Senin, 16 November 2009

KERIKIL-KERIKIL DI JALAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

james faot
KERIKIL-KERIKIL
DI JALAN
PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

(TINJAUAN KRITIS TERHADAP UNJIAN NASIONAL KOTA KUPANG)

Pendahuluan
Ujian Nasional (UN) merupakan isu nasional yang meyerap perhatian dan tanggapan berbagai kalangan masyatakat Indonesia. Sejak pemerintah mengeluarkan pengakat perundang-undangan melalui Keputusan Mendiknas Nomor 153/U/2003 tanggal 14 Oktober tentang Ujian Akhir Nasional (kemudian disingkat Ujian Nasional atau UN). Tanggapan atau reaksi masyarakat terbelah pada 2 (dua) kutub ekstrim yakni pro dan kontra terhadap UN. Reaksi pro terhadap pelaksanaan UN, Mustafa (2004) menyatakan bahwa UN perlu didukung katena beberapa alasan yakni: pertama, UN merupakan bentuk idealisasi bagsa yang akan mengikis pelecehan rendahnya mutu pendidikan nasional di tingkat global; kedua, UN berperan sebagao motivator belajar siswa dan mengembagkan semangat kompetensi siswa; ketiga, UN akan menggugah semangat dan motivasi guruuntuk mengajar lebih baik lagi; dan keempat, UN secara integral dan konsisten terhadap 3 (tiga) manfaatnya di atas akan meningkatkan kontribusi anggaaran pendidikan nasional yang difokuskan pada penataan mutu sistem pemdidikan, kurikulum, sarana dam prasarana, kompetensi guru, dsb. Begitu juga Pramrswari (2004), mengemukakan bahwa UN akan mampu menepis kesenjangan sosial antarsekolah dan antardaerah apabila dilakukan dengan konsekwen.
Sedangkan reaksi kontara juga dilontarkan terhdap pelaksanaan UN. Husnawati (2004), mengemukakan bahwa, pertama, dengan UN, siswa akan belajar seperti mesin dalam rangka pencapaiaan target yang ditentukan saja, sementara itu kemampuan yahng lain terabaikan; kedua, penentuan passing grade dapat merupakan stressor yang berpotensi mrnghantui siswa; ketiga, soal-soal UN berpeluang menghambat perkembagan multiple intelligence siswa. Selanjutnya, Santoso (2005), juga melontarkan pesimisme tewrhadap pelaksanaan UN. Pertama, UN hanya berdimensi akdemis pedagogis sajadan tidak berorentasi membebaskan siswa dati ketidakpekaan lingkungannnya; kedua, mata uji dalam UN tidak mengembagkan logika, inovasi, dan daya tahan emosi siswa.
Dari deskripsi pro-kontra masyarakat (khsusnya kalangan akademisi) sebagaimana di atas, pemerintah, tetap relatif konsisten untuk melaksanakan UN sebagaimana dikatakan dalam pernyataan Durektur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2004:2), bahwa UN adalah suatu upaya pembenahan untuk menigkatkan mutu pendidikan nasional. Oleh sebab itu UN, dilakukan dengan memasang standar nilai minimal yang harus ditaih siswa. Dengan menerapka standar nilai minimal sebagai batas kelulusan, diharapkan ini tidak menjadi hambatan bagi siswa, tetapi menjadi washback effect (umpan balik) yang positif bagi senua pihan, baik siswa, guru, dan orang tua. Artinya bahwa, sekalipun Pelasanaan UN memberikan konsekwensi yang cukup mengecewakan dan irasional bagi sebagian siswa dan peningkatan mutu yang tidak valid, penerintah memandang bahwa UN adalah salah satu altenatif stategis untuk meningkatkan mutu pendidikan yang terputuk, baik secara lokal, nasional dan global. Simpulan ini, paralel dengan jiwa Kepmen Pendiknas RI Nomor 114/U/2001 tentang Penilaian Hasil Belajar Secara Nasional, yakni UN sebagai salah satu bentuk sarana untuk menilai hasil belajar siswa yang diselenggarakan dengan beberapa pertimbagan objektis, antara lain: Pertama, penilaian tingkat nasional yang diselenggarakan senara sistematis dan berkala perlu dilaksanakan guna memantau, mngendalikan dan meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah secara nasional. Kedua, penilaian merupakan cara untuk mengetahui apakah siswa telah belajar sesuai dengan target yang diharapkan, ketiga, setiap warga negara berhak mendapatkan penilaian hasil belajrnya melalui satuan pendidikan.
Demikian pula konsistensi pemerintah dalam melaksanakan UN kepada siswa dalam satuan pendidikan sejalan dengan amanah Kepmen Pendiknas RI Nomor 153/U/2003 Tanggal 14 Oktober 2003 Tentang Ujian Akhir Nasional Tahun 2003/2004, dengan petimbagan-petimbagan sbb: pertama, untuk mengetahui hasil belajar peserta didik dan untuk memperoleh keterangan mutu pendidikan nasional, kedua, pelaksanaan UN sebagai sarana penjamin adanya standar mutu pendidikan yang terukur secara nasional; ketiga, UN dulakukan dengan petimbangan untuk menjaga akuntabilitas pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

Masalah
Gambaran umum tentang perhelatan UN sebagai salah satu alternatif pemantauan, pengontrolan, dan peningkatan mutu pendidikan nasional, dalam kaitan dan kepentingan tuisan ini, kami mencoba untuk menelaah atau mengkritisi paradigma pemetintah tentang esensi UN sebagai salah satu cara yang digunakan untuk penggalian informasi tentang kualitas pendidikan nasional. Penggalian tersebut dilakukan dengan menggunakan seperangkat ujian dan siswa digunakan sebagai sumber data informasi tersebut. Inilah perspektif tujuan UN. Dan dalam perspektif fungsunya, UN merupakan bahan petimbagan dalam penentuan tamat belajar peserta didik pada setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan. Tetapi, dari perspektif fugsionalitas, besaran anggaran, manajemen sekolah, keadaan sarana dan prasarana, tenaga guru, dan mutu kegiatan belajar mengajar, dll, tidak semua wilayah/daerah dan sekolah memiliki kesederajatan (egalitar), dan inilah problem yang menjadi salah satu kendala pencapaian mutu yang merata pada selutuh sekolah dalam konteks nasional.

Tujuan

Penulisan ini memiliki tujuan yang antara lain:

Pertama,
Memberikan informasi tentang kesiapan sekolah dalam melaksanakan UN melalui analisis terhadap persentase hasil UN SMA/MA/SMK Kota Kupang.

Kedua,
Memberikan solusi kebijakan tehadap pemerintah Pusat/Propisnsi/Kota guna memperbaiki dan dan menigkatkan mutu pendidikan Kota Kupang.




Pembahasan

Tujuan dan fungsi UN
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 114/U/2001 tentang Penilaian Hasil Belajar Secara Nasional, yang antara lain mencakup UN (pasal 3 ayat 1) bertujuan untuk “mengukur pencapaian hasi belajar peserta didik dan mengetahui mutu pendidikan”. Sementara itu fungsinya sebagai:

(a) alat pengawasan dan pengendalian mutu pendidikan; (b) bahan pertimbagan dalam penentuan tamat belajar peserta didik pada setiap jenism jalur dan jenjang pendidkan; (c) bahan petimbagan dalam peneriamaan peserta didik pada setia jenis, jalur dan jenjang pendidikan; dan (d) umpan balik perbaukan program pendidikan.

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 153/U/2003 Tanggal 14 Oktober 2003 tentang Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 3003/2004 bertujuan nasional untuk:

(a) mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik; (b) mengukur mutu pendidikan di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota, dan sekolah/madrasah; (c) mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota, dan sekolah/madrasah kepada masyarakat. Adapun fungsi UN sebagai (a) alat pengendali mutu pendidikan secara nasional; (b) pendorong peningkatan mutu pendidikan; (c) bahan dalam menentukan kelulusan peserta didik; dan (d) bahan pertimbagan dalan seleksi peneriamaan poeserta didik baru pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Badan Standar Nasional Pendidikan
Pemerintah membentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk mengkaji satandar nilai minimal atau standar nilai rata-rata yang dapat menjadi indikator kemampuan seluruh sekolah nasional. Dengan penentuan standar nilai minimal dihatapkan melalui UN dapat diseksi mutu out put pendudikan serta babrapa tujan yang terdapt pada isi rumusan kontitusi di atas. (lihat tabel 1)
Begitu pula, dilakukan penambahan bebetapa mata uji dalm UN. Sebelumnya, hanya ditepkan 3 (tiga) mata uji dalam UN, yakni Bhasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika. (Lihat tabel 2)

Tabel 1: Intensitas Kenaikkan Standar Nilai Minimal
No Tahun Ajaran Passing Grade
1 2003/2004 3,01
2 2004/2005 4,01
3 2005/2006 4,25
4 2006/2007 5.00
5 2007/2008 5,25
6 2008/2009 (direncanakan) 5,50/5,55
Sumber: Olahan Kelompok dari Berbagai Sumber




Tabel 2: Mata Uji SMA/MA/SMALB Tahun Pelajatan 2007/2008
NO SMA/MA/SMALB Mata Pelajaran
1 Jurusan IPA 1. Matematika
2. Bahasa Inggris
3. Bahasa Inggris
4. Biologi
5. Fisika
6. Kimia
2 Jurusan IPS 1. Bahsa Indonesia
2. Bahasa Inggris
3. Sosiologi
4. Geografi
5. Matematika
6. ---
3 Jurusan Bahasa 1. Sastara
2. Antropologi
3. Matematika
4. Bahasa Inggris
5. Bahasa Indonesia
6. ---
Sumber: Olahan Kelompok dari Berbagai Sumber

Dunia Pendidikan Kota Kupang

1. Persentase SMAMA Kota Kupang (data Sanpel)

No SMU Passing Grade Persentase Kelulusan Kondisi Internal
1 SMA Kristen Mercusuar 5, 25 100% 1. Sarana /Prasarana

2. Guru

3. Keuangan

4. Siswa
5. Pembelajaran 1. Memadai dan bermutu
2. Memadai dan bermutu
3. Memadai dan bermutu
4. Proporsinal
5. Bermutu
2 SMA Katolik Giovani 5, 25 100% 1. Sarana/prasarana
2. Guru
3. Keuangan
4. Siswa
5. Pembelajaran

Idem
3 SMA Santu Rafael 5, 25 100% 1. Sarana/prasarana
2. Guru
3. Keuangan
4. Siswa
5. Pembelajaran
Idem
4 SMA Teladan Kupang 5, 25 12% 1. Sarana/prasarana


2. Guru


3. Keuangan


4. Siswa

5. Pembelajaran 1.Tidak memadai dan tidak bemutu
2.Tidak memadai dan tidak bemutu
3.Tidak memadai dan tidak bemutu
4.Tidak proporsional
5.Tidak Bermutu

5 SMA Sinar Pancasila Kupang 5, 25 08% 1. Sarana/prsarana
2. Guru
3. Keuangan
4. Siswa
5. Pembelajaran

Idem
6 SMA PGRI Kupang 5, 25 00,00% 1. Sarana/prasarana
2. Guru
3. Keuangan
4. Siswa
5. Pembelajaran

Idem

Berdasarkan data di atas, dapat kita lakukan pebandingan terhadap prestasi sekolah-sekolah mengah atas di kota kupang. Walaupun setiap tahun terjadi intensitas kenaikan standar nilai dalam UN pada tahun pelajaran 2007/2008, kenaikan itu sama sekali tidak menpengaruhi hasil lulusan atau persentase lulusan dari ketiga SMA di atas, yakni SMA Kristen mercusuar, SMA Katolik Giovani dan SMA Santu Rafael. Baik dari aspek jurusan, ketiga jurusan tetap memiliki persentase di atas rata-rata sekolah lainnya. Asumsi ini juga dibuktukan dengan prestasi ketiga SMA Unggulan itu dengan menduduki peringkat teratas dalam hal mutu lulusan dan jumlah lulusan pada tahun pelajaran 2006/2007. Sedangkan, pada ketiga SMA dengan petingkat terbawah, seperti SMA Teladan, SMA Sinar Pancasila, dan SMA PGRI Kupang, intensitas kenaikan standar nilai dalm UN sangat mempengaruhi prestasi mereka baik secara kuantitas dan mutu kelulusan. Demikian bahwa kondisi yang sama dialami oleh ketiga sekolah pada tahun pelajaran yang lalu yakni 2006/2007.
Dari perbandingan yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpilan bahwa prestasi yang dicapai oleh tiga sekolah sebagai representatif sekolah terbaik telah memiliki kesiapan-kesiapan secara internal sehingga mereka lebih siap dan mampu mengikuti UN dengan memperoleh hasil yang maksimal, bahkan diatas standar minimal sebagaimana ditetapkan oleh BSNP pada tahun ini yakni 5, 25. Sebaliknya pada ketiga sekolah yang memperoleh prestasi baik mutu dan kuantitas lulusan yang minim, belum memiliki kesiapan-kesiapan secara internal untuk mengikuti UN dengan standar yang sama sekali tidak proporsional bagi mereka. Pandangan ini, senada dengan pendapat Gunadi (2007:87), standarisasi sebagai salah indikator penentuan kelulusan bagi siswa harus memperhitungkan terjaminnya sarana dan prasarana, kualitas guru atau tenaga pengajar, kualitas pembelajaran di kelas, dll. Sebab jikalau tidak diperhitungkan dengan baik, maka hanya sekolah-sekolah yang telah siap untuk semua itu yang akan mempu untuk melahirkan presetasi yang maksimal, sementara itu sekolah-sekolah yang belum memiliki kesiapan akan menuai kekecewaan ketidakmampuannya untuk menyanggupi standat yang terlalu berat baginya.
Persolalan ini, bukan merupakan persolalan yang bari dalan evaluasi pendidikan baik dari in put, proses dan out put sekolah termasuk pada masalah sekolah di Kota Kupang. Tiga sekolah dengan prestasi luar biasa sebagaimana Mercusuar, Giovani dan Santu Rafael memiliki in put, proses yang bermutu sehingga mampu melahirkan out put yang bermutu pula. Sedangkan tiga sekolah dengan prestasi yang rendah dati segi in put, proses sangat terbatas sehingga hanya melahirkan out put yang rendah saja.



In put proses out put










Skema: Sistem Sekolah yang Bermutu

Skema ini, memberikan kita gambaran yang jelas bahwa sekolah-sekolah dengan mutu yang baik mempertahankan in put sekolah mereka karena in put memiliki korelasi positif terhadap proses sekolah dan in put serta proses sekolah memiliki kotelasi positif dan signifikan pada out put sekolah. Dalam konsep sekolah sebagai siatu sistem ketiganya bersifat integral, dan memikili korelasi kausalitas (sebab-akibat). Artinya bahwa baik, in put, proses dan out put tidak dapat dijalankan sendiri-sendiri atau dijalankan secara tidak seimbang, nelainkan ketiganya harus sinergis dan mengisi satu dengan yang lainnya.
Persoalan UN Kota Kupang, dengan bertolak dari sampel dan hasil analisis di atas, maka ada bebepa pikiran evaluatif yang perlu untuk disampaikan dalan penulisan ini, yakni:
1. Hasil lulusan Sekolah Menengah Atas di kota Kupang menunjukan ciri sekolah dengan tingkat kemapuan sekolah yang bebeda signifikan. Pebedaan itu terletak pada adanya sekolah dengan tingkatan mutu, baik kelembagaan, tenaga pengajar, sarana/prasarana, anggaran sekolah, dan proses belajar mengajar yang bermutu tinggi. Selain itu, terdapat sekolah-sekolah dengan tingkatan mutu, baik kelembagaan, tenaga pengajar, sarana/prasarana, anggaran sekolah, dan proses belajar mengajar yang bermutu tendah dan sangat rendah.
2. Dari perbedaan yang signifikan ini, berimplikasi pada pencapaiaan hasil pendidikan siswa itu sendiri. Secara relatif otomatis, siswa yang bersekolah dan mengikuti seluruh proses pendidikan pada sekolah yang dengan mutu tang tinggi akan keluar dengan memperoleh hasil yang bermutu tinggi pula. Dan sebaliknya.
3. Oleh karena itu, tidaklah bijaksana jikalau kita melakukan perbandingan dalam suatu bentuk evaluasi mutu lembaga-lembaga pendidikan di kota Kupang dengan memukul rata penilaian mutu berdasarkan kuantitas kelulusan dalam bentuk pesentase secara umum. Penilaian yang demikian tidak seimbang., diskeiminatif dan pemersakahkan. Penilaian harus objektif dengan melihat persentase lulusan secara kualitatis, kuantitatif dan mempertimbagkan berbagai faktor eksternal dari lembaga-lembaga pendidikan tersebut.
4. Sehubungan dengan penentuan batas standar minimal bagi kelulusan siswa, sistim UN tidak kebal terhadap kelemahan. Sistim UN kita yang sekarang dipakai memiliki beberapa kekurangan yang sifatnya substansial—walaupun dalam kontitusis jelas mengatur tujuan dan fungsi UN yakni sebagai (a) alat pengawasan dan pengendalian mutu pendidikan; (b) bahan pertimbagan dalam penentuan tamat belajar peserta didik pada setiap jenis jalur dan jenjang pendidkan; (c) bahan petimbagan dalam peneriamaan peserta didik pada setia jenis, jalur dan jenjang pendidikan; dan (d) umpan balik perbaikan program pendidikan—pertama, UN memiliki 2 oreintasi yakni tujuan dan fungsi. Oreitasi tujuan yakni, mengukur hasil belajar siswa dan mengtahui mutu pendidikan, sedangkan oreitasi fungsi yakni memberi umpan balik pada perbaikan program pembelajar. Namun, sepertinya UN hanya menonjolkan oreintasi tujuannya yakni mengukur hasi pencapaiaan belajar siswa dan oreintasi fungsinya dikesampingkan sama sekali yakni memberi umpan balik pada perbaikan program pembelajar. Setelah UN berakhir dan pengumuman kelulusan berangsungi sama selaki pemerintah tidak melakukan fungsi UN secara baik atau bahkan tidak pernah dilakukan (dipublikasi pada masyarakat sebagaimana pengumuman kelulusan). Hal itu patit dikritisi, karena sebagaimana amanat yuridis itu dilaksanakan, pemerintah hanya menjalankankannya secara pincang. Kecerobohan ini, berkontribusi pada ketidakadanya perbaikan dan perubahan mutu pendidikan kita secara nasional. Kedua, terdapat inkonsistensi antara rancangan UN yang lebih mengacu pada evaluasi--sebab terminilogi evaluasi mengacu pada pengertian suatu proses pengumpulan dan penganalisisan informasi untuk pengambilan keputusan (Gunadi, 2007:89)—namun, justeru secara bentuk UN merujuk pada butue-butir tes—diakui bahwa evaluasi dapat disertai dengan tes, namun, untuk mengetahui keseluruhan kompetensi siswa butir-butir tes UN tidak valid, reabel dan representatif dari totalitas kemampuan siswa. Ketiga, UN memiliki kelemahan secara tidak langsung akibat terlalu padatnya muatan kurikulum pendidikan sehingga proses pembelajar di sekolah lebih didominasi dengan metode transfer of knowledge (memindahkan pengetahuan guru ke otak siswa). Dan ketika UN dilakukan sebagai evaluasi terhadap hasil belajar secara nasional hanya sebagaian kecil siswa yang mencapai prestasi di atas rata-rata.


Tawaran Kebijakan
Setelah dilakukan anlisis terhadap faktor-faktor internal sekolah-sekolah dan menganalisis kelemahan-kelenahan sisrem UN, kami berupaya untuk memberikan beberapa tawaran alternatif kebijakan guna peningkatan mutu pendidikan di Kota Kupang. Adapun alternatif kebijakan yang ditawarkan antara lain:
1. Pemerintah Kota Kupang perlu melakukan recheking secara komprehensif guna mengontral sejauhmana kondid sekolah-sekolah di Kota Kupang, baik sekolah negeri maupun sekolah swata. Melalui Dinas P dan K Kota Kupang, inisitif ini dapat dikawal dengan melibatkan berbagai unsur seperti Dewan Kota Kupang, Bapeda, Perguuruan Tinggi, LSM-LSM yang mewakili unsur masyarakat. Dengan recheking, kita dapr mengetahui kondisi sesungguhnya dari sekolah-sekolah yang ada dan kemudian dapt dilakukan perencanaan yang berhubungan dengan penataan, perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan, khususnya sekolah-sekolah yang sangat jauh dari tingkat kelayakan operasional. Tawaran kebijakan ini, negacu pada dasar bukti bahwa, baik secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota tidak dilakukan eveluasi yang serius dan menyeluruh terhadap kondisi skolah-sekolah di kota Kupang, buktinya sekolah-sekolah yang dipakai sebagai sampel selalu berada pada posis yang telatif tetap dalam pencapaiaan hasil pendidikannya. Ini berarti pemeritah tidak secara serius mengawal dan memperhatikan nasib srswa-srswa dan lembaga pendidikan yang ada dalam teritotial pemerintahannya.
2. Kebijakan anggaran pendidikan Kota Kupang perlu untuk ditingkatkan. Pada 2007, dari total anggaran Depag Rp 14,5 trilyun, alokasi terbesarnya (49,5%) adalah untuk "fungsi pelayanan umum" (Rp 7,2 trilyun). Porsi anggaran pendidikan di Depag pada waktu itu hanya menduduki pos kedua, senilai Rp 6,6 trilyun (46%).
Tahun 2008 ini, di satu sisi, anggaran Depag meningkat 20,9%, menjadi Rp 17,6 trilyun. Di sisi lain, alokasi terbesar bergeser dari fungsi pelayanan umum ke fungsi pendidikan. Dengan peningkatan anggaran pendidikan kita dapt melihat bahwa kenaikan itu turut diikuti oleh kenaikan persentase kenailak jumlah lulusan. Pada tahun 2006/2007, rata-rata keleulusan SMA sebesar 64,25 %, aka tahun ini naik menjadi 71,29%. Sementara SMK, naik dati 89,98% menjadi 92,11%. Memang kenaikan ini belum sertajadi secara signifikan, tetapi kita mendapati bahwa sedikit-demi sedikit mutu pendidikan kita dapar ditingkatkan.
Keterangan dari Biro Humas dan Biro Keuangan Setda NTT di Kupang, Kamis (19/4), menyebutkan, APBD NTT tahun 2001 seluruhnya senilai Rp 177.984.500.000. Itu berarti hampir seluruhnya merupakan subsidi dari pusat karena DAU untuk NTT tahun ini sebesar Rp 150,930 milyar. Tingginya ketergantungan NTT dari DAU itu karena kontribusi dari pendapatan asli daerah (PAD) hanya Rp 19,8 milyar. Dari keseluruhan APBD NTT senilai Rp 177,984 milyar lebih itu, sekitar 75 persen atau Rp 135.941.500.000 di antaranya terserap untuk biaya rutin. Tersisa hanya Rp 42,043 milyar untuk biaya pembangunan dan pendidikan. Data ini cukup mengkhawatirkan, sebab alokasi dana pendidikan Kota Kupang berbanding miring dengan alokasi biaya rutin pemerintah kota. Kota Kupang hanya dijatah sekitar 11-12% untuk pendidikan dari sisa biaya anggaran rutin pemerintah. Konsekwensi peningkatan anggaran pendidikan kota Kupang berarti perlu dilakukan penghematan anggatan rutin pemerintah sehingga anggaran yang lain dapt dialokasikan pada bidang pendidikan.
3. Diberlakukan skala prioritas dalam agenda pemerintah dalam upaya membantu sekolah-sekolah swasta di kota Kupang. Dari 17 sekolah SMK swasta, 11 SMK adalah swasta yang nota bene memiliki kemampuan rendah baik sarana prasarana, guru profsional, anggaran sekolah dan manajemen pendidikan yang tertinggal. Oleh sebab itu pemrintah harus lebih memperhatikan kucuran anggaran, tenaga guru prafesional, kelengkapan sarana dan prasarana sehingga mereka dapat melaksanakan pembelajar yang bemutu dan pada akhirnya melahirkan hasil yang bermutu pula.
4. Pemerintah perlu pengawal secara serius pelaksanaaan MBS secara benar pada semua sekolah di Kota Kupang. Dalam pelaksanaan MBS, sekolah sekolah memiliki peluang untuk melakukan inovasi dan tidak sepnuhnya bergantung pada pemerintah. Hal ini juga dipertimbagkan dengan anggaran pendidikan Kota kupang yang perlu dupergunaka secara rfrktif dan efisien.












Daftar Pustaka

Husnawati, R. 2004. “Peningkatan Semu Mutu Pendidikan”. Jawa Pos , 06 Mei 2004.

Musthofa, Z.A. 2004. “Berpikir Global Bertindak Lokal”. Jawa Pos 05 Mei 2004.


Peameswari, U. 2004. “Langkah Awal Majukan Pendidikan”. Jawa Pos, 04 Mei 2004.

Gunadi, H. Sulistyo. 2007. Ujian Nasional (UN): Karapan, tangtangan dan Peluang. Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya.

htt//www.kompas.com. 2007. “Hasil Ujian Nasional 2007/2008 di NTT”.

Htt//www.kapanlagi.com. 2007. Pendidikan Keagamaan-Politik Pendidikan Penebus Dosa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar