Sabtu, 05 Desember 2009

Gagalnya Ideologi Pendidikan Liberal : Re-Ideologi-sasi; Jalan Baru Pendidikan Marxis Sosialis Oleh: James Faot Pendahuluan Idealnya hakekat pendidik

Gagalnya Ideologi Pendidikan Liberal :
Re-Ideologi-sasi; Jalan Baru Pendidikan Marxis Sosialis
Oleh: James Faot
Pendahuluan
Idealnya hakekat pendidikan ialah “pendidikan untuk semua” (education for everyone) dan “pendidikan sepanjang hayat” (long live education). Saya berpikir bahwa pandangan ini, relative objektif dapat diterima oleh semua orang. Memang, semua orang berhak atas pendidikan. Sebab, pendidikan merupakan sarana bagi manusia berproses menuju kemajuan dan pengembangan totalitas poensinya. Demikian pula, kita meyakini bahwa pendidikan berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Pendidikan tidak boleh diartikan sebatas pada sesorang duduk di bangku sekolah. Pendidikan melampaui sekat “siapa” dan menembus sekat-sekat “dimana” serta “kapanpun”. Dalam dimensi yang idealistic ini, pendidikan merupakan hak mendasar manusia dan mau tak mau harus dipenuhi. Pendidikanpun, dapat berlangsung dimanapun serta kapanpun. Pendidikan tidak dapat dibatasi hanya bagi person atau sekelompok manusia, dalam tingkat/kasta pendidikan dan waktu tertentu. Pendidikan adalah kehidupan dan berlangsung dalam kompleksitas realitas alam ini. Singkatnya, pendidikan tidak terlepas dari dimensi “pemanusiaan manusia” sebagai makhluk luhur.
Spektrum ideal pendidikan di atas, menjadi sangat krusial ketika diperhadapkan dengan fakta bahwa pendidikan bukan sebuah domain yang netral. Pemahaman kebanyakan orang bahwa pendidikan adalah wilayah luhur dan mulia menjadi “geger”, sebab pendidikan adalah medan pertempuran ideologis. Dalam pendidikan terjadi pertarungan idologi pendidikan. Kontestasi ideologis ini mengakibatkan reduksi dimensi idealistic pendidikan. Maksudnya ialah pendidikan telah menjadi sebuah wilayah social dalam masyarakat manusia yang tidak dapat lagi terlepas dari sikap saling hancur-menghancurkan diantara satu dengan yang lainnya. Dengan meminta tumbal yakni virgintas pendidikan dan kemaslahatan manusia.
Mansour Fakih dalam pengantarnya tentang Ideologi Dalam Pendidikan pada buku William F. O’neill tentang Ideologi-Ideologi Pendidikan, menerangkan jelas bahwa ideologi pendidikan liberal kapitalisme mendominasi hampir keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan dunia, terutama di Barat. Bahkan Samuel Bowels dalam penilitiannya, menyimpulkan bahwa berdasarkan perspektif ekonomi politik dalam pendidikan, penyelenggaraan pendidikan, di negara-negara maju khususnya di Amerika, pendidikan merupakan reproduksi terhadap system kapitalisme. Di bawah hegemoni ideologi pendidikan liberal, pendidikan sepenuhnya diabdikan untuk pelanggengan status quo kaum dan system kapitalismenya. Inilah hegemoni ideology kapitalisme dalam pendidikan global.
Hegemoni ideologi yang dijalankan secara “brilian” memasukan pendidikan dalam kerangkeng emas kapitalis. Dominasinya dalam dunia pendidikan adalah “penjara jiwa pendidikan” (hades). Disini, masyarakat menjadi sasaran empuk imperealismenya. Upaya membawa penyelenggaraan pendidikan pada rel pemanusiaan manusia dinegasi dan diubah menjadi proses dehumanisiasi. Masyarakat global yang dimobilisasi masuk dalam gerong-gerbong sekolah melaui kampanye-kampanye moral pendidikan, mengalami pabrifikasi, sehingga out put pendidikan bukan lagi manusia utuh melainkan hanya skrup atau robot yang sepenuhnya akan dimanfaatkan demi interes kapitalisme. Atau dalam istilah Erick Froom, out put kapitaisme adalah “manusia autonom”.
Ketika pendidikan dijadikan sekadar reproduksi system kapitalisme, maka hakekat “pendidikan untuk semua” (education for everyone) dan “pendidikan sepanjang hayat” (long live education) sebagai cerminan pembudayaan manusia atau proses pemanusiaan, mengalami distorsi fundamental. Artinya, substansi tujuan mendasar pendidikan yakni kemaslahatan manusia diselewengkan pada interes-interes ekonomistik yang pragmatis dari kaum kapitalis. Kendali dan arah kebijakan pendidikan dideterminasi oleh interes pasar. Kekuasaan dan provit (baca: uang) menjadi raja dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan, panglimanya adalah korporasi-korporasi besar seperti Multi National Corporation (MNc) dan Trans National Corpotation (TNc).
Yang terjadi selanjutnya adalah pendidikan berubah menjadi “komoditas” alias barang dagang yang diperjual-belikan dalam pasar kepada masyarakat global. Berlakulah hukum baru (new of law) yakni komersialisasi pendidikan. Dan menjadikan kemahalan-kemahalan luar biasa bagi masyarakat pada umumnya─di seluruh belahan bumi ─karena lembaga pendidikan adalah perusahaan yang menjual pendidikan. Atau, lembaga pendidikan berubah menjadi industri pendidikan. Industri pendidikan ini, menjual “kemasan” yang menggiurkan dan bukannya isi pendidikan. Namun, kapitalis mengatakan bahwa mereka memberikan “pelayanan pendidikan”. Padahal, pendidikan yang bergelimpagan dalam pasar global ada “pendidikan banal” (pendidikan yang telah didangkalkan).
Sayangnya, banalisasi pendidikan yang ditawarkan kapitalisme, sedemikian laris manis dibelanjakan masyarakat dunia. Akhirnya, terjadi apa yang disebut sebagai “konsumerisme pendidikan”, yakni suatu “megalomania dari kumpulan masyarakat konsumtif yang mengidap kelainan psikologis dalam praktek konsumsi atau belanja pendidikan, namun bukan nilai dan manfaat yang didapat melainkan gengsi/citra sebagai orang berpendidikan”. Janji lembaga pendidikan bahwa ia memberikan kecerdasan, kompetensi, prestasi, kesuksesan dan kemapanan, bersifat paradoks dan ambivalen karena realitasnya berkata lain. Realitas itu ialah bertambahnya masyarakat miskin yang akan terus miskin. Sedangkan, mereka yang kaya akan terus kaya. Demikian pula, masyarakat bodoh akan terus bodoh dan masyarakat cerdas akan terus cerdas. Para penindas akan terus menindas dan para tertindas akan terus ditindas. Pendidikan yang diperoleh kita menjadi absurd.
Inilah fakta objektif yang menunjukan bahwa telah gagal implementasi ideologi liberal kapitalisme dalam pendidikan. Yang dihasilkan adalah fakta chaos pendidikan dan masyarakat global. Karenanya, mempertahankan ideologi ini sebagai landasan pendidikan adalah bencana sejarah manusia modern yang meng-agama-kan ideologi liberal kapitalisme─yang mewahyukan “globalisasi” sebagai resep magic bagi penciptaan pemerataan, peningkatan mutu dan kemaslahatan manusia melalui dunia pendidikan, sama artinya dengan mempertahankan malapetakan bagi dunia pendidikan dan masyarakat manusia. Gunung masyarakat miskin dan bodoh dan tertinggal adalah ongkos atau konsekwensi logisnya. Dan camkanlah bahwa Ini berlaku secara global serta masif di bawah rezim kapitalisme. Sebab, wahyu globalisasi ini adalah “kesesatan”. Wataknya destruktif dan membunuh generasi juga masa depan manusia itu sendiri.
Demikian maka, dunia membutuhkan ideologi alternative yang sejatinya dapat mengantarkan manusia dan dunia pada kecerdasan, kekritisan dan kecekatan inovasi, namun tak destruktif. Kebutuhan akan ideologi pendidikan yang manusiawi dan konstruktif menjadi urgen. Dan pertimbangan akan ideologi pendidikan kritis (baca: Marxis Sosialis) yang mengakui pendidikan sebagai sarana perjuangan dan pembudayaan kemanusiaan adalah sangat tepat karena kesesuiannya atau relevansi dengan tujuan substansial dari pendidikan itu sendiri serta realitas dunia pendidikan global. Terlebih di Indonesia.
Akhir dari tulisan singkat saya, dengan mengutip pandangan Nurani Suyomukti tentang gagalnya implementasi Ideologi Liberal Kapitalisme, dapat memberikan sekalian kita pencerahan bahwa di bawah hegemoni rezim kapitalisme, penyelenggaraan pendidikan adalah sama dengan degradasi hakekat dan mutu pendidikan serta manusia. Demikian ia berkata:
“…Mundurnya kualitas pendidikan Indonesia, dan sebenarnya juga diberbagai belahan dunia lainnya, adalah karena diabaikannya upaya mencari pilihan ideologi bagi pelaksanaan pendidikan sehingga kebijakan pendidikan tidak lagi diselenggarakan berdasarkan asumsi-asumsi idealistic dan hanya memenuhi kebutuhan paktis dan sayangnya tidak dipikirkan akibat-akibat [buruk] jangka panjangnnya”.
Bersambung….
NB: Baca dan Lawan Kapitalisme Pendidikan..!




Ideologi Pendidikan
Istilah ideology paling seing dihubungkan dengan dua pemikir besar yakni Kalr marx dan Karl Mannheim. Marx, memandang ideologi sebagai bagian inheren dari politik; sebagaian besar merupakan pembenaran bagi materi yang ada atau organisasi ekonomi masyarakat. Sementara, Mannheim, memandang ideologi sebagai suatu yang total atau disebut juga ideologi total yakni lawan dari ideologi tertentu. Namun, istilah ideologi dari kedua pemikir ini merujuk pada inti makna yang sama yakni “ideology sebagai proses penyejarahan yang terbuka”.
Dalam pandangan para pakar social borjuasi yang lebih baru seperti Edward Shils, Daniel Bell dan Seymour Martin Lepset, serta Francis Fukuyama mengajukan tesis “Akhir-Dari-Ideologi”. Pesan utama dari pemikiran mereka ialah masyarakat-masyarakat industri maju di Barat, ideologi (dalam artian tradisional Marxisi) sedang berakhir karena konflik social fundamental juga sedang berakhir. Keberakhiran ideologi ini, dipandang terjadi lantaran didamaikan oleh konsep Negara Kesejahteraan (Welfare State). Namun, dalam pandangan O’Neill, tesis ini tak pelak lagi mengalami antusiasme yang minim di kalangan Marxis; sebab gagasan tadi menegasikan kemestian revolusi social.
Demikian juga, keberatan atas tesis “Akhir-Dari-Ideologi”, datang dari berbagai elemen Marxis di Negara-negara Amerika Latin yang telah berhasil mengakhiri hegemoni kapitalis di Negara mereka dan telah berhasil membangun suatu tatanan negara yang yang kuat dengan landasan ideologi Maxsis Sosialis atau Komunis. Sementara, di Indonesia perlawanan terhadap tesis “Akhir-Dari-Ideologi”, berlangsung sebagai anti-tesis atas tesis ini. Tawaran ideologi kritis telah menjadi alternative bagi proyek pembangunan pendidikan yang lebih baik di Indoesia. Munculnya sekolah alternative (baca: sekolah emansipasitoris) merupakan bukti bahwa ideology masih kental menjadi cara pandang dan praksis masyarakat. Ideology masih eksis dalam pentas dunia dan kehidupan manusia.
Terlepas dari kutub-kutub ekstrim ideology dalam perdebatan sejarah dan dunia intelektual serta gerakan, istilah ideologi, dalam karakteristik yang bebas,


NB: Baca dan Lawan Kapitalisme Pendidikan..!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar