Senin, 16 November 2009

Refleksi Hari Pendidikan Nasional (2 Mei)

SUKARELAWAN PEJUANG RAKYAT UNTUK PEMBEBASAN TANAH AIR
LMND, GERSAK, SRMI, GEMA- KUPANG , SENAT UKAW, SENAT FKIP UNWIRA, PERMASNA, FOSMAB, PERMATA, IPELMEN, K.P. GARDA, PERMATA ALOR, IKATAN RAG, SENAT FKIP UKAW, KMK UKAW, HIMARASI, HIMAR, ITAKANRAI, KEMA & IKMABAN

Refleksi Hari Pendidikan Nasional (2 Mei) dan Bangsa “KITA” yang masih Terjajah
Bangsa Indonesia belum merdeka sepenuhnya. Bangsa Indonesia masih dijajah. Dijajah secara ekonomi, dijajah secara sosial, didijajah dalam bidang kesehatan, dijajah dalam bidang pertanian, dan di jajah dalam bidang pendidikan. Kita dijajah untuk tidak cerdas dan menjadi mandiri untuk membagun bangsa yang kuuat dan maju. Penjajah itu bernama neolibelaisme serta birokratisisme. Yang tidak lain, adalah para kapitalis asing dan borjuasi lokal serta dan elit-elit pemerintah. Kampanye pendidikan gratis hanyalah bualan mereka bagi rakyat, dan tidak lebih merupakan komoditas politik yang disuapkan kepada rakyat demi perampasan kekuasaan dari rakyat.
2 Mei 2009 bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Dimana, Dunia Pendidikan Nasional telah berusia 64 tahun. Ironisnya, amanah UUD 1945 yang merupakan mainstream penyelenggaraan pendidikan Nasional yakni “Mencerdasakan Kehidupan Bangsa”, justu didistorsi oleh kekuatan kapitalisme menjerat & eksploitatif. Implikasinya bagi dunia Pendidikan kita ialah “sekulerisme, materialisme, pragmatisme pendidikan”. Pendidikan menjadi komoditi yang diperjual-belikan kepada rakyat demi meraup keuntungan. Untuk melegitimasi perdagan pendidikan kepada rakyat, pemerintah menyepakati dan meluncurkan Surat Perjanjian Hutang/Leters of intens (LOI) dengan IMF dengan tuuntutan liberalisasi pendidikan, UU BHMN 1999, UU SISDIKNAS 2003, PP76, 77 dimana pendidikan negeri terbuka bagi investasi asing (49% penguasaan saham), dan UU BHP No. 9/2009. Ini sama dengan pemerintah melepas tanggung jawabnya membiayai pendidikan bagi rakyat secara gratis dan bermutu sekaligus merupakan bentuk merampas hak rakyat atas pendidikan demi pencerdasan diri. Terkait dengan kebijakan publik yakni masalah anggaran pendidikan, realisasi anggaran hanya 8,3 persen (2003) dan 9,1 persen (2006), oleh karena itu anggaran pendidikan nasional kita merupakan yang terendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain di lingkup geografis Asia Tenggara. Bila dibandingkan dengan Malaysia yang 25,5 persen, Thailand 24,2 persen, Filipina 16,2 Kamboja 18,3 persen, Timor Leste 24,2 persen. SBY-JK justru mengalokasikan dana APBN yang bisa dipakai untuk pembiayaan dunia pendidikan Indonesia dengan membayar Utang Luar Negeri Indonesia (30-40% dari APBN). Alasan ketiadaan dana pendidikan, banyak rakyat yang miskin dan buta huruf, tidak dapat bersekolah. Pada akhirnya, bangsa ini ditangan pemimpin berwatak penjarah konsitusi ini akam menghancurkan bangsa dan rakyatnya sendiri. untuk mengatasi permasalahan dunia pendidikan indonesia maka kita bersepakan untuk mengambil kembali hak-hak pendidikan kita, deng
an cara menolak pembayaran hutang luar negeri dan peminjaman kembali, nasionaloisasi industri pertambagan bagi pembiayan pendidikan, bangun industri nasional dan daerhar. Gratiskan pendidikan yang bermutu, tolak liberalisasi pendidikan (UU BHP), bangun sekolah dan Perguruan Tinggi bagi rakyat di tiap daerah, tingkatkan kesejahteraan guru dan profesionalismenya.
Baca & Lawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar