Kamis, 04 Februari 2010

LAPORAN KBPM DESA BINAUS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kegiatan KBPM
Membicarakan tentang latar belakang Kegiatan Belajar dan Pendampingan Masyarakat (KBPM), maka tidak dapat dilepaskan dari citra Universitas sebagai suatu badan otonom yang betujuan mencari demi kebenaran itu sendiri. Selain itu, sebagaimana dianut oleh kelompok yang mengemukakan konsep tentang “Universitas Kritis”, dimana Universitas dipandang sebagai sebuah kesatuan sosial. Oleh karenanya, Universitas tidak telepas dari dinamika atau pergulatan internal masyarakat. Dan karena eksistensinya integral dengan masyarakat, maka mau tak mau (harus) menyatakan perannya dalam menyelesaikannya. Atau singkatnya, universitas dipandang sebagai agen perubahan sosial.
Dalam konteks Universitas sebagai agensi perubahan sosial, masyarakat dan kehudupannya bersifat dinamis. Dan salah satu manifestasi dinamika sosial tersebut, berkaitan dengan tumbuhkembangnya ilmu pengetahuan dalam disegala bidang termasuk pemerintahan. Dimana, otonomi terjadi perubahan paradigma baru dalam pembangunan. Otonomi yang dimaksudkan di sini ialah pertama, terjadinya pergeseran otoritas pelaksanaan pembangunan dan lokasi anggaran dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan semangat botton up planning dalam pembangunan. Kedua, memberikan peluang yang lebih besar kepada daerah dalam kewenangan dalam menentukan arah dan tujuan pembangunan berdasarkan potensi dengan segala permasalahan dan keterbatasan daerah masing-masing. Dengan demikian, upaya reformasi juga berdampak pada Perguruan Tinggi (PT), khususnya berkaitan dengan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang atau Try Dharma Perguruan Tinggi (PT). Dengan begitu maka, ada implikasi dari dampak reformasi ini. Khusus pada salah satu dari ketiga rangkayan pengembangan ilmu di Universitas, semangat otonomi ini harus terejewantahkan dalam implementasi pengabidian kepada masyarakat.
Berdasakan semangat otonomi ini, maka dilakukan perubahan bukan hanya pada level teknis, melainkan pada level substansial yakni perubahan paradigma. Mengingat, program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang merupakan pengejewantahan pengabidian kepada masyarakat oleh universitas dan insan ilmiahnya, dinilai lebih menempatkan mahasiswa sebagai komponen yang lebih pasif karena mahasiswa hanya melaksanakan program yang telah direncanakan lembaga pengelola. Atau dengan kata lain, KKN hanya merupakan ajang dimana universitas mengerahkan mahasiswa di desa. Bahkan secara sinis, Robert Chamber menyebut KKN sebagai program “wisata desa” oleh universitas.
Dengan perubahan paradigma dalam konteks pengabdian masyarakat yang diemban universitas, maka pengejewantahan pengabdian masyarakat oleh universitas memperoleh cara pandang akan sesuatu atau memiliki model/pola ideal dalam mengimplemantasikan pengabdiannya. Atau pengabdian tersebut diejewantahkan berdasarkan totalitas peremis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau mendefenisikan suatu studi ilmiah konkrit atas problem masyarakat dan penyelesaiannya”. Atau singkatnya, keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki bersama oleh Universitas serta masyarakat ilmiah untuk diterapkan sebagai cara memperoleh penyelesaian problem kemasyarakat. Sudah tentu bahwa perubahan paradigma ini menunjukan sifat revolusioner bukan kumulatif dari sebuah perubahan. Dengan demikian, perubahan paradigma merupakan suatu langkah strategis guna mengefektifkan dan mengotimalkan peran universitas sebagai agen perubahan sosial. Dan perubahan paradigma baru dalam konteks pengabdian masyarakat ini diwujutkan dengan perubahan nama yang menjadi Kegiatan Belajar Dan Pedampingan Mahasiswa (KBPM).
1.2 Manfaat Kegiatan KBPM
1.2.1. Melalui KBPM mahasiswa memperoleh pengalaman belajar dan bekerja dalam kegiatan pembanguna masyarakat sebagai wahana penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
1.2.2. Secara lebih nyata KBPM merupakan media penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat secara sistimatis dalam program pemberdayaan masyarakat.
1.2.3. KBPM juga di harapkan menjadi pendorong pengembangan riset terapan secara mutualistik dalam rangka membantu penyelasaian permasalahan di masyarakat.
1.2.4. Kegiatan KBPM di harapkan dapat mengembangkan kepekaan rasa dan kognisi sosial mahasiswa.
1.2.5. Bagi pemerintah dan daerah masyarakat setempat, kegiatan KBPM dapat membantu perceptan proses pembangunan serta membetuk kader penerus pembangunan.


BAB II
HASIL PENGKAJIAN DESA SASARAN
2.1 Diskripsi Umum Desa Sasaran (Kondisi Geografis, Tipologi Desa, Batas Wilayah dan Topografi).
2.1.1. Kondisi Geografis
a. Batas Desa.
Secara geografis desa Binaus terletak di wilayah administratif kecamatan Mollo Tengah, kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Keseluruhan luas wilayah desa Binaus mencapai ± 72 Km². Dengan batas wilayah desa antra lain: sebelah Utara berbatasan dengan desa Oelbubuk kecamatan Mollo Tengah, sebelah Selatan berbatasan dengan desa Nionbila kecamatan Mollo Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan desa Oel’Ekam kecamatan Mollo Tengah dan pada sebelah Barat berbatasan dengan desa Nekemunifeto kecamatan Mollo Tengah.
Orbitsi atau jarak tempuh dari desa Binaus ke wilayah Ibu Kota kecamatan berjarak ± 100 M. Atau dengan kata lain, desa Binaus terletak dalam wilayah kota kecamatan Mollo Tengah. Untuk orbitasi dari desa Binaus ke kota kabupaten berjarak ± 10 Km. Sedangkan untuk orbitasi dari desa Binaus ke kota propinsi berjarak ± 122 Km.
Walaupun tingkat curah hujan di wilayah Binaus yang hanya mencapai ± 1 Mm, kondisi kondisi iklim desa cukup dingin dengan suhu ± 1.500 ÂșC. Kondisi suhu yang dingin ini, mungkin dipengaruhi oleh letak desa yang berada pada ketinggian dari permukaan laut mencapai ± 1.900 Mdl. Walaupun cukup tinggi letak desa di atas permukaan laut, wilayah desa masih merupakan wilayah yang dikategorikan sebagai wilayah dengan dataran rendah.
2.1.2. Kondisi Demografis
Desa Binaus memiliki jumlah penduduk mencapai 1.030 jiwa. Dengan komposisi laki-laki 520 jiwa dan perempuan 510 jiwa. Sedangkan, wilayah desa terdiri dari 3 dusun, 4 RW dan 9 RT. Dusun I terdiri dari 5 RT yakni RT 1, 2, 3, 4 dan 9; dusun II terdiri dari 3 RT yakni RT 5, 6, dan 7; sedangkan dusun III terdiri dari 1 RT yakni RT 8. Dan juga total Kepala Keluarga sejumlah 260. Dari total jumlah penduduk desa Binaus 1.030 jiwa, distribusi jumlah penduduk/jiwa berdasasarkan jumalah jiwa, RT dan Kepala Keluarga (KK), maka dapat digambarkan sebagai berikut: RT 1 terdiri dari 30 KK dengan jumlah penduduk 83 jiwa, RT 2 terdiri dari 31 KK dengan jumlah penduduk 162 jiwa, RT 3 terdiri dari 30 KK dengan jumlah penduduk 147 jiwa, RT 4 terdiri dari 33 KK dengan jumlah penduduk 148 jiwa, RT 5 terdiri dari 23 KK dengan jumlah penduduk 98 jiwa, RT 6 terdiri dari 30 KK dengan jumlah penduduk 135 jiwa, RT 7 terdiri dari 29 KK dengan jumlah penduduk 109 jiwa, RT 8 terdiri dari 27 KK dengan jumlah penduduk 82 jiwa dan RT 9 terdiri dari 27 KK dengan jumlah penduduk 66 jiwa.
Dari total jumlah penduduk desa yakni 1.030 jiwa, penyebaran penduduk dari 3 dusun dapat digambarkan sebagai berikut: dusun I yang memiliki 4 RT dihuni oleh 606 jiwa atau lebih dari setengah jumlah total penduduk desa. Dusun II yang memiliki 3 RT dihuni oleh 342 jiwa dan dusun III dihuni oleh 82 jiwa.
2.1.3. Tipologi Desa
Tipologi desa adalah gambaran spesifik keunggulan potensi SDA, SDM Potensi sosial kelembagaan dan potensi sarana prasarana yang ada di desa. Dari tipologi desa ini, seluruh potensi di atas dapat dipakai untuk mengembagkan arah kebijakan pengembangan dan pembinaan pembangunan dari pemerintah desa kepada masyarakat berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif yang ada.
Deskripsi tipologi desa dapat ditengahkan berdasarkan 4 (empat) kategori yakni gambaran desa yang berkaitan dengan Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan dan Sumber Daya Sosial Kelembagaan.
a. Sumber Daya Manusia
Tingkat Usia
Dapat pula digambarkan penduduk menurut usia di desa Binaus sebagai berikut:
• Usia 0 bulan – 4 Tahun sejumlah 126 orang;
• Usia 5 Tahun – 7 Tahun sejumlah 80 orang;
• Usia 8 Tahun – 15 Tahun sejumlah 170 orang;
• Usia 16 Tahun – 54 Tahun sejumlah 538 orang;
• Usia 54 ke atas sejumlah 152 orang.
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk desa dapat dideskripsikan sebagai berikut:
• Penduduk dengan kategori buta aksara fungsional sejumlah 198 orang;
• Penduduk usia 3-6 tahun yang masuk Taman Kanak-Kanak (TK) dan Kelompok Bermain sejumlah 37 orang;
• Penduduk dengan kategori sederajat Sekolah Dasar (SD) atau sederajat sejumlah 198 orang;
• Penduduk dengan kategori tidak tamat Sekoloah Dasar (SD) sejumlah 100 orang;
• Penduduk dengan kategori sedang melaksanakan studi di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat sejumlah 186 orang;
• Penduduk dengan kategori tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sejumlah 15 orang;
• Penduduk dengan kategori tidak tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sejumlah 25 orang;
• Penduduk dengan kategori sedang melaksnakan studi di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) sejumlah 35 orang;
• Penduduk dengan kategori tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) sejumlah 40 orang;
• Penduduk dengan kategori tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sejumlah 15 orang;
• Penduduk yang sedang menjalani studi D2 sejumlah 2 orang;
• Penduduk yang tamat D2 sejumlah 2 orang;
• Penduduk yang tamat D3 sejumlah 2 orang;
• Penduduk yang sedang menjalani studi S1 sejumlah 4 orang;
• Penduduk yang tamat S1 sejumlah 11 orang;
Rasio Guru Dan Murid
• Jumlah guru TK dan kelompok Bermain Anak 2 orang;
• Jumlah siswa TK dan kelompok Bermain Anak 35 orang;
• Jumlah guru SD dan sederajat 18 orang;
• Jumalah siswa SD dan sederajat 144 0rang;
• Jumlah guru SLTP dan sederjat 19 orang;
• Jumlah siswa SLTP dan sederajat 186 orang;
Pendidikan nonformal
• Penyelenggaraan Pendidikan Penyetaraan (Paket),
• Penyelenggaraan sanggar anak,
• Pembentukan kelompok tani,
• Pembentukan kelompok peternakan,
• Sosialisasi hak anak level desa
• Workshop perlindungan anak sekolah
• Kampanye gender
• Kampanye hak anak (dusun A)
• Kampanye kesehatan reproduksi
• Community Development Plan (CDP)
• Sosialisasi NSCP
• Pendampingan keaksaraan fungsional
• Temu bisnis dan pelatihan manajemen bisnis
• Pengembangan Demplot Sistem Rice of Intencivication (SRI)
• Sosialisasi gender
• Pelatihan CMP
• Sosialisasi gender bagi remaja gereja
• Pelatihan konservasi tanah dan air
• Pelatihan pembibitan kemiri
• Sosialisasi hak anak
• Pengembangan pertanian terpadu
• Pengembangan lahan pekarangan
• Pelatihan dokter kecil
• Pelatihan pembuatan sirup jeruk keprok
Cacat Fisik dan Mental
Jumlah penduduk yang masuk dalam kategori cacat fisik sejumlah 5 orang.
Penguasaan Aset Ekonomi Masyarakat
Aset Tanah
• Penduduk yang tidak memiliki tanah sejumlah 13 orang,
• Penduduk yang memiliki tanah antara 0,1-0,2Ha sejumlah 12 orang,
• Penduduk memiliki tanah antara 0,21-0,3Ha sejumlah 17 orang,
• Penduduk memiliki tanah antara 0,31-0,4 Ha sejumlah 15 orang,
• Penduduk yang memiliki tanah antara 0,41-0,5Ha sejumlah 14 orang,
• Penduduk yang memiliki tanah antara 0,51-0,6Ha sejumlah 24 orang,
• Penduduk yang memiliki tanah antara 0,61-0,7Ha sejumlah 18 orang,
• Penduduk yang memiliki tanah antara 0,71-0,8Ha sejumlah 15 orang,
• Penduduk yang memiliki tanah antara 0,81-0,9Ha sejumlah 20 orang,
• Penduduk yang memiliki tanah antara 0,91-1,0Ha sejumlah 17 orang,
• Penduduk yang memiliki tanah antara 1,0-5,0Ha sejumlah 20 orang,
• Penduduk yang memiliki tanah antara 5,0-10Ha sejumlah 35 orang,
• Penduduk yang memiliki tanah lebih dari 10 Ha sejumalah 27 orang,
Aset Rumah
• Penduduk yang memiliki rumah tembok sejumlah 65 orang,
• Penduduk yang memiliki rumah kayu sejumlah 3 orang,
• Penduduk yang memiliki rumah bambu sejumlah 100 orang,
• Penduduk yang memiliki rumah keramik sejumlah 4 orang,
• Penduduk yang memiliki rumah semen sejumlah 63 orang,
• Penduduk yang memiliki rumah tanah sejumlah 100 orang,
• Penduduk yang memiliki rumah beratap seng sejumlah 100 orang,
• Penduduk yang memiliki rumah beratap ilalang sejumlah 147 orang.
Kesehatan Masyarakat

Kualitas ibu hamil:
Jumlah Ibu Hamil (Bumil) di desa dalam berdasarkan frekwensi pertahun mencapai 100 orang. Keseluruhan Bumil memeriksakan diri ke pusat layanan kesehatan kesehatan desa yakni posyandu desa atau ke PUSTU desa. Penanganan layanan kesehatan untuk Bumil dilakukan oleh bidan praktek dengan dibantu oleh kader kesehatan desa juga pengurus posyandu.
Kualitas bayi:
Kualitas bayi di desa diukur dari beberapa indikator dapat diketahui bahwa kulitas bayi dikategorikan baik. Dilihat dari jumlah keguguran kandungan tidak ada, jumlah bayi lahir pertahun mencapai 100 orang, jumlah bayi lahir mati mencapai 5 orang pertahun, dan jumlah berat bayi lahir rata-rata 2,5 Kg. Sedangkan, jumlah bayi sakit lebih banyak diakibatkan oleh wabah.
Kualitas persalinan:
Kualitas persalinan bayi dilihat dari tempat kelahiran, rata-rata dilahirkan bayi berlangsung di rumah.
Pertolongan persalinan:
Walaupun dilahirkan di rumah, pertolongan persalinan biasanya dilakukan oleh bidan praktek yang berjumlah jumlah 1 orang dan dukun bersalin terlatih yang berjumlah 15 orang. Jarang sekali proses kelahiran bayi berlangsung di Rumah Sakit dengan bantuan dokter.
Cakupan imunisasi:
Cakupan imunisasi yang dilakukan kepada atau diterima oleh bayi bayi dengan kisaran usia 2,3,4 sampai 9 bulan dengan jenis imunisasi DPT-1-3, BCG dan polio-1-3 serta imunisasi campak dan cacar.
Perkembangan usia subur dan KB
Jumlah Usia Subur remaja putri dengan kisaran usia 12-17 berjumlah 53 org dan Usia Subur 15-49 berjumlah 273. Dengan tingkat kawin, kebanyakan kawin muda yakni di bawah 16 tahun yang mencapai 179 orang. Sedangkan jumlah Pasangan Usia Subur/PUS berjumlah 189 orang. Untuk Keluarga Berencana, pasangan KB berjumlah 71 orang dengan menggunakan jenis KB antara lain: penggunaan suntik, spiral, kondom, pil, vasektomi, tubetomi dan KB kalender/alamiah.
Wabah:
Terdapat pula wabah yang menyerang bayi dan anak-anak seperti wabah muntahber dan diare dan gejala malaria. Wabah seperti muntahber dan diare bersifat musiman. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan kondisi iklim, lingkungan dan kurangnya pola makan bayi dan anak yang memenuhi kriteria kesehatan.
Air bersih:
Kualitas kesehatan masyarakat dilihat dari kemampuan mengakses air bersih dapat dilihat dari jumlah keluarga yang mengonsumsi air bersih yakni:
• Keluarga yang mengosumsi air dari sumur gali 3 sejumlah 3 KK,
• Keluarga yang mengosumsi air dari dari PAM tidak ada (sementara diproses sebagai pelanggan),
• Keluarga yang mengosumsi air dari Penampung Air hujan/PAH sejumlah 2 KK,
• Keluarga yang mengosumsi air dari Hidran Umum sejumlah 22 KK,
• Keluarga yang mengosumsi air dari mata air sejumlah 149 KK.
Berdasarkan jenis penggunaan sumber air bagi kehidupan sehari-hari, maka diketahui bahwa masyarakat lebih banyak menggunakan air dari sumber mata air yang ada di sekitar wilayah desa. Dan selanjutnya diikuti dengan keluarga yang mengunakan air dari hidran umum. Sedangkan sisanya menggunakan sumur gali dan PAH. Dengan demikian, kualitas air bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat relatif rendah kualitasnya. Hal ini dikarenakan oleh tingkat kontaminasi bakteri air baik pada air tanah dan hidran. Oleh karena itu, untuk pencegahan atau antisipasi air dari sumber-sumber di atas, diperlukan pengolahan air terlebih dahulu sehigga dapat menberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat.
Kebiasaan hidup bersih dan sehat
Kebiasaan hidup bersih dan sehat masyarakat dapat dilihat berdasarkan beberapa indikator di bawah ini, antara lain:
Kebiasaan buang air besar di WC sehat sejumlah 3 KK, yang menggunakan WC kurang sehat sejumlah 195 KK dan yang tidak memiliki WC baik dengan standar sehat dan kurang sehat sejumlah 49 KK. Kebiasaan pola makan masyarakat rata-rata masyarakat memiliki kebiasaan atau pola makan 3 x sehari. Sedangkan untuk status gizi balita dari jumlah 159, dengan status gisi buruk sejumlah 7 orang dan gizi baik baik sejumlah 134, sedangkan yang berstatus kurang gizi sejumlah 18 orang.
Perkembangan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat
Dari waktu ke waktu terus terjadi perkembangan sarana dan prasarana kesehatan di desa. Hal ini terlihat dengan meningkatnya sarana dan prasarana kesehatan desa yang menujang kebutuhan kesehatan masyarakat desa. Adapun ketersediaan sarana dan prasaran kesehatan desa, antara lain: Posyandu desa sejumlah 2 unit, dengan jumlah kader 20 orang ditambah pembina posyandu sejumlah 1 orang. Sedangkan untuk jenis kegiatan posyandu terdapat 2 jenis kegiatan yakni pelayanan posyandu dan pelayanan kesehatan, dasawisma sejumlah 10 unit dengan jumlah pengurus dasawisma aktif sejumlah 10 orang, petugas lapangan KB aktif sejumlah 1 orang.
Tenaga Kerja
Berdasarkan gambaran penduduk menurut usia, khususnya usia 18 tahun – 56 Tahun yang berjumlah 400an orang atau hampir mencapai setengah total jumlah penduduk, maka dapat dikatakan bahwa potensi tenaga kerja atau usia produktif yang dimiliki desa tinggi. Sedangkan, usia 18 tahun – 56 tahun yang tidak bekerja/tidak produktif sejumlah 75 orang. Jumlah penduduk usia 18 tahun – 56 Tahun yang menjadi ibu rumah tangga sejulah 159 orang. Julah penduduk usia 18 tahun – 56 Tahun yang bekerja penuh 43 orang, jumalah penduduk usia 18 tahun – 56 Tahun yang bekerja tidak tentu sejumlah 61 orang. Dengan demikian, potensi angkatan kerja di desa dapat dikatakan tinggi pula. Akan tetapi, jika melihat tingkat penyebarannya yang tidak merata di setiap wilayah dusun dan keterbatasan lapangan kerja, maka ada tendensi atu kecendrungan munculnya bahaya pengangguran di desa.
Mata Pencaharian Pokok
Mata pencaharian pokok penduduk desa sebagai berikut:
Kepala Keluarga yang memiliki mata pencaharian sebagai Petani sejumlah 205 orang, Pegawai Negeri Sipil/PNS sejumlah 27 orang, montir sejumlah 7 orang, pensiunan PNS/TNI/POLRI sejumlah 3, pengusaha kecil menengah 2 orang, dukun kampung terlatih 3 orang, pengrajin 6 orang, tukang ojek 23 orang.
Kesejahteraan Keluarga
• Jumlah keluarga prasejahtera sejumlah 100 keluarga,
• Jumlah keluarga prasejahtera 1 sejumlah 50 keluarga,
• Jumlah keluarga prasejahtera 2 sejumlah 30 keluarga,
• Jumlah keluarga prasejahtera 3 sejumlah 67 keluarga,
Produk Domestik Desa/Keluaran Bruto
Produk domestik desa atau yang lebih dikenal dengan Pertumbuhan Domestik Regional Bruto diartikan sebagai hasil out put produksi dalam suatu perekonomian dengan tidak memperhitungkan pemilik produksi dan hanya memperhitungkan total produksi. Dengan mengacu pada rasio PDRB atau Pertumbuhan Domestik Regional Bruto desa, maka dapat diketahui tingkat pertumbuhan ekonomi desa, yang sekaligus merupakan sebagai cerminan kemajuan ekonomi desa. Oleh karena itu, PDRB merupakan salah satu indikator yang sifatnya multimanfaat, terutama untuk dijadikan sebagai acuan menata strategi pengembangan ekonomi desa demi pencapaian kesejahteraan masyarakatnya.
Namun, berkaitan dengan masih barunya penyelenggaraan pemerintahan desa pasca pemekaran Kabupaten Mollo Tengah dan masih tahapan-tahapan proses mengumpulkan data-data dan informasi berkaitan dengan berbagai macam sektor yang secara langsung sangat menetukan pengukuran PDRB desa, maka dalam pertanggung jawaban kali ini, pemerintah desa belum dapat mengambarkan PDRB desa secara rinci bahkan dalam taksiran kasar sekalipun.
Apa yang baru bisa dilaporkan hanyalah deskripsi beberapa subsektor yang merupakan bagian yang dapat dihitung sebagai PDRB. Subsektor-subsektor ini, antara lain:
Sektor Pertanian dan Perkebunan.
Untuk jenis tanaman padi dan palawija ditanam di atas lahan seluas 24 are. Namun, nilai produksi pertahun belum dapat dipastikan. Demikian juga untuk biaya pemupukan dan biaya pembibitan serta biaya obat belum dapat dipastikan. Jenis komoditas atau tanaman jagung ditanam di atas luas lahan 175 Ha. Namun, nilai produksi pertahun belum dapat dipastikan. Demikian juga untuk biaya pemupukan dan biaya pembibitan serta biaya obat belum dapat dipastikan.
Tanaman Jeruk ditanam di atas lahan seluas 2 Ha. Dengan nilai produksi pertahun mencapai belum dapat dipastikan. Demikian juga untuk biaya pemupukan dan biaya pembibitan serta biaya obat belum dapat dipastikan. Tanaman Alpukat ditanam di atas lahan seluas 2 Ha. Namun, nilai produksi pertahun belum dapat dipastikan. Demikian juga untuk biaya pemupukan dan biaya pembibitan serta biaya obat belum dapat dipastikan. Tanaman Ubi-ubian terbagi dalam 2 jenis yakni ubi kayu dan ubi jalar. Untuk ubi kayu ditanam di atas lahan seluas 175 Ha dan ubi jalar ditanam di atas lahan seluas 0,5 Ha. Demikian juga untuk jenis komoditas ubi-ubian, nilai produksi pertahun belum dapat dipastikan. Sama halnya untuk biaya pemupukan dan biaya pembibitan serta biaya obat belum dapat dipastikan. Jenis tanaman kelapa ditanam di atas lahan seluas 20 Ha. Nilai produksi pertahun belum dapat diketahui. Dan untuk tanaman pinang ditanam di atas lahan seluas 10 Ha. Nilai produksi dari tanaman pinang belum diketahui.
Sektor Pertambangan dan Galian:
Subsektor pertambangan dan galian memiliki luas lahan 2 Ha khususnya untuk lahan pertambangan Mangan. Total nilai produksi bahan tambang mangan di desa belum dapat diketahui persisnya.
Sektor Kehutanan:
Potensi unggulan desa dari sektor kehutanan ialah kayu olahan, kayu bakar, hutan lindung dan hutan swaka alam. Untuk luas keseluruhan hutan mancapai 245 Ha. Status keberadaan hutan desa ini merupakan hutan adat atau ulayat.
Sektor Peternakan:
Untuk mengetahui potensi unggulan desa dari sektor peternakan, identifikasi jenis populasi ternak dapat memberikan gambaran tentang potensi unttulan pada sektor tersebut. Untuk ternak sapi dimiliki oleh 232 orang dengan perkiraan jumlah populasi ± 479 ekor. Ternak babi dimiliki oleh 139 orang dengan jumlah populasi ± 386 ekor. Ayam kampung dimiliki oleh 688 orang dengan jumlah populasi ± 935 ekor.
Agama atau Aliran Kepercayaan
Penduduk desa Binaus mayoritas beragama Kristen Protestan yakni berjumlah 1.011 orang. Sementara, penduduk yang beragama Kristen Katolik berjumlah 12 orang dan aliran kepercayaan sejumlah 7 orang.
Kewarganegaraan
Penduduk desa Binaus kesemuanya memiliki kewarganegaraan Indonesia. Tidak ada yang memiliki status kewarganegaraan luar.
Etnis/Suku Bangsa
Penduduk desa Binaus terdiri dari beberapa macam etnis yakni etnis Timor, Rote, Alor, Flores, Sabu dan Sumba. Namun, mayoritas penduduk desa merupakan penduduk dengan etnis timor sekaligus merupakan etnis asli di wilayah desa.
b. Sumber Daya Alam
Dapat dideskripsikan atau digambarkan secara umum di bidang Sumber daya Alam (SDA) desa yang memiliki petensi bagi penguatan dan peningkatan perekonomian desa dan masyarakat potensi unggulan di sektor pertanian, sektor perkebunan, sektor kehutanan dan sektor pertambangan.
Bidang Pertanian
Sektor pertanian dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni tanaman pangan dan dan tanaman buah-buahan, yang kedua-duanya dimiliki desa. Keunggulan jenis tanaman pangan jika dilihat dari komoditasnya adalah jagung dan ubi kayu. Jagung ditanami di atas lahan seluas 175 Ha dan ubi kayu ditanami di atas lahan seluas seluas 175 Ha. Jumlah produksi per tahun masih belum diketahui.
Tanaman buah-buahan yang menjadi unggulan desa ialah jeruk keprok dan alpukat. Untuk tanaman jeruk keprok ditanam di atas lahan seluas 2 Ha dan alpukat seluas 2 Ha. Untuk jumlah produksi per tahun masih belum diketahui.
Untuk pengembangan potensi jeruk keprok, pemerintah telah mengupayakan program kerja sama dengan berbagai pihak baik pemerintah dan non pemerintah guna meningkatkan produktifitas hasil jeruk, antara lain melalui pelatihan penanaman dan pemeliharaan jeruk, pengolahan buah jeruk menjadi sirup dan upaya membuka dan memperluas pemasaran hasil jeruk dan olahan jeruk.
Potensi Unggulan Desa Bidang Perkebunan
Potensi unggulan desa di bidang perkebunan ialah jenis tanaman kelapa dan pinang. Untuk jenis tanaman kelapa ditanam di atas lahan seluas lebih dari 20 Ha dan untuk jenis tanaman pinang ditanam di atas lahan seluas 10 Ha. Sedangkan untuk jumlah produksi kedua jenis tanaman unggulan desa ini belum diketahui.
Potensi Unggulan Desa Bidang Kehutanan
Potensi unggulan desa di bidang kehutanan ialah kayu olahan, hutan lindung dan hutan swaka alam yang tersebar di atas luas lahan 245 Ha.
Potensi Unggulan Desa Bidang Peternakan
Potensi unggulan desa di bidang peternakan ialah sapi paron dan babi. Untuk mengembangkan potensi sapi, program-program pemberdayaan sapi dan bagi masyarakat yang bertujuan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat desa telah dilakukan oleh pemerintah desa dengan bekerja melalui kerja sama dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun non pemerintah.
Potensi Unggulan Desa Bidang Pertambangan
Potensi unggulan desa di bidang pertambangan berupa bahan galian Mangan yang diperkirakan berada di area seluas 2 Ha. Potensi pertambangan mangan ini, belum di kelola oleh karena pertimbangan-pertimbangan yang sifatnya prinsipil dan strategis bagi peningkatan ekonomi desa dan masyarakatnya. Diperlukan konsep, metode dan manajemen pertambangan yang benar-benar memberikan manfaat bagi terbangunnya kemajuan dan kesejahteraan masyarakat desa sebagai pemilik potensi alam tambang ini.
c. Sumber Daya Buatan
Prasarana dan Sarana
Pembangunan kantor desa Binaus dan pengadaan fasilitas kantor, Pembangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan fasilitas persekolahan, lapangan sepak bola, lapangan voli, meja ping-pong, Taman Kanak-Kanak dan fasilitas pembelajarannya, PUSTU dan fasilitas layanan kesehatan, posyandu I dan II dan fasilitas layanan kesehatan, jalan baru (sertu), drainase, banjir limpas dan TPT, pemukiman baru, lahan baru (persawahan dan kebun), embung, penampungan air bersih, pasar tradisional dan WC sehat dan bak PAH.
d. Sumber Daya Sosial Kelembagaan
Kelembagaan Adat desa memiliki Pemanguku adat, Barang pusaka dan naskah-naskah adat. Jenis kegiatan adat: musyawarah adat, sanksi adat, upacara adat perkawinan, upacara adat kematian, upacara adat dalam bercocok tanan, upacara adat bidang kehutanan, upacara adat dalam pengelolaan sumber daya alam, upacara adat dalam pembangunan rumah, upacara adat dealam penyelesaian masalah atau konflik. Kelembagaan Keamanan terdiri dari 2 oragan yakni Hansip (25 orang) dan Linmas (30 orang), kegiatan: pelaksanaan siskamling, jumlah pos kamling 3. kerja sama desa dengan lembaga keamanan pemerintah dalam bidang keamanan desa antara lain dengan Koramil/TNI (1 orang), POLRI/Babimkantibmas (1 orang),
Terdapat juga Kelembagaan Politik, Kelembagaan Masyarakat (LKMD), Kelembagaan Perempuan, PKK, Karang Taruna, Kelempok Tani, Kelompok Ternak dan Organisasi Keagamaan.
2.1.4. Topografi Desa
Desa binaus memiliki topografi yakni dataran rendah. Dengan iklim tropis. Wilayah dataran desa terbagi dalam beberapa kategori yakni wilayah curam, bukit, dan rata/datar. Wilayah curam tidak sepenuhnya dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat selain pepohonan. Wilayah perbukitan dan daratan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk ladang atau kebun yang ditanami dengan jagung dan ubi kayu. Pada wilayah daratan lain dimanfaatkan untuk penanaman hutan produksi, hutan lindung dn hutan swaka marga satwa.
2.2 Sejarah Terbentuknya Desa Sasaran
Sejarah desa Binaus dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Asal Usul Desa Bunas. Nama desa bianau terdiri dari 2 suku kata yakni “Bi” yang berarti “Perempuan” “Naus” yang merupakan “nama dari seorang perempuan”. Bagaimana desa ini diberikan nama “Binaus” memiliki cerita yang unik.
Terdapat 2 pokok berkaitan dengan asala usul desa yakni pertama, wilayah ini merupakan sebuah wilayah yang berdiri atau letaknya di atas sebuah batu batu besar dan dikelelilimgi oleh pohon-pohon besar yang berduri (Pohon Kaktus). Wilayah ini hampir menyerupai sebuah benteng pertanahan. Pada suatu waktu terjadilah perang saudara. Kedua, oleh karena terjadi perang saudara, maka ada seorang wanita yang jatuh sakit. Dan perisriwa sakit ini adalah peristiwa yang pertama kalinya terjadi pada masyarakat tersebut. Orang yang jatuh sakit ini benama Naus. Dia adalah seorang perempuan. Masyarakat di wilayah ini menyebut perempuan dengan kata “Bi”. Demikian karena perang sudara yang mengakibatkan jatuh sakit sebagai kejadian yang aneh/luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya, maka desa ini di namakan Binaus.
Menurut cerita, terdapat 2 orang pertama yang duduk di atas batu besar tersebut. Kedua orang tersebut merupakan pahlawan atau pendekar atau yang dalam bahasa mereka disebut (Meo) yang kemudia dipandang sebagai raja yakni Raja Fai Sanam dan Raja Fai kase.
2.3 Potensi Sumber Daya (Manusia dan Alam)
Sumber Daya Manusia/SDM
Gambaran potensi Sumber Daya Manusia/SDM desa, jika dilihat dari tingkat usia penduduk desa, maka desa memiliki potensi SDM yang bersar untuk potensi tenaga kerja. Sebagaimana didata bahwa usia produktif penduduk desa dapat dipatok pada tingkat usia 18-56 yang berjumlah 400an orang atau hampir mencapai setengah total jumlah penduduk, menunjukan bahwa potensi ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan produktifitas ekonomi gena pembagunan kesejahteraan masyarakat desa melalui peran mereka di sektor-sektor lapangan kerja yang terdapat di desa.
Potensi SDM dari segi pendidikan khususnya tingkat pendidikan masyarakat, penduduk dengan kualifikasi sarjana 11 orang dan yang sedang menjalani studi sarjana 4 orang. Sementara itu, penduduk dengan kualifikasi D3 dan D2 sejumlah 6 orang. Dan potensi SDM pada tingkat pendidikan pada tingkat SMP dan SMA––sedang dan tamat––sejumlah 291 orang. Masih dalam bidang pendidikan, potensi desa pada kategori pendidikan non formal juga cukup tinggi. Dimana, desa memiliki penduduk dengan dodal live skill yang telah diupayakan melalui berbagai kegiatan pelatihan dan pendampingan serta program-program pemberdayaan lainnya yang bertujuan memberikan kelengkapan SDM sesuai dengan kebutuhan desa dan tuntutan pengembangan potensi alam.
Potensi SDM desa dari segi ekonomi terletak pada jumlah tertinggi penduduk dengan mata pencaharian pokok yakni sebagai petani dengan jumlah mencapai 205 orang, montir sejumlah 7 orang, pengusaha kecil menengah 7 orang, pengrajin 6 orang dan tukang ojek 23 orang.
Potensi SDM desa juga terlihat melalui pembangunan kapasitas SDM perempuan dan anak. Hal ini terlihat jelas melalui upaya–upaya pemberdayaan perempuan dan anak khususnya berkaitan dengan kesetaraan gender dan pengutan hak anak. Selain itu, potensi SDM desa juga terlihat pada potensi kelembagaan yang dimiliki desa seperti Kelembagaan Politik, Kelembagaan Masyarakat (LKMD), Kelembagaan Perempuan, PKK, Karang Taruna, Kelempok Tani, Kelompok Ternak dan Organisasi Keagamaan.
Sumber Daya Alam/SDA
Dapat dideskripsikan atau digambarkan secara umum kondisi ekonomi desa dari sudut potensi unggulan desa, maka terdapat beberapa potensi unggulan desa yang memiliki yang dapat dikatakan cukup menentukan kondisi perekonomian desa yakni potensi unggulan di bidang sumber daya alam yakni potensi sektor pertanian, sektor perkebunan, sektor kehutanan dan sektor pertambangan.
Potensi Unggulan Desa Bidang Pertanian
Sektor pertanian dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni tanaman pangan dan dan tanaman buah-buahan, yang kedua-duanya dimiliki desa. Keunggulan jenis tanaman pangan jika dilihat dari komoditasnya adalah jagung dan ubi kayu. Jagung ditanami di atas lahan seluas 175 Ha dan ubi kayu ditanami di atas lahan seluas seluas 175 Ha. Jumlah produksi per tahun masih belum diketahui.
Tanaman buah-buahan yang menjadi unggulan desa ialah jeruk keprok dan alpukat. Untuk tanaman jeruk keprok ditanam di atas lahan seluas 2 Ha dan alpukat seluas 2 Ha. Untuk jumlah produksi per tahun masih belum diketahui.
Untuk pengembangan potensi jeruk keprok, pemerintah telah mengupayakan program kerja sama dengan berbagai pihak baik pemerintah dan non pemerintah guna meningkatkan produktifitas hasil jeruk, antara lain melalui pelatihan penanaman dan pemeliharaan jeruk, pengolahan buah jeruk menjadi sirup dan upaya membuka dan memperluas pemasaran hasil jeruk dan olahan jeruk.
Potensi Unggulan Desa Bidang Perkebunan
Potensi unggulan desa di bidang perkebunan ialah jenis tanaman kelapa dan pinang. Untuk jenis tanaman kelapa ditanam di atas lahan seluas lebih dari 20 Ha dan untuk jenis tanaman pinang ditanam di atas lahan seluas 10 Ha. Sedangkan untuk jumlah produksi kedua jenis tanaman unggulan desa ini belum diketahui.
Potensi Unggulan Desa Bidang Kehutanan
Potensi unggulan desa di bidang kehutanan ialah kayu olahan, hutan lindung dan hutan swaka alam yang tersebar di atas luas lahan 245 Ha.
Potensi Unggulan Desa Bidang Peternakan
Potensi unggulan desa di bidang peternakan ialah sapi paron dan babi. Untuk mengembangkan potensi sapi, program-program pemberdayaan sapi dan bagi masyarakat yang bertujuan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat desa telah dilakukan oleh pemerintah desa dengan bekerja melalui kerja sama dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun non pemerintah.
Potensi Unggulan Desa Bidang Pertambangan
Potensi unggulan desa di bidang pertambangan berupa bahan galian Mangan yang diperkirakan berada di area seluas 2 Ha. Potensi pertambangan mangan ini, belum di kelola oleh karena pertimbangan-pertimbangan yang sifatnya prinsipil dan strategis bagi peningkatan ekonomi desa dan masyarakatnya. Diperlukan konsep, metode dan manajemen pertambangan yang benar-benar memberikan manfaat bagi terbangunnya kemajuan dan kesejahteraan masyarakat desa sebagai pemilik potensi alam tambang ini.
2.4 Peluang Pengembangan Sumber Daya (Manusia dan Alam)
Peluang-peluang pengembangan SDM/SDA desa dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Bidang Pendidikan
Peluang pengembangan Sumber Daya Manusia/SDM di desa Binaus pada prinsipnya didasarkan pada kesadaran bahwa bidang pendidikan merupakan faktor kunci bagi terlaksananya upaya pengembangan dan pemajuan desa serta masyarakatnya. Sebagaimana dikaui pula bahwa salah satu indikator kemajuan suatu wilayah sangat dipentukan oleh seberapa majunya masyarakat wilayah tersebut memperoleh pendidikan. Dengan kata lain, jikalau desa memilki masyarakat yang dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai serta kesadaran untuk melaksanakan pembangunan desa dalam artian yang kompleks, maka progresifitas pembangunan akan diraih serta kesejahteraan merupakan hal yang niscaya bagi mereka.
Dari segi SDM pengembangan desa dapat direncanakan dan diimplementasikan dengan melihat secara cermat peluang pengembangan yang ada baik secara internal dan eksternal. Berikut ini, dideskripsikan peluang-peluang pengembangan SDM yang dapat dipayakan di desa Binaus, yakni sebagai berikut:
Pada pendidikan formal dengan mengidentifikasi dan menginventarisasi potensinya yang mendukung penyelenggaraan pendidikan di bidang formal dapatlah kita gariskan strategi kebijakan dan program-program pengembangan SDM desa khususnya berkaitan dengan Pendidikan formal.
Dilahat dari tingkat usia penduduk desa Binaus yang dapat dikategorikan memiliki usia akan masuk sekolah dan sedang bersekolah, baik itu pada level TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi, maka tingkat kebutuhan pendidikan masyarakat desa akan sekolah menunjukan tingkat kecendrungan yang tinggi. Setidaknya, ini dilihat dari estimasi kasar dari berdasarkan tingkat usia dan dalam konteks usia sekolah. Sudah tentu, beberapa tahun ke depan terdapat ratusan anak yang harus tepenuhi kebutuhan pendidikannya pada tingkat pendidikan baik TK, SD, SMP, SMA dan PT. Misalkan, jumlah anak usia 3-6 tahun yang kini menempuh pendidikan pada tingkat pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) dan Kelompok Bermain dengan jumlah 37 orang, anak yang sedang menempuh pendidikan pada tingkat SD atau sederajat berjumlah 198 orang, sedang berstudi di tingkat SMP atau sederajat berjumlah 186 orang dan yang sedang berstudi pada tingkat SMA berjumlah 35 orang, maka harus ada upaya perluasan atau pembukaan sekolah baru. Upaya perluasan dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah siswa yang dapat diserap di sekolah yang ada di desa dan pembukaan sekolah baru dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak pada tingkat pendidikan SMA yang memang belum ada di wilayah desa. Dengan demikian apa yang menjadi potensi pengembangan di bidang pendidikan berdasarkan deskripsi di atas ialah potensi jumlah anak usia sekolah yang harus memperoleh kebutuhan pendidikannya, khusunya diprioritaskan pada tingkat SMA senagai sesuatu yang urgen sifatnya.
Selain itu, kebutuhan akan peningkatan kualitas atau mutu pendidikan sebagai syarat utama berlangsungnya penyelenggaraan pendidikan serta demi mencapai out put pendidikan yang kompeten dan memiliki produktifitas tinggi dalam pembangunan desa nantinya. Beberapa hal yang menjadi urgen dan signifikan bagi pemenuhan kualitas penyelenggaraan pendidikan ialah pertama, ketersedian sumber belajar (buku dan lainnya) yang proporsional dan berkualitas. Hal ini didasarkan pada pertimbangan akan kurangnya kuantitas dan kualitas buku penunjang sebagi salah satu sumber belajar bagi siswa. Misalnya, pada SD Negeri Sakteo (Desa Binaus), sekolah walaupun memiliki stok buku pelajaran yang dialokasikan dari dana BOS, akan tetapi, tidak didapati ketersediaan perpustakaan sekolah yang dapat dimanfaatkan oleh siswa ataupun guru untuk memenuhi kebutuhan belajarnya. Sudah tentu ini berdampak negatif pada mutu penyelenggaraan pembelajar baik itu untuk guru maupun siswa. Apalagi, hal ini diperparah dengan harga penjualan buku paket pembelajaran bagi siswa dan guru yang mahal bagi mayoritas siswa dengan latar belakang keluarga petani yang jangankan untuk memenuhi kebutuhan buku anaknya, malahan untuk menuhi kebutuhan dasarpun relatif sulit. Dengan demikian peluang pengembangan pendidikan didasarkan pada pertimbangan akan urgensitas bahkan emergensitas pemenuhan kebutuhan keterjangkauan, kuantitas dan kualitas sumber belajar. Dengan demikian hal ini harus menjadi hal prioritas dalam upaya pengembangan potensi pendidikan bahkan boleh dikatakan patut srta harus direalisasikan. Dan peluang untuk merealisasikan program pengembangan ini dapat secara bijaksana diupayakan dengan menggunakan atau memanfaatkan sumber daya anggaran strategis yakni dana bantuan pemerintah (Dana Bos) sehingga implementasi pengembangan pendidikan dari segi ini menghasilkan kemudahan, peningkatan kuantitas dan kualitas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah, khususnya berkaitan dengan sumber belajar.
Selain itu, masih terdapat permasalahan lain yakni kualitas tenaga pengajar, khususnya pada tingkat pendidikan TK dan SD. Hak ini terlihat jelas dari tingkat pendidikan para guru yang hanya setara diploma 2 dan diploma 3 bahkan masih ada yang hanya memiliki kualifikasi pendidikan SMA. Walaupun, rata-rata guru yang ada memiliki tingkat pengalaman mengajar yang lumayan dari segi waktu yakni 10-25 tahun, namun tidak dapat dipungkiri bahwa mereka membutuhakan peningkatan profesionalisme baik secara manajerial dan pedagogik. Gambaran ini meberikan makna problematik bagi sekolahn guru dan siswa serta masyarakat jika tuntutan peningkatan profesionalisme tidak segera dipenuhi. Tentu saja, dengan mempertimbangkan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin menuntut lembaga pendidikan dan praktisi pendidikan menyesuaikan diri dengan progresifitasnya, kebutuhan masyarakat juga dipacu dinamikanya dengan dampak kemajuan tersebut. Oleh karena itu, menjadi urgen untuk memenuhi sekolah dan guru memenuhi tuntutan profesionalisme sebagai syarat kualitatif dari terselenggaranya pendidikan yang berkualitas.
Dengan demikian peluang pengembangan pendidikan dari segi peningkatan profesionalsme tenaga pengajar tentu dengan memanfaatkan peluang-peluang atau kesempatan-kesempatan yang secara formal bahkan nonformal dapat dimanfaatkan sekolah dan guru guna meningkatkan profesionalismenya.
Pada pendidikan nonformal
Bidang Kesehatan
Peluang pengembangan SDM di bidang kesehatan berkaitan dengan penguatan kapasitas SDM kader kesehatan desa yakni peningkatan kualitasnya serta penngkatan kuantitas kader. Hal ini penting dengan mempertimbangkan perbandingan rasio petugas kesehatan pemerintah yang di tempatkan di desa dengan jumlah balita dan ibu hamil bahkan calon ibu yakni 1:100. Pelayanan kesehatan hanya dengan mengandalkan 1 pelayan kesehatan yakni bidan desa tidak akan memberikan hasil optimal bagi pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat. Walaupun, telah ada kader kesehatan yang dilatih di untuk membantu penenganan pelayanan kesehatan baik itu posyandu maupun pelayanan kesehatan, masih didapati bahwa pelayanan tersebut membutuhakan lebih banyak lagi tenaga kesehatan terlatih dengan kualitas yang tinggi, sehingga dapat menjamin keterpenuhan kebutuhan kesehatan masyarat.
Peluang pengembangan tenaga kesehatan terlatih untuk membantu pelayanan kesehatan di desa, dapat dilakukan melalui upaya kerja sama dengan pihak-pihan lembaga pemerintah yakni Dinas Kesehatan Kabupaten TTS atau dengan organisasi non pemerintah/NGO yang memiliki agenda program di bidang kesehatan seperti CWS dan Plan Soe .
Bidang Ekonomi
Sebagaiman memperhatikan peluang pengembangan ekonomi yang merupakan agenda pembangunan nasional Indonesia, difokuskan pada penanggulangan kemiskinan, pengurangan kesenjangan, peningkatan kesempatan kerja, revitalisasi pertanian, perkebunan, peternakan dan sektor kerajinan di pedesaan, usaha pembangunan khususnya di negara berkembang, tidak bisa terlepas dari wilayah pedesaan. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk di negara berkembang masih bermukim di daerah pedesaan dan mayoritas masih dalam kondisi miskin. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan di negara berkembang dapat dilihat dari perkembangan di wilayah pedesaan itu sendiri. Sesuai dengan pencitraan pedesaan pada umumnya, komunitas pedesaan identik dengan para petani dan kehidupan para petani. Oleh karena itu, kehidupan pedesaan tidak lepas dari perilaku ekonomi yang khas dari keluarga petani yaitu pola kelembagaan ekonomi pedesaan yang belum dapat meninggalkan ciri masyarakat ekonomi pertanian yang berorientasi subsisten. Kegiatan perekonomian di pedesaan masih didominasi oleh usaha-usaha skala mikro dan kecil dengan pelaku utama para petani, buruh tani, pedagang sarana produksi dan hasil pertanian, pengolah hasil pertanian, pengrajin, buruh serta pengecer. Apalagi, desa didukung dengan tingkat pengembangan SDM masyarakatnya yang ditandai dengan adanya kelompok-kelompok usaha berbasis masyarakat yang telah terbentuk melalui program-program pemberdayaan masyarakat, baik dalam bidang pertanian, peternakan, perkebunan dan kerajinan.
Namun demikian, para pelaku usaha ini pada umumnya masih dihadapkan pada permasalahan klasik yaitu terbatasnya ketersediaan modal. Sebagai unsur esensial dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat pedesaan, keterbatasan modal dapat membatasi ruang gerak aktivitas sektor pertanian dan pedesaan. Dalam jangka panjang, kelangkaan modal bisa menjadi entry point terjadinya siklus rantai kemiskinan pada masyarakat pedesaan yang sulit untuk diputus.
Untuk menjawab permasalahan keterbatasan modal serta dengan kemampuan fiskal pemerintah yang semakin berkurang, maka perlu lebih mengoptimalkan potensi lembaga keuangan yang dapat menjadi alternatif sumber dana bagi masyarakat pedesaan. Salah satu kelembagaan keuangan yang dapat dimanfaatkan dan didorong untuk membiayai kegiatan perekonomian di pedesaan yang mayoritas usaha penduduknya masuk dalam segmen mikro adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Secara sederhana, LKM dapat diartikan sebagai suatu lembaga jasa layanan keuangan tabungan dan kredit (simpan-pinjam) dalam skala mikro dan kecil yang berkelanjutan bagi masyarakat yang mempunyai usaha skala mikro dan kecil. Bentuk-bentuk dari LKM ini beraneka ragam, bisa berbentuk renteni sampai berbentuk koperasi simpan pinjam. Keberadaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan indikator berjalannya roda perekonomian di suatu desa, mengingat populasi UKM pada tahun 2007 di Indonesia mencapai 49,8 juta (99%) dari jumlah usaha 49,845 unit usaha. Oleh karena itu, diperlukan dukungan atau bantuan berupa modal, baik berupa uang maupun teknologi kepada pelaku UKM yang dijalankan masyarakat desa sendiri. Dalam perkembangannya, lembaga-lembaga keuangan mikro ini lebih mengena di kalangan pelaku UKM karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan pada pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan mikro sesuai dengan kebutuhan pelaku UKM, yang umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat usaha kecil. Mengingat pentingnya ranah ekonomi yang merupakan titik sentral dalam kehidupan masyarakat pedesaan, maka dalam pembangunan ekonomi di Desa Binaus diperlukan upaya untuk menumbuhkan dan merevitalisasi kelembagaan khususnya di bidang ekonomi untuk bisa memaksimalkan sumberdaya yang ada di masyarakat pedesaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bidang Pertanian, Perkebunan dan Peternakan
Peluang pengembangan bidang pertanian, perkebunan dan peternakan dapat dilakukan melalui strategi pengembangan yang terpadu. Maksudnya ialah keterpaduan upaya pengembangan ketiga sektor di atas dilaksanakan secara komprehensif dan mutualis simbiosis. Bidang pertanian memang merupakan bidang yang bibedakan dengan perkebunan atau peternakan, tetapi potensi pengembangan yang memanfaatkan dukungan-dukungan internal atau eksternal dari tiap-tiap bidang dapat menjadi salah satu kunci yang menentukan keberhasilan pengembangan ketiga bidang ini. Beberapa peluang pengembangan yang strategis ialah peningkatan produktivitas tanaman pangan dan tanaman perkebunan serta holtikultura, optimalaisasi pemanfaatan lahan, pengembangan usaha pertanian dan pengembangan kelembagaan di bidang pertanian dan perkebunan.
Dalam konteks SMD, potensi pengembangannya dilihat dari telah tumbuhnya kelompok-kelompok pengembangan komoditi pertanian, luas lahan yang tersedia serta prospek pasar jeruk keprok dan alpukat sebagai komoditi tanaman jenis buah-buahan yang menjadi unggulan atau primadona dari bidang pertanian. Akan tetapi, kelemahan yang dimiliki dari segi pertanian ialah dari ketersediaan lahan penanaman jeruk keprok seluas 2 Ha, lahan tanam tersebut masih tersebar-sebar dan ditanami secara heterogen atau bercampur dengan jenis-jenis tanaman linnya, masih ada lahan yang belum dimanfaatkan, hasil produksi bersifat statis bahkan ada kecendrungan menurun dari tahun ke tahun, keterbatasan modal untuk budi daya jeruk, masih rendahnya pengetahuan dan keterampilan serta motivasi untuk mengupayakan pengembangan demi mencpai tingkat produksi tanaman jeruk keprok yang tinggi dan berkualitas. Selain itu, untuk meningkatkan produktivitas hasil pengolahan pertanian, jeruk keprok dapat dikembangkan menjadi sirup jeruk dengan memanfaatkan teknologi pengolahan sederhana untuk hasil pertanian.
Bidang Kehutanan
Berdasarkan identifikasi potensi kehutanan di desa Binaus, potensi unggulan desa di bidang kehutanan ialah kayu olahan. Kayu-kayu olahan ini dikembangkan melalui program konversi hutan oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan Kabupaten TTS. Konversi hutan ini, di dukung oleh upaya pemerintah desa dan tokoh masyarakat serta masyarakat desa dengan melakukan program perlindungan hutan atau swaka alam dan swaka marga sarwa. Selain itu, upaya pengembangan di bidang kehutanan berkaitan juga dengan perlindungan sumber air tanah dan pencegahan erosi. Dengan pola pengembagan hutan rakyat berbasis ekonomi ini, merangsang terjadinya learning proces yang memungkinkan terjadinya koreksi dan peningkatan terus menerus. Yang tak kalah pentingnya adalah dahan dan ranting pohon-pohon besar di dalamnya yang menjadi salah satu penopang ekonomi masyarakat sekitar. Pengembangan lebah madu dengan mamanfaatkan setiap dahan dan ranting pohon dipenuhi madu hutan yang sudah menjadi milik setiap suku yang bermukim di sekitarnya harus direvitalisasi kembali, sebab terlihat penurunan jumlah produksi lebah madu pada masa-sama terkhir.
Potensi Flora dan Fauna yang terdapat di wilayah hutan desa berdasarkan data penelitian menunjukkan, kawasan hutan desa Binaus memiliki tipe vegetasi yang merupakan perwakilan hutan homogen daratan tinggi. Kawasan ini juga didominasi berbagai jenis ampupu (Eucalyptus urophylla) yang tumbuh secara alami dan jenis cendana (Santalum album). Selain itu di sini dapat ditemui berbagai jenis pohon lainnya seperti hue (Eucalyptus alba), bijaema (Elacocarpus petiolata), haubesi (Olea paniculata), kakau atau cemara gunung (Casuarina equisetifolia), manuk molo (Decaspermum fruticosum), dan oben (Eugenia littorale). Ada juga salalu (Podocarpus rumphii), natwon (Decaspermum glaucescens), natbona (Pittospermum timorensis), kunbone (Asophylla glaucescens), tune (Podocarpus imbricata), natom (Daphniphylum glauceccens), kunkaikole (Veecinium ef. Varingifolium), tastasi (Vitex negundo). Kemudian ada juga manmana (Croton caudatus), mismolo (Maesa latifolia), kismolo (Toddalia asiatica), pipsau (Harissonia perforata), matoi (Omalanthus populneu) dan aneka jenis paku-pakuan dan rumput-rumputan. Selain kaya dengan flora, kawasan hutan Binaus juga menyimpan aneka fauna khas Timor yakni Rusa timor (Cervus timorensis), kus-kus (Phalanger orientalis), babi hutan (Sus Vitatus), biawak (Varanus salvator), biawak timor (Varanus timorensis). Di sini juga ada sanca timor (Phyton timorensis), ayam hutan (Gallus gallus), punai timor (Treon psittacea), betet timor (Apromictus jonguilaceus), pergam timor (Ducula cineracea), perkici dada kuning (Trichoglosus haematodus).
Dengan demikian, potensi hutan Binaus dan wilayah sekitarnya dapat ditingkatkan statusnya menjadi hutan dengan status taman nasional. Hal ini dikarenakan oleh jenis hutan yang merupakan hutan heterogen. Prospek pengembangan hutan manjadi taman nasional terletak juga pada pemanfaatan kawasan hutan sebagai wilayah swaka yang seringkali dijadikan obyek penelitian dari berbagai peneliti lokal dan asing. Apalagi, berbagai macam jenis satwa dilindungi di kawasan hutan. Demikian, jika status cagar alam ini segera ditingkatkan menjadi taman nasional akan sangat bermanfaat bagi desa.
Bidang Pertambangan
Peluang pengembangan di bidang pertambangan ialah pembangunan pertambangan rakyat. Pertambagan rakyat merupakan implementasi strategi pengelolaan sumber daya pertambangan yang pada dasarnya diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat. Pertambangan rakyat mendudukan rakyat sebagai pemilik, pengelola dan produsen hasil tambang yang ada di desa.
Pertama-tama diperlukan upaya pengutan kapasitas SDM rakyat secara politik melalui pendidikan politik di bidang pertambangan. Pendidikan politik ini berkaitan upaya memberikan pemahaman kepada rakyat akan hah-hak kepemilikan dan pengelolaan Sumber daya tambang yang ada. Keuatan rakyat ini dapat di wujudkan secara konkrit melalui pembangunan kekuatan politik yakni organisasi tambang rakyat yang bertugas melakukan analisis terhadap potensi SDA, analisis dampak lingkungan dan sistem pengelolaannya serta pemasaran serta hal lain yang diperlukan.
Bidang Pemerintahan
Di bidang pemerintahan potensi pengembangan SDM dapat dilakukan melalui program-program penguatan kapsitas aparatur pemerintahan. Program penguatan kapisitas administrasi dan manajemen, pengembangan dan pengelolaan sumber pendapatan desa, pengenalan potensi desa dan pengembangannya.
Sosial Kelembagaan
Pengebangan kelembangaan desa berkaitan dengan revitalisasi lembanga-lembanga yang telah ada. Hal ini diperlukan untuk mengaktifkan kembali lembaga-lembaga yang ada namun mengalami stagnasi. Pertimbangan revitralisasi lembangan juga perlu didukung dengan penguatan kapasitas lembaga ada pengurusnya terutama dari segi SDM.
2.5 Kelemahan
Bidang Pendidikan
Kelemahan pengembangan potensi pendidikan pertama berkaitan dengan kondisi ekonomi masyarakat desa. Mayoritas masyarakat adalah petani dengan tingkat pendapatan yang rendah. Hal ini membuat mereka kesulitas untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Apalagi kondisi ini diperparah dengan tendensi biaya pendidikan yang terus menerus naik, oleh karena liberalisasi dan privatisasi dunia pendidikan yang semakin jelas di tunjukan melalui kebijakan negara di bidang pendidikan nasional. Hal ini berdampak pada semakin mahalnya harga pendidikan, sehingga mereka yang lemah secara ekonomi harus terancam tidak berpendidikan.
Untuk pengadaan sekolah baru (SMA) di desa, diperlukan dukungan anggaran yang cukup besar. Perolehan anggaran pembangunan sekolah baru tentu saja tidak dapat mengharapkan desa berupaya sendiri untuk memenuhinya. Oleh karena itu, diperlukan dukungan anggaran dari pemerintah atau lembaga swasta guna merealisasikan kebutuhan desa berkaitan dengan pengadaan SMA di desa Binaus.
Peningkatan mutu pengajar, berkaitan dengan peningkatan kualifikasi dan kompetensi pengajar, khususnya pada tingkatan Sekolah Dasar (SD). Salah satu kelemahan dalam upaya peningkatan profesionalisme guru ialah keterbatasan wadah pengembangan diri baik secara formal maupun infomal yang dapat dimanfaatkan oleh guru. Kelemahan lain yang tidak kalah penting ialah cukup rendahnya motivasi pengembangan diri dari para guru. Pertama-tama ini diakibatkan oleh rendahnya tingkatan daya saing guru-guru di wilayah-wilayah desa dan kedua berkaitan dengan sikap puas atau merasa cukup dengan kualifikasi diri guru yang sudah ada. Hal ini dibuktikan dengan sulitnya bagi guru untuk memanfaatkan peluang pengembangan diri.
Peningkatan sumber belajar baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Ketersediaan sumber belajar/buku di sekolah yang belum dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Ketersediaan buku yang ada di sekolah masih disimpan dan belum dimanfaatkan khususnya bagi siswa. Hal ini menyebabkan tumbuhnya kultur belajar yang negatif yakni rendahnya minat belajar dan minat baca siswa. Dampak lanjutan dari kultur negatif ini ialah siswa memiliki kualifikasi yang rendah dari segi pengembangan pola pikir dan kecerdasan. Hal ini ditandai dengan rendahnya partisipasi siswa dalam kegiatan belajar terutama berkaitan dengan pengembangan konsep. Selain itu, budaya baca yang belum tumbuh secara merata dikalangan guru juga turut menjadi kelemahan dalam pengembangan kualitas pendidikan.
Kelemahan yang juga ditemukan dalam pengembangan pendidikan di bidang nonformal khususnya di bidang pengemnangan keterampilan (live skill) ialah masih kurangnya kesinambungan kegiatan-kegiatan yang menunjukan tingkat optimal dari hasil pengembangan keterampilan. Beberapa kelompok memangan mengalami stagnasi setelah dibekali dengan keterampilan guna mendukung mereka dalam mewujudkan kreatifitas dan inovasi. Selain itu, terdapat juga kelemahan dari segi ekonomi yakni dukungan dana guna melaksanakan upaya produktif berdasarkan keterampilan yang telah diterima atau dimiliki.
Bidang Kesehatan
Kelemahan dalam hal masih kurangnya kapasitas SDM tenaga kesehatan desa yang telah dikaderkan untuk membantu petugas kesehatan pemerintah. Selain itu, dari segi jumlah juga merupakan kelemahan yang cukup signifikan karena dapat berdampak pada ketidakoptimalan layanan kesehatan bagi masyarakat jika hanya mengharapkan beberapa kader kesehatan terlatih dengan kemampuan dasar. Kelemahan lainnya ialah tenaga kesehatan pemerintah yang hanya berjumlah satu orang, tidak dapat berdomisili di desa, melainkan di wilayah kabupaten. Hal ini mengakibatkan ketidakefektifan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, terkhusunya pada kondisi yang emergensi. Kelemahan juga terdapat pada optimalisasi sarana layanan kesehatan yang ada -namun masih terbatas-baik dari segi pengetahuan dan keterampilan pemenfaatan dan kelengkapan sara.
Kelemahan lain berkaitan dengan lemahnya kesadaran masyarakat untuk mewujudkan kebiuasaan hidup sehat. Mulai dari kesehatan lingkungan, rumah dan keluarga. Beberapa kasus kesehatan seperti wabah muntahber merupakan wabah yang diakibatkan oleh lingkungan yang kurang sehat dan gaya hidup sehat yang masih kurang. Selain itu, juga terdapat kelemahan dari segi pengetahuan masyarakat dalam hal pengetahuan kesehatan berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari seperti makan-minum dan MCK sehat.
Bidang Ekonomi
Kelemahan di bidang ekonomi yaitu terbatasnya ketersediaan modal. Sebagai unsur esensial dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat pedesaan, keterbatasan modal dapat membatasi ruang gerak aktivitas sektor pertanian dan pedesaan. Dalam jangka panjang, kelangkaan modal bisa menjadi entry point terjadinya siklus rantai kemiskinan pada masyarakat pedesaan yang sulit untuk diputus.
Bidang Pertanian dan Perkebunan
Kelemahan berkaitan dengan pengembangan potensi di bidang pertanian dan perkebunan ialah ketersediaan lahan pertanian tidak dikuasai secara merata. Hal ini mengakibatkan banyak lahan pertanian atau perkebunan yang tidak tergarap. Bagi mereka yang memiliki lahan yang luas, tidak memiliki tenaga yang cukup untuk mengolah lahan mereka, sedangkan bagi mereka tidak memiliki lahan harus menggarap lahan orang dan hal ini berdampak pada ketidakmemadaian hasil yang mereka peroleh guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kelemahan lain juga berkaitan dengan tingkat kesadaran masyarakat untuk menekuni usaha pembudidayaan komoditas pertanian primadona yakni jeruk keprok. Upaya pengembangan dari segi SDM walaupun telah cukup diupayakann, namun masih diperlukan dorongan yang ekstra untuk membawa masyarakat pada tataran proaktif sebagai petani jeruk dengan tingkat produksi jeruk yang tinggi baik dari segi kuantitas maupun berkualitas.
Kelemahan lainnya berkaitan dengan keterbatasan teknologi pengolahan dan modal usaha pengembangan di bidang pertanian dan perkebunan. Dukungan pemerintah dalam bentuk teknologi pengolahan dan modal masih merupakan problem yang dialami masyarakat. Jikalaupun ada, maka lebih banyak mengandalkan dukungan pihak ketiga. Kelemahan juga berkaitan dengan dukungan pemerintah dalam mewadahi pemasaran jeruk keprok yang benar-benar memberikan jaminan /kepastian pemasaran bagi petani jeruk, sehingga dapat berdampak peningkatan kesejahteraan hidup petani.
Dan kelemahan yang masih dianggap signifikan ilah belum adanya lembaga pertanian rakyat yang mandiri yang dapat mewadahi keseluruhan pergumulan para petani. Kelembagaan yang memberikan dukungan secara politis, teknik pembudidayaan secara profesional, pengembangan atau perluasan jejaring guna penggalangan dana, teknologi, pasar dan lainnya guna.
Bidang Kehutanan
Desa Binaus merupakan desa dengan karakteristik desa hutan atau biasa diartikan dengan wilayah desa dengan tingginya potensi hutan. Salah satu kelemahan potensi hutan desa berkaitan dengan buruknya setting kebijakan, dan regulasi pembangunan kehutanan. Potensi hutan yang besar justru dikuasai oleh pemerintahan dan bukannya oleh masyarakat secara merata. Kelemahan lain berkaitan dengan pemanfaatan hutan yang belum menunjukan perencanaan tingkat produksi hutan kesesuain perencanaan peningakatan produksi hutan, kesuaian fisik hutan, keseimbagan lingkungan dan pengembagan ekonomi berbasis hutan dan mekanisme pasar yang mendukung lingkungan pengembangan.
Bidang Pertambangan
Kelemahan dari upaya pengembangan pertambangan rakyat ialah belum adanya atau belum terbentuk kekuatan politik rakyat di bidang pertambangan yang dapat melindungi segenap kepentingan masyarakat adat sebagai pemiliki kekayaan tambang tersebut. Kelemahan lain dalam pengembangan potensi tambang ini ialah kepemilikan lahan yang mengandung hasil tambang hanya dimiliki oleh beberapa orang, sedangkan mayoritasnya tidak memiliki. Hal ini memberikan gambaran ketidakberimbangan keterpenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat desa lantaran lebih banyak masyarakat hanya menjadi buruh pada upaya pemanfaatan hasil tambang.
Bidang Pemerintahan
Kelemahan di bidang pemerintahan desa ialah kurangnya wadah pengenguatan dan pengembangan kapasitas SDM aparatur desa, baik yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, propinsi dan pusat. Selain tiu, masih barunya penyelenggaraan pemerintahan pasca pemekaran kecamatan turut menjadi kelemahan yang baru bisa ditanggulangi secara perlahan-lahan.
Bidang Sosial Kelembagaan
Kelemahan yang berkaitan dengan potensi pengembangan Kelembagaan Adat desa ialah masih lemahnya upaya promosi adat sebagai keunggulan lokal yang memiliki nilai seni dan budaya serta prospek pasar budaya yang memiliki nilai ekonomis tinggi bagi desa dan masyarakat. Konsep serta strategi pengembangan yang telah dilakukan seperti pelestarian dan pengembangan seni budaya melaui pameran budaya lokal untuk mempopulerkan barang seni yang diproduksi masyarakat dan seni budaya non fisik masih sangat terbatas. Tentu saja hal ini berkaitan dengan tingkat pengetahuan pengembangan seni budaya adat masyarakat.
Kelemahan dari segi sosial kelembagaan juga terlihat dari beberapa lembaga seperti Kelembagaan Masyarakat (LKMD), Kelembagaan Perempuan, PKK dan Karang Taruna belum menunjukan eksistensinya sebagai kekuatan sosial kemasyarakatan yang dapat berperan sebagai garda depan pembangunan berbasis kemasyarakatan. Selain itu disadari pula bahwa kelemahan dari segi dana dan fasilitas pengembangan kelembagaan masyarakat yang ada.
2.6 Hambatan
Bidang Pendidikan
Hambatan yang terdapat dalam upaya pengembangan di bidang pendidikan antara lain:
Hambatan signifikan dan prinsipil dalam pengembangan potensi pendidikan berkaitan dengan kebijakan negara dalam bidang pendidikan. Kebijakan seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan. Kebijakan ini berwatak komersial yakni memperdadangkan atau menkomodifikasi pendidikan nasional. Penerapan kebijakan ini pada prinsipnya merupakan wujud pemberangusan hak pendidikan rakyat dan pelepasan tanggung jawab negara atas pemenuhan hak pendidikan rakyat. Selain itu, kebijakan ini juga tidak memberikan peluang bagi rakyat miskin seperti masyarakat desa untuk memperoleh pendidikan secara lebih mudah, gratis dan bermutu.
Untuk pengadaan sekolah baru (SMA) di desa, nampaknya sudah merupakan kebutuhan urgen bagi masyarakat. Melihat jumlah anak usia sekolah yang sedang menjalani studi di tingkat pendidikan SMP, maka seharusnya tersedia wadah pendidikan setingkat SMA di desa untuk mengakomodir kebutuhan pendidikan mereka yang lulus nantinya. Pengadaan sekolah baru ini mengalami hambatan terutama berkaitan dengan mainset pemerintah pada tingkat kecamatan dan kabupaten yang belum menempatkan pengadaan wadah pendidikan setingkat SMA di wilayah desa atau kota kecamatan Mollo Tengah.
Hambatan dari segi anggaran sebenarnya bertolak dari inisiatif kebijakan pemerintah. Jikalau kebijakan penggadaan SMA pada tingkatan desa atau kecamatan Mollo Tengah telah dilihat sebagi kebutuhan yang sifatnya urgen, maka persolan anggaran adalah merupakan tanggung jawab pemerintah tanpa membebankan masyarakat. Selain itu, hambatan berkaitan dengan anggaran pengadaan SMA, otonomi desa memberikan peluang bagi pemerintah desa untuk bekerja sama dengan pihak ketiga untuk pengadaan sekolah pada tingkat SMA di desa. Hal ini, merupakan langkah yang sangat strategis dari pengejewantahan sumber daya pemerintahan desa yang sebagaimana pada tahun sebelumnya telah mengupayakan kerja sama dengan Lembaga nonpemerintah yakni I BEB dari Australia untuk pengadaan 1 Unit Sekolah Baru pada tingkat SMP di desa.
Hambatan yang dihadapi desa dalam upaya peningkatan mutu pengajar, berkaitan dengan minimnya atau terbatasnya wadah pengembangan diri baik secara formal maupun infomal yang dapat dimanfaatkan oleh guru SD di desa Binaus. Dan dari segi peningkatan sumber belajar baik dari segi kuantitas maupun kualitas ialah lemahnya kesadaran dan tindakan guru untuk memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber belajar yang ada yakni stok buku pelajaran dan buku-buku penunjang pembelajaran lainnya. Hal ini menyebabkan tumbuhnya kultur belajar yang negatif yakni rendahnya minat belajar dan minat baca siswa. Dampak lanjutan dari kultur negatif ini ialah siswa memiliki kualifikasi yang rendah dari segi pengembangan pola pikir dan kecerdasan. Hal ini ditandai dengan rendahnya partisipasi siswa dalam kegiatan belajar terutama berkaitan dengan pengembangan konsep. Selain itu, budaya baca yang belum tumbuh secara merata dikalangan guru juga turut menjadi kelemahan dalam pengembangan kualitas pendidikan.
Hambatan yang juga ditemukan dalam pengembangan pendidikan di bidang nonformal khususnya di bidang pengembangan keterampilan (live skill) ialah ketiadaan modal usaha bagi kelompok-kelompok pekarya.
Bidang Kesehatan
Hambatan yang terdapat dalam upaya pengembangan di bidang kesehatan ialah terbatasnya tenaga kesehatan di desa, apalagi diperparah dengan tidak berdomisilinya tenaga kesehatan tersebut dengan masyarakat desa. Hambatan lainnya ialah masih kurangnya anggaran untuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan terlatih di desa atau yang biasa disebut sebagai kader kesehatan desa. Kurangnya anggaran juga menjadi hambatan bagi pengembangan sarana kesehatan untuk baik di posyandu maupun Pustu.
Hambatan berkaitan dengan lemahnya kesadaran masyarakat untuk mewujudkan kebiuasaan hidup sehat, mulai dari kesehatan lingkungan, rumah dan keluarga, makan dan minum, tidak semata-mata merupakan hambatan yang an sich sifatnya, melaikan berkaitan juga dengan tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat yang rendah sehingga sulit mengakses kebutuhan kesehatan baik yang sifatnya materian atau nonmaterial.
Bidang Ekonomi
Hambatan yang terdapat dalam upaya pengembangan di bidang ekonomi yaitu terbatasnya ketersediaan modal untuk pengembangan usaha kecil dan mikro. Hambatan dari segi ekonomi juga berkaitan dengan integrasi pengembangan industri mikro dan kecil dengan sub bidang lainnya yang menopang keterciptaan mobilisasi ekonomi pedesaan seperti bidang pertanian, perkebunan, peternakan, kerajinan dan lain sebagainya.
Dari segi SDM, pengembangan bidang ekonomi juga masih merupakan hambatan yang signifikan. Karena melalui kapasitas SDM yang kuat di bidang ekonomi, maka baru dapat dibangun serta digerkannya ekonomi mikro dan kecil melalui konsep industri kecil di wilayah desa.
Bidang Pertanian
Hambatan yang terdapat dalam upaya pengembangan di bidang pertanian dan perkebunan ialah penguasaan lahan pertanian dan perkebunan yang tidak merata. Selain itu, hambatan yang tidak terlepas dari hambatan pertama ialah dengan kondisi penguasaan lahan yang tidak merata, telah mengakibatkan ketidakmasimalan penggunaan lahan yang ada. Beberapa orang memiliki lahan pertanian dan perkebunan dengan luas di atas 10 Ha, tentu saja tidak dapat mengolahnya secara optimal hanya dengan mengandalkan tenaga mereka sendiri serta dengan menggunakan teknologi pertanian atau perkebunan yang tradisional.
Hambatan lainnya ialah dengan keterbatasan penguasaan lahan dan pemanfaatannya, mayoritas penggarap lahan yang mempergunakan tanah milik tuan-tuan tanah hanya dapat menanam tanaman umur pendek yang diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Sedangkan, untuk jenis tanaman produktif para penggaran tidak dapat mengupayakannya, karena lahan yang ada bukan milik mereka. Padahal, diakui bahwa salah satu kunci pengembangan ekonomi masyarakat di bidang pertanian dan perkebunan ialah para petani dapat menanam tanaman produktif yang memberikan kentungan jauh lebih besar dan lebih lama bagi mereka.
Hambatan lainnya ialah masyarakat juga memiliki tingkat kesadaran yang rendah untuk menekuni usaha pembudidayaan komoditas pertanian primadona seperti jeruk keprok. Hambatan seperti pengunaan teknologi penanaman, perawatan dan pengolahan hasil jeruk juga terlihat jelas dimasyarakat. Dan hambatan yang masih dianggap signifikan ialah pengembangan sektor pertanian dan perkebunan tidak didukung dengan lembaga pertanian berbasis rakyat yang mandiri sehingga dapat mewadahi keseluruhan pergumulan para petani. Kelembagaan yang memberikan dukungan secara politis, teknik pembudidayaan secara profesional, pengembangan atau perluasan jejaring guna penggalangan dana, teknologi, pasar dan lainnya guna.
Bidang Kehutanan
Pengembangan di bidang kehutanan dengan setting kebijakan dan regulasi pembangunan kehutanan yang ditujukan untuk memberikan perlindungan hutan atau pelestarian hutan, air tanah dan perlindungan satwa hutan, namun masih ada hambatan yakni bagaimana potensi hutan adat/ulayat dapat memiliki perspektif produksi serta pemasaran yang dapat memberikan kontribusi bagi penyejahteraan masyarakat. Oleh karenanya, hambatan dalam bentuk strategi pengembangan hutan berbasis produksi yang sesuai peningakatan produksi hutan, kesuaian fisik hutan, keseimbagan lingkungan dan pengembagan ekonomi berbasis hutan serta mekanisme pasar yang mendukung lingkungan pengembangan hutan sehingga kelestariannya tetap terjaga untuk kepentingan masyarakat yang sifatnya jangka panjang.


Bidang Pertambangan
Hambatan yang terdapat dalam upaya pengembangan di bidang ialah belum adanya kekuatan independent atau otonom berbasis rakyat adat yang dapat melindungi kekayaan tambang mangan serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara merata ketika mangan tersebut dimanfaatkan. Sejauh ini beberapa investor telah melakukan pendekatan dengan pemerintah desa dan tokoh-tokoh adat, namun pemerintah dan masyarakat adat belum membuka diri terhadap tawaran mereka. Hal ini diakibatkan oleh ketidakpuasan masyarakat adat serta pemerintah dengan tawaran-tawaran investor yang dinilai hanya akan mengeksploitasi kekayaan tambang masyarakat. Demikian juga, pemeritah kecamatan dan kabupaten belum memberikan kesepakatan mereka dengan para investor dengan pertimbangan-pertimbangan yang kurang lebih sama dengan apa yang dipikirkan masyarakat dan pemerintah desa.
Melihat gejala ini, maka diperlukan uapaya penguatan kapasitas SDM rakyat desa terlebih dahulu sehingga mampu mengelola dan memanfaatkan secara bijaksana potensi tambang yang ada dan jangan sampai kekayaan alam desa ini menjadi sasaran empuk eksploitasi para pemodal yang tidak memiliki keinginan membangun kesejahteraan desa dan masyarakatnya. Selain itu, pengelolaan harus sesuai Peraturan Daerah (Perda) No 7 tahun 2008 tentang Usaha Pertambangan Umum yang setidaknya ada empat tahapan sebelum pengusaha diperbolehkan mengeksploitasi lokasi tambang. Mengingat mangan adalah jenis bahan galian dengan kategori B dam memiliki manfaat untuk dijadikan sebagai bahan baku industri baja, korek api, kimia, baterai kering, gelas dan cat, maka prospek keuntungan bagi masyarakat dan desa akan sangat baik jika dikelola secara bijak oleh rakyat.
Hambatan barkaitan dengan belum dilakukan studi aspek lingkungan perubahan fungsi cagar alam menjadi kawasan penambangan mangan dapat menimbulkan kerusakan habitat, menurunkan produktivitas lahan dan mengancam tata air yang dapat mengakibatkan penurunan produksi tani seperti perladangan, tegalan dan sawah. Hal itu juga akan menimbulkan kecemburuan sosial dan keresahan di kalangan masyarakat. Selain itu penambangan juga dapat menimbulkan kerusakan prasarana transportasi.
Secara ekologis, posisi atau letak area mangan merupakan salah satu wilayah tangkapan dan tendon air yang baik disamping hutan. Sebagai wilayah tangkapan air, batu mangan di wilayah Binaus merupakan wilayah sumber air (hulu) bagi masyarakat. Jika batu ini ditambang atau dirusak, maka keseimbangan ekologis, khususnya dalam ketersediaan air bagi masyarakat akan sangat terganggu, apalagi wilayah Binaus merupakan salah satu daerah yang selalu mengalami kekeringan setiap tahunnya. Disamping itu, daerah di sekitar lokasi pertambangan merupakan satu wilayah produktif yang telah menghidupi masyarakat secara turun temurun. Masyarakat memanfaatkannya sebagai lahan pertanian. Dengan demikian diperlukan kearifan pengelolaan mangan dengan keberlangsungan tata-hidrology demi keberlangsungan hidup masyarakat. Disamping alasan yang bersifat ekologis, ada pula alasan yang didasarkan pada kultur atau kebudayaan masyarakat setempat.
2.7 Isu-isu Perubahan yang Fundamental
Isu-isu perubahan yang fundamental yang berkaitan dengan desa Binaus ialah:
a) Pemekaran Kabupaten Mollo Tengah.
b) Perubahan status desa menjadi kelurahan.
c) Eksploitasi SDA desa yakni pertambangan mangan.


















BAB III
IDENTIFIKASI MASALAH DAN RENCANA KEGIATAN
3.1 Diskripsi Masalah Berdasarkan Bidang Pembangunan
a. Pendidikan
Permasalahan di bidang pendidikan dapat di bagi menjadi 2 (dua) yakni pendidikan formal dan pendidikan non formal. Di bagian pendidikan formal terdapat 3 (tiga) permasalahannya yakni (1) Belum adanya satuan pendidikan pada tingkat SMA di desa Binaus atau di kecamatan Mollo Tengah, sampai saat ini pasca pemekaran kecamatan pada tahun 2008 lalu dengan kecamatan Mollo Selatan. Pada prinsipnya sudah menjadi kebutuhan yang urgen sifatnya, jikalau satu kecamatan memiliki satu satuan pendidikan seperti SMA. Apalagi kebutuhan ini didukung dengan jumlah angkatan belajar yang cukup besar pada tingkat pendidikan SMP. Dengan demikian, sudah menjadi keharus bagi pemerintah melalui penentuan kebijakan untuk memprioritaskan pembangunan unit sekolah pada tingkatan SMA, sehingga setidak-tidaknya desa atau kecamatan memiliki SMA guna mengakomodasi kebutuhan pendidikan masyarakat. Kecamatan Mollo Tengah memiliki 6 desa dengan jumlah siswa SMP yang akan masuk SMA pada kurun waktu satu tahun ke depan mencapai beratus-ratus orang yang jumlahnya cukup bahkan melebihi jumlah standar 1 angkatan belajar pertahun untuk tingkatan SMA. Selain itu, desa binaus juga merupakan desa yang adalah juga kota kecamatan Mollo Tengah, sehingga letaknya strategis bagi pembangunan SMA. (2) masalah kurangnya profesionalisme guru khususnya pada tingkatanSDN Sakteo. Rata-rata guru memiliki pendidikan SPG yang telah memiliki masa tugas dari 10-25 tahun. Walaupun mereka memiliki kelebihan pengalaman akan tetapi dari segi progresifitas pengetahuan dan keterampilan sebagai pengajar mereka memiliki banyak kekurangan dalam bidang kependidikan sebagaimana yang telah berkembang saai ini. Hal ini berdampak pada mutu proses pendidikan yang berjalan di sekolah. Siswa hanya menerima pelajaran dari guru-guru berdasarkan pengalaman mereka seadanya. Keterampilan dan pengetahuan yang sudah kurang relevan dengan tuntutan kebuhan masyarakat di era perkembangan. Oleh karena itu, tentu saja ini berdampak pada mutu belajar para siswa. Dengan mutu proses yang rendah maka anak menghasilkan mutu hasil yang rendah pula. Dan dengan mutu hasil yang rendah dapat kita bayangkan sedemikian rendahnya potensi pengembangan SDM desa. (3) Mutu sumber belajar yang rendah baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sumber belajar secara teoritik memainkan peran vital bagi peningkatan pengetahuan dan keterampilan baik guru dan siswa. Jikalau sumber belajar yang ada kurang bermutu maka tidak dapat memberikan kontribusi yang efektif dan bagi peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dan siswa. Pregres belajat berkutat di tempat apat dapat dikatakan mengalami stagnasi. Hal ini turut memberikan sumbangsih negatif bagi tumbuhnya kultur belajar yang menjadi tuntutan pendidikan. Budaya baca tulis pada lingkungan pendidikan akan sangat rendah. hal ini terindikasi jelas dari tidak tersediannya perpustakaan di sekolah. Kondisi ini memberikan kita gambaran prospektif yang pesimistik khususnya bagi peningkatan mutu pendidikan baik in put, proses dan out putnya.
Sedangkan pada bagian pendidikan non fornal, permasalahannya berkaitan dengan pengembangan live skill masyarakat desa yang kurang terencana baik dari segi konsep pengembangan, strategi dan arah serta tujuan yang ingin dicapai. Kekurangperencanaan ini mengkibatkan beberapa kelompok mengalami stagnasi dan tidak produktif pasca moment-moment pengembangan seperti kegiatan pendidikan dan pelatihan. Selain itu, beberapa kelompok pengembangan live skill yang memeiki orientasi produktif seperti kelompok tani, kelompok ternak, kelompok pengrajin juga menaglami stagnasi karena tidak memiliki modal dan fasilitas untuk berinovasi dan berkeasi bagi tujuan penyejehteraan mereka. Pada bagian lain dari pelaksanaan pendidikan non formal, salah satu kegiatan pendidikan seperti Sanggar Anak belum dapat dioperasikan karena belum memiliki dukungan instruktur serta tempat untuk menyelenggarakan kegiatannya. Untuk upaya penyetaraan pendidikan/paket dan pengentasan buta aksara fungsional cukup berhasil diupayakan. Hal ini ditandai dengan semakin menurunya masyarakat yang tergolong buta aksara fungsional dan yang meningkatnya masyarakat yang telah mengikuti pakat penyetaraan pendidikan.
a. Kesehatan
Permasalahan di bidang kesehatan ialah keterbatasan tenaga kesehatan untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan masyarakat desa. Walaupun perdapat 1 petugas kesehatan yakni bidan desa dan dibantu oleh kader-kader kesehatan yang diberikan kelengkapan dasar untuk penanganan masalah-masalah kesehatan yang dialami oleh masyarakat, namun tetap saja hal itu belum dapat dikatakan telah memenuhi kriteria perbandingan petugas kesehatan dengan rasio masyarakat yang ada di desa. Kondisi kekurangan di tenaga kesehatan di desa juga berkaitan dengan masih mahalnya desa memiliki tenaga kesehatan profesional seperti dokter yang hanya bisa ditemukan di Rumah Sakit kabupaten . Itu pun dalam jumlah yang terbatas. Selain itu, keberadaan bidan desa yang tidak berdomisili di wilayah desa semakin memperparah kekritisan ketersediaan tenaga kesehatan di desa baik dari segi kuantitas dan kualitasnya. Selain itu, posyandu dan Pustu yang tersedia di desa juga memiliki fasilitas kesehatan yang seadanya. Untuk mensiasati kekeurangan-kekurangan tersebut, pemerintah desa dan masyarakat serta beberapa NGO melakukan upaya pengembangan mutu layanan kesehatan masyarakat desa melalui upaya pengkaderan tenaga kesehatan desa atau relawan kesehatan dan berbagai macam pendidikan dan latihan serta berbagai sosialisasi kesehatan bagi masyarakat. Dan untuk kebutuhan peningkatan kesadaran masyarakat berkaitan dengan pentingnya kesehatan seperti kebiasaan hidup sehat, mulai dari kesehatan lingkungan, rumah dan keluarga, makan dan minum belum ada upaya inovatif untuk mengintegrasikan peningkatan ekonomi masyarakat dengan bidang kesehatan dan pendidikan. Padahal beberapa kriteria yang dipakai untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat seringkali mengandeng masalah kesehatan dan pendidikan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat.
Hal ini menunjukan bahwa akar masalah kesehatan dari segi kebutuhan tenaga medis guna memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat ialah rendahnya perhatian pemerintah kabupaten untuk mengakomodasi kebutuhan kesehatan masyarakat baik dari segi ketersediaan tenaga dan sarana prasarana kesehatan masyarakat pada tingkat desa. Oleh karena itu diperlukan komitmen yang lebih dari pemerintah kabupaten guna mengakomodasi keterpenuhan kebutuhan masyarakat desa melalui kebijakan distribusi tenaga media, pengadaan sarana dan prasarana kesehatan yang jauh lebih lengkat dan bermutu serta alokasi anggaran kesehatan yang jauh lebih besar guna memenuhi kebutuhan kesehatan dari masyarakat senagai kebutuhan primer atau mendasar dari manusia.
a. Ekonomi
Terdapat 3 (tiga) permasalahan dalam upaya pembangunan ekonomi desa. Pertama, merupakan masalah yang cukup prinsip dari sektor ekonomi sebagai pilar pembangunan desa ialah ketidaktersediaan modal untuk pengembangan usaha mikro dan kecil. Sektor industri kecil sulit hidup di desa lantaran masyarakat yang merupakan petani tidak memiliki modal usaha.
Kedua, permasalahan pengembangan ekonomi desa juga berkaitan dengan terfrakmentasinya atau tidak terintegrasinya pengembangan industri mikro dan kecil dengan sub bidang lainnya yang menopang keterciptaan mobilisasi ekonomi pedesaan seperti bidang pertanian, perkebunan, peternakan, kerajinan dan lain sebagainya.
Ketiga, dari segi SDM, pengembangan bidang ekonomi juga masih merupakan masalah yang signifikan sifatnya. Karena melalui kapasitas SDM yang kuat di bidang ekonomi, maka baru dapat dibangun serta digerkannya ekonomi mikro dan kecil melalui konsep industri kecil di wilayah desa.
a. Pertanian dan Perkebunan
Di bidang pertanian upaya pengembangan mememui beberapa permasalahan. Pertama, penguasaan lahan pertanian dan perkebunan yang tidak merata. Kedua, tidak terlepas dari permasalahan pertama ialah dengan kondisi penguasaan lahan yang tidak merata telah mengakibatkan ketidakmasimalan penggunaan lahan yang ada. Beberapa orang memiliki lahan pertanian dan perkebunan dengan luas di atas 10 Ha, tentu saja tidak dapat mengolahnya secara optimal hanya dengan mengandalkan tenaga mereka sendiri serta dengan menggunakan teknologi pertanian atau perkebunan yang tradisional. Dalam kondisi keterbatasan penguasaan lahan dan pemanfaatannya mayoritas penggarap lahan yang mempergunakan tanah milik tuan-tuan tanah hanya dapat menanam tanaman umur pendek yang diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Sedangkan, untuk jenis tanaman produktif para penggaran tidak dapat mengupayakannya karena lahan yang ada bukan milik mereka. Padahal, diakui bahwa salah satu kunci pengembangan ekonomi masyarakat di bidang pertanian dan perkebunan ialah para petani dapat menanam tanaman produktif yang memberikan kentungan jauh lebih besar dan lebih lama bagi mereka. Ketiga, permasalahan berkaitan dengan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk menekuni usaha pembudidayaan komoditas pertanian primadona seperti jeruk keprok. Keempat, pengunaan teknologi penanaman, perawatan dan pengolahan hasil jeruk yang masih sangat tradisoinal . Kelima, permasalahan yang sifatnya cukup signifikan yakni pengembangan sektor pertanian dan perkebunan tidak didukung dengan lembaga pertanian berbasis rakyat yang mandiri sehingga dapat mewadahi keseluruhan pergumulan para petani. Peran kelembagaan pertanian rakyat dapat memberikan dukungan secara politis, pengetahuan dan keterampilan secara profesional, pengembangan atau perluasan jejaring guna penggalangan dana, teknologi, pasar dan lainnya.
a. Kehutanan
Permasalahan dalam pembangunan potensi hutan di desa Binaus memiliki beberapa permasalahan yakni: Pertama, potensi pengembangan produksi hutan belum dilakukan secara komprehensi berdasarkan karakteristik desa hutan yang memiliki prospek produksi tinggi. Kedua, pengembangan lebah madu dengan memanfaatkan dahan-dahan pohon besar atau wadah budidaya madu mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya ketersediaan pohon akibat penebangan serta semakin sedikitnya masyarakat yang membudidayakan lebah madu. Ketiga, berbagai macam jenis satwa dilindungi di kawasan wisata ini mulai terancam punah akibat perburuan yang dilakukan masyarakat dan pengrusakan hutan untuk tujuan pembukaan lahan atau pemanfaatan kayu hutan.
a. Pertambangan
Permasalahan di bidang pertambangan yakni: pertama, belum adanya lembaga pertambangan rakyat yang dapat menjadi payung pelindung bagi masyarakat adat dalam memelihara, mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya tambang yakni mangan yang ada di desa. Atau, belum adanya kekuatan independent atau otonom berbasis rakyat adat yang dapat melindungi kekayaan tambang mangan serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara merata ketika mangan tersebut dimanfaatkan. Kedua, diperlukan Analisis Dampak Lingkingan (AMDAL) yang sifatnya objektif baik dari pihak pemerintaha, investor dan terutama lembaga pertambangan barbasis rakyat agar pemanfaatan sumber daya pertambangan tersebut tidak menjadi bencana baru bagi lingkungan dan masyarakat. Ketiga, diperlukan ketegasan dari segi kebijakan pemerintah untuk melindungi aset pertambangan milik masyarakat adat agar dapat pemanfaatannya berdampak positif bagi desa dan masyarakatnya.
a. Pemerintahan
Permasalahan pengembangan di bidang pemerintahan yakni masih terbatasnya wadah pengembangan SDM atau program-program penguatan kapsitas aparatur pemerintahan, khususnya berkaitan dengan urusan administrasi dan manajemen, pengembangan dan pengelolaan sumber pendapatan desa serta pengenalan potensi desa dan pengembangannya.
a. Kelembagaan Sosial
Permasalahan pengembangan di bidang sosial kelembangaan yakni: pertama, pengembangan Kelembagaan Adat desa masih memiliki kelemahan dalam hal membudayakan adat istiadat masyarakat sebagai keunggulan budaya lokal yang memiliki nilai edukatif bagi masyarakatnya. Kedua, masih belum maksimal promosi adat sebagai keunggulan lokal yang memiliki nilai seni dan budaya yang memiliki prospek pasar budaya dengan potensi ekonomi tinggi bagi desa dan masyarakat. Ketiga, banyak lembaga sosial kemasyarakatan yang mengalami kemandekan akibat rendahnya daya inovasi dan dukungan modal pengetahuan dan keterampilan serta dukungan anggaran dan fasilitas kelembagaan, sehingga tidak mampu menunjukan eksistensinya sebagai kekuatan sosial kemasyarakatan yang memberikan sentuhan transformatif bagi masyarakat desa.
3.2 Penentuan Masalah Berdasarkan Skala Prioritas atau Urgensi
Berdasarkan hasil identifikasi masalah dari berbagai bidang pembangunan di atas, maka penentuan masalah berdasarkan skala prioritas atau urgensi dapat dilakukan. Dengan demikian, dapat dideskripsikan secara singkat masalah prioritas atau urgen dalam upaya pengembangan bidang-bidang pembangunan desa selama kurun waktu melaksanakan program Kegiatan Belajar dan Pendampingan Masyarakat (KBPM).
Bidang Pendidikan
Pada bagian pendidikan formal masalah yang sifatnya prioritas atau urgen bagi sekolah khususnya pada tingkatan SD ialah peningkatan profesionalisme guru SD yang memang masih sangat rendah sehingga menyebabkan rendahnya mutu belajar mengajar dan pengadaan perpustakaan sekolah sebagai jantung atau urat nadi pembelajaran. Dengan demikian, kedua upaya ini untuk mengakomodasi kebutuhan sumber belajar secara proporsional dan berkualitas bagi guru dan siswa di sekolah. Kedua masalah ini menjadi urgen oleh karena berkaitan secara langsung dengan kondisi mutu penyelenggaraan pembelajar di SD yang mengalami krisis mutu.
Sedangkan untuk bagian pendidikan non formal, permasalahan urgennya ialah pengembangan live skill masyarakat desa yang kurang terencana baik dari segi konsep pengembangan, strategi dan arah serta tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, diperparah pula oleh ketiadaan modal dan dukungan fasilitas pengembangan program-program kelompok yang sifatnya produktif. Langkah terobosan yang diperlukan untuk masalah di atas ialah perbaikan konsep konsep pengembangan live skill secara terintegrasi dan mutualis serta sesuai dengan dengan potensi SDA desa, ketersediaan sarana dan prasarana pendukung yang tersedia di desa dan dengan modal pengembangan yang madap dijangkau oleh kekuatan ekonomi kelompok. Penyelenggaraan Sanggar Anak sebagai wadah pendidikan anak secara non formal juga merupakan masalah urgen. Sebab, konsep penyelenggaraan Sanggar Anak mengakomodir sekian banyak kepentingan peningkatan SDM di desa seperti pelestarian dan penguatan seni budaya lokal, promosi seni dan budaya lokal, wadah pengembangan kreatifitas anak, pendidikan hak anak, penyetaraan gender dan lainnya difokuskan melalui program ini. Untuk realisasi Sanggar Anak, upaya partisipatif yang dapat dilakukan ialah memberikan dukungan dana dan sumber belajar untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan anak di wadah tersebut. Upaya konkrit yang dilakukan ialah memberikan usulan program ke pihak Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah untuk implementasi program Taman Baca Anak dan sarana pendidkan sanggar lainnya seperti alat musik.
Bidang Kesehatan
Masalah urgen di bidang kesehatan ialah diskriminasi kebijakan kesehatan Pemerintah Daerah, khususnya pemerintah kabupaten dan Kecamatan yang mengakibatkan sekian banyak kebutuhan kesehatan masyarakat desa tidak terlayani seperti kekurangan tenaga kesehatan profesoinal dan sederhananya sarana layanan kesehatan masyarakat. Upaya advokasi kebijakan dianggap penting untuk mengatasi permasalahan ini. Peningkatan kapasitas SDM kader kesehatan desa atau relawan kesehatan desa juga merupakan permasalahan urgen di bidang sesehatan. Masalah lainnya ialah kebiasaan hidup sehat masyarakat dengan biaya murah melalui pemanfaatan sumber daya yang ada di sekitar masyarakat seperti program rumah sehat atau lingkungan sehat, kebiasaan konsumsi sehat dan pembudidayaan tanaman obat serta eksplorasi dan pengembangan teknik pengobatan tradisional sebagai upaya pevitalisasi kearifan lokal masyarakat desa.
Bidang Ekonomi
Dari 3 (tiga) permasalahan dalam upaya pembangunan ekonomi desa, yang paling urgen adalah peningkatan dan pengembangan SDM bidang ekonomi mokro dan kecil seperti sosialisasi dan pelatihan pengelolaan koperasi koperasi atau KUD desa. Selain itu, ketidaktersediaan modal untuk pengembangan usaha mikro dan kecil diupayakan melalui lobi program bantuan pihak kedua atau ketiga dengan bunga yang rendah atau tanpa bungan. Sedangkan untuk masalah terfrakmentasinya atau tidak terintegrasinya pengembangan industri mikro dan kecil dengan sub bidang lainnya yang menopang keterciptaan mobilisasi ekonomi pedesaan diupayakan melalui pengadaan lembaga ekonomi barbasis rakyat untuk melakukan riset potensi pengembangan ekonomi desa, strategi pengembangan ekonomi, arah dan kebijakan serta program-program industrialisasi desa berskala mikro dan kecil dan pembukaan pasar desa.
Bidang Pertanian dan Perkebunan
Permasalahan urgen yang dihadapi dalam upaya pembangunan di bidang pertanian dan perkebunan ialah penguasaan lahan pertanian dan perkebunan yang tidak merata. Dilakukan melalui upaya advokasi dan lobi untuk dilakukan sertivikasi lahan secara merata atau peminjaman lahan dalam jangka waktu yang lama. Upaya ini sekaligus untuk mengatasi masalah kedua yakni ketidakmasimalan penggunaan lahan yang ada, sebab akan ada lebih banyak tenaga pengelola lahan ketika sertifikasi berlangsung.
Permasalahan yang sifatnya cukup urgen bagi sektor pertanian dan perkebunan ialah membangun lembaga pertanian rakyat, sistim lumbung dan penguatan jejaring pertanian rakyat untuk komoditas unggul. Kelembagaan pertanian ini akan berperan dalam memberikan dukungan secara politis, pengetahuan dan keterampilan secara profesional, pengembangan atau perluasan jejaring guna penggalangan dana, teknologi, pasar dan lainnya bagi peningkatan produksi pertanian dan perkebunan di wilayah desa.
Pembudidayaan tanaman umur panjang yang memiliki tingkat produktifitas menjadi salah satu terobosan atau kunci pengembangan ekonomi masyarakat di bidang pertanian dan perkebunan, sebab memberikan kentungan jauh lebih besar dan lebih lama bagi mereka. Dan untuk masalah rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk menekuni usaha pembudidayaan komoditas pertanian primadona seperti jeruk keprok diupayakan melalui sosialisasi dan aksi percontohan homogenisasi pembudidayaan jeruk keprok serta pengolahan hasil jeruk dengan menggunakan teknologi pengolahan sederhana yang memiliki prospek hasil ganda dari penanaman jeruk keprok.
Untuk masalah penggunaan teknologi pertanian atau perkebunan yang tradisional dupayakan melalui sosialisasi manfaat teknologi pertanian dan perkebunan sederhan serta lobi bantuan teknologi sederhana pada pihak pemerintah atau non pemerintah.
Bidang Kehutanan
Permasalahan urgen dalam pembangunan potensi hutan di desa Binaus ialah advokasi penegelolaan hutan adat sebagai hutan milik rakyat yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. Advokasi hutan rakyat juga bertujuan pada pengembagan potensi produksi hutan secara komprehensi berdasarkan karakteristik desa hutan demi pencapaian peningkatan produksi hasil hutan. Ini dapat dilakukan melalui program mengoptimalkan peran strategis desa dalam peningkatan ekonomi atau basis ekonomi (economic base) dengan menumbuhkan sumber daya domestik yang terbaharui (domestic renewable resources). Selain itu, pengembangan produksi hutan dapat dilakukan dengan melihat keterkaitan ke belakang (blackward lingkage) dan latar ke depan (forward lingkage) terhadap sektor ekonomi lainnya yang berkaitan dengan sektor basis ekonomi desa yang dapat menimbulkan efek ganda (multiplier effect) terhadap perkembangan sektor lainnya. Sebab, keterkaitan sektor lain yang signifikan dapat menimbulkan perkembangan sektor turunan dalam penciptaan lapangan kerja baik pada level desa atau lokal dan perintah daerah seperti pajak/retribusi dan PBB wilayah. Keterkaitana lintas regional di dalam maupun antar wilayah yang tinggi (inter and inter-regional interaction) akan menjamin aliran alokasi dan distribusi sumber daya yang efisien dan stabil sehigga menurunkan ketidakpastian (uncertainty). Dengan pola pengembagan hutan rakyat berbasis ekonomi ini, merangsang terjadinya learning proces yang memungkinkan terjadinya koreksi dan peningkatan terus menerus.
Selain itu, urgen juga untuk mengupayakan promosi pengembagan hutan desa sebagai taman nasional yang dan untuk perlindungan sumber air untuk kepentingan kebutuhan air bersih untuk konsumsi masyarakat dan juga untuk kebutuhan pertanian dan perkebunan.
Masalah urgen lainnya ialah revitalisasi budidaya lebah madu. Hal ini dilakukan melalui upaya regulatif yakni pembuatan Peraturan Desa untuk melindungi pohon-pohon sebagai sarang lebah dan juga melalui pengadaan dan perawatan kotak-kotak pengembagan lebah madu. Proteksi pasar hasil madu juga diperlukan untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat pembudidaya madu.
Perlindungan satwa di kawasan hutan desa yang kini mulai terancam punah akibat perburuan yang dilakukan masyarakat dan pengrusakan hutan untuk tujuan pembukaan lahan atau pemanfaatan kayu hutan juga perlu dilakukan melalui pembuatan Peraturan Desa.
Bidang Peternakan
Permasalahan urgen di bidang peternakan melalui program penggemukan sapi (paronisasi) memiliki permasalahannya urgen yakni kekurangpemahaman masyarakat terhadap subsatansi atau pokok implementasi program ini yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarat secara bertahap dan bergulir. Maksudnya ialah oleh karena sifat metode pelaksanaan program ini bersifat terbatas secara kuantitatif (jumlah) pengelola atau tepatnya setelah sejumlah keluarga mengembangkan ternak sapi yang dipercayakan kepada mereka), maka mereka diharuskan mengembalikan modal kepada pemerintah dan kemudian dilanjutkan kepada warga yang belum memperolehnya. Namun, karena kesadaran ini belum terinternalisasi dalam diri keseluruhan masyarakat yang dipercayakan untuk mengelola, maka ternak yang dipercayakan kepada mereka ada yang dibeli dengan bobot dibawah standar bobot sapi yang seharusnya. Ada indikasi minimalisasi anggaran pembelian sapi dari masyarakat pengelola sehingga memperoleh sisi anggaran pembelian sapi yang mereka terima.
Karena sifat program ini bersifat terbatas dan bertahap, maka efektifitas dan efisiensi pemeliharaan menjadi hal yang harus diperhitungkan dengan baik oleh, baik penyelenggara, pemerintah dan masyarakat. Dari upaya pemantauan jalannya program ini, diketahui bahwa karena masyarakat memiliki pemahaman yang rendah tentang paronisasi, maka target yang ingin dicapai berdasarkan bobot tertentu yang ditaksir dapat memberikan keuntungan kepada masyarakat sebagai pengelola sulit dipastikan. Misalnya, dalam upaya paronisasi ini, pakan yang dapat merangsang pertumbuhan sapi menjadi lebih cepat belum dapat diupayakan atau bagaimana masyarakat dapat menanggulangi sapi yang sakit dan karena tidak tertolong, sapi yang dipelihara mati. Oleh karena itu, upaya pendampingan program paronisasi ini secara teliti dan intensif, sehingga melalui program ini, tujuan yang ingin dicapai yakni meningkatnya kesejahteraan masyarakat dapat terealisasi.
Bidang Pertambangan
Permasalahan urgen di bidang pertambangan yakni belum adanya lembaga pertambangan rakyat yang dapat menjadi payung pelindung bagi masyarakat adat dalam memelihara, mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya tambang yakni mangan yang ada di desa. Atau, belum adanya kekuatan independent atau otonom berbasis rakyat adat yang dapat melindungi kekayaan tambang mangan serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara merata ketika mangan tersebut dimanfaatkan.
Selain itu, masalah urgen lainnya ialah tuntutan dilakukan Analisis Dampak Lingkingan (AMDAL) yang sifatnya objektif baik dari pihak pemerintaha, investor dan terutama lembaga pertambangan barbasis rakyat agar pemanfaatan sumber daya pertambangan tersebut tidak menjadi bencana baru bagi lingkungan dan masyarakat. Dan urgen sifatnya pula untuk diadakannya kebijakan pemerintah untuk melindungi aset pertambangan milik masyarakat adat agar dapat pemanfaatannya berdampak positif bagi desa dan masyarakatnya.
Bidang Pemerintahan
Permasalahan urgen di bidang pemerintahan ialah masih terbatasnya kapasitas SDM aparatur desa, khususnya berkaitan dengan program aparatus development. Program ini dipertimbangkan urgen karena tujuannya yang strategi untuk penyelenggaraan pemerintahan desa yakni berkaitan dengan penataan kemampuan aparatur desa untuk melakukan kajian ilmiah dalam hal pembuatan Rencana Strategis Pengembagan Desa, perumusan dan perencanaan Musrembangdes, pembuatan Rencana Pembagunan Jangka Menengah Desa, pembuatan Peraturan Desa/Perdes dan lainnya.
Bidang Sosial kelembagaan
Pengembangan kelembagaan adat desa masih memiliki kelemahan dalam hal membudayakan adat istiadat masyarakat sebagai keunggulan budaya lokal yang memiliki nilai edukatif bagi masyarakatnya. Selain itu masih belum maksimal promosi adat sebagai keunggulan lokal yang memiliki nilai seni dan budaya yang memiliki prospek pasar budaya dengan potensi ekonomi tinggi bagi desa dan masyarakat. Demikian maka, konsep serta strategi pengembangan yang dilakukan dapat seperti pelestarian dan pengembangan seni budaya melaui pameran budaya lokal untuk mempopulerkan barang seni yang diproduksi masyarakat dan seni budaya non fisik serta melalui pengadaan media pendidikan masyarakat desa.
Untuk lembaga sosial kemasyarakatan yang mengalami kemandekan akibat rendahnya daya inovasi dan dukungan modal pengetahuan dan keterampilan serta dukungan anggaran dan fasilitas kelembagaan, diperlukan upaya peningkatan SDM pengelola lembaga-lembaga tersebut guna dapat berkarya di tengah-tengah masyarakat.
3.3 Penentuan Rencana Kegiatan Berdasarkan Urgensi
Perencanaan program berdasarkan urgensi problem desa yang dirancangan setelah tahapan need assessment pembagunan desa untuk pemenuhan kebutuhan pembagunan masyarakatnya dituangkan dalam bentuk matriks program kegiatan yakni sebagai berikut:
3.3.1 Kegiatan Fisik
Kegiatan fisik yang direncanakan dipersiapakan hanya untuk kegiatan partisipatif bersama dengan pemerintah desa dan masyarakat. Adapun kegiatan partisipatif yang direncanakan yaitu:
a. Pembagunan jalan sertu sepangjang 3 kilo meter untuk wilayah terisolir.
b. Pembagunan gedung Taman Kanak-Kanak (TK).
c. Pembagian Raskin.
d. Pelayanan Posyandu.
e. Pelayanan Kesehatan Gratis.
f. Perkunjungan pasar desa.
g. Pembersihan lingkungan.
h. Pelaksanaan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI.
3.3.2 Kegiatan Non Fisik
Program non fisik yang yang direncanakan dalam rangka mendukung program-program pembangunan desa di wilayah KBPM kurang lebih berjumlah 14 program yaitu:
a. Pembuatan Media Pendidikan Rakyat dalam bentuk News Letter yang direncanakan terbit setiap bulan.
b. Pelaksanaan pelatihan jurnalistik desa untuk pengelolaan media Pendidikan Rakyat.
c. Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM).
d. Pelaksanaan pelatihan Riset Tindakan Kelas bagi guru SD.
e. Pelaksaan Les Privat Bahasa Inggris Dasar melalui Mata Pelajan Muatan Lokal bagi anak SD.
f. Pelasanaan Pelatihan Guru Sekolah Minggu Tingkat Dasar.
g. Sosialisasi dan pelatihan kesehatan lingkungan.
h. Advokasi wabah muntahber untuk pencegahan dan penanggulangan.
i. Sosialisasi Peraturan Desa (Perdes) untuk intensifikasi dan ekspensifikasi pendapatan desa.
j. Diskusi tematis untuk pembuatan Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan hutan (flora dan fauna serta ketersediaan sumber air tanah).
k. Sosialisasi pembangunan ekonomi mikro dan kecil berbasis koperasi.
l. Pelatihan pembuatan sirup jeruk.
m. Pelatihan Pembuatan pupuk cair (organik) dan energi alternatif.
n. Pendampingan pengembagan kelompok tani dan peternakan.
BAB IV PELAKSANAAN KEGIATAN / PROGRAM
4.1 Kegiatan / Program fisik
Untuk kegiatan fisik yang direncanakan sesemuanya dijalankan selama masa KBPM.
4.2 Kegiatan / Program Non fisik
Sedangkan, pelaksanaan kegiatan non fisik yang telah direncanakan tidak semuanya dapat dijalankan. Adapun kegiatan yang dapat dijalankan antara lain:
a. Pembuatan Media Pendidikan Rakyat.
b. Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM).
c. Sosialisasi Peraturan Desa (Perdes) untuk intensifikasi dan ekspensifikasi pendapatan desa.
d. Diskusi tematis untuk pembuatan Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan hutan (flora dan fauna serta ketersediaan sumber air tanah).
e. Pelatihan pembuatan sirup jeruk.
f. Pendampingan pengembagan kelompok tani dan peternakan.
g. Pelaksaan Les Privat Bahasa Inggris Dasar mealui Mata Pelajan Muatan Lokal bagi anak SD.
h. Advokasi wabah muntahber untuk pencegahan dan penanggulangan.






BAB V
EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN / PROGRAM
5.1 Tingkat Pencapaian Kegiatan / Program
a) Pembuatan Media Pendidikan Rakyat.
Pembuatan media ini dilatarbelakangi oleh kesadaran akan kondisi keterbukaan dan mobilitas penggunaan atau pemanfaatan IPTEK, khususnya dalam bidang teknologi informasi media masa, dimana media dipandang sebagai pilar utama dalam penyebaran kemajuan serta perkembangan IPTEK bagi masyarakat. Ironisnya, jika kita melakukan perbandingan objektif berdasarkan kondisi riil dalam hal keterbukaan dan pemerataan kesempatan masyarakat dalam memanfaatan IPTEK, termasuk juga teknologi informasi, terdapat semacam kesenjangan atau gap yang jelas antara kota dan masyrakatnya dengan desa dan masyarakatnya. Gap ini tidak lain adalah fakta bahwa visi pembangunan berjalan secara asimetris. Dimana masyarakat kota mendominasi pemanfaatan IPTEK, sedangkan masyarakat desa terisolasi dari IPTEK. Masyarakat kota memiliki mobilitas yang tinggi dalam pemanfaatan IPTEK tetapi masyarakat desa memiliki mobilitas yang rendah atau bahkan tidak mobil terhadap IPTEK.
Dengan demikian, salah satu wujud yang perlu diupayakan guna membangun masyarakat desa adalah dilakukan reorientasi pembangunan desa dan masyarakatnya, sehingga terjadi keterbukaan dan pemerataan akses serta mobilitas IPTEK bagi mereka. sebab, langkah ini merupakan sebentuk terobosan fundamental dan strategis yakni membangun invrastruktur manusia desa sebelum membangun invrastruktur fisik.
Adapun maksud dan tujuan program dimaksud ialah: Maksud; 1) menyediakan media edukatif alternatif bagi pemerintah dan masyarakat pedesaan, 2) mendekatkan media informasi edukatif dengan masyarakat pedesaan. Serta menjadikan media informasi edukatif sebagai bagian dalam keseharian masyarakat, 3) meminimalisir bahkan menghilangkan kesenjangan akses dan mobilitas media informasi masyarakat pedesaan di tengah cepat dan pesatnya perkembangan IPTEK, khususnya akses dan mobilitasnya terhadap media informasi, 4) menjadikan masyarakat sebagai prakarsa dan pelaku aktif berpoperasinya media informasi edukatif, 5) menyediakan wadah informasi edukatif bagi masyarakat pedesaan yang relevan dengan kebutuhan dan permasalahannya, 6) merangsang partisipasi aktif dan langsung bagi masyarakat desa dalam mengawal proses pembangunan sumber daya manusia dan alam di pedesaan. Tujuan; 1) tumbuhnya keterbukaan, pemerataan serta meningkatnya mobilitas masyarakat pedesaan dalam hal pengenalan, pemahaman serta pemanfaatan media informasi edukatif, 2) pemerintah dan masyarakat pedesaan memiliki kelengkapan pengetahuan dan keterampilan jurnalitik serta cara pengelolaannya, sehingga dapat berperan sebagai garda depan pemberdayaan SDM dan SDA di pedesaan, 3) tumbuhnya transrofmasi kesadaran, partisipasi dan sinergitas antar pemerintah dan masyarakat dalam mengawal pembangunan pedesaan, baik strategi arah dan tujuan serta sasaran pembangunan, 4) terwujudnya masyarakat pedesaan yang cerdas, kritis, inovatif, konstuktif dan demokratis.
Tingkat Capaian.
Karena sifat program ini jangka panjang, sulit untuk memberikan indikator secara kuantitas terkait tingkat capaian atau raihan dari pelaksaaan prorgam ini. Namun, dapat dideskrpsikan sejauhmana program ini berjalan. Dari segi ide program ini memdapatkan antuasiasme yang tinggi dari pemerintah, masyarakat serta beberapa LSM yang beroperasi di desa. Upaya penggalangan dukungan diperoleh dari beberapa pihak seperti Infokom Kabupaten TTS dan LPID Kupang. Dukungan dari Pemerintah propinsi juga diperoleh melalui alokasi dana percetakan pada Oktober 2009 (belum bisa dipastikan besarannya), dan dari pihak PLS TTS. Oleh karena itu, program ini masih tetap berjalan sambil mempersiapkan berbagai macam kebutuhan pendukung terealisasinya program dimaksud.
b) Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM).
Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM) dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa membangun sebuah komunitas masyarakat yang kuat tak akan dapat lepas dari kebiasaan komunitas itu dalam berusaha membekali diri dengan ilmu pengetahunan. Terlalu naif jika semua hal yang bersinggungan dengan peningkatan sumber daya manusia hanya dititikberatkan pada kegiatan pembelajaran formal belaka. Pemerintah harus sudah mulai dengan kesungguhan untuk memberikan solusi tepat agar masyarakat dapat mencari ilmu diluar pendidikan formal. Salah satunya adalah Perpustakaan.
Perpustakaan memberikan sumbangsih besar dan signifikan dalam merangsang pencapaian tujuan SDM tidak hanya di wilayah perkotaan melaikan juga di pedesaan. Manfaat perpustakaan diyakini akan menjadi sarana transformatif bagi masyarakat desa apabila strategi yang penuh dengan stimulasi edukatif perpustakaan, masyarakat yang giat membaca bebar-benar akan bergerak menuju pembangunan SDM yang handal di era otonomi daerah. Dengan demikian, peran serta masyarakat dalam membangun, menuntut, mencerdaskan bangsa, yang tak terpisahkan dengan menggapai cita-cita masa depan SDM yang berkualitas, berfikir kritis dan mandiri.
Kehadiran perpustakaan melalui di wilayah desa merupakan wujud pendekatan pembangunan dari akar bangsa yaitu desa atau tepatnya masyarakat desa. Sebagaiman yang telah dan masih sedang dijalankan oleh pemerintah melalui program Taman Baca Masyarakat (TBM), pendekatan ini dinilai strategis, sebab melalui kehadiran perpustakaan desa, stimulasi terhadap niat baca masyarakat pedesaan membentuk sikap dan kesadaran bahwa membaca adalah kebutuhan hidup. Selain itu, keberadaan perpustakaan di wilayah pedesaan juga merupakan upaya memasyarakatkan membaca atau membudayakan membaca menjadi budaya masyarakat desa. Dengan begitu, masyarakat desa tidak akan terus termarjinalisasi dalam proses peningkatan SDM serta dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Adapun tujuan dan manfaat pengadaan Taman Baca Masyarakat ialah: Tujuan: 1) membangun Sumber Daya Manusia masyarakat pedesaan, 2) membudayakan dan memasyarakatkan membaca dikalangan masyarakat desa, 3) membekali masyarakat desa dengan sumber-sumber informasi mutakhir yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan wilayah pedesaan, 4) mengupayakan pemerataan dan peningkatan kualitas pengetahuan dan keterampilan masyarakat desa dalam berinovasi dan berkreasi. Manfaat: 1) masyarakat desa memperoleh keluasan akses terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui sumber-sumber bacaan yang tersedia di TBM, 2) masyarakat desa memiliki kebiasaan terpola hidupnya dengan membaca, 3) meningkatnya pengetahuan, kecerdasan, keritisan dan kemandirian masyarakat desa, 4) meningkatnya memiliki daya inovasi dan kreatifitas pengembangan keterampilan (live skill) yang dapat menolong mereka hidup secara produktif, 5) masyarakat dan pemerintah mengalami sinergitas dalam penyelenggaraan pembangunan desa di segala bidang.
Tingkat Capaian.
Tingkat pencapaian program Taman Baca Masyarakat (TMB) sampai pada tahapan pembasisan opini dimasyarakat untuk menggalan ninat baca dan menulis bagi masyarakat desa. Selain itu, upaya lobi dan kesepakan program dengan Dinas pendidikan dan Kebudayaan TSS, Sub Bidang Pendidikan Kemasyarakatan untuk memasukan proposal pengusulan TBM di desa Binaus pada Tahun Anggaran 2010 nanti. Sementara ini proposal telah dimasukan kepada Sub Bidang Penmas dan menunggu realisasinya. Program TBM secara khusus diorientasikan untuk pengembangan live skiil kelompok-kelompok pekarya di desa, sehingga terjadi tranformasi dalam peran mereka sebagai kekuatan sosial kemasyarakatan yang pada akhirnya akan melahirkan tranformasi secara komprehensif di masyarakat desa. Perluasan jejaring bagi realisasi program ini juga dilakukan melalui diskusi intensif dengan beberapa NGO yang memiliki visi dan misi yang sejalan dengan program ini, baik dalam bentuk join program atau donatur. Pembentukan Relawan Muda Bangun Desa juga dalam perampungan kelengkapan struktur pengelolaan.
c) Sosialisasi Peraturan Desa (Perdes) untuk intensifikasi dan ekspensifikasi pendapatan desa.
Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan desa, pengelolaan pendapatan desa merupakan salah satu unsur vital yang harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat mendukung (mengefektifkan dan efisiensi) terselenggaranya unrusan pemerintahan desa sesuai visi dan misi yang telah ditentukan sebelumnya . atau dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan desa tidak dapat dipisahkan atau menjadi bagian yang intergral sifatnya dengan pendapatan desa. Bahkan dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan desa relatif sepenuhnya bergantung pada kekuatan ekonomi desa melalui pendapatan yang diterima desa. Dengan demikian pendapatan desa memainkan fungsi yang sangat penting dan menetukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan desa, baik pada aras kebijakan, strategi, program dan implementasinya.
Mengacu pada pemikiran di atas, maka menjadi suatu keharusan bagi pemerintah desa untuk mengupayakan pengelolaan pendapatan desa secara profesional sehingga pada akhirnya dapat menunjang keefektifan, efisiensi dan optimalisasi upaya pembangunan desa. Mengingat pula, sedemikian kompleksnya urusan-urusan pemerintahan desa yang membutuhkan dukungan anggaran, maka prinsip intensisfikasi dan ekstensifikasi pendapatan desa perlu diatur sedemikian rupa sehingga tersedia sumber-sumber pendapatan yang pada akhirnya dapat dipertahankan dan dikembangkan bahkan dapat ditingkatkan demi ketercapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan desa. Sambil itu, diperhatikan dan dipertimbangkan agar penataan sistim pengelolaan pendapatan desa tidak membebankan masyarakat dan bahkan menghambat sumber-sumber pendapatan desa.
Intensifikasi secara sederhana berkaitan dengan pendapatan desa yang diupayakan untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan desa. Sumber pendapatan ini dapat dapat bersumber dari pendapatan asli desa (retribusi) yang meliputi: retribusi penjualan ternak (sapi dan babi), pendaftaran bayi balita baru, penghapusan nama penduduk desa yang meninggal dunia, penyelesaian masalah dan hasil tanah kas desa, pendaftaran orang nikah; bantuan pemerintah daerah, bantuan pemerintah pusat, bantuan pihak ketiga dan pinjaman pemerintah desa.
Ekstensifikasi pengelolaan keuangan desa merupakan bentuk pengelolaan yang sifatnya timbal balik dari pendapatan desa yang telah diperoleh berdasarkan sumber-sumber pendapatan desa. Walaupun upaya intesifikasi ini terbatas pada upaya pemenuhan kebutuhan desa dan masyarakatnya baik langsung maupun tidak lagsung. Ekstensifikasi ini meliputi pengeluaran desa yang terbagi dalam 2 kategori yakni pertama, Pengeluaran Rutin: pos belanja pegawai, pos belanja barang, pos perjalanan dinas, pos biaya rapat/sidang, dsb. Dan kedua, Pengeluaran Pembangunan: pos prasaranan dan sarana pemerintah desa, pos prasarana produksi, pos prasarana sosial, pos pengembangan SDM, pos pengembangan ekonomi, dan dana taktis.
Oleh karena signifikansinya dalam mendukung penyelenggaraan urusan pemerintahan di desa, maka upaya sosialisasi pengelolaan sumber pendapatan desa diberikan secara terbatas yakni kepada aparatur desa yang memeng secara langsung merupakan pengelola pendapatan desa demi pencapaian tujuan pembangunan desa. Dalam wujud yang sifatnya formal yuridis, maka pengelolaan sumber-sumber pendapatan desa dapat dituangkan dalam Peraturan Desa (Perdes) sehingga dapat menjadi pedoman pengelolaan pendapatan desa.
Tingkat pencapaian:
Tingkat pencapaian dari program ini ialah partisipasi total dalam penggodokan LKPJ Kepala Desa Binaus pada masa akhir pemerintahan dan telah diselesaikan selama 1 minggu. Sementara untuk penggodokan Perdes masih dalam bentuk draf (naskah rancangan) sambil menunggu pengucuran dana Alokasi Dana Desa (ADD) yang belum direalisasikan oleh Pemda TTS.
d) Diskusi tematis untuk pembuatan Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan hutan (flora dan fauna serta ketersediaan sumber air tanah). Diskusi tematis dalam rangka rencana pembuatan Peraturan Desa (Perdes) untuk perlindungan hutan dilatarbelakangi oleh pertimbangan-pertimbangan yang telah diurai pada bagian sebelumnya terkait bidang kehutanan. Diskusi tematis ini dikaukan secara terbatas dengan aparatur desa dan dilakukan di kantor desa pada waktu/jam kerja pemerintah desa.
Potensi desa Binaus di bidang kehutanan berkaitan dengan kekayaan flora dan fauna serta fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah yang dapat dimanfaatkan sebagai air minum dan pemenuhan kebutuhan air di bidang pertanian dan perkebunan. Praktek penebangan hutan berpotensi memusnahkan ekosisten. Punahnya sumber daya flora dan fauna serta kerusakan mata air dan krisis air minum serta pengairan untuk pertanian dan perkebunan. Apalagi, kebutuhan air minum, khusunya sumber air bersih di desa, masyarakat masih mengandalkan potensi sumber air di sekitar hutan.
Dengan demikian, diskusi tematis ini dilihat sangat urgen bagi aparatur desa. Upaya mengidentifikasi kekayaan flora dan faina serta area hutan sebagai penyimpan air tabah dan penahan erosi dijadikan priritas dalam diskusi. Dari upaya identifikasi ini, rumusan peraturan dapat dibuat disesuaikan dengan tingkat kebutuhan akan tujuan yang ingin dicapai. Kontribusi konkrit dari diskusi ini diharapkan bahwa area swaka hutan, swaka marga satwa, area penyimpan air tanah dan penahan erosi dapat dilestarikan secara baik guna keberlangsungan kehidupan masyarakat.
Tingkat pencapaian
Kegiatan ini ialah dilakukannya diskusi tematis secara intens selama 2 hari yang bertempat di kantor desa Binaus. Sementara proses indentifikasi sumber daya hutan dilakukan melalui wawncara, observasi dan penelusuran pada sumber-sumber tertulis lainnya berkaitan dengan potensi hutan, swaka marga satwa serta flora dan fauna desa. Identifikasi ini menghasilkan:
1) Kawasan hutan memiliki kekayaan flora seperti berbagai jenis ampupu (Eucalyptus urophylla) yang tumbuh secara alami dan jenis cendana (Santalum album). Selain itu di sini dapat ditemui berbagai jenis pohon lainnya seperti hue (Eucalyptus alba), bijaema (Elacocarpus petiolata), haubesi (Olea paniculata), kakau atau cemara gunung (Casuarina equisetifolia), manuk molo (Decaspermum fruticosum), dan oben (Eugenia littorale). Ada juga salalu (Podocarpus rumphii), natwon (Decaspermum glaucescens), natbona (Pittospermum timorensis), kunbone (Asophylla glaucescens), tune (Podocarpus imbricata), natom (Daphniphylum glauceccens), kunkaikole (Veecinium ef. Varingifolium), tastasi (Vitex negundo). Kemudian ada juga manmana (Croton caudatus), mismolo (Maesa latifolia), kismolo (Toddalia asiatica), pipsau (Harissonia perforata), matoi (Omalanthus populneu) dan aneka jenis paku-pakuan dan rumput-rumputan.
2) Selain kaya dengan flora, kawasan kawasan hutan Binaus juga menyimpan aneka fauna khas Timor seperti rusa timor (Cervus timorensis), kus-kus (Phalanger orientalis), babi hutan (Sus Vitatus), biawak (Varanus salvator), biawak timor (Varanus timorensis). Di sini juga ada sanca timor (Phyton timorensis), ayam hutan (Gallus gallus), punai timor (Treon psittacea), betet timor (Apromictus jonguilaceus), pergam timor (Ducula cineracea), perkici dada kuning (Trichoglosus haematodus).
e) Pelatihan pembuatan sirup jeruk. Pelatihan pembuatan Sirup Jeruk Keprok Soe dilatarbelakang oleh 3 hal yakni: pertama, Jeruk Keprok SoE (JKS), salah satu komoditi buah paling unggul dari Pulau Timor. Bahkan pada tahun 2003 lalu, dalam kegiatan Pameran Buah Nasional, JKS memperoleh sertifikat sebagai varietas buah jeruk yang paling unggul dengan rasa yang khas serta tampilan tekstur buah paling indah dan paling populer, dan memiliki banyak kandungan vitamin yang bergunan bagi kesehatan manusia. Ini dibuktikan dengan minat orang menjadikan buah JKS sebagai oleh-oleh atau 'buah tangan' ketika singgah di SoE, ibukota Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), saat melakukan perjalanan darat dari Atambua ke Kupang atau sebaliknya. Varietas buah JKS memang sangat memesona, baik rasa maupun tampilan tekstur buahnya yang indah. Namun, pada musim bebuahan terakhir, JKS seringkali tidak dapat dimanfaatkan secara baik karena buahnya yang agak kecil, berkerut dan terasa tawar atau agak masam. Kondisi ini, membuat para petani membuang atau membiarkan buat tersebut kering atau jatuh membusuk. Walaupun terasa lumrah, namun ini merupakan gambaran kekurang produktif masyarakat dalam mengolah bahan mentah ini menjadi produk olahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang dapat menambah pengasilan para petani.
Kedua, pemanfaatan teknologi tepat guna bagi kegiatan pengabdian pada masyarakat masih belum dirasakan masyarakat di daerah pedesaan. Padahal daerah pedesaan memiliki potensi sumber daya alam dan manusia yang berlimpah untuk diberdayakan secara maksimal. Untuk itu, upaya pemerintah desa harus beperan aktif, guna mengembangkan pemanfaatan teknologi tepat guna di daerah pedesaan. Sedangkan, peran Pemerintah Daerah dapat dilakukan dengan mengalokasikan anggaran khusus, untuk membangkitkan industri-industri yang berbasis teknologi tepat guna di daerah pedesaan.
Gaung teknologi tepat guna yang belum dirasakan selama ini oleh masyarakat pedesaan karena minimnya dukungan dari pemerintah pusat pula, untuk menstimulasi masyarakat, baik dari sisi pendanaan maupun dari sisi tekhnologi. Karena minimnya dukungan pada dua hal tersebut, maka potensi-potensi yang semestinya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat pedesaan, sebagai pemanfaatan teknologi tepat guna, menjadi hilang dan tidak tergali, semestinya pemerintah pusat dapat memfasilitasi masyarakat pedesaan, dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan dan bangunan pabrik, yang terencana secara sistematis, agar masyarakat serta pemerintah daerah setempat terdorong untuk menggalakkan teknologi tepat guna. Sehingga, konsep desa mandiri terwujudkan dengan memprioritaskan pada penggunaan teknologi tepat guna, yang berbasis pada masyarakat pedesaan.
Ketiga, merupakan langkah introduksi teknologi produksi dan teknologi pemasaran dengan mengembangkan lembanga koperasi desa. Bahkan lebih strategis lagi hal untuk mengupayakan pengembangan jeruk dan roduksi hasil jeruk dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan setempat serta pembangunan kerja sama lintas sektoral di ranah pemerintah dan dengan didukung pihak swasta.
Tingkat pencapaian
Tingkat pencapaian dari kegiatan ini ialah masyarakat dan mahasiswa memiliki keterampilan pengolahan jeruk menjadi sirup jeruk dan babarapa botol sirup jeruk. Upaya pengembangan usaha merupakan target selanjutnya yang diupayakan. Hasil pembuatan sirup jeruk kemudian dibawa untuk di uji kelayakannya ke Balai Pengawasan Obat dan Makanan Propinsi NTT. Selain itu, upaya membangun kerjasa sama dengan pihak DIKTI juga coba diupayakan untuk melakukan penelitian berbasis masyarakat khususnya untuk pengolahan sirup jeruk. Upaya memperoleh bantuan teknologi sederhana, bantuan dana usaha dan peningkatan keterampilan pengolahan juga diupayakan. Usaha lain yang coba dilakukan ialah melaksanakan lobi dengan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menegah untuk membagun lembaga usaha berbasis masyarakat melalui pembentukan koperasi desa. Selain itu upaya perluasan pasar juga dilakukan dengan mencari badan usaha yang dapat memasarkan produksi sirup yang diolah masyarakat.
f) Pendampingan pengembagan kelompok tani dan peternakan. Pendampingan kelompok penggemukan sapi (paronisasi) dilatarbelakangi oleh; pertama, kekurangpemahaman masyarakat terhadap subsatansi atau pokok implementasi program ini yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarat secara bertahap atau bergulir. Maka, kelompok diharuskan mengembalikan modal kepada pemerintah dan kemudian dilanjutkan kepada warga yang belum memperolehnya. Namun, karena kesadaran ini belum terinternalisasi dalam diri keseluruhan masyarakat yang dipercayakan untuk mengelola, maka ternak yang dipercayakan kepada mereka ada yang dibeli dengan bobot dibawah standar bobot sapi yang seharusnya. Kedua, karena sifat program ini bersifat terbatas dan bertahap, maka efektifitas dan efisiensi pemeliharaan menjadi hal yang harus diperhitungkan dengan baik oleh, baik penyelenggara, pemerintah dan masyarakat. Dari upaya pemantauan jalannya program ini, diketahui bahwa karena masyarakat memiliki pemahaman yang rendah tentang paronisasi, maka target yang ingin dicapai berdasarkan bobot tertentu yang ditaksir dapat memberikan keuntungan kepada masyarakat sebagai pengelola sulit dipastikan. Misalnya, dalam upaya paronisasi ini, pakan yang dapat merangsang pertumbuhan sapi menjadi lebih cepat belum dapat diupayakan atau bagaimana masyarakat dapat menanggulangi sapi yang sakit dan karena tidak tertolong, sapi yang dipelihara mati. Demikian maka, penting untuk diperhatikan oleh pihak penyelenggara program untuk memberikan pendampingan program paronisasi ini secara teliti dan intensif, sehingga melalui program ini, tujuan yang ingin dicapai yakni meningkatnya kesejahteraan masyarakat dapat terealisasi.
Pendampingan dilakukan dengan melakukan survei dan wawancara kepada kelompok pengelola ternak untuk mengetahui tujuan program, sistem program, cara pengelolaan program, dan hasil pengelolaan program. Kemudian masalah-masalah yang dihadapi dalam pengelolaanlah yang dibantu. Seperti pengolahan pakan bergisi, teknik penggolahan ternak mengunakan teknologi sederhana, faksinasi dan lainnya.
Tingkat Pencapaian
Hasil pendampingan dengan kelompok peternak sapi ialah memberikan pemahaman kepada masyarakat berkaitan dengan substansi program paronisasi yang digulirkan pemerintah. Apaya pelatihan pembuatan pakan ternak menggunakan teknologi pengolahan pakan yakni mesin pemotong kingres atau rumput gajah juga dipersipakan. Sedangkan untuk upaya perawatan ternak hanya sebatas memberikan masukan pemikiran (kritik dan saran) kepada pemerintah untuk mengevaluasi formula paronisasi melalui sistem pengembangan terpadu.
g) Pelaksaan Les Privat Bahasa Inggris Dasar melalui Mata Pelajan Muatan Lokal bagi anak SD. Pelaksanaan les privat untuk melengkapi siswa SD dengan pengetahuan bahasa Inggris dasar dilatarbelakangi oleh beberapa pertimbangan yakni: 1) mata pelajaran muatan lokal di SD tidak terisi dengan pelajaran apapun. Berdasarkan program sekolah, Mulok akan diberikan akan diisi dengan bahasa Inggris, akan tetapi sekolah tidak memiliki pengajar bahasa Inggris, maka kekosongan ini diisi. 2) anak-anak usua sekolah seringkali berkumpul untuk bernmain di kompleks gereja, oleh karena itu, kesempatan ini dimanfaatkan untuk mengajak anak-anak belajar bahasa Inggris dasar. 3) bahasa Inggris sudah merupakan bahasa yang universal. Namun, masih banyak masyarakat yang belum bisa mengkomunikasikannya, terutama di wilayah pedesaan.
Sedangkan tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini ialah: 1) mengenalkan abjad bahasa Inggris kepada anak-anak, 2) anank-anak mampu menghafalkan abjad bahasa Inggris dan 3) anak-anak mampu mengucapkan abjad bahasa Inggris dengan benar.
Target pencapaian
Pencapaian kegiatan ini ialah dilakukannya proses belajar mengajar selama 8 kali pertemuan. Jumlah anak yang terlibat dalam proses ini sejumlah 14 anak. Tujuan yang ditentukan dapat dicapai oleh beberapa anak seperti mengucapakan abjad secara benar dan beberapanya hanya dapat menghafal dengan lancar. Sedangkan untuk tujuan pengenalan, kesemua anak yang telah terlibat dipastikan mengenal abjad bahasa Inggris. Sedangkan untuk Mulok, hanya terealisasi 3 kali pertemuan, yakni tahap pengenalan, pengehafalan dan pengucapan bahasa Inggris.
h) Advokasi wabah muntahber untuk pencegahan dan penanggulangan. Pelaksanaan advokasi wabah muntahber dilakukan dengan beberapa pertimbangan yakni: 1) wabah muntahber di desa merupakan bencana kesehatan yang sifatnya musiman di desa Binaus. 2) wabah muntahber menyerang balita dan anak-anak dalam jumlah yang besar, bahkan sampai menelan korban jiwa sehingga ditetapkal sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). 3) faktor lingkungan sehat dan kebiasaan hidup sehat masyarakat masih merupakan hal yang sulit diwujudkan oleh mayoritas masyarakat. Mereka terdiri dari keluarga yang bermata pencaharian sebagai penggarap lahan pertanian dan perkebunan serta memiliki tingkat pendidkan yang cukup rendah. 4) terbatasnya tenaga kesehatan pemerintah dan terbatasnya sarana pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Tujuan dari advokasi wabah muntahber ini ialah: 1) memberikan pemahaman bagi masyarakat tentang pentingnya kebiasaan hidup sehat dan lingkungan sehat dengan memanfaatkan sumber daya di sekitar mereka, misalnya pembudidayaan tanaman obat-obatan (apotik biotik), aktualisasi dan penguatan pengetahuan dan keterampilan pengobatan tradisional, pengadaan MCK sehat dan 2) mengupayakan peningkatan jumlah tenaga kesehatan terlatih secara profesional.
Tingkat pencapaian
Tingkat pencapaian dari program advokasi wabah muntahber ialah: 1) pendampingan pelayanan posyandu, pendampingan pelayanan kesehatan gratis, perkunjungan korban muntahber, identifikasi akar masalah muntahber dan sosialisasi dengan kader desa barkaitan dengan upaya penangan dan pencegahan. 2) partisipasi bersama masyarakat dalam sosialisasi tentang kesehatan lingkungan dan air bersih.
5.2 Hambatan Dalam Pelaksanaan Kegiatan atau Program
a. Pembuatan Media Pendidikan Rakyat.
Hambatan pembuatan media pendidikan rakyat lebih pada faktor dana percetakan. Walaupun berbagai macam upaya penggalangan dana telah diupayakan, namun tidak diperoleh. Hanya perolehan dukungan lay out dari pihak Infokom TTS.
b. Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM).
Hambatan dalam pengadaan TBM ialah dukungan donatur dari pihak Pemerintah Daerah atau swasta yang masih kurang untuk memajukan SDM masyarakat desa. Nampaknya, perhatian pemerinyah cukup rendah dalam hal pengembangan SDM desa.
c. Sosialisasi Peraturan Desa (Perdes) untuk intensifikasi dan ekspensifikasi pendapatan desa. Hambatan dalam pembuatan Perdes barkaitan dengan sumber pendapatan desa ialah banyak masyarakat belum melihat peran sumber pendapatan desa memberikan kontribusi signifikan bagi pembangunan desa. Hal ini melahirkan hambatan berikut yakni tidak konsistennya masyarakat dalam partisipasinya untuk mendukung penguatan sumber pendapatan desa.
d. Diskusi tematis untuk pembuatan Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan hutan (flora dan fauna serta ketersediaan sumber air tanah). Hambatan dalam kegiatan ini, selain hambatan dana terdapat juga hambatan perilaku masyarakat yang masih kurang menjaga pelestarian hutan. Hambatan lain dari segi pengembangan hutan sebagai hutan berbasis produksi ialah masih lemahnya SDM pemerintah dan masyarakat dalam pengembangan ekonomi berbasis hutan.
e. Pelatihan pembuatan sirup jeruk. Hambatan dalam kegiatan ini ialah kurang waktu karena sifat programnya jangka panjang. Selain itu, dukungan program pemerintah belum begtu terlihat. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak seriusnya pemerintah dearah untuk membangun kemandirian masyarakat desa khususnya di bidang pertanian dan usaha kecil dan mikro dengan program koperasi serta industri kecil berbasi masyarakat pedesaan. Selain itu, masyarakat dan pemerintah juga belum begitu menyadari manfaat teknologi sederhana bagi peningkatan produksi pertanian dan perkebunan.
f. Pendampingan pengembagan kelompok tani dan peternakan. Pendampingan ini mengalami hambatan yakni lemahnya upaya Pemerintah Dearah dalam membangun basis peternakan masyarakat secara lebih maju. Dukungan dana masih terbatas, teknologi, obat-obatan dan pendampingan untuk penguatan kapasitas SDM kelompok peternakan.
g. Pelaksaan Les Privat Bahasa Inggris Dasar mealui Mata Pelajan Muatan Lokal bagi anak SD. Hambatan dari segi waktu merupakan hal yang disadari sejak awal. Selain itu, motivasi orang tua dalam mendorong anak-anak belajar juga masih rendah sehingga partisipasi anak hanya dalam jumlah yang terbatas. Kurangnya dukungan sarana kelengkapan belajar juga merupakan hambatan yang signifikan dalam pelaksanaan rogram ini.
h. Advokasi wabah muntahber untuk pencegahan dan penanggulangan. Hambatan yang dihadapi ialah samih sangat rendahnya tenaga pemerintahan yang benar-bernar loyal terhadap pemenuhan hak kesehatan masyarakat desa. Selain itu, dukungan fasiltas kesehatan yang masih terbatas baik dari segi jumlah dan mutunya merupakan hambatan yang signifikan. Padahal sifat pelayanan kesehatan bagi warga desa merupakan kewajiban pemerintah. Hal ini mencerminkan kurang berpihaknya kebijakan kesehatan sebagai pelayanan sosail negara kepada rakyat. Apalagi di era liberalisasi sektor kesehatan telah mengakibatkan pembentukjan watak pemerintaha yakni pemandang pelayanan kesehatan sebagai bentuk komersialisasi jasa bagi siapapun termasuk masyarakat desa.





BAB VI
PENUTUP
Bagian penutup dari laporan ini berisikan kesimpulan dan rekomendasi kegiatan untuk KBPM berikutnya, antara lain:
6.1 Kesimpulan
Bagian kesimpulan akan simpulkan hal-hal yang berkaitan secara langsung dengan kegiatan KBPM, khususnya lebih difokuskan pada kepentingan pelaksanaan program di desa sasaran.
a) Di bidang pendidikan, orientasi pembangunan desa memang telah mengacu pada kebutuhan pembangunan SDM masyarakat desa. Namun, terdapat beberapa kelemahan berkaitan dengan prioritas pembangunan SDM yakni lebih banyak pembangunan di bidang pendidikan diorientasikan pada pembangunan yang sifatnya fisik atau mengurgenkan pembangunan infrastruktur fisik. Sedangkan, pembangunan infrastruktur manusia atau Human Capital (SDM) seringkali menjadi nomor ke-2 dari upaya pembangunan di bidang pendidikan.
b) Dari segi pembangunan di pendidikan non formal terlihat jelas bahwa pemerintahan desa melaksanakan secara optimal paya yang disebut sebagai otonomi desa. Implementasi kebebasan atai lebih tepatnya independensi kewenangan desa, telah memberikan kontribusi signifikan bagi penataan SDM melalui bidang non formal. Oleh karena itu, beberapa program pembangunan human capitas berbasis masyarakat dengan dukungan sumber-sumber informasi dan pengetahuan serta teknologi yang sederhana dipandang sebagai langkah strategis, guna mengisi kelemahan peran Pemerintah Daerah dalam hal mendukung Pemerintah Desa membangun masyarakatnya, baik dari segi, dana, sarana dan prasarana bahkan yang paling penting ialah penguatan kapasitas.
c) Program-program pembangunan di bidang kesehatan yang dilakukan lebih mengedepankan penguatan kapasitas SDM khusunya kapasitas politik rakyat berkaitan dengan hak-hak mereka untuk mengakses pelayanan kesehatan dari pemerintah. Sebab, diskriminasi kebijakan layan kesehatan sungguh terasa bukan hanya pada desa sasaran melainkan sebagai sebuh pola umum penentuan kebijakan kesehatan nasionla yang telah dikuasai dan dirasuki logika pasar.
d) Penggalian local wisdom berkaitan dengan sumber daya kesehatan yang sifatnya alamiah dan dapat diakses oleh masyarakat secara lebih mudah merupakan langkah alternatif yang bijak. Selain itu, pengutan wisdom local terlait pengetahuan dan keterampilan kesehatan yang hampir musnah harus dirioritaskan sebagai aset SDM rakyat desa yang sangat berharga. Demikian setting program KBPM memprioritaskan penyadaran politik atau penguatan hak akses kesehatan rakyat, pelestarian dan penguatan local wisdom rakyat desa di bidang kesehatan.
e) Orintasi penguatan lembaga ekonomi kerakyatan di desa merupakan hal prinsil dan urgen dalam mencapai penguatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat atau singkatnya untuk menciptakan masyarakat mandiri. Oleh karena itu, pedekatan pembangunan ekonomi yang sifatnya personal kurang cocok diterapkan di desa. Pendekatan yang sifatnya kolektif atau kelompok jauh lebih tepat gunan menggalang solidaritas pembangunan ekonomi. Hal ini dapat dilakukan melalui program koperasi dan industri kecil yang dikelola secara kolektif.
f) Selain itu, penguatan kapasitas SDM masyarakat di bidang ekonomi juga merupakan faktor mendasar yang menjadi prasyarat terciptanya mobilisasi karya atau kegiatan produktif sesuai dengan keunggulan potensi desa dan sesuai pula dengan potensi pasar. Integrasi pengembangan ekonomi masih belum terlihat dalam pembanguna di bidang ekonomi. Kelompok ekonomi yang berorientasi pada produksi sumber daya pertanian unggulan atau primadona masih merupakan peluang pengembangan ekonomi yang memiliki prospek tinggi. Upaya yang dapat dilakukan ialah homogenisasi pertanian, inovasi teknologi prioritas, ketersediaan pupuk, air, pestisida, garding buah, dukungan modal, laboratorium pengembangan, dan lainnya.
g) Pengembangan di bidang pertanian dan perkebunan juga mengalami kendala signifikan yakni masalah penguasaan lahan yang tidak merata memunculkan masalah lanjutan yakni sedikitnya tenaga pengelola lahan serta menyebabkan pula tidak dapat dimanfaatkannya banyak lahan atau lahan tidak produktif. Upaya sertivikasi lahan merupakan alternatif dalam pemanfaatan lahan secara optimal bagi peningkatan produksi pertanian dan perkebunan.
h) Penanaman tanaman umur panjang masih merupakan kendala yang signifikan dalam upaya peningkatan jumlah produksi pertanian dan perkebunan. Hal ini diakibatkan oleh ketidakpemerataan penguasaan lahan, terbatasnya tenaga pengelolan, bencana longsor dan kemarau juga memberikan sumbangsih negatif bagi pembangunan di sektor ini.
i) Pengembangan di bidang kehutanan juga merupakan kunci pembangunan desa hutan seperti Binaus. Konsep pengembangan hutan menjadi todak merdampak secara optimal bagi kesejahteraan rakyat oleh karena sebagaian besar hasil hutan seperti kayu olahan dengan tingkat produksi yang tinggi dan mahal dikuasai oleh pemerintah. Di sini konsep hutan adat menjadi mubasir dan tidak hakiki. Pengalihan hutan ke tangan masyarakat adalah tuntutan yang urgen. Namun, hal tersebut memerlukan prasyarat yang harus dipenuhi yakni membangun kesadaran masyarakat untuk mengelola hutan secara tepat dan bijaksana bagi keberlangsungan ekosistim dan untuk pemenuhan kesejahteraan rakyat.
j) Kebijakan desa untuk melakukan swaka hutan, swaka marga satwa dan wilayah penahan air tanah serta erosi harus konsisten dilakukan. Sebab, hal tersebut menjadi penopang keseimnagan ekositem desa dan wilayah sekitar. Pengembangan hutan berbasis produksi dapat menjadi sumber pendapatan yang menguntungankan dan membantu pengembangan kesejateraan masyarakat desa. Oleh karena itu, diperlukan analisis dampak lingkungan dan analisi sosial yang cermat dalam upaya pengembangan hutan produksi.
k) Pengembangan di bidang pertambangan sudah harus menjadi prioritas desa. Bukan pada level ekspliotas sumber pertambangan melaikan pada penguatan kapasitas masyarakat adat untuk menguasai, memelihatra, mengelola dan memanfaatkannya. Sumber daya tambang yang ada di desa tidak merupakan suatu unsur dari tersendi melainkan merupakan bagian dari ekositen. Oleh karena itu, harus ada atau tumbuh kekuatan politik mastarakat ada untuk melindungi hak-hak masyarakat ada dalam memanfaatkan potensi tambang tersebut. Pada intinya, kelembagaan pertambagan yang dikelola rakyat dengan cara yang tepat dan ramah lingkungan serta memiliki pemesaran yang menguntungkan akan memberikan dampak positif bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
l) Pembangunan di bidang pemerintahan harus diprioritaskan pada pada penguatan kapasitas SDM aparatur. Dengan peningkatan SDM aparatur desa, hal kompetensi dan profesionalisme kerja akan jauh lebih bermanfaat dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan desa. Peran eksekutif desa dalam pembangunan, dengan memanfaatkan kewengan desa dalam upaya membangun jejaring guna mendukung pembangunan desa masih sangat diperlukan.
m) Pembangunan kelembagaan sosial sebagai agen trasformasi masyarakat desa merupakan kunci penghidupan karya-karya pembangunan. Semakin banyak jumlah kekuatas sosial kemasyarakatan yang proaktif, pembangunan desa dan masyarakatnya kakan jauh lebih cepat terealisiasi. Salah satu kelemahan pengembangan kekuatan sosial kemasyarakat ialah masih lemahnya SDM pioner-pioner kelembagaan. Selain itu, kelamahan dalam hal dukungan sarana dan prasarana serta modal pengembangan juga tidak dapat di elakan. Oleh karena itu, upaya penggerakan kekuatan sosial harus difokuskan pada revitalisasi kelembagaan sosial yang telah ada.
6.2 Rekomendasi Kegiatan untuk KBPM Periode Berikutnya
Adapun rekomendasi-rekomendari program yang dipandang urgen dilakukan oleh KBPM periode berikut, antara lain:
a) Pembagaunan SDM masyarakat desa melalui program pengedaan media pendidikan rakyat yang telah dirintis.
b) Penyelenggaraan Taman Baca Masyarakat yang akan direalisasikan pada tahun 2010.
c) Penguatan SDM aparatur desa melalui program pelatihan pembuatan Restra Desa, RPJM Desa, Pelatihan Pembuatan Perdes, riset pertumbuhan domestik regional Bruto (PDRB) Desa.
d) Pembentukan Kelompok Pertambagan Rakyat.
e) Pengembagan Sentra produksi jeruk keprok dan pengolahan jeruk keprok menjadi sirup.
f) Pengembangan kelompok usaha barbasis rakyat melalui pembangunan koperasi desa.
g) Promosi budaya lokal melalui pentas seni dan budaya atau pameran budaya. Membangun kerja sama di bidang budaya dengan desa lainnya.
h) Revitalisasi kelembagan sosial sebagai agen trasformasi desa.