalah manusia (mahasiswa) yang kehilangan induvidualitas dan otonomisasi diri. Mereka mengikuti segala macam aturan dan kekuatan yang berasaldari luar dirinya serta tidak memiliki kekuatan kritis. Akibatnya, kpelbagaian problem itu dibiarkan, maka sama artinya dengan membiarkan segala masalah-masalah tersebut sebagai suatu yang di terima, menjadi wajar dan pada akhirnya dinikmati. Dan mahasiswa kehilangan kesadaran kritisnya untuk keluar dari masalah tersebut. Singkatnaya, sikap demonstrasi mahasiswa adalah salah satu cara pencegahan erhadap kenaifan, Autonomitas dan impotensi kekritisan mahasiswa sekaligus merupakan perjuangan menumbangkan hegemonic intelektual, moral spiritual, sosial, budaya dan politikkaum intelektual (mahasiswa) sekaligus manusia yang manusiawi.

Filsuf pendidikan, Paulo Frire memberikan metode alternatif untuk membangun kesadaran krits yang dikenal sebagai metode hadap masalah, atau belajar langsung terhadap realitas (learning to the realiti). Dalam istilah Freire yang populer disebut konsensialisme (aksi-refleksi). Freire telah merefleksikan perjalanan dunia pendidikan dan menyatakan bahwa “pendidikan yang selama ini nyaris dianggap sakral karena penuh dengan kebijakan, ternyata juga mengandung penindasan”. Freire melihat proses pendidikan modrn yang semakin mengarah pada upaya mendehumanisasikan manusia dan bukannya ke arag memanusiakan manusia. Arah dan tujuan pendidikan berorientasi pragmatis, materialism, sekularlisme seerta penjinakan pendidikan, penindasan kesadaran kritis berlangsung. Penindasan ini termaksud didalamnya terdapat penindasan hak-hak mahasiswa, atau telah berlangsung upaya mengeksploitasi mahasiswa dan menjadikan mereka sebagai budak interes penguasa (termaksud penguasa dalam dunia pendidikan). Dan untuk keluar dariperbudakan ini, Frire meyakini bahwa oleh karena mentalitas budak telah ditanamkan dalam kesadaran orang yang diperbudak maka, pembebasab harus pertama-tama harus dilakukanpada pikiranya. Dan metode yang digunakannya ialah memperhadapkan mereka yang di tindas atau di perbudak tadi pada kondisi objektif peninddasan itu. Ini dilakukan untuk membuka mata/membuka pikiran akan kondisi sesungguhnya mereka alami. Hasilnya ialah tumbuhya kesadaran kritis untuk keluar dari penindasan. Prespektif sebagai budak harus di gugat terlebih dahulu dengan preskripsi sebagai pembebasmandiri. Di sinilah tumbuh apa yang diseut Feire sebagai kesedaran transformative. Implikasi dari orang yang mengalami kesadaran transformasi adalah ia berupaya melalui tindaka atau aksi yang konkrit untuk memproleh pembebasan secara total dan tampil sebagai individu bebas dari perbudakan bun hany fisik melainkan kesadaran serta mentalitasnya. Level aksi pembebasan di sebut Freire sebagai kesadaran revolusioner. Inilah wujud sesungguhnya dari pemikiran kritis yang harus mahasiswa bangkitkan dan implementasikan dalam pergerakan menuju pembebasan hak-hak mahasiswa serta pembaharuan sampai pada perubahan UKAW.

Dalam konteks membangkitkan pemikiran kritis dari Freire, maka demonstrasi mahasiwa harus dipandang sebagai sebagai suatu tundakan politis (kesadaran transformatif dan revolsiner), sebab itu sebaai upaya untuk melawan pihak tertentu yang secara sengaja menjalankan system pengelolaan di PT ang mereduksi dan mengeksplitasi hak-hak mahasiswa untukmengembangkan dan meningkatkan SDMnya. Maksudya ialah, suatu sistim PT ang mereduksi lolkus-lokus pembelajaran mahasiswa apalagi, mengekang kebebasan mahasisa dalam mengembangkan KMA secara kreatif, efektif, dan efisien adalah merupakan bentuk pengurangan bahkan penghilangan hak belajar mahasiswa. Singkatnya (ditegaskan kembali di sini), system penyelenggaraan pendidikan yang menunjukan sprit penindasan dan eksploitasi terhadap mahasiswa adalah upaya mendehumanisasi mahasiswa.

Dengan demikian, sistsim pendidikan suatu PT (apalagi Pendidikan Tinggi Kristen-PTK-) yang mendehumanisasi mahasiswanya jelas bertentangan dengan upaya pemanusiaan manusia dalam konteks visi dan misi gereja melalui dunia pendidikan. Dan distorsi visi dan misi luhur ini berakibat vatal bagi mahasiswa, sebab dia dijadikan sebagai objek pemenuhan kepentingan pragmatis para penguasa pada suatu PT. inilah aktualisasi nyata hegemoni sisitem dalam dunia pendidikan dalam abad kapitalisme yang memang anti pelayanan, anti humanis, anti perubahan serta anti pembaharuan, namun mengatasnamkan semua itu untuk mempertahankan dan tetap menjalankan eksploitasi sistematik kepada mahasiswa sebagai pengguna jasa pendidikan.

Dalam eksplitasi di dunia pendidikan, sikap kritis mahasiswa dapat memberikan in-put berupa konsep-konsep kritis, konstruktif dan strategis untuk menghancurkan serta merekonstruksi sebuah system baru yang anti eksploitasi. Namun, metode kriik yang dipilih relatif elegan dan berdasar/beralasan, sehingga para pengambil kebijakan dapat secara etrbuka dapat mengakomodir in-put perubahan tadi yang berkaitan langsung dengan kepentingan mahasiswa. Kesadaran akan kepelbagaian metode yang elegan, strategis, proporsional, relevan menjadi hal yang cukup dipertimbangkan untuk diterapkan. Tidak mustahil dan tidak naif bahwa dari pertimbangan penggunaan metode kritik, pada taraf tertentu dari rumitnya kondisi ketertindasan dan tereksploitasi metodedemonstrasi menjadi metode yang benar dan tepat. Sebab, dapat dipandangmetode (demonstrrasi) tersebut efektif untukmembangun ksadaran semua pihak akan permasalahan-permasalahan prinsipil yang dihadai mahasiswadan yang telah merugikan mereka.

B. TUJUAN DAN KEGUNA
Adapun tujuan dan kegunaan dari tulosan ini, atara lain:
1. Memberikan gambaran tentang kronologi perjuangan mahasiswa UKAW. Dari krnologi ini, dapat dpahami bajwa demonstrasi-demonstrasi mahasiswa pada hakekatnya merupakan suatu gerakan perjuangan untuk mencapai perubahan-perubahan kondisi ketertindasan dan eksploitasi terhadap mahasiswa UKAW sekaligus upaya merantas momentimerubahan historis UKAW. Kronologi ini juga, membuka pemahaman kita semua bahwa demonstrasi-demonstrasi mahasiswa bukan Sesutu yang tanpalandasan rasional. Gerakan ini juga buka gerakan yang sifnya insidentil, melainkan suatu gerakan yang kontinum, memiliki progress dn berjalan secara gradual. Dengan demikian, demonstrasi-demonstrasi mahasiswa UKAW adalah suatu gerakan perjuangan yang murni dan bukan perjuangan yang terkooptasi oleh interes-interes yang sifatnya pragmatis dan subjektif.
2. Memberikan pemahaman terhadap civitasakademika, pengurus yayasan UKAW, gereja pendiri UKAW, unsur pemerintah dan masyarakat luas bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan di UKAW, terdapt problem-problem krusial, terutama mengenai ketidak seimbangan pemenuhan hak-hak mendasar dari mahasiswa dalam bidang akademik oleh pengelola kampus. Dan hal ini,merupakan pelanggaran wujud pelanggaran hak asasi terhadap mahasiswa.pelanggaran ini berlangsung melalui system dan kebijakan pengelolan kampus yang tidak pro terhadap upaya pengembangan dan peningkatan mutu proses da out-put tidak hanya kepada mahasiswa terlebih kepada keberlanjutan (sustainable) kampus dan masa depannya.
3. Memberkan prespektif kontekstual yakni pergerakan mahasiswa UKAW adalah suatu pergerakan untuk memplopori suatu perubahan yang fundamental dan strategis di UKAW. Perubahan yang dipicu oleh adanya kompleksitas problem pada tataran pelanggaran hak-hak mendasar (asasi) mahasiswa, eksistensi dan sitem hubungan serta penylenggaraan UKAW; baikkk iiitu dari segi nilai-nalia eklesiologi sebagai landasan eksistensi lembag UKAW, segi relevansi dan evektifitas sitem untuk mereduksi kompleksitas problemdan dari sisi perubahan dinamikazaman serta kebijakan Negara.
4. Mamberikan muatan isi yang prinsipil dan strategis, melalui pemikiran yang konseptual, berkaitan dengan upaya merekonstruksi tatana system lama di UKAW yang suda tidak relevan, efektf dan potensial sehingga menjadi akar keseluruhan problem di UKAW, sehingga dapat dijadikan landasan paradigmatic, acuan dan bahkan merupkan ruh bagi seluruh elemen sitem baru yang akandi buat dan diimlementasikan.
5. Membangun konsolidasi pada setiap unsur yang peduli pada perubahn dan masa depan UKAW yanglebih baik, mulai dari unsur Gereja pendiri, yayasan UKAW, Rektorat, Fakultas, dan terutama mahasiswa UKAW secara sinergis dan dilandaskan pada tujuan tertinggi dan mulia yakni menegakan kembali supermasi UKAW sebagai pengejewantahan kasihdan karunia Tuhan melalui Gereja demi menyampaikan kabar pembebasan bagi dunia.
6. Mendesak pihak Rektorat, Fakultas-Fkults UKAW, yayasan UKAW: badan Pembina, badan penurus dan badan pengawas, gereja-gereja pendiri UKAW: GMIT dan GKS untuk melakukan dialog terbuka dengan seluruh mahassiswa UKAW di kampuus UKAW.
7. Mendesak seluruh elemen yang berenag dan segera mempersiapkan dan melaksanakan agenda-agenda besar perubahan system di UKAW, dem menggapai suatu tujuan besar dan utama yakni perubahan dan masa depan UKAW yang lebih baik.




C. KRONOLOGI DEMONSTRASI

Kronologi pergerakan mahasiswa untuk memperjuangkan pemenuhan hak-hak mereka di UKAW, dimulai sejak tanggal 11 November 2008 lalau. Pergerakan ini, tentunya dipicu oleh ketimpangan dalam sistem akademik yang di nilai telah merugikan mahasiswa. Pada 11 November 2008, telah dilangsungkan suatu pertemuan antar Lembaga Kemahasiswaan (LK) dari Fakultas-Fakultas yang ada di UKAW, Pimpinan-Pimpinan seluruH Fakuktas dan pihak Rektorat, untuk mendialogkan bernagai masalah akademik yang selama ini terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan di UKAW dan pada prinsipnya telah melanggar hak-hak mendasar dari mahasiswa. Dalam dialog tersebut, mahasiswa merumuskan 16 (enam belas tuntutan) butir tuntutan bagi Rektorat dan juga Yayassan UKAW untuk diselesaikan. Butir-butir tuntutan itu antara lain:

1. Berkenaan dengan upaya pengamambilan kebijakanyang berkaitan dengan kepentingan mahasiswa harus melibatkan suara/keterwakilan mahasiswa, sehingga mahasiswa tidak dirugikan atau ditindas.
2. Penyelesaian pekerjaan gedung baru secepat mungkin (limit waktu yang diberikan sampai akhir bulan November tahun 2008), agar dapat di pakai sebagai ruang perkuliahan bagi mahasiswa. Tuntutan ini didasarkan pada kondisi objektif di tingkat perkuliahan yakni minimnya fasilitas ruangan yang disediakan lembaga inidan diperparah dengan penerimaan mahasiswa baru yang melebihi kapasitas (over capacity) ruangan yang ada, sehinga fenomena perubahan jadwal perkuliahan, perebutan kelas, penggabungan atau merger kelas 2 sampai 3 kelas harus menjadi alternative bijak para dosen dan mahasiswa. Hal in juga diperparah oleh kekurangan dosen di beberapa Fakultas yang ada. Maka 1 dosen di paksa dengan kondisi keterpaksaan tadi untuk mengejar beberapa kelas sekaligus yang memprogramkan beberapa matauliah yang sama dalam satu waktu yang bersamaan.
3. Adanya konsistensi jadwal perkuliahan yakni jadwal perkuliahan harus sesuai dengan ketepatan kalender akademik. Dan jangan hanya konsisten dengan waktu registrasi.
4. Segera melakukan perencanaan ulang jadwal perkuliahan dengan kepastian ruangan belajarnya, sehingga proses perkulahan berjalan secara efektif.
5. Dilakukanya penertiban dosen-dosen yang sering kali absen atau melalaikan tugasnya.
6. Segara menambahkan kuantitas dosen bagi fakultas, khususnya KIP pada progdi PJKR. Dengan, mempertimbangkan aspek kualitatif, kompetensi dan profesionalismenya.
7. Segera melakukan pengadaan bagi Fakultas, Jurusan/Progdi yang belum memilki laboratorium dan yang sudah, tetapi dari sisi kelengkapan dan kualitasnya belumterpenuhi. Kekurangan laboratorium bagi oembelajaran mahhhasiswa akan berdamak langsung pada minimnya mutu out-put lembaga. Dan, ini berarti mencitrakan mutu lembaga.
8. Hal ini (point 7) mennnjadi sangat irooonis, sebab mahasiswa selalu dipaksa untuk memenuhi kewalibanya mambayar SKS dan penggunaan ruangan laboratorium untuk melakukan praktek. Oleh karena itu, harus ad optimalisasi akses mahasiswa untk dapatmemanfaatkan laboratorium. Seperti kasus ini: mahasiswa telah membyar uang praktikum, tetapi mengapapraktiknya dilakukan di dalam ruangankelas dan bukanya di laboratorium? (khususnya pad aprogdi Biologi).
9. Segera disediakan fasilitas praaaktikum bagi mahasiswa PJKR. Selain itu, harus dihapuskan biaya praktek lapangan bagi mereka, sebab biaya SKS dan praktikum telah mereka penuhi. Namun, mengapa justru merekayang justru dibebankan untuk membayar biaya prakti di luar kampus lantaran lembaga ini tidak menyediakan fasilitas praktikum bagi mereka? Dimana tanggung jawab lembaga?.
10. Penghapusan pemungutan uang ujian. Alasanya ialah, pembayaran uang ujia tidak di ikuti dengan konsistensi lembaga untuk melengkapi kelengkapan fasilitas bagi ujian mahasiswa, misalnya: lembran ujian.
11. Segera hentikan praktik-praktik pasarisasi atau bisnisasi di UKAW. Misalnya: ruang Lembaga Kemahasiswaan Fakultas perikanan dan pertanian. Oleh karena itu, segera pihak Rektorat mengembalikan tersebut bagi mahasiswa bagi ke dua fakultas tersebut untuk dipakai sebagai fasilitas pembelajaran ekstrakurikuler mahasiwa.
12. Tambahkan loket, fasilitas dan tenaga registrasi. Sebab, mamanjementyang minimalis untuk registrasi telah mengakibatkan antrian panjannng mahasiswa yang menyebabkan sampai dengan batas akhir registrasi mereka belum terakomodir. Dampak lanjutnya lagi ialah mereka harus reladidenda dan dicutikan. Oleh karena itu, penilaian kami manajement registrasi sebenarnya tidak lebih dari sebua system jebakan yang tiada hantinya meneksploitasi mahasiswa.
13. Segera dilakukan peningkatan mutu perpustakan di UKAW baikdari segi ketesediaan literature, kemudahan akses dan keramahan pelayanan.
14. Pencabutan kebijakan Rektorat terkait pencutian mahasiswa yang terlambat melakukan registrasi padamasa cicilan pertama. Serta dilakukan lagi perpanjangan wakturegistrasi bagi mahasiswa yang belummelakukan registrasi.
15. Hantikan perkuliahan pada hari sabtu. Sebab, pada hari itu mahasiswa harus memanfaatkannya ntk pengembangan minat bakat melalui kegiatan –kegiatan ekstra kurikurer.
16. Tuuurunkan kembali biaya pendidikan sesuai standar biaya pendidikan sebelum kenaikan BBM. Karena, kenaikan biaya pendidikan mengikuti trend kenaikan minyak dunia, maka dengan penunrunan harga minyak dunia secar otomatis biaya pendidikan harus diturunkan.

Dalam dialog tersebut, disepakati bersama bahwa pihak Rektorat akan mencabut kebijakan pencutian mahasiswa yang terlambat registrasi dan juga akan memperpanjang masa registrasi bagi mereka yang belum melakukan registrasi. Ha lain yang disepakati dalam dialog tersebut adalah hal-hal yang menjadi tugas dan tangung jawab Rektorat serta Fakultas akan diselesaikan mereka. Namun, hal-hal yang berkaita dengan tugas dan tanggung jawab Yayasan UKAW akan disampaikan oleh Rektor kepada pihak Yayasan. Dan mahasiswa pun menunggu kepastian serta realisasinya, namun tak kunjung datang dan “kabar burung” juga tak sampai ke telinga mahasiswa.

Terhitung dari tanggal 11 November 2008 sampai bergantinya tahun 2008 ke tahun 2009, ada beberapa hal yang telah dipenuhi dari tuntutan-tuntutan mahasiswa, misalnya: peresmian gedung baru, pemindahan ruang perpustakaan ke gedung baru, pengosongan 1 (satu) ruang LK yang disewakan kepada pengusaha (di buat kantin) dan masih tinggal 1 (satu) ruang lagi yang belum dikosongkan yakni ruangan yang disewakan kepada pengusaha foto copi.

Menunggu beberapa realisasi tuntutan lain yang berkaitan dengan kewenangan Yayasan UKAW, maka pada tanggal 17 Februarin 2009, kembali mahasiswa menggelar aksi demonstrasi, guna memprotes pengurus Yayasan UKAW yang dengan sengaja menerapkan system layanan registrasi yang eksploitatif dan merugikan. Juga mahasiswa menuntut pihak pengurus Yayasan agar segera mengeluarkan Bank Bukopin dari UKAW dan segera mamperhatikan persoalan registrasi.

Dengan difasilitasi oleh Rektorat, dialog pun lahir antara mahasiswa dan pihak pengurus yayasan. Dialog tersebut membuahkan beberapa kesepakatan, yakni di antaranya: 1) akan segeramenambahkan 2 loket baru yang sifatnya sementara. 1 loket berlokasi pada kantor Fakultas Theologi, bagi mahasiswa Fakultas Theology dan Perikanan. Dan loket 2 pad ruang S2 bagi mahasiswa fakultas ekonomi dan mahasiswa Fakultas Hukum. Sedangkan , pada loket Bukopin tetap bagi mahasiswa yang telah memasukan kwitansi regisnya dan bagi mahasiswa FKIP. 2) Rektor akan memperpanjang waktu registrasi selama 1 minggu, terhitung tttanggal 16 Februari hinga 21 Februari 2009. 3) pihak pengurus Yayasan akan mengeluarkan Bank Bukopin dari UKAW setelah diselesaikannya registrasi cicilan ke 2.

Namun melalui hasil pantauan dan analisi mahasiswa tehadap proses reegistrasi, terdapat beberapa kejanggalan yang terjadi. Pertama, yang melayani proses registrasi seharusnya oleh pihak Bank Bukopin, tetapi nyatanya itu dilakukan oleh karyawan-karyawan Yayasan UKAW. Hal ini mengindikasikan Bang Bukopin justru memanfaatkan penurus Yayasan UKAW dan karyawan-karyawannya untuk menggantikantuganya. Kedua, sehingga banyk mahasiswa tidak terakomodir dan akhiya tetap akan mengakibatkan banyak mahasiswa yang akan dikenakan sanksi cuti.

Pada tanggal 21 februari 2009, kembali dilakukanya demonstrasi, tetap pada tuntutan agar segera memperpanjang waktu registrasi, karena waktu yang diberikan tidak mengakomodir mahasiswa dalam proses registrasi.dan dalam tuntutan yang kedua untuk segera merekonstruksi Pengurus Yayasan UKAW, karena mahasiswa menilai bahwa pihak Pengurus Yayasan UKAW sama sekali tidak memperhatikan hak-hak dan kebutuhan mahasiswa. Ketidak perhatian mereka ini, bukan saja pada pelayanan registrasi, tetapi masalah-masalah lain dari pihak Pengurus Yayasan sebagaimana telah dituangkan dalam butir-butir tuntutan mahasiswa pada November 2008 lalu. Kemudian, advokasi demi adokasi terus dilakukan mahasiswa untuk menggali informasi yang bergunabagi perjuangan mahasiswa. Semakin terang jalan perjuangan mahasiswa sebab keyakinan cukupkuat dan beralasan bahwa “pelanggaran terhadap hak-hak mahasiswa UKAW yang telah berlangsung sekian lama, sebenarnya merupakan bentuk penindasan dan eksploitasi yang berakar dari Pihak Pengurus Yayasan”.

Kesadaran kritis mahasiswa sudah dibangkitkan oleh masalah-masalah yang dirasakannya. Mahasiswa sudah merasakan keberadaan kepemimpinan yang hegemonic ini, dimana “mahasiswa hanyalah objek eksploitsasi di mata Pengurus Yayasan Ukaw”. Oleh karena itu, perlawanan yang lebih masif dan radikal harus dilakukan, dan tidak dapat di tunda lagi. Sekaranglaj saatnya melawan dan membebaskan diriserat lembaga ini dari kekuasaan mafia pelayanan. Bendera transformasi, reformasi bahkan revolusi UKAW sudah dikibarkan. Bebaskan diri untuk melawan tatana yang jahat dan menghancurkan UKAW. Inilah sasaran dan tujuan utama gerfakan mahasiswa, spirit ini harus manjadi ruh dalam demonstrasi mahasiswa UKAW.

Konsolidasi pada aras mahasiswa dan Lembaga Kemahasiswaan pun diupayakan, walaupun hasilnya terbatas.dan, persiapan-persiapan melakukan demonstrasi pada Pengurus Yayasan UKAW dipersiapkan. Pada tanggal 11 Maret 2009 kembali mahasiswa melakukan demonstrasi. Ditambahkan dalam adokasi mahasiswa keragu-raguan serta kecurigaan terhadap proyek pembangunan gedung baru UKAW, Mahasiswa menangkap adanya indikasi kuat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam prosesnya.sebab, pembangunan gedung baru itu tidak mengacu padaketentuan hukum yakni KEPRES NOMOR 80 TAHUN 2003……. Oleh karena itu, mahasiswa menuntut agar segera dilakukan audit terhadap pembangunan gedung baru UKAW tersebut.

Salah satu momentum keterbukaan informasi bagi upaya advokasi mahasiswa ialah seminar tentang pengelolaan perguruan tinggi Kristen di antara prinsip Eklesiologi dan Kebijakan Negara pada Jumad 6 Maret 2009 di Aula UKAW Kupang. Dalam seminar tersebut 6 (enam) pemateri dari berbagai unsure yang memilki keterkaitan langsung dengan UKAW memaparkan pemikiran-pemikiran mereka tentang Pengelolaa Perguruan Tinggi Kristen da antara Prinsip-Prinsip Eklesiologi dan Kebijakan Negara.

Mewakili gereja pendiri. dari Sinode GMIT disampaikan oleh Ketua Sinode GMIT, Dr.Enen Nuban Timo. Sedangkan dari Sinoide GKS membicarakan tentang Pengalaman dan Perspektif GKS. Beberapa hal yang menjad ctata penting dalam penyampaian itu adalah: 1) Kesepakatan-kesepakatan moral yang dibangun ke dua gerejapendiri sebagai wujud kebersamaan kedua gereja, misalnya jika pemimpin ATK dari GMIT, maka Pimpinanann Yayasan dar GKS, atau sbaliknya. Kesepakatan moral ini menurut penutur GKS, masih berjalan sampai STTK. Peranan Dewan Curator dalam Yayasan STT dan lebih-lebidalam Yayasan UKAW, makin kurang mendapat perhatian dari Yayasan sampai dilupakan sama sekali. 2) Dalam catatan penting ditegaskan bahwa UKAW dikelola oleh satu Yayasan Perguruan Tinggi Kristen yang dibentuk oleh GMIT dan GKS. Fakultas Theologi secara khusus mendapat dukungan dari GKN dan NKH selaku badan donator, berkembang lebi baik dan terjamin dibandingkan Fakutas-Fakultas lain dalam UKAW. Dengan demikian penekanan penutur GKS bahwa Yayasan UKAW harus berjuang keras agar Fakultas-Fakultas lain dapat berkenbang dengan baik dan berdaya guna. 3) Disampaikan jufa bahwa proses perkembangan UKAW, terjadi perubahan dalam kepengurusan dalam Yayasan UKAW dan dalam kepemimpinan UKAW, khususnya Fakultas Theologi. Secara terbuka disampaikan bahwakarena minimnya pengalaman GKS dalampengelo laan Perguruan Tinggi, maka pranan GKS dalam pengelolaan UKAW kurang signifikan,khususnya dalam pengelolaan Fakultas Theologi. Dan karena peran yang kurang signifikan dari GKS bisa jadi pengurus Yayasan membuat keputusan yang kurang mencerminkan eklesiologi GKS. 4) Point ini merupakan harapan-harapan GKS terhadap masa depan pengelolaan UKAW. Pertama, agar prinsip-prinsip kesetaraan di awal berdirinya ATK dan pada STT Kupang dapat dilanjutkan dan ditingkatkan dalampengelolaan UKAW. Prinsip-prinsip itu antara lain: kesetaraan ke dua gereja dalam kepegurusan harus berimbang and di atur sedemikian rupasehingga jabatan-jabatan dalam stuktur Yayasan (=Pembina , pengurus dan pengawas) tidak didomonas ioleh “satu ” gereja. Kedua, keseimbangan dalam pengelolaan haru s tercermin dalam pengelolaan UKAW. Ketiga, setiap pengambilan keputusan menyangkut hal-hal prinsipil sedapat mungkin ditetapkan bersama oleh ke dua gereja. Keterlibatan ke dua gereja pendiri UKAW tidak saja dalam kapasutas sebagai “Pembina ex officio” tetapi juga dalam Rapat Lengkap Pengurus Yayasan dan setiap gereja diberikan kesempatan untuk menyampaikan pikiran dan pendapat umum.

Mewakili PGI. Materi disampaikan olek Ketua PGI yakni Bapak Andreas A. Yewangoe, yang mengupas tentang UKAW; Latar Belakang Sejarahnya dalam kaitanya dengan Fakultas Theologi. Beberapa hal yang menjadi catatan penting dan harus diperhatikan dalam pengeloloaan UKAW ke depan yakni: 1) Persoalan integrasi Fakultas Theologi dalm bingkai universitas, khususnya “dari kekhasan fakultas Theologi”. Pertanyaannya ialah kekhasan apa yang dimmmiliki oleh FakultasTheologi sehingga dalam upaya integrasi penuh dengan Universitas perlu di akomodir denan satu perangkat hukum, misalnya dalamAD/ART Yayasan UKAW?. Dalam penyampaiannya Ketua PGI yang juga merupakan mantann rector UKAW, menyatakan bahwa kekhasan Fakultas Theologi antara lain: Nampak dalamsejarah berdirinya UKAW yang dimaknai sebagai suatu misi Kristus melalui greja, Fakultas theology di pandang sebagai “Ibu” dari UKAW, status antara Fakultas Theologi, sebagai ilmu dan bukan ilmu. Sifat seminariumnya, rectruitment dan pengawasan gereja terhadap dosen (menghindari masuknya pengajaran sesat), dan dari segi pengedalian penerimaan mahasiswanya, sebab pada akhinya mereka akan menjadi Pendeta di dalam gereja-greja pendiri. dari bagian ini manurut ketua PGI bahwa kekhasan ini tidak bias dihapus. 2) Kekhasan dari segi pendapatan (keuangan). Menurut Dr. Yewangoe, yang merupakan pelaku sejarah di UKAW menegaskan bahwa tidak dapat disangkal, sejak berdirinya Fakultas Theologi telah mengurus dirinya sendiri. Ada bantuan-bantuan yang dperoleh dari gereja-gereja mitra, gereja-gereja pendiri dan mahasiswa. Selain itu Fakultas Theologi mempunyahi asset-aset yang bagaimanapun patut dilhat sabagai sumbangan gereja-gereja. Dan berkenaan dengan keinginan Badan Pengurus Yayasan UKAW yang menginginkan integrasi penuh Fakultas Theologikedalam Universitas termaksud asset-asetnya, maka hal ini harus dipandang sebagai masalah yang sifatnya krusial dan harus dibicarakansecara berhati-hati supaya tidak lahir person sebagaimana yang terjadi sekarang antara Fakultas Theologi dan Yayasan UKAW.apabila memang harus dilalakukakn inegrasi maka, persyaratan-persyratan brikut dijamin dengan mengaturnya dalam prangkat hukum yang pasti separti AD/ART Yayasan,Statuta dan dokumen peraturan lain, misalnya MOU, yang memang diperlukan untuk menjamin kepastiannya. Persyaratan-persyaratan yang harus di jamin itu adalah: pertama, Fakultas Theologi tidak boleh dirugikan termaksud kemungkanan untuk mengembangkan diri di masa depan, kedua, kekhasan Fakultas Theology harus tetap diipertahankan, ketiga, menyangkut asset-aet harus ada percakapan mendalam antara Fakultas Theology dan gereja pendiri, keempat, tunjangan-tinjangan yang ada di Fakultas Theologi janganlah lebih kurang dari yang ditawarkan Badan Pengurus Yayasan, kalau boleh lebih besar pasti lebih menarik. 3) Berkaitan dengan Undang-Undang Yayasan yang manimbulkan kecurigaan terhadap “pengelola Yayasan”. Menurut UU itu, terdapay tiga organ pad Yayasan yakni Organ Pembina, Organ Pengurus dan Organ Pengawas. Paparnya dalam makalahnya bahwa berkembang pandangan kedudukan badan Pembina begitu kuat sehingga tidak mungkin merekamengklaim Yayasan (d.h.i.Universitas) sebagai miliknya. Terkait problem ini, maka anjuran beliau sandaran Pengurus Yayasan adalah hati nurani mereka untuk menjalankan segala tugas dan tagging jawab serta untuk mau turun dari posisi mereka andaikan mereka tidak mapu menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka, 4) Kecurigaan terhadap kebijakan Negara dengan mengundang UU BHP segai regulasi baru dalam dunia pendidikan yang pada prinsipnya dilahirkan pad aprinsip kapitalismeglobal dalm dunia pendidikan, sehingga membuat pendidikan sebatas sebuah komoditas yang diperjujal belika, akan menjadi bahaya dan tantangan tersendiri bagi UKAW selaku PT KRISTEN. Persoalanya ialah bagaimana menata prinsip-prinsip pengelolaan UKAW berdasarkan nilai-nilai eklesiolagi yang secara hakikibertentangan dengan UU BHP sebagai wujut liberalisasi dunia oendidikan yang berorientasi pada akumulasi profit?. Akankah hakekat UKAW harta sorgawi yang dianugrahkan bagi banyak orang,terutama bagi merekayang miskin, papa, dan tertindas dalam nestapakesengsaraan , atau UKAW sebagai misi sacramental Kristus melalui gereja untuk menjadi saksi keselamatan bagi banyak orang masih dapat dipertahankan ketika momentum kapitalistik dalam UU BHP menggerusnya?. Dan mungkin masih kita deretkan daftar pertanyaan kritis lain untuk memecahkan maslah ini.

Pada bagian akhir pembicaraan ketua PGI, ia mrnganjurkan agar gereja-gerejapendiri mengadakn percakapan mendalam dari hati ke hati dengan para Pembina Yayasan guna menghindari keslitan pada masa mendatang.

Mewakili Yayasan UKAW. Ketuan Pembina Yayasan bertindak sebagai pemateri. Koknten, pembicaraan pada pengalaman dan perspektif Yayasan UKAW. Beberapa penekanan dalam ceramah adalah: 1). Kehadiran UU Yayasan sebagai pedoman peeengelolaan Yayasab UKAW dimaksud untuk mejamin kepastian dan ketertiban hukum dalam rangka pencapaian tujuan tertentu dalam bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, disamping itu peranya untuk menciptakan kesejahtraan mastyarakat; Tegasnya bahwa supaya Yayasan dapat berfungsi sesuai tujuan dan peranya maka, perlu dikelola berdasarkan prinsip keterbukaab dab akuntabilitas. 2). Visi dan Misi Yayasan UKAW. Visi: “menjadi lembaga yang membantu gereja dalam melaksanakan tugas panggilan melalui persekutuan, kesaksian dan pelayanan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk membangun kehidupa yang memberlakukan kasih, keadilan dan kebenaran yang bersumber dari takutakan TUHAN ”. dan berdasrkan visi tersebut Yayasan UKAWmerumuskan Misi: (a). melaksanakan kegiatan pendidikan dan pengajaran serta pengelolaan berkat Tuhan secara berhasil guna an berday guna. (b), membangun manusia seutuhnya, yang berpendidikan secara pribadi mauoun sosial yang berketrampilan sehingga mandiri sehingga berguna bagi masyarakat, gereja, bangsa dan Negara. Sejatinya,Visi dan Misi seyognyanya telah terinternalisasi pada semua stiuktur dan menjadi kuktur keluarga besar UKAW. (c). sesuai dengan hakekat pendirian, diingatkan agar jangan sampai UKAW “terperangkap” dalam fundamentalisme, dan system pendidikan kapitalistik yamg menyingkirkan kebersamaan, kejujuran dan demokrasi sebagai nafas dan spirt dalam suatu Lembaga Pendidikan Tinggi yang bercirikan Kekristenan. (d). pada aitem ini, merupakan titik krusial bagi permasalahan UKAWsekarang.oleh karena itu harus diberikan porsi perhatian yang srius dan bilaksana. Problem krusial ini dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaankriris yakni “bagaimanakan eksstensi lambaga dan system hubungan yang perlu dikembangkan?”. Dan menurut Ketua Pembina Yayasan UKAW, berbicara tebtang eksistensi kelembagaan rujukannya ialah pada haekat pendirian UKAW meurut Prinsip-prinsip eklesiologi GMIT dan GKS yang membuidani lahirnya UKAW. sedangkan untuk problem sitem hubungan di UKAW, maka harus merujuk pada produk-produk hukum dan dolumen-dokumen yang telah diterbitkan. Dalampenilaian yang mencerminkan sikap sadar tentang masah yang ada di UKAW sekarang, Ketua Pembina Yayasan UKAW menegaskan bahwa produk hukum dan dokumen-dokumen tersebut harus segera di revisi sesuai dengan dinamika perkembangan zaman (mungki salah satu ialah UU BHP yang menuntut penyesuaian tata kelolaTPN dan PTS/PTK termaksus UKAW). (e). dijelakanya bahwa revisi system hubunga pada aitem c di atas berkaitan dengan upaya memoerjelas posisi antara: gereja pendiri dengan yayasan UKAW, antar gereja pendiri dengan Rektorat,antara Yayasan dengan Rektorat, antar Yayasan dengan Fakultas Theologi, antar Rektorat dean Fakultas Theologi serta proses integrasi Fakultas Theologi ke dalam UKAW, system antara GMIT dan GKS dan bagaimana posisi GKS terhadap UKAW. (f). sampai pada akhir pemaparanya, Ketua Yayasan UKAW Djidon de Haan menegaskan bajwa, “perlu ada revisi” terhadap semua dokumen menyangkut eksistensi lembaga dan system hubungan dan perubahan kebijakan reguulasi Negara (UU BHP) melalui pengkajian ilmiah dengan memperhatikan berbagai aspek secara komperhensif.

Rektorat UKAW. Materi disampaikan Rektor UKAW, Ir. Godlief Neonufa, MT. dengan Pengalaman dan Perspektif Pimpinan UKAW (Tentang Hubungan Antar Gereja Pendiri, Yayasan dan Unuversitas). Terdapay beberapa hal penting yang dapat dicatat dalam penyampaian antara lain: (1). Keyakinan Iman. UKAW sebagai PTS Kristen yang harus mempertahankan cikri khas yang dimilkinya sehingga dapat membawa syalom Allah ditengah-tengah “dunia” dimana ia ditempatkan dan berkiprah. (2). Trend Global PT. terjadi perubahan tujuajuan perkuliahan yakni “pengembangan filosofi hidup” menjadi “dapat menghasilkan uang yang lebih banyak”. Konsekwensinya, pendidikan filsafat, satra dan seni, (bahkan agama) di tinggalkan, dan yang di kejar adalah jurusan bisnis dan teknik computer. Hal ini, secara implisif berkaitan dengan regulsi negaradalam hal I UU BHP yang mengandung semangat kapitalistik, dan kemudian bias mengancam eksistensi UKAW selaku PTS Kristen yang harus tetap mempertahankan nilai-nilai eklesiolaginya. Selain itu, mengancam jaga kelanggegan Fakultas yang bercirikan agama seperti Theologi dan IPTH. Menghadapi segala realitas di atas dengan segala konsekensinya, petanyaan problematic muncul, “bagaimana UKAW sebagai PTS Kristen dapat merealisasi tujuan dan idialismenya ketika ia diperhadapkan dengan kekuatan kapitalisme pendidikan?”. Bagaimana sikap UKAW?. (3). Sikap masyarakat terhadap PTS khususnya UKAW. masyarakat menuntutmutu pendidikan yang tinggi, tetapi dengan biaya yang murah. Dan respon UKAW ialah melakukan diversivikasi sumber pembiayaan melalui pengembangan jejaring, baik pemerintah, swasta maupun sesama PT di dalam dan di luar negri. (4). Kedudukan UKAW, Yayasan dan Gereja Pendiri. (pada bagiam ini harus diberikan perhatian yang lebih kaena secara implimsit Nampak ada problem besar dan krusial bahkan telah b elangsung lama, dan demikian harus dijernhkan serta diseleseikan secepat mungkin. Sebab, problem besar, krusial dan lamaini tetap dibiarkan atau sengaja maka ini berdampak snagat buruk bagi keberlangsungan UKAW selaku PTS Kriten yang diselengggarakan dengan tujuan utama yakni misi ). Dalam penyampaian Rektor yang bernada tinggi, tegas dank eras menyatakan bahwa Yayasan UKAW berbentuk badan hukum oleh karena itu ia harus berdiri sendiri (mandiri). Dan, secara organisatoris ia tidak ada hubunganya dengan gereja (meskipun secara historis tidak dapat di sangkal bahwa GMIT dan GKS yang membentuk dan memiliki Yayasan UKAW, karena keanggotaanya harus mencerminkan keterwakilan kedua gereja). Ditegaskan Rektor bahwa ”Yayasan bukan milik sekumpulan orang bahkan mungkin satu orang” . Selain itu, mestinya tidak ada konflik baik secar terbukamaupun secar diam-diam antara Yayasan dan gereja. Oleh karena itu, pola kepeimpinandi lingkungan gereja, Yayasan dan UKAW harus diformulasi secara proposional dan dijalankan dengan prinsip kolegiallitas sertakawan sekerja Allah. Gereja memegang fungsi sebagai pendiri dan pemilik, Yayasan sebagai penyelenggara UKAW, sedangkan segala tindakan teknis mesti ada di pimpinan UKAW. catatan: penyampaian ini mengandung kecurigaan karena, adanya indikasikuat bahwa yang disampaikan itu benar-benar terjadi di Yayasan UKAW. alasanya ialah: penyampaian itu merupakan suatu pengalaman lansung dari seseorang pimpinan UKAW yakni Rektor. Dan dari situ, kita boleh berasumsi bahwa “ada dominasi kelompok oknum atau oknum tertentu yang berfikir, bersikap bahkan bertindak seolah-olah Yayasan UKAW ada milik mereka atau pula miliknya. Oleh karena itu, mereka atau ia dapat melakukan segala sesuatu menurut kesenangannya atau kepentingan kelompok atau dirinya sendiri ”. (5). peran dan tanggung jawab UKAW. Rektor menilai bahwa internalisasiciri kristiani belim dinampakan dalam kebijakan-kebijkakan Yayasan UKAW. selanjutnya, disampaikan bahwa masalah dalam kebijakan dalam pengelolaan dan perencanaan keuangan, selama ini pembiayaan UKAW seluruhnya menjadi tanggung jawab orang tua mahasiswa. Pernyataan Rektor, “diman tanggung jawab Yayasan UKAW?”. Dari pernyataan ini, dapat dikatakan juga bahwa Yayasan UK AW sama sekali tidak memiliki tanggung jawab dan hamper tidak memiliki kinerja yang baik dalam hal membangun dan mengembangkan jejaring guna memberikan mensuport dana atau menggalang dana bagi pengembangan dan peningkatan mutu UKAW. Disampaikan juga bahwa “Yayasan UKAW jangan menjua jasa pendidikan kepada masyarakat melaui UKAW”, seperti yang terjadi pada Universitas swasta yang lain dan bukan cirri khas Universitas Kristen. Masalah yayasan UKAW lainya ialah “ kebijaksanaan dalam pengadaan dan pengembangaan sarana prasarana pendidikan". Pemamaparan Rektor ini menampakan jelas bahwa kebijakan Yayasan UKAW dalam penadaan serta pengembangan prasarana dan sarana pendidikan seperti sumber perpustakaan, laboratorium, asram dan sarana lainya, serta pengadaan dan pengembangan teknologi informasi pendidikan, sangat tidak pro terhadap penyelenggaraan akademik di UKAW. Hal ini dibuktikan dengan kekurangan-kekurangan sarana dan prasaranapendidikan yang tak terbilang banyaknya, yang memang nyata dirasakan mahasiswa dan dosen-dosen dalam melaksanakan pembelajaran. Pada hal semua yang disebutkan itu mutlak diperlikan dam tidak biasa Yayasan berdiam diri dan hanya mengandalkan dana masyarakat. Dengan demikian maka, Yayasan UKAW peril membangun kemitraan atau jejaring untuk memenuhi kebutuhnn-kebutuhan prinsip bagi penyelenggaraan pendidikan di UKAW.

Rektor UKDW, Pdt. Dr. Budyanto, M.Th, hadir sebagai pembicara pembanding atau pula sebagai sumber belajar yang perlu UKAW petik dari beliau memimpin PT Kristen. Topik yang dibawakan ialah Pengelolaan PT Kristen Dalam Menghadapi Persaingan Antar PT Swasta. Adapun pokok-pokok pikiran yang disanpaikannya yakni (1). pada bagian pendahuluan, berkenaan dengan imtegrasi Fakultas Theologi ke dalam Universitas harus ada kekhususan yang diberikan pada Fakultas Theologi, antara lain (a). Rekrutment dosen ditentukan sendiri oleh Fakultas Theologi (b). berkenaan dengan perumahan dosen, ada pinjaman tanpa bunga untuk pengadaan rumah tadi. (c). ada ana abadi untuk mengcover semua biaya kesehatan bagi dosen dengan seluruh keluargannya, sampai masa pension. (d). salah satu Rektorat harus dari Fakultas Theologi. Catatannya: berkenaan dengan hal kekuasan di atas, “semua kekhususan Fakultas Theologi di atur dalam AD/ART Yayasan, dalam statute maupu aturan yang pasti, supaya kelak tidak menimbulkan permasalahan”

Bersambung………………………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar