Senin, 16 November 2009

IMPLEMENTASI MISI PEMEBEBASAN MELALUI PELAYANAN DIAKONIA (Suatu Studi Pada Jemaat Sesawi Oebufulai-Oepura)

IMPLEMENTASI MISI PEMEBEBASAN
MELALUI PELAYANAN DIAKONIA
(Suatu Studi Pada Jemaat Sesawi Oebufulai-Oepura)

BAB I
PENDAHULUAN
I. A. Latar Belakang
Misi pembebasan ialah upaya gereja sebagai mitra Allah dalam perjuangan kemanusiaan melawan kemiskinan, ketidakadilan sosial, perbudakan, kebodohan, politik, dan penderitaan fisik manusia. Sebagai mitra Allah gereja diutus ke dunia untuk persolan manusia. Oleh karena itu kehadiran gereja sebagai utusan, gereja tidak bersifat independent . Artinya, bahwa gereja bukan subjek dari misi misi pembebasan melainkan Allahlah yang merupakan subjeknya. Sebagai subjek dari gerakan pembebasan, Allah yang berkarya dan keterlibatan gereja adalah bagian dari karya Allah secara langsung untuk maksud dan tujuan pembebasan. Dengan demikian maka, misi pembebasan merupakan perwujudan rencana dan aksi penyelamatan Allah yang berwajah kemanusiaan (humanis), Allah hadir dalam keberwujudan yang khas manusia yakni “gereja” dalam artian orang-orang yang diselamatkan di dalam anugerah Kristus.
Gereja sebagai utusan sekaligus mitra dalam implementasi karya penyelamatan Allah atas manusia dari permasalahan-permasalahan sosial, ekonomi, politik dll, gereja diperhadapkan dengan hal yang konkrit dan tidak hanya abstrak. Gereja bergumul dengan sasarannya yakni manusia dan permasalahan secara nyata dan demikian maka, gereja dituntuk untuk berkarya secara nyata dalam semangat yang humanitas. Gereja tidak dapat berkarya secara abstrak saja seperti berteologi atau berurusan melulu dengan pengetahuan tentang Allah. Orentasi misi yang demikian tidak sehakekat dengan semangat misi pembebasan yang Allah jalankan dan niscaya tidak menyentuh permasalahan manusia.
Sebagaimana dideklarasikan dalam Konferensi Para Uskup di Medelin, Colombia tahun 1968 (Artanto, 2007:37) bahwa :
Ketika sudah genap waktunya, Alllah datang ke dunia melalui Putra-Nya supaya Ia membebaskan manusia dari perbudakan yang menimpa mereka seperti: kelaparan, penderitaan, penindasan, dan kebodohan. Gereja harus melihat persolan manusia yang sifatnya jasmani pula. Oreintasi misi pembebasan yang berkutat pada masalah-masalah rohani saja adalah egoisme gereja, sebab gereja menjadikan misi pembebasan bersifat spiritualsentris.

Paradigma misi gereja yang bersifat spiritualsentris menjadikan misi gereja menjadi tidak seimbang dalam merealisasikan pemebebasan yang utuh di dunia dan manusia. Penyelamatan Kristus bersifat komprehensif dan total yang baik secara rohani dan jasmani. Kiristus tidak datang hanya untuk menebus dosa manusia dan membiarkan manusia tetap menderita dalam perbudakan sosial, budaya, politik dan ekonomi. Justru gereja terkadang mengwal misi pembebasan Kristus secara parsial sehingga komprehensif dan ketotalitasan pembebasan sebagaimana yang Kristus lakukan tidak terlaksana. Karya gereja yang demikian dapat memperparah keadaan manusia yang sedang mengalami perbudakan sosial, budaya, politik dan ekonomi. Egoisme yang ditujukan gereja demikian belum benar-benar memberikan pembebasan yang hakiki bagi manusia. Pembebasan yang hakiki ialah manusia baik secara rohani dan jasmani dibebaskan sebab manusia adalah makluk rohani sekaligus jasmani.
Dimensi misi pembebasan secara gamblang dapat kita temukan dalam Alkitab. Baik Perlanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dari kesaksian Alkitab tentang misi pembebasan maka, dapat dikatakan bahwa Allah secara serius dan terfokus berkarya melaui hamba-hamba-Nya dan Putra-Nya untuk membebaskan manusia dari perbudakan sosial, budaya, pilitik ekonomi dan lainnya.
PL misalnya, pembebasan merupakan salah satu tema utama yang dapat memberikan dasar historis bagi implementasi misi pembebasan yang dipercayakan Allah pada gereja-Nya. Keluaran 5:1 “Biarlah umat-Ku pergi ”, menujukan bahwa Allah menuntut pembebasan secara politis bagi umat-Nya yang diperbudak oleh bangsa Mesir (Erari, 1999:141) . Israel yang berstatus sebagai budak di Mesiar memperoleh pembelaan Allah untuk menjadi orang merdeka dan hidup bebas tanpa harus terjajah secara politis lagi.
Demikian juga seruan para nabi-nabi dalam PL seperti Yesaya dan Amos (Yes. 58:6-7; Amos 4-5), dengan tegas menyeruka kehendak Allah bahwa yang paling penting ialah “ibadah diakonis” bukan ibadah kultis. Puasa yang dikehendaki Allah ialah supaya bangsa Israel melepaskan tali-tali kuk serta memerdekakan orang yang terbelenggu dan membagi-bagi roti untuk orang yang keparan, bahkan membawa orang miskin ke dalam rumahnya (Erari, 1994:144) . Nabi Yeremia (Yer. 22:13-19), juga memberikan kritik terhadap praktek kehidupan raja dan pejabat-pejabat kerajaan yang memberikan gambaran yang tidak benar dalam hal penggunaan kekuasaan sehingga membuat rakyat kecil menderita. gambaran tersebut menunjukan dimensi perjuangan demi pembebasan atas ketidakadilan sosial yang dilakukan oleh para penguasa (Rambe, 2004:70) .
Misi pembebasan dalam PB nampak jelas diarahkan pada pembebasan masyarakat agama dari struktur agama yang menidas. Matius dan Lukas (Mat. 25:25-47; Luk. 4:16-20), memberikan gambaran atas keprihatinan Allah atas kemiskinan umat-Nya karena struktur sosial-agama. Contoh orang kaya dn orang miskin menunjukan bahwa Lukas mengarahkan perhatiannya pembebasan yang berdimensi ekonomi, sosial, politik, fisik, psikologi, dan spiritual. Demikian pula dengan Rasul Paulus dalam pandangannya tentang misi, Paulus menyadari bahwa komunitas kristen merupakan kelompok orang miskin (periferi) dalam masyarakat. Suatu kelompok terpinggirkan (marjinal), yang terabaikan dan selalu berada dalam kondisi yang kritis. Disinilah misi pembebasan menjadi suatu keharusan sebab urgen bahkan krusial (Artanto, 2001:42) .
Pemaparan singkat tentang keterangan Alkitab, baik PL dan PB memberikan untaian pemikiran misi pembebasana yang diinsiatifkan Allah. Gerek karya pembebasan Allah bagi manusia bersifat radikal. Penderitaan yang dialimi manusia dalam segi-segi kehidupannya, entah sosial, budaya, politik, ekonomi, agama dll. Diwujudkan Allah dengan mengutus Anak-nya yang tunggal yakni Yesus. Keradikalan ini terletak pada demi suatu penyelamatan manusia dari perbudakan, Allah menjadi manusia, hidup di tengah-tengah manusia dan mengambil bagian dalam penderitaan manusia (Artanto, 2001:40 ). Semua ini menegaskan bahwa gereja selaku utusan dan mitra Allah dalam melaksanakan misi pembebasan harus mengakui bahwa keselamatan dan pembebasan yang Allah ingin dikerjakan oleh mereka ialah mengakui bahwa pembebasan manusia secara komprehensif dan total adalah mutlak dilakukan gereja. Gereja dalam memberitakan kabar keselamat dari Kristus harus berbarengan dengan bagaimana membebaskan mereka dari kemiskinan, kelaparan, kebodohan, ketertindasan dan ketidakadilan. Gereja harus mempu memberikan mengimplementasikan misi pembebasan yang humanis.
Gereja sebagai pembawa misi pembebasan, secara formal meletakan misi pembebasan yang konkrit dalam salah satu tugas gereja yakni “diakonia”. Kata diakonia bersal dari bahasa Yunani “diakoein” yang berarti melayani. Kemudian mendapatkan muatan kata kerja yakni “diakonos” yang berarti pelayan. PB memberikan keterangan bahwa “diakonia” berurusan dengan pelayanan kasih kepada jemaat Kristus.
Dalam gereja modern, diakonia mempunyai tiga dimensi level yang menunjukan fungsi yang berbeda namun integral. Pertama, diakonia karitatif yakni pelayanan diakonia yang diperuntukan bagi pemenuhan kebutuhan sementara/langsung. Kedua, diakonia reformatif yakni pelayanan diakonia yang bertujuan untuk memberikan perubahan terhadap kodisi-kondisi yang dilayani. Dan ketiga, diakonia transformatif yakni pelayanan diakonia yang sifatnya memberikan perubahan strategis terutama berhubungan dengan trasformasi paradikma berpikir atau memberikan penyadaran demi kemandirian hidup.
Mencermati implementasi misi pembebasan dalam pelayanan diakonia pada jemaat Sesawi Oebufulai-Oepura, program pelayanan diakonia hanya berkutat pada dimensi atau level karitatif bahkan hanya terjadi dalam moment-moment gereja tertentu seperti Paskah, Natal serta Tahun Baru. Oleh karena pelaksanaan diakonia yang hanya taktis dan momentum, maka sebuah pembebasan dalam dimensi misi pembebasan sebagaimana dipaparkan di atas tidak secara komprehensif dan total terlaksana. Masih banyak jemaat yang hidup di bawah garis kemiskinan, sakit-penyakit, penganguran, tidak bersekolah dan putus sekolah, janda dan duda miskin, orang jompo, dll. Namun gereja tidak secara peka meklihat itu dan mempersiapkan suatu program strategis dan sistimatis melalui komisi diakonia untuk mengatasinya. Beberapa upaya implementasi pelayanan diakonia reformatif seperti pemberian modal bagi mengembagkan kemampuan wirausaha untuk jemaat miskin akan tetapi tidak berjalan secara baik dan akhirnya mandek.
Dari uraian latar belakang ini, penulis tertarik untuk mengkaji secara lebih serius dan mendalam tentang “Implementasi Misi Pembebasan Melalui Pelayanan Diakonia Di Gereja Sesawi Oebufulai-Oepura”

I. B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan deskripsi latar belakang, maka masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a. Program pelayanan diakonia yang lebih diorentasikan pada dimensi karitatif (taktis) dan bersifat momentum.
b. Kurang strategis dan sistimatis konsep pelayanan diakonia yang berdimensi reformatif dan transformatif guna menyelesaikan problem jemaat seperti, kemiskinan, sakit penyakit, penganguran, tidak bersekolah dan putus sekolah, janda dan duda miskin serta jompo.
I. C. Pembatasan Masalah
Dari pengidentifikasian masalah di atas, maka dalam kajian penelitian ini, penulis membatasi masalah penelitaian. Pemabatasan ini juga mempertimbagakan luasnya permasalahan yang dilihat penulis dan keterbatasan waktu penelian. Oleh sebab itu, masalah yang ingin penulis fokuskan dalam kajian penelitian ini ialah “implementasi program pelayanan diakonia, baik karitatif, reformatif dan transformatif guna mengatasi masalah kemiskinan jemaat.”



I. D. Rumusan Masalah
Mengacu pada pembatasan masalah penelitian, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Bagaimana Implementasi Pelayanan Diakonia Guna Mengatasi Masalah Kemiskinan Jemaat?”
I. E. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dan kegunaan penelitian yakni:
a. Tujuan
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi berupa kerangka konseptual dan strategis dalam pelaksanaan pelayanan diakonia guna mengatasi masalah kemiskinan jemaat.
b. Keguaaan
i. Keguanaan Akademis
Pemberdayaan ekonomi berbasis potensi jemaat baik dari segi SDM dan SDA merupakan langkah strategis dalam mengatasi problem kemiskinan.
ii. Keguanaan Praktis
Apabila pelayanan diakonia yang dilakukan gereja memperhitungkan secara cermat potensi jemaat baik SMD dan SDA, maka gereja dapat merancang program pemberdayaan ekonomi jemaat strategis sehingga problem kemiskinan dapat ditanggulangi.
I. F. Asumsi
Adapun asumsi dari penelitian ini ialah “implementasi misi pembebasan melaui pelayanan pelayanan diakonia yang berperspektif pemberdayaan potensi jemaat baik SDM dan SDA merupakan basis pembebasan jemaat dari belanggu kemiskinan.”






BAB II
MISI PEMBEBASAN DALAM PELAYANAN DIAKONIA

II. MISI
“Pembahasan mengenai misi gereja, mau tak mau harus diawali dengan suatu pengakuan tentang Krisis yang sedang terjadi, baik dalam pemahaman maupun dalam pelaksanaan misi gereja” Untuk itu, diperlukan usaha untuk membagun kembali konsep dan pemahaman mengenai misi gereja. Krisis misi, dari segi konsep dan tindakan, tergambar jelas dari sikap gerja yang masih ekslusif dan mementingkan urusan melayani “diri sendiri” sehingga segala yang berhubungan dengan kepentingan di luar gereja dipandang apriori. Dengan demikian, maka apa yang dimaksud dengan misi gereja menjadi kabur dan tidak jelas, baik dalam segi konsep dan tindakan gereja secara nyata. Salah satu hal yang memicu ketidakjelasan ini, ialah kerangnya atau sedikitnya usaha untuk untuk merumuskan kembali pemahaman misi gereja.
Selain itu menurut Bosh , terdapat 6 (eman) faktor yang menyebabkan terjadinya krisis dalam misi gereja. Pertama, perkembagan ilmu dan teknologi yang menyuburkan sekuralisme yang meragukan peranan Tuhan dalam menjawab banyak masalah pada zaman modern ini; Kedua, erta kaitannya dengan faktor yang pertama, terjadinya apa yang disebut “dechristianized” di barat, baik dalam kehidupan gereja maupun dalam usaha misi; ketiga, barat bukan lagi negara-negara kristen tetapi sudah dipenuhi oleh orang-orang beragama lain (Islam, Budha dan agama-agama tradisonal); keempat, dalam bidang sosial-ekonomi terjadi kesenjangan antara orang-orang dan negara-negara kaya (kebanyakan kristen) dan orang-orang dan negara-negara miskin (kebanyakan non-kristen) yang menimbulkan frustasi, kemarahan, dan ketegangan; kelima, teologi barat tidak lagi mendominasi pemikiran teologis di dunia, dengan munculnya pemikiran teologis baru dan kontekstual dari dunia ketiga; keemam, situasi di nagara-negara yang dulu sering disebut “wilayah misi” sudah berubah.
Namun, faktor-faktor penyebab krisis pemahaman misi sebagaimana dikemukan Bosh, ditanggapi Song dengan “kacamata” teologi Asia, dengan menyebutnya sebagai “celebration”. Maksud Song ialah
Demi usaha untuk merumuskan kembali pemahaman misi gereja, diperlukan pemahan yang lebih terang tentang paradigma misi dan pergeseran paradigma misi dalam sejarah. Hal ini menjadi penting, oleh karena tanpa pemahaman yanbg jelas atau terang tentang paradigma misi dan melihat pergeserannya, upaya untuk merumuskan kembali konsep misi, baik dalam maksud memberikan paradigma misi yang kontekstual dan kontemporer akan sia-sia atau tidak berhasil. Mengapa? Kerena dari pemaham yang jelas tentang misi dalam sejarah dan memenal secara tajam pergeserannya, barulah dapat menarik “benang mereh” tentang paradigma misi yang sesuai dengan konteks permasahan yang menjadi orentasi penelitian ini.
A. Pengertian Paradigma Misi dan Pergeseran Paradigma Misi dalam Sejarah
1. Paradigma Misi Apokaliptik dari Gereja Perdana
2. Paradigma Misi Gereja Patristik dan Ortodoks Timur
3. Paradigma Misi Gereja Katolik Abad Pertenganhan
4. Paradigma Misi Reformasi Protestan
5. Paradigma Misi Era Pencerahan
6. Menuju Paradigma Misi Ekumenis
B. Elemen Paradigma Misi Ekumenis
1. Gereja dan Misi
2. Gereja dan Dunia
3. Peran Jemaat
4. Misi Pembebasan
III. Implementasi Misi Pembebasan dalam Pelayanan Dioakonia
A. Pengertian Pelayanan Diakonia
B. Varian Pelayanan Diakonia
C. Implementasi Misi Pembebasan dalam Pelayanan Diakonia
1. Implementasi Misi Pembebasan
a. Penemuan Kembali Nilai-Nilai dalam Fakta kehidupan dan Pelayanan Diakonia Gereja
b. Mencari Relevansi Teologis Misi Pemebebasan dalam Pelayanan Diakonia Gereja
c. Mengintegrasikan Nilai-Nilai dalam Fakta Kehidupan Jemaat dengan Semangat Teologis Misi Pembebasan




2. Rekonstruksi Pelayanan Diakonia
a. Rekonstruksi Program Diakonia Karitatif Berbasis Pemberdayaan SDA dan SDM Jemaat
b. Rekonstruksi Program Diakonia Reformatif Berbasis Pemberdayaan SDA dan SDM Jemaat
c. Rekonstruksi Program Diakonia Transformatif Berbasis Pemberdayaan SDA dan SDM Jemaat
IV. Menuju Gereja yang Mandiri serta Misioner dalam Pelayanan Diakonia
A. Gereja dengan Dioakonia Mandiri
B. Gereja dengan Diakonia Misioner
C.


Aksi Pembebasan dan Pendamaian dan pola misi yang bagaimana yang seharusnya mewarnai keberadaan gereja/masyarakat Kristen yang hidup di tengah-tengah umat beragama lainnya? Saya mencoba memberi usulan aksi konkrit yang pertama adalah belajar dari sejarah untuk menjadikan misi sebagai tugas bersama dalam hubungan dialogis dengan umat beragama lainnya. Kalau sejarah misi telah mewariskan pola beragama yang menindas dan mengotak-ngotakkan manusia, maka dibutuhkan sebuah langkah berani untuk menunjukkan bahwa misi Allah adalah misi yang membebaskan dan mendamaikan manusia. Langkah berani ini dapat berupa pemahaman teologis maupun sikap dan aksi konkrit umat Kristen yang merobohkan sekat-sekat pemisah, baik itu sekat budaya, sosial dan agama. Umat Kristen harus keluar dari “wilayah aman”-nya untuk menyuarakan suara kenabiannya ketika berhadap-hadapan dengan praktek ketidakmanusiaan dan ketidakadilan.




























IMPLEMENTASI MISI PEMEBEBASAN
MELALUI PELAYANAN DIAKONIA
(Suatu Studi Pada Jemaat Sesawi Oebufulai-Oepura)

o
l
e
h

Nama : Naftalia Pello
Progdi : Ipth
MK : Metodologi Penelitian








Universitas Kristen Artha Wanaca
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Kupang
2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar