tag:blogger.com,1999:blog-78077547702298529822024-02-21T10:15:43.248-08:00revoltMasyarakat Adil dan Makmurrevolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.comBlogger47125tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-72526290792877213342010-03-26T04:41:00.000-07:002010-03-26T04:47:50.763-07:00ALIANSI RAKYAT PEDULI PEDAGANG (ARPP) (LMND EKS. KOTA, SRMI, GERSAK, PMKRI, IPELMEN)PERNYATAAN SIKAP<br />Pengantar<br />Tak dapat dipungkiri bahwa pedang (pelaku UMKM) merupakan salah satu actor penggerak ekonomi yang memiliki peran signifikan dalam pembangunan ekonomi dan kesejahteraan daerah. Walaupun demikian, dalam kaitannya dengan pengelolaan pasar tradisonal sebagai mesin pertumbuhan ekonomi daerah, posisi dan nasib pedagang seringkali mendapatkan perlakuan yang kurang adil, tereksploitasi dan termarginalisasikan. Salah satu sebab dari posisi atau nasib pedagang yang tidak menguntungkan ini seringkali berkaitan dengan penentuan dan pengelolaan retribusi pasar oleh pemerintah. <br /><br />Sebagaiman dipahami bersama bahwa retribusi pasar merupakan salah satu sumber pendapatan yang sangat potensial bagi suatu daerah. Dimana retribusi tersebut mempunyai peranan yang sangat besar terhadap pelaksanaan otonomi daerah dan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, retribusi sebagai pungutan daerah atau pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan harus dilandasai pada nilai-nilai keadilan, keseimbangan dan kesejahteraan. Sebab, hasil dari pungutan retribusi tersebut selanjutnya akan digunakan untuk kelangsungan kehidupan pemerintahan daerah yang bersangkutan, terutama untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.<br /><br />Jadi, retribusi bukan hanya merupakan hak memungut dari perintah dan kewajiban membayar dari mereka yang dikenakan retribusi atas suatu jasa yang disediakan pemeritah, melainkan pula reribusi merupakan kewajiban pemerintah untuk mengelolanya kembali, memberikan umpan balik secara proporsional kepada mereka yang membayarnya sebagai hakdan untuk itu, pemerintah wajib memenuhinya. Hasil dari pungutan retribusi tersebut selanjutnya akan digunakan untuk kelangsungan kehidupan pemerintahan daerah yang bersangkutan, terutama untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Sehingga, pengelolaan retribusi pasar benar-benar mencerminkan manajemen keuangan daerah dari hasil retribusi didasari pada semangat akuntabilitas dan transparansi manajerial yang efektif. <br /><br />Seringkali, akibat pengelolaan retribusi pasar yang kurang didasarkan pada nilai-nilai seperti keadilan, keseimbangan dan kesejahteraan serta tranparansi dan akuntabilitas, maka upaya pengelolaan retribusi pasar hanya menguntungkan salah satu pihak dan sebaliknya merugikan pihak yang lain. Masalah–masalah yang tersebut seperti pendobelan pemungutan retribusi atau pemungutan retribusi pasar di luar ketentuan, keluhan pedagang atas kondisi pasar yang ditempati untuk berjualan tidak strategis, keluhan pedagang atas akan dinaikkannya retribusi yang tidak dimbangi kemampuan penghasilan serta tidakadanya perbaikan pelayanan yang mereka terima, dll. <br /><br />Berkaitan dengan persoalan hutang piutang antara Pedagang Swadaya dengan PD. Pasar Kota Kupang, maka, kehadiran kami dari Aliansi rakyat Peduli Pedagang (ARPP) di Kantor DPRD Kota Kupang bermaksud untuk mendialogkan persoalan ini bersama dengan beberapa pihak terkait seperti Pemerintah Kota Kupang, Dinas Pendapatan Daerah Kota Kupang Dan Perusahaan Daerah Pasar Kota Kupang. Adaupun maksud lain yang kami inginkan dalam dialog ini ialah menjernikan duduk perkara persoalan hutang piutang ini dan mencari sosuli penyelesaiannya yang strategis, demi menciptakan suatu kondisi perekonomian deerah yang kondusif, efektif dan produktif bagi peningkatan pelayanan pemerintahan dalam mensejahterakan kehidupan masyarakat Kota Kupang. <br /><br />Oleh karenanya, kami mengharapkan suatu sikap apresiatif dan responsif dari pihak DPRD Kota Kupang dan pihak-pihak lain yang kami pandang perlu untuk memberikan berbagai in put guna menyelesaikan problem ini. Mengingat, beberpa waktu kebelakang ini, para pedagang dang pihak pemerintah, baik dalam hal ini PD. Pasar Kota Kupang dan Polisi Pamong Praja (Pol PP) Kota Kupang ada dalam admosfir yang menegangkan dan memberikan tekanan yang secara phsikis/mental terhadap Pedagang Swadaya, sehingga tidak secara efektif menjalankan usaha mereka. Selain itu, ditambah dengan berbagai problem lain yang mereka hadapi terkait dengan persoalan pokok yakni hutang atau posisi mereka sebagai terhutang kepada pemerintah yang harus diakui memberikan dampak yang amat sigifikan dalam menjangkau titik kesejahtraan bukan hanya secara pribadi melaikan dalam konteks yang lebih luas yakni keluarga. Frustrasi lainnya ialah persoalan posisi dagangan mereka yang tidak strategis dalam erea pasar atau posisi yang “mati” dan ini menjadikan mereka tidak beruntung dalam menjalankan usaha mereka. <br /><br />Singkatnya, kembali pada kesadaran yang esensi bahwa dialog ini coba didudukan pada perspektif humanistic dan komunikatif, dimana jangan sampai problem-problem ini, karena tidak diselesaikan secara afir oleh kedua belah pihak, pada akhirnya akan mencabut akar kehidupan masyarakat pedagang, kerena dalam otoritas normative, negara/pemerintah mengambil kebijakan untuk mendongkrak keluar pedagang dari ranah dimana mereka menggantungkan kehidupannya dan keluarga. <br /><br />PERMASALAHAN PEDAGANG SWADAYA PASAR KASIH<br />Kronologi <br />Kronologi ini dibuat untuk membantu kita dalam mendudukan persoalan yang dihadapi oleh pedagang swadaya di pasar kasih dan mengkonstruksikan secara benar apa yang menjadi titik picu awal dari problem ini serta membantu kita dalam mencari solusi yang terbaik guna memperlancar kegiatan ekonomi pedagang dan pemenuhan kesejahteraan mereka. <br /><br />Pada tahun 2002 Pemerintahan Kota Kupang merbitkan Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pasar. Namun, karena kebijakan retribusi yang diterapkan ini dinilai tidak berpihak pada kepentingan para pelaku ekonomi mikro, kecil dan menengah (UMKM), maka para Pedang memprotes dan menolak pemberlakuan PERDA ini dengan melakukan perjuangan melalui advokasi dan demonstrasi guna menuntut pihak Pemerintah Kota dan DPRD Kota Kupang mencabut PERDA ini. <br /><br />Secara konsisten, pedagang di Wilayah Kota Kupang berhasil melakukan penuntutan sampai pada tingkatan mendesak Menteri Dalam Negeri (MENDAGRI) untuk mencabut PERDA Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pasar yang baru diterbitkan. Tuntutan pedagang mendapatkan respons positif dari MENDAGRI yang waktu itu dijabat oleh Hari Sabarno. Dalam Surat Keputusan MENDAGRI tertanggal 18 eptember 2003 Nomor 188.342/2265/SJ, MENDAGRI menilai bahwa Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pasar sangat memberatkan pedagang dan bertententangan dengan Undang-Undang Nomor Tahun 2002 mengeluarkan 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Surat Keputusan MENDAGRI waktu itu ditujukan kepada Walikota Kupang dan pada bagian MEMUTUSKAN serta MENETAPKAN dinyatakan: “Untuk membatalkan PERDA Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pasar, dengan alasan bertentangan dengan kepentingan umum dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerinta Nomor 66 Tahun 2001 Tentang Retribusi daerah, karena mengenakan beberapa kali pungutan ataus objek yang sama dapat meresahkan masyarakat pemakai fasilitas pasar”. Dan, “Agar Walikota Kupang menghentikan pelaksanaan PERDA Kota Kupang Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pasar paling lambat 7 hari sejak ditetapkan keputusan ini.” Berkaitan dengan SK MENDAGRI, maka diminta oleh MENDAGRI supaya segera DPRD Kota Kupang mengusulkan proses pencabutan atau revisi PERDA Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pasar tersebut. <br /><br />Selama masa revisi PERDA Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pasar, maka terjadi kevakuman aturan retribusi pasar. Dalam masa revisi ini, jika pemerintah tidak mengeluarkan edaran apaun yang berkaitan dengan bagimana pedagang membayar harus retribusi, maka dengan sendirinya, acuan pembayaran retribusi akan mengacu pada aturan yang ada sebelum dilahirkannya PERDA Nomor 10 Tahun 2002dalam kasus pedagang swadaya, mereka harus membayar retribusi selama masa revisi PERDA Nomor 10 Tahun 2002 dengan mengacu pada aturan sebelumnya yakni sewa pakai tanah Rp.75.000/petak. <br /><br />Namun, sekiranya pemerintah, dalam masa revisi PERDA Nomor 10 Tahun 2002, mengeluarkan suatu acuan regulative berkaitan dengan pembayaran retribusi, maka tentulah pembayaran retribusi harus mengacu pada aturan itu. Berdasarkan pengakuan para pedagang swadaya, selama proses revisi PERDA Nomor 10 Tahun 2002, pemerintah mengupayakan mengadakan kesepakan dengan pedagang swadaya untuk tetap membayar retribusi harian sebesar Rp.1.000 dan bulanan yang besarannya disesuaikan dengan kemampuan penghasilan para pedagang. Sehingga, ada pedagang yang membayar, misalnya Rp.50.000, Rp.100.000, Rp.200.000, dst. <br /><br />Pada tahun 2006, Pemerintah Kota Kupang memberlakukan PERDA Kota Kupang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Retribusi Pelayanan Pasar. Setelah Perda ini diberlakukan, maka PD. Pasar memberlakukan secara surut/berlaku mundur PERDA Kota Kupang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Retribusi Pelayanan Pasar mulai dari tahun 2003, dimana pembayaran-pembayaran retribusi sewa tanah pedagang pasar swadaya yang sejak masa revisi PERDA Nomor 10 Tahun 2002, berdasarkan kesepakatan pedagang dengan PD. Pasar bahwa pedagang hanya membayar retribusi harian dan bulanan sesuai dengan kemampuannya masing-masing justru dianggap sebagai hutang pedagang kepada DP. Pasar terhitung sejak 2003-2005. Dan, akibat pemberlakukan PERDA Nomor 12 Tahun 2006 ini, maka terjadi akumulasi hutang yang cukup besar dan memberatkan para pedangan swadaya dan terhitung sejak tahun 2003-2009/2010. <br /><br />Analisis<br />I. Pemberlakuan pembayaran retribusi secara surut/mundur sejak tahun 2003-2005 berdasarkan PERDA Nomor 12 Tahun 2006 tidak dapat dilakukan. <br /><br />Rekam historis yang coba dikonstruksikan dalam bagian kronologis masalah pedagang pasar di atas, kami coba mengurainya dengan memulainya dari awal masalah ini muncul. Beberapa rumusan pertanyaan problematic dipakai untuk membantu menganalisis masalah ini. <br /><br />Sebelum PERDA Nomor 10 tahun 2002 diberlakukan, landasan aturan apakah yang dipakai sebagai dasar penarikan retribusi kepada para pedagang swadaya? Dan berapakah besaran retribusinya? <br /><br />Sejauh ini, ketentuan atau aturan yang berkaitan dengan pembayaran retribusi pasar yang harus dibayarkan oleh Pedagang Swadaya di Pasar Kasih, sebelum diberlakukannya PERDA Nomor 10 Tahun 2002 mengacu pada kontrak yang dilakukan oleh Pedagang Swadaya dengan Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Kupang. Dalam kontrak ini, biaya retribusi yang harus dibayakan oleh Pedagang Swadaya dihitung berdasakan Petak yang dipakai oleh Pedagang Swadaya dengan hitungan perpetak dibayar sebesar Rp.75.000 pertahun. <br />Pada waktu Pemerintah Kota Kupang mengeluarkan PERDA Nomor 10 Tahun 2002, ternyata PERDA ini ditolak bukan hanya oleh pedagang, melainkan oleh juga ditolak oleh MENDAGRI. Setelah perda ini ditolak, maka ada pertannyaan baru yang perlu diajukan yakni:<br /><br />1. Adakah dan peraturan atau regulasi apakah yang dipakai untuk menarik retribusi dari Pedagang Swadaya selama masa revisi PERDA Nomor 10 Tahun 2002? <br />2. Berapakah besaran tarif retribusinya? <br />3. Kapan mulai diterapkan?<br />4. Apakah Pedagang Swadaya mengetahuinya?<br />5. Bagaimana mereka mengetahui?<br />6. Apakah mereka menyepakaitinya?<br />7. Bagaimana kesepakatan itu dilakukan?<br />8. Sampai kapan peraturan atau regulasi tentang retribusi itu diberlakukan? <br />9. Bagaimana pedagang swadaya menjalankannya? <br /><br />Deretan pertanyaan-pertanyaan di atas hanya akan terjawab apabila ada regulasi tentang pungutan retribusi pada pedagang swadaya sebagai pengganti PERDA Nomor 10 Tahun 2002 yang sedang direvisi. Namun, apa bila tidak, maka akan ada pertanyaan-pertanyaan lain yang dapat diajuakan. <br /><br />1. Bagaimana sampai pedagang swadaya berhutang kepada PD. Pasar? <br />2. Apa landasaran atauran tentang retribusi yang dipakai PD. Pasar untuk menyatakan bahwa pedagang swadaya memiliki hutang?<br />3. Bagaimana cara perhitungan hutang retribusi kepada pedagang swadaya, sehingga besaran-besaran tarif retribusi yang dianggap dihutang oleh pedagang swadaya kepada PD. Pasar? <br />4. Apakah pemberlakukan hutang retribusi dari pedagang swadaya ini dengan besaran-besaran sebagaiman tertera dalam kwitansi pembayaran tentang jumlah hutang merupakan besaran hutang yang diberlakukan sebagai konsekwensi dari suatu kebijakan perhitungan mundur/berlaku surut dari PERDA baru sebagai hasil revisi dari PERDA yang ditolak pada tahun 2002? <br />5. Jika ya, bagaimana mungkin suatu perda yang baru diberlakukan pada tahun tertentu diterapkan secara berlaku? Bukankah, akibat pemberlauan surut perda Baru ini, telah mengakibatkan pedagang berhutang? Sebab, seandainya pedagang berhutang kepada PD. Pasar hanya apabila pada masa revisi PERDA pemerintah Kota Kupang mengeluarkan semacam edaran atau peraturan pengganti PERDA yang sedang direvisi, dan pedagang swadaya tidak melunasinya. Namun, bisa diasumsikan bahwa hutang itu sekalipun dihitung dengan bunganya tidak akan sebesar hutang-hutang yang ada sekarang. <br /><br />Jika tak ada peraturan pengganti tentang penetapan dan penarikan retribusi pada pedagang selama masa revisi PERDA Nomor 10 Tahun 2002, maka: <br /><br />1. Bukankah secara otomatis, pedagang swadaya PD. Pasar dan Pedagang Swadaya dalam pembayaran retribusi harus mengacu pada ketetapan-ketetapan kontrak yang ada sebelum diterapkannya PERDA Nomor 10 Tahun 2002. <br />2. Dan, mengingat kontrak ini, memiliki masa berlaku tertentu, apakah PD. Pasar melakukan kontrak baru dengan pedagang swadaya sebagai bentuk penegakan aturan tentang retribusi selama adanya revisi PERDA Nomor 10 Tahun 2002?<br />3. Jika ada, maka apakah terdapat dokumen kontrak yang bisa diacu kedua belah pihak sebagai landasan aturan pemungutan retribusi kepada pedangan swadaya? <br />4. Jika ada, maka berapakah besaran kontrak sebagai bentuk retribusi itu? Apakah sama seperti yang diterakan dalam kwitansi pembayaran retribusi sebagai hutang retribusi pedagang swadaya kepada PD. Pasar?<br /><br />Jika, kontrak ini tak ada, maka dengan sendirinya tidak ada alasan bagi PD. Pasar untuk menyatakan bahwa pedagang swadaya berhutang, khususnya selama masa revisi PERDA Nomor 10 Tahun 2002 yakni jenjang waktu selama tahun 2003-2005konteks ini di luar hutang yang harus dibayarkan pedagang swadaya kepada PD. Pasar setelah diterpkan PERDA Nomor 12 Tahun 2006 tentang Pelayanan Retribusi Pasar, jika memang pedagang swadaya berhutang pada masa setelah PERDA Nomor 12 Tahun 2006bahkan dapat dikatakan, karena alasan PERDA Nomor 10 Tahun 2002 tidak berlaku dan juga tidak ada aturan peralihan pada masa revisi PERDA Nomor 12 Tahun 2006, maka dengan sendirinya semua pedagang swadaya harus membayar retribusi dengan mengacu pada kontrak yang mereka lakukan pada waktu sebelum tahun 2002 dan atau setidaknya mengacu pada kontrak yang dibuta dengan PD. Pasar selama tahun 2003, 2004 dan 2005 (jika memang itu ada)! <br /><br />Mengikuti jalur berpikir ini, maka dengan sendirinya, persoalan hutang piutang antara pedagang swadaya dengan PD. Pasar tidak pernah ada dan tidak akan ada, kecuali berdasarkan sebuah aturan peralihan pengganti PERDA Nomor 10 Tahun 2002 atau kontrak baru antara PD. Pasar dengan Pedagang selama tahun 2003-2005. <br /><br />Dan mengikuti jalur berpikir ini, maka dapat dikatakan bahwa bentuk pungutan retribusi atau hutang pedagang swadaya kepada PD. Pasar selama tahun 2003-2005 adalah sebuat tindakan yang mengindikasikan adanya motif pemerasan kepada para pedagang swadaya. Sebuah tindakan pemerasan yang memanfaatkan ketidakjelasan acuan peraturan tentang retribusi dan ini merupakan suatu kejahatan yang harus diberikan sanksi sesuai hukum yang berlaku. <br /><br />II. Tarif retribusi cukup memberatkan pedagang swadaya. <br /><br />Beberapa Pertimbangan:<br />Akumulasi hutang memberatkan pedagang swadaya sejak pemberlakuan pembayaran retribusi secara berlaku surut. Dalam perhitungan hutang pedangan swadaya kepada PD. Pasar khususnya pada masa setelah PERDA Nomor 12 Tahun 2006 tentang Pelayanan Retribusi Pasar diberlakukan, meruapak persoalan yang harus dilihat memiliki kaitan dengan pemberlakukan surut retribusi yang didasarkan pada PERDA baru ini. Maksuudnya ialah besaran hutang retribusi pedagang sebagaimana dihitung berlaku surut telah menjadi beban atau lilitan hutang, yang selain sulit untuk dijelaskan apakah dalam masa pembayarana retribusi pasar oleh pedagang swadaya kepada PD. Pasar pada tahun 2003-2005 merupakan sesuatu yang lebih dari tarif retribusi yang seharusnya atau tidak sama sekali harus dibayar oleh pedagang, pemberlakukan secara surut ini melahirkan kesulitan bagi pedagang untuk menghitung posisi hutangnya selama 2003-2010. Pembayaran retribusi selama tahun 2006-2010 berdasarkan ketentuan PERDA Nomor 12 Tahun 2006 tidak pernah diselesaikan atau dilunasi karena dalam perhitungan PD. Pasar, pembayaran retribusi sejak tahun 2006 adalah pembayaran yang harus menutup hutang sejak 2003-20010. <br /><br />Tata letak tempat usahan yang tidak strategis mempengaruhi tingkat pendapatan pedagang swadaya. Ini merupakan suatu persoalan yang cukup signifikan pengaruhnya jika, kita mendeskripsikan perbandingan antara tarif retribusi sewa pakai tanah dengan hasil/pendapatan serta jika ditambah dengan tanggungan sendiri kebutuhan mereka (listrik dan air) juga pembayaran retribusi tambahan seperti uang keamanan dan kebersihan yang seharusnya telah terakomodir dalam pembayaran retribusi. Keseluruhan masalah ini, menjadikan pedagang pasar tidak sanggup mememuhi tuntutan retribusi pasar sehingga penunggakan-penunggakan pembayaran retribusi kepada PD. Pasar harus dimaklumi. Singkatnya, tariff retribusi sewa pakai tanah usaha memberatkan pedagang karena tidak berimbang dengan kondisiatau kemampuan pedagang. <br /><br />Pedagang swadaya sudah berulang kali menyampaikan keluhan mereka tapi tidak pernah ditanggapi.<br />Permasalahan-permasalahan pedagang swadaya berkaitan dengan wilayah tempat usaha yang tidak strategis sehingga tidak produktif, ketidakaman dan ketidaknyamanan layanan PD. Pasar bagi pedagang swadaya tidak ditanggunglangi secara cepat dan tepat oleh PD. Pasar sebagai pengelola jasa pasar kepada pedangang swadaya selaku konsumen jasa. Hal ini merupakan bentuk kekurang pedulian PD. Pasar selaku produsen jasa terhadap konsumen jasa yakni pedangan swadaya. Karenannya, ini secara terang merugikan pada pedangan karena ketidakoptimalan pemenuhan hak mereka selaku pengguna atau konsumen jasa dari PD. Pasar. Karenanya, persolan ini juga merupakan tanggung jawab PD. Pasar selaku pengelola jasa yang dijual kepada para pedang swadaya.<br /><br />Tuntutan <br />Berdasarkan keseluruhan pemaparan di atas, maka kami Aliansi Rakyat Peduli Pedagang (ARPP) mengajukan beberapa tuntutan kepada pihak Pemerintah Kota Kupang yakni:<br /><br />1. Menolak pembayaran hutang sejak tahun 2003-2005. Penolakan ini didasarkan pada penilaian atas pemberlakuan surut Perda Nomor 12 Tahun 2006. <br />2. Menuntut pengurangan hutang sejak tahun 2006-2010. <br />3. Menuntut dilakukannya revisi Perda Nomor 12 Tahun 2006, khususnya berkaitan dengan besaran tarif retribusi pelayanan pasar bagi para pedang swadaya, berdasarkan kodisi dan kemampuan dan kesejahteraan mereka. <br /><br />Demikian Pernyataan sikap ini kami buat dan sampaikan kepada Pihak DPRD Kota Kupang. Dan atas perhatiannya kami ucapkan limpah terima kasih. Tuhan Memberkati kita semua! <br /><br />Kupang, 25 Maret 2010<br /><br /><br /><br /><br />Yosef Asafa<br />Koordinatorrevolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-27558219808155701652010-02-04T06:48:00.000-08:002010-02-04T06:50:21.487-08:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJYM8S9eWkIQGcD6VvlntCR6oDfBxr39wnuIMMrpQaNaffMfz3l4Ln86nDPUwiU0OqQpIT9JYPfakmDcy3ZSbkkW6ubyU9-lq-c4mt5n1aMDofSbdcD_93Y3HLj-Bza18ylwL6fUd9kBs/s1600-h/DSC00655.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 300px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJYM8S9eWkIQGcD6VvlntCR6oDfBxr39wnuIMMrpQaNaffMfz3l4Ln86nDPUwiU0OqQpIT9JYPfakmDcy3ZSbkkW6ubyU9-lq-c4mt5n1aMDofSbdcD_93Y3HLj-Bza18ylwL6fUd9kBs/s400/DSC00655.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5434400453723024338" /></a>revolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-68928761873563228872010-02-04T06:42:00.000-08:002010-02-04T06:45:15.638-08:00LAPORAN KBPM DESA BINAUSBAB I <br />PENDAHULUAN<br />1.1 Latar Belakang Kegiatan KBPM<br />Membicarakan tentang latar belakang Kegiatan Belajar dan Pendampingan Masyarakat (KBPM), maka tidak dapat dilepaskan dari citra Universitas sebagai suatu badan otonom yang betujuan mencari demi kebenaran itu sendiri. Selain itu, sebagaimana dianut oleh kelompok yang mengemukakan konsep tentang “Universitas Kritis”, dimana Universitas dipandang sebagai sebuah kesatuan sosial. Oleh karenanya, Universitas tidak telepas dari dinamika atau pergulatan internal masyarakat. Dan karena eksistensinya integral dengan masyarakat, maka mau tak mau (harus) menyatakan perannya dalam menyelesaikannya. Atau singkatnya, universitas dipandang sebagai agen perubahan sosial. <br />Dalam konteks Universitas sebagai agensi perubahan sosial, masyarakat dan kehudupannya bersifat dinamis. Dan salah satu manifestasi dinamika sosial tersebut, berkaitan dengan tumbuhkembangnya ilmu pengetahuan dalam disegala bidang termasuk pemerintahan. Dimana, otonomi terjadi perubahan paradigma baru dalam pembangunan. Otonomi yang dimaksudkan di sini ialah pertama, terjadinya pergeseran otoritas pelaksanaan pembangunan dan lokasi anggaran dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan semangat botton up planning dalam pembangunan. Kedua, memberikan peluang yang lebih besar kepada daerah dalam kewenangan dalam menentukan arah dan tujuan pembangunan berdasarkan potensi dengan segala permasalahan dan keterbatasan daerah masing-masing. Dengan demikian, upaya reformasi juga berdampak pada Perguruan Tinggi (PT), khususnya berkaitan dengan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang atau Try Dharma Perguruan Tinggi (PT). Dengan begitu maka, ada implikasi dari dampak reformasi ini. Khusus pada salah satu dari ketiga rangkayan pengembangan ilmu di Universitas, semangat otonomi ini harus terejewantahkan dalam implementasi pengabidian kepada masyarakat.<br />Berdasakan semangat otonomi ini, maka dilakukan perubahan bukan hanya pada level teknis, melainkan pada level substansial yakni perubahan paradigma. Mengingat, program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang merupakan pengejewantahan pengabidian kepada masyarakat oleh universitas dan insan ilmiahnya, dinilai lebih menempatkan mahasiswa sebagai komponen yang lebih pasif karena mahasiswa hanya melaksanakan program yang telah direncanakan lembaga pengelola. Atau dengan kata lain, KKN hanya merupakan ajang dimana universitas mengerahkan mahasiswa di desa. Bahkan secara sinis, Robert Chamber menyebut KKN sebagai program “wisata desa” oleh universitas. <br />Dengan perubahan paradigma dalam konteks pengabdian masyarakat yang diemban universitas, maka pengejewantahan pengabdian masyarakat oleh universitas memperoleh cara pandang akan sesuatu atau memiliki model/pola ideal dalam mengimplemantasikan pengabdiannya. Atau pengabdian tersebut diejewantahkan berdasarkan totalitas peremis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau mendefenisikan suatu studi ilmiah konkrit atas problem masyarakat dan penyelesaiannya”. Atau singkatnya, keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki bersama oleh Universitas serta masyarakat ilmiah untuk diterapkan sebagai cara memperoleh penyelesaian problem kemasyarakat. Sudah tentu bahwa perubahan paradigma ini menunjukan sifat revolusioner bukan kumulatif dari sebuah perubahan. Dengan demikian, perubahan paradigma merupakan suatu langkah strategis guna mengefektifkan dan mengotimalkan peran universitas sebagai agen perubahan sosial. Dan perubahan paradigma baru dalam konteks pengabdian masyarakat ini diwujutkan dengan perubahan nama yang menjadi Kegiatan Belajar Dan Pedampingan Mahasiswa (KBPM). <br />1.2 Manfaat Kegiatan KBPM<br />1.2.1. Melalui KBPM mahasiswa memperoleh pengalaman belajar dan bekerja dalam kegiatan pembanguna masyarakat sebagai wahana penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. <br />1.2.2. Secara lebih nyata KBPM merupakan media penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat secara sistimatis dalam program pemberdayaan masyarakat. <br />1.2.3. KBPM juga di harapkan menjadi pendorong pengembangan riset terapan secara mutualistik dalam rangka membantu penyelasaian permasalahan di masyarakat.<br />1.2.4. Kegiatan KBPM di harapkan dapat mengembangkan kepekaan rasa dan kognisi sosial mahasiswa. <br />1.2.5. Bagi pemerintah dan daerah masyarakat setempat, kegiatan KBPM dapat membantu perceptan proses pembangunan serta membetuk kader penerus pembangunan. <br /><br /><br />BAB II <br />HASIL PENGKAJIAN DESA SASARAN<br />2.1 Diskripsi Umum Desa Sasaran (Kondisi Geografis, Tipologi Desa, Batas Wilayah dan Topografi). <br />2.1.1. Kondisi Geografis<br />a. Batas Desa.<br />Secara geografis desa Binaus terletak di wilayah administratif kecamatan Mollo Tengah, kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Keseluruhan luas wilayah desa Binaus mencapai ± 72 Km². Dengan batas wilayah desa antra lain: sebelah Utara berbatasan dengan desa Oelbubuk kecamatan Mollo Tengah, sebelah Selatan berbatasan dengan desa Nionbila kecamatan Mollo Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan desa Oel’Ekam kecamatan Mollo Tengah dan pada sebelah Barat berbatasan dengan desa Nekemunifeto kecamatan Mollo Tengah. <br />Orbitsi atau jarak tempuh dari desa Binaus ke wilayah Ibu Kota kecamatan berjarak ± 100 M. Atau dengan kata lain, desa Binaus terletak dalam wilayah kota kecamatan Mollo Tengah. Untuk orbitasi dari desa Binaus ke kota kabupaten berjarak ± 10 Km. Sedangkan untuk orbitasi dari desa Binaus ke kota propinsi berjarak ± 122 Km. <br />Walaupun tingkat curah hujan di wilayah Binaus yang hanya mencapai ± 1 Mm, kondisi kondisi iklim desa cukup dingin dengan suhu ± 1.500 ºC. Kondisi suhu yang dingin ini, mungkin dipengaruhi oleh letak desa yang berada pada ketinggian dari permukaan laut mencapai ± 1.900 Mdl. Walaupun cukup tinggi letak desa di atas permukaan laut, wilayah desa masih merupakan wilayah yang dikategorikan sebagai wilayah dengan dataran rendah. <br />2.1.2. Kondisi Demografis <br />Desa Binaus memiliki jumlah penduduk mencapai 1.030 jiwa. Dengan komposisi laki-laki 520 jiwa dan perempuan 510 jiwa. Sedangkan, wilayah desa terdiri dari 3 dusun, 4 RW dan 9 RT. Dusun I terdiri dari 5 RT yakni RT 1, 2, 3, 4 dan 9; dusun II terdiri dari 3 RT yakni RT 5, 6, dan 7; sedangkan dusun III terdiri dari 1 RT yakni RT 8. Dan juga total Kepala Keluarga sejumlah 260. Dari total jumlah penduduk desa Binaus 1.030 jiwa, distribusi jumlah penduduk/jiwa berdasasarkan jumalah jiwa, RT dan Kepala Keluarga (KK), maka dapat digambarkan sebagai berikut: RT 1 terdiri dari 30 KK dengan jumlah penduduk 83 jiwa, RT 2 terdiri dari 31 KK dengan jumlah penduduk 162 jiwa, RT 3 terdiri dari 30 KK dengan jumlah penduduk 147 jiwa, RT 4 terdiri dari 33 KK dengan jumlah penduduk 148 jiwa, RT 5 terdiri dari 23 KK dengan jumlah penduduk 98 jiwa, RT 6 terdiri dari 30 KK dengan jumlah penduduk 135 jiwa, RT 7 terdiri dari 29 KK dengan jumlah penduduk 109 jiwa, RT 8 terdiri dari 27 KK dengan jumlah penduduk 82 jiwa dan RT 9 terdiri dari 27 KK dengan jumlah penduduk 66 jiwa. <br />Dari total jumlah penduduk desa yakni 1.030 jiwa, penyebaran penduduk dari 3 dusun dapat digambarkan sebagai berikut: dusun I yang memiliki 4 RT dihuni oleh 606 jiwa atau lebih dari setengah jumlah total penduduk desa. Dusun II yang memiliki 3 RT dihuni oleh 342 jiwa dan dusun III dihuni oleh 82 jiwa. <br />2.1.3. Tipologi Desa<br />Tipologi desa adalah gambaran spesifik keunggulan potensi SDA, SDM Potensi sosial kelembagaan dan potensi sarana prasarana yang ada di desa. Dari tipologi desa ini, seluruh potensi di atas dapat dipakai untuk mengembagkan arah kebijakan pengembangan dan pembinaan pembangunan dari pemerintah desa kepada masyarakat berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif yang ada. <br />Deskripsi tipologi desa dapat ditengahkan berdasarkan 4 (empat) kategori yakni gambaran desa yang berkaitan dengan Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan dan Sumber Daya Sosial Kelembagaan.<br />a. Sumber Daya Manusia<br />Tingkat Usia<br />Dapat pula digambarkan penduduk menurut usia di desa Binaus sebagai berikut: <br />• Usia 0 bulan – 4 Tahun sejumlah 126 orang;<br />• Usia 5 Tahun – 7 Tahun sejumlah 80 orang;<br />• Usia 8 Tahun – 15 Tahun sejumlah 170 orang;<br />• Usia 16 Tahun – 54 Tahun sejumlah 538 orang;<br />• Usia 54 ke atas sejumlah 152 orang. <br />Tingkat Pendidikan<br />Tingkat pendidikan penduduk desa dapat dideskripsikan sebagai berikut: <br />• Penduduk dengan kategori buta aksara fungsional sejumlah 198 orang; <br />• Penduduk usia 3-6 tahun yang masuk Taman Kanak-Kanak (TK) dan Kelompok Bermain sejumlah 37 orang; <br />• Penduduk dengan kategori sederajat Sekolah Dasar (SD) atau sederajat sejumlah 198 orang; <br />• Penduduk dengan kategori tidak tamat Sekoloah Dasar (SD) sejumlah 100 orang; <br />• Penduduk dengan kategori sedang melaksanakan studi di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat sejumlah 186 orang; <br />• Penduduk dengan kategori tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sejumlah 15 orang; <br />• Penduduk dengan kategori tidak tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sejumlah 25 orang; <br />• Penduduk dengan kategori sedang melaksnakan studi di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) sejumlah 35 orang; <br />• Penduduk dengan kategori tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) sejumlah 40 orang;<br />• Penduduk dengan kategori tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sejumlah 15 orang;<br />• Penduduk yang sedang menjalani studi D2 sejumlah 2 orang; <br />• Penduduk yang tamat D2 sejumlah 2 orang;<br />• Penduduk yang tamat D3 sejumlah 2 orang;<br />• Penduduk yang sedang menjalani studi S1 sejumlah 4 orang;<br />• Penduduk yang tamat S1 sejumlah 11 orang;<br />Rasio Guru Dan Murid<br />• Jumlah guru TK dan kelompok Bermain Anak 2 orang;<br />• Jumlah siswa TK dan kelompok Bermain Anak 35 orang;<br />• Jumlah guru SD dan sederajat 18 orang;<br />• Jumalah siswa SD dan sederajat 144 0rang;<br />• Jumlah guru SLTP dan sederjat 19 orang;<br />• Jumlah siswa SLTP dan sederajat 186 orang;<br />Pendidikan nonformal<br />• Penyelenggaraan Pendidikan Penyetaraan (Paket),<br />• Penyelenggaraan sanggar anak,<br />• Pembentukan kelompok tani,<br />• Pembentukan kelompok peternakan,<br />• Sosialisasi hak anak level desa<br />• Workshop perlindungan anak sekolah<br />• Kampanye gender<br />• Kampanye hak anak (dusun A)<br />• Kampanye kesehatan reproduksi<br />• Community Development Plan (CDP)<br />• Sosialisasi NSCP <br />• Pendampingan keaksaraan fungsional<br />• Temu bisnis dan pelatihan manajemen bisnis<br />• Pengembangan Demplot Sistem Rice of Intencivication (SRI)<br />• Sosialisasi gender<br />• Pelatihan CMP<br />• Sosialisasi gender bagi remaja gereja<br />• Pelatihan konservasi tanah dan air<br />• Pelatihan pembibitan kemiri<br />• Sosialisasi hak anak<br />• Pengembangan pertanian terpadu<br />• Pengembangan lahan pekarangan<br />• Pelatihan dokter kecil<br />• Pelatihan pembuatan sirup jeruk keprok<br />Cacat Fisik dan Mental<br />Jumlah penduduk yang masuk dalam kategori cacat fisik sejumlah 5 orang. <br />Penguasaan Aset Ekonomi Masyarakat<br />Aset Tanah<br />• Penduduk yang tidak memiliki tanah sejumlah 13 orang,<br />• Penduduk yang memiliki tanah antara 0,1-0,2Ha sejumlah 12 orang,<br />• Penduduk memiliki tanah antara 0,21-0,3Ha sejumlah 17 orang,<br />• Penduduk memiliki tanah antara 0,31-0,4 Ha sejumlah 15 orang,<br />• Penduduk yang memiliki tanah antara 0,41-0,5Ha sejumlah 14 orang,<br />• Penduduk yang memiliki tanah antara 0,51-0,6Ha sejumlah 24 orang,<br />• Penduduk yang memiliki tanah antara 0,61-0,7Ha sejumlah 18 orang,<br />• Penduduk yang memiliki tanah antara 0,71-0,8Ha sejumlah 15 orang,<br />• Penduduk yang memiliki tanah antara 0,81-0,9Ha sejumlah 20 orang,<br />• Penduduk yang memiliki tanah antara 0,91-1,0Ha sejumlah 17 orang,<br />• Penduduk yang memiliki tanah antara 1,0-5,0Ha sejumlah 20 orang,<br />• Penduduk yang memiliki tanah antara 5,0-10Ha sejumlah 35 orang,<br />• Penduduk yang memiliki tanah lebih dari 10 Ha sejumalah 27 orang,<br />Aset Rumah<br />• Penduduk yang memiliki rumah tembok sejumlah 65 orang,<br />• Penduduk yang memiliki rumah kayu sejumlah 3 orang,<br />• Penduduk yang memiliki rumah bambu sejumlah 100 orang,<br />• Penduduk yang memiliki rumah keramik sejumlah 4 orang,<br />• Penduduk yang memiliki rumah semen sejumlah 63 orang,<br />• Penduduk yang memiliki rumah tanah sejumlah 100 orang,<br />• Penduduk yang memiliki rumah beratap seng sejumlah 100 orang,<br />• Penduduk yang memiliki rumah beratap ilalang sejumlah 147 orang.<br />Kesehatan Masyarakat<br /><br />Kualitas ibu hamil: <br />Jumlah Ibu Hamil (Bumil) di desa dalam berdasarkan frekwensi pertahun mencapai 100 orang. Keseluruhan Bumil memeriksakan diri ke pusat layanan kesehatan kesehatan desa yakni posyandu desa atau ke PUSTU desa. Penanganan layanan kesehatan untuk Bumil dilakukan oleh bidan praktek dengan dibantu oleh kader kesehatan desa juga pengurus posyandu.<br /> Kualitas bayi:<br />Kualitas bayi di desa diukur dari beberapa indikator dapat diketahui bahwa kulitas bayi dikategorikan baik. Dilihat dari jumlah keguguran kandungan tidak ada, jumlah bayi lahir pertahun mencapai 100 orang, jumlah bayi lahir mati mencapai 5 orang pertahun, dan jumlah berat bayi lahir rata-rata 2,5 Kg. Sedangkan, jumlah bayi sakit lebih banyak diakibatkan oleh wabah. <br />Kualitas persalinan:<br /> Kualitas persalinan bayi dilihat dari tempat kelahiran, rata-rata dilahirkan bayi berlangsung di rumah. <br />Pertolongan persalinan:<br /> Walaupun dilahirkan di rumah, pertolongan persalinan biasanya dilakukan oleh bidan praktek yang berjumlah jumlah 1 orang dan dukun bersalin terlatih yang berjumlah 15 orang. Jarang sekali proses kelahiran bayi berlangsung di Rumah Sakit dengan bantuan dokter.<br />Cakupan imunisasi: <br />Cakupan imunisasi yang dilakukan kepada atau diterima oleh bayi bayi dengan kisaran usia 2,3,4 sampai 9 bulan dengan jenis imunisasi DPT-1-3, BCG dan polio-1-3 serta imunisasi campak dan cacar. <br />Perkembangan usia subur dan KB<br />Jumlah Usia Subur remaja putri dengan kisaran usia 12-17 berjumlah 53 org dan Usia Subur 15-49 berjumlah 273. Dengan tingkat kawin, kebanyakan kawin muda yakni di bawah 16 tahun yang mencapai 179 orang. Sedangkan jumlah Pasangan Usia Subur/PUS berjumlah 189 orang. Untuk Keluarga Berencana, pasangan KB berjumlah 71 orang dengan menggunakan jenis KB antara lain: penggunaan suntik, spiral, kondom, pil, vasektomi, tubetomi dan KB kalender/alamiah. <br />Wabah: <br />Terdapat pula wabah yang menyerang bayi dan anak-anak seperti wabah muntahber dan diare dan gejala malaria. Wabah seperti muntahber dan diare bersifat musiman. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan kondisi iklim, lingkungan dan kurangnya pola makan bayi dan anak yang memenuhi kriteria kesehatan. <br />Air bersih: <br />Kualitas kesehatan masyarakat dilihat dari kemampuan mengakses air bersih dapat dilihat dari jumlah keluarga yang mengonsumsi air bersih yakni:<br />• Keluarga yang mengosumsi air dari sumur gali 3 sejumlah 3 KK,<br />• Keluarga yang mengosumsi air dari dari PAM tidak ada (sementara diproses sebagai pelanggan), <br />• Keluarga yang mengosumsi air dari Penampung Air hujan/PAH sejumlah 2 KK,<br />• Keluarga yang mengosumsi air dari Hidran Umum sejumlah 22 KK,<br />• Keluarga yang mengosumsi air dari mata air sejumlah 149 KK.<br />Berdasarkan jenis penggunaan sumber air bagi kehidupan sehari-hari, maka diketahui bahwa masyarakat lebih banyak menggunakan air dari sumber mata air yang ada di sekitar wilayah desa. Dan selanjutnya diikuti dengan keluarga yang mengunakan air dari hidran umum. Sedangkan sisanya menggunakan sumur gali dan PAH. Dengan demikian, kualitas air bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat relatif rendah kualitasnya. Hal ini dikarenakan oleh tingkat kontaminasi bakteri air baik pada air tanah dan hidran. Oleh karena itu, untuk pencegahan atau antisipasi air dari sumber-sumber di atas, diperlukan pengolahan air terlebih dahulu sehigga dapat menberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat. <br />Kebiasaan hidup bersih dan sehat<br />Kebiasaan hidup bersih dan sehat masyarakat dapat dilihat berdasarkan beberapa indikator di bawah ini, antara lain:<br />Kebiasaan buang air besar di WC sehat sejumlah 3 KK, yang menggunakan WC kurang sehat sejumlah 195 KK dan yang tidak memiliki WC baik dengan standar sehat dan kurang sehat sejumlah 49 KK. Kebiasaan pola makan masyarakat rata-rata masyarakat memiliki kebiasaan atau pola makan 3 x sehari. Sedangkan untuk status gizi balita dari jumlah 159, dengan status gisi buruk sejumlah 7 orang dan gizi baik baik sejumlah 134, sedangkan yang berstatus kurang gizi sejumlah 18 orang.<br />Perkembangan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat<br />Dari waktu ke waktu terus terjadi perkembangan sarana dan prasarana kesehatan di desa. Hal ini terlihat dengan meningkatnya sarana dan prasarana kesehatan desa yang menujang kebutuhan kesehatan masyarakat desa. Adapun ketersediaan sarana dan prasaran kesehatan desa, antara lain: Posyandu desa sejumlah 2 unit, dengan jumlah kader 20 orang ditambah pembina posyandu sejumlah 1 orang. Sedangkan untuk jenis kegiatan posyandu terdapat 2 jenis kegiatan yakni pelayanan posyandu dan pelayanan kesehatan, dasawisma sejumlah 10 unit dengan jumlah pengurus dasawisma aktif sejumlah 10 orang, petugas lapangan KB aktif sejumlah 1 orang. <br />Tenaga Kerja<br />Berdasarkan gambaran penduduk menurut usia, khususnya usia 18 tahun – 56 Tahun yang berjumlah 400an orang atau hampir mencapai setengah total jumlah penduduk, maka dapat dikatakan bahwa potensi tenaga kerja atau usia produktif yang dimiliki desa tinggi. Sedangkan, usia 18 tahun – 56 tahun yang tidak bekerja/tidak produktif sejumlah 75 orang. Jumlah penduduk usia 18 tahun – 56 Tahun yang menjadi ibu rumah tangga sejulah 159 orang. Julah penduduk usia 18 tahun – 56 Tahun yang bekerja penuh 43 orang, jumalah penduduk usia 18 tahun – 56 Tahun yang bekerja tidak tentu sejumlah 61 orang. Dengan demikian, potensi angkatan kerja di desa dapat dikatakan tinggi pula. Akan tetapi, jika melihat tingkat penyebarannya yang tidak merata di setiap wilayah dusun dan keterbatasan lapangan kerja, maka ada tendensi atu kecendrungan munculnya bahaya pengangguran di desa. <br />Mata Pencaharian Pokok<br />Mata pencaharian pokok penduduk desa sebagai berikut:<br />Kepala Keluarga yang memiliki mata pencaharian sebagai Petani sejumlah 205 orang, Pegawai Negeri Sipil/PNS sejumlah 27 orang, montir sejumlah 7 orang, pensiunan PNS/TNI/POLRI sejumlah 3, pengusaha kecil menengah 2 orang, dukun kampung terlatih 3 orang, pengrajin 6 orang, tukang ojek 23 orang. <br />Kesejahteraan Keluarga<br />• Jumlah keluarga prasejahtera sejumlah 100 keluarga,<br />• Jumlah keluarga prasejahtera 1 sejumlah 50 keluarga,<br />• Jumlah keluarga prasejahtera 2 sejumlah 30 keluarga,<br />• Jumlah keluarga prasejahtera 3 sejumlah 67 keluarga,<br />Produk Domestik Desa/Keluaran Bruto<br />Produk domestik desa atau yang lebih dikenal dengan Pertumbuhan Domestik Regional Bruto diartikan sebagai hasil out put produksi dalam suatu perekonomian dengan tidak memperhitungkan pemilik produksi dan hanya memperhitungkan total produksi. Dengan mengacu pada rasio PDRB atau Pertumbuhan Domestik Regional Bruto desa, maka dapat diketahui tingkat pertumbuhan ekonomi desa, yang sekaligus merupakan sebagai cerminan kemajuan ekonomi desa. Oleh karena itu, PDRB merupakan salah satu indikator yang sifatnya multimanfaat, terutama untuk dijadikan sebagai acuan menata strategi pengembangan ekonomi desa demi pencapaian kesejahteraan masyarakatnya. <br />Namun, berkaitan dengan masih barunya penyelenggaraan pemerintahan desa pasca pemekaran Kabupaten Mollo Tengah dan masih tahapan-tahapan proses mengumpulkan data-data dan informasi berkaitan dengan berbagai macam sektor yang secara langsung sangat menetukan pengukuran PDRB desa, maka dalam pertanggung jawaban kali ini, pemerintah desa belum dapat mengambarkan PDRB desa secara rinci bahkan dalam taksiran kasar sekalipun. <br />Apa yang baru bisa dilaporkan hanyalah deskripsi beberapa subsektor yang merupakan bagian yang dapat dihitung sebagai PDRB. Subsektor-subsektor ini, antara lain: <br />Sektor Pertanian dan Perkebunan.<br />Untuk jenis tanaman padi dan palawija ditanam di atas lahan seluas 24 are. Namun, nilai produksi pertahun belum dapat dipastikan. Demikian juga untuk biaya pemupukan dan biaya pembibitan serta biaya obat belum dapat dipastikan. Jenis komoditas atau tanaman jagung ditanam di atas luas lahan 175 Ha. Namun, nilai produksi pertahun belum dapat dipastikan. Demikian juga untuk biaya pemupukan dan biaya pembibitan serta biaya obat belum dapat dipastikan. <br />Tanaman Jeruk ditanam di atas lahan seluas 2 Ha. Dengan nilai produksi pertahun mencapai belum dapat dipastikan. Demikian juga untuk biaya pemupukan dan biaya pembibitan serta biaya obat belum dapat dipastikan. Tanaman Alpukat ditanam di atas lahan seluas 2 Ha. Namun, nilai produksi pertahun belum dapat dipastikan. Demikian juga untuk biaya pemupukan dan biaya pembibitan serta biaya obat belum dapat dipastikan. Tanaman Ubi-ubian terbagi dalam 2 jenis yakni ubi kayu dan ubi jalar. Untuk ubi kayu ditanam di atas lahan seluas 175 Ha dan ubi jalar ditanam di atas lahan seluas 0,5 Ha. Demikian juga untuk jenis komoditas ubi-ubian, nilai produksi pertahun belum dapat dipastikan. Sama halnya untuk biaya pemupukan dan biaya pembibitan serta biaya obat belum dapat dipastikan. Jenis tanaman kelapa ditanam di atas lahan seluas 20 Ha. Nilai produksi pertahun belum dapat diketahui. Dan untuk tanaman pinang ditanam di atas lahan seluas 10 Ha. Nilai produksi dari tanaman pinang belum diketahui. <br />Sektor Pertambangan dan Galian: <br />Subsektor pertambangan dan galian memiliki luas lahan 2 Ha khususnya untuk lahan pertambangan Mangan. Total nilai produksi bahan tambang mangan di desa belum dapat diketahui persisnya. <br />Sektor Kehutanan:<br />Potensi unggulan desa dari sektor kehutanan ialah kayu olahan, kayu bakar, hutan lindung dan hutan swaka alam. Untuk luas keseluruhan hutan mancapai 245 Ha. Status keberadaan hutan desa ini merupakan hutan adat atau ulayat.<br />Sektor Peternakan: <br />Untuk mengetahui potensi unggulan desa dari sektor peternakan, identifikasi jenis populasi ternak dapat memberikan gambaran tentang potensi unttulan pada sektor tersebut. Untuk ternak sapi dimiliki oleh 232 orang dengan perkiraan jumlah populasi ± 479 ekor. Ternak babi dimiliki oleh 139 orang dengan jumlah populasi ± 386 ekor. Ayam kampung dimiliki oleh 688 orang dengan jumlah populasi ± 935 ekor. <br />Agama atau Aliran Kepercayaan<br /> Penduduk desa Binaus mayoritas beragama Kristen Protestan yakni berjumlah 1.011 orang. Sementara, penduduk yang beragama Kristen Katolik berjumlah 12 orang dan aliran kepercayaan sejumlah 7 orang. <br />Kewarganegaraan<br />Penduduk desa Binaus kesemuanya memiliki kewarganegaraan Indonesia. Tidak ada yang memiliki status kewarganegaraan luar. <br />Etnis/Suku Bangsa<br />Penduduk desa Binaus terdiri dari beberapa macam etnis yakni etnis Timor, Rote, Alor, Flores, Sabu dan Sumba. Namun, mayoritas penduduk desa merupakan penduduk dengan etnis timor sekaligus merupakan etnis asli di wilayah desa. <br />b. Sumber Daya Alam<br />Dapat dideskripsikan atau digambarkan secara umum di bidang Sumber daya Alam (SDA) desa yang memiliki petensi bagi penguatan dan peningkatan perekonomian desa dan masyarakat potensi unggulan di sektor pertanian, sektor perkebunan, sektor kehutanan dan sektor pertambangan. <br />Bidang Pertanian<br />Sektor pertanian dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni tanaman pangan dan dan tanaman buah-buahan, yang kedua-duanya dimiliki desa. Keunggulan jenis tanaman pangan jika dilihat dari komoditasnya adalah jagung dan ubi kayu. Jagung ditanami di atas lahan seluas 175 Ha dan ubi kayu ditanami di atas lahan seluas seluas 175 Ha. Jumlah produksi per tahun masih belum diketahui.<br />Tanaman buah-buahan yang menjadi unggulan desa ialah jeruk keprok dan alpukat. Untuk tanaman jeruk keprok ditanam di atas lahan seluas 2 Ha dan alpukat seluas 2 Ha. Untuk jumlah produksi per tahun masih belum diketahui. <br />Untuk pengembangan potensi jeruk keprok, pemerintah telah mengupayakan program kerja sama dengan berbagai pihak baik pemerintah dan non pemerintah guna meningkatkan produktifitas hasil jeruk, antara lain melalui pelatihan penanaman dan pemeliharaan jeruk, pengolahan buah jeruk menjadi sirup dan upaya membuka dan memperluas pemasaran hasil jeruk dan olahan jeruk. <br />Potensi Unggulan Desa Bidang Perkebunan<br />Potensi unggulan desa di bidang perkebunan ialah jenis tanaman kelapa dan pinang. Untuk jenis tanaman kelapa ditanam di atas lahan seluas lebih dari 20 Ha dan untuk jenis tanaman pinang ditanam di atas lahan seluas 10 Ha. Sedangkan untuk jumlah produksi kedua jenis tanaman unggulan desa ini belum diketahui. <br />Potensi Unggulan Desa Bidang Kehutanan<br />Potensi unggulan desa di bidang kehutanan ialah kayu olahan, hutan lindung dan hutan swaka alam yang tersebar di atas luas lahan 245 Ha. <br />Potensi Unggulan Desa Bidang Peternakan<br />Potensi unggulan desa di bidang peternakan ialah sapi paron dan babi. Untuk mengembangkan potensi sapi, program-program pemberdayaan sapi dan bagi masyarakat yang bertujuan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat desa telah dilakukan oleh pemerintah desa dengan bekerja melalui kerja sama dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun non pemerintah. <br />Potensi Unggulan Desa Bidang Pertambangan <br />Potensi unggulan desa di bidang pertambangan berupa bahan galian Mangan yang diperkirakan berada di area seluas 2 Ha. Potensi pertambangan mangan ini, belum di kelola oleh karena pertimbangan-pertimbangan yang sifatnya prinsipil dan strategis bagi peningkatan ekonomi desa dan masyarakatnya. Diperlukan konsep, metode dan manajemen pertambangan yang benar-benar memberikan manfaat bagi terbangunnya kemajuan dan kesejahteraan masyarakat desa sebagai pemilik potensi alam tambang ini. <br />c. Sumber Daya Buatan<br />Prasarana dan Sarana <br />Pembangunan kantor desa Binaus dan pengadaan fasilitas kantor, Pembangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan fasilitas persekolahan, lapangan sepak bola, lapangan voli, meja ping-pong, Taman Kanak-Kanak dan fasilitas pembelajarannya, PUSTU dan fasilitas layanan kesehatan, posyandu I dan II dan fasilitas layanan kesehatan, jalan baru (sertu), drainase, banjir limpas dan TPT, pemukiman baru, lahan baru (persawahan dan kebun), embung, penampungan air bersih, pasar tradisional dan WC sehat dan bak PAH.<br />d. Sumber Daya Sosial Kelembagaan <br />Kelembagaan Adat desa memiliki Pemanguku adat, Barang pusaka dan naskah-naskah adat. Jenis kegiatan adat: musyawarah adat, sanksi adat, upacara adat perkawinan, upacara adat kematian, upacara adat dalam bercocok tanan, upacara adat bidang kehutanan, upacara adat dalam pengelolaan sumber daya alam, upacara adat dalam pembangunan rumah, upacara adat dealam penyelesaian masalah atau konflik. Kelembagaan Keamanan terdiri dari 2 oragan yakni Hansip (25 orang) dan Linmas (30 orang), kegiatan: pelaksanaan siskamling, jumlah pos kamling 3. kerja sama desa dengan lembaga keamanan pemerintah dalam bidang keamanan desa antara lain dengan Koramil/TNI (1 orang), POLRI/Babimkantibmas (1 orang), <br />Terdapat juga Kelembagaan Politik, Kelembagaan Masyarakat (LKMD), Kelembagaan Perempuan, PKK, Karang Taruna, Kelempok Tani, Kelompok Ternak dan Organisasi Keagamaan. <br />2.1.4. Topografi Desa<br />Desa binaus memiliki topografi yakni dataran rendah. Dengan iklim tropis. Wilayah dataran desa terbagi dalam beberapa kategori yakni wilayah curam, bukit, dan rata/datar. Wilayah curam tidak sepenuhnya dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat selain pepohonan. Wilayah perbukitan dan daratan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk ladang atau kebun yang ditanami dengan jagung dan ubi kayu. Pada wilayah daratan lain dimanfaatkan untuk penanaman hutan produksi, hutan lindung dn hutan swaka marga satwa. <br />2.2 Sejarah Terbentuknya Desa Sasaran<br />Sejarah desa Binaus dapat dideskripsikan sebagai berikut:<br />Asal Usul Desa Bunas. Nama desa bianau terdiri dari 2 suku kata yakni “Bi” yang berarti “Perempuan” “Naus” yang merupakan “nama dari seorang perempuan”. Bagaimana desa ini diberikan nama “Binaus” memiliki cerita yang unik. <br />Terdapat 2 pokok berkaitan dengan asala usul desa yakni pertama, wilayah ini merupakan sebuah wilayah yang berdiri atau letaknya di atas sebuah batu batu besar dan dikelelilimgi oleh pohon-pohon besar yang berduri (Pohon Kaktus). Wilayah ini hampir menyerupai sebuah benteng pertanahan. Pada suatu waktu terjadilah perang saudara. Kedua, oleh karena terjadi perang saudara, maka ada seorang wanita yang jatuh sakit. Dan perisriwa sakit ini adalah peristiwa yang pertama kalinya terjadi pada masyarakat tersebut. Orang yang jatuh sakit ini benama Naus. Dia adalah seorang perempuan. Masyarakat di wilayah ini menyebut perempuan dengan kata “Bi”. Demikian karena perang sudara yang mengakibatkan jatuh sakit sebagai kejadian yang aneh/luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya, maka desa ini di namakan Binaus. <br />Menurut cerita, terdapat 2 orang pertama yang duduk di atas batu besar tersebut. Kedua orang tersebut merupakan pahlawan atau pendekar atau yang dalam bahasa mereka disebut (Meo) yang kemudia dipandang sebagai raja yakni Raja Fai Sanam dan Raja Fai kase. <br />2.3 Potensi Sumber Daya (Manusia dan Alam)<br /> Sumber Daya Manusia/SDM<br />Gambaran potensi Sumber Daya Manusia/SDM desa, jika dilihat dari tingkat usia penduduk desa, maka desa memiliki potensi SDM yang bersar untuk potensi tenaga kerja. Sebagaimana didata bahwa usia produktif penduduk desa dapat dipatok pada tingkat usia 18-56 yang berjumlah 400an orang atau hampir mencapai setengah total jumlah penduduk, menunjukan bahwa potensi ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan produktifitas ekonomi gena pembagunan kesejahteraan masyarakat desa melalui peran mereka di sektor-sektor lapangan kerja yang terdapat di desa. <br />Potensi SDM dari segi pendidikan khususnya tingkat pendidikan masyarakat, penduduk dengan kualifikasi sarjana 11 orang dan yang sedang menjalani studi sarjana 4 orang. Sementara itu, penduduk dengan kualifikasi D3 dan D2 sejumlah 6 orang. Dan potensi SDM pada tingkat pendidikan pada tingkat SMP dan SMA––sedang dan tamat––sejumlah 291 orang. Masih dalam bidang pendidikan, potensi desa pada kategori pendidikan non formal juga cukup tinggi. Dimana, desa memiliki penduduk dengan dodal live skill yang telah diupayakan melalui berbagai kegiatan pelatihan dan pendampingan serta program-program pemberdayaan lainnya yang bertujuan memberikan kelengkapan SDM sesuai dengan kebutuhan desa dan tuntutan pengembangan potensi alam. <br />Potensi SDM desa dari segi ekonomi terletak pada jumlah tertinggi penduduk dengan mata pencaharian pokok yakni sebagai petani dengan jumlah mencapai 205 orang, montir sejumlah 7 orang, pengusaha kecil menengah 7 orang, pengrajin 6 orang dan tukang ojek 23 orang. <br />Potensi SDM desa juga terlihat melalui pembangunan kapasitas SDM perempuan dan anak. Hal ini terlihat jelas melalui upaya–upaya pemberdayaan perempuan dan anak khususnya berkaitan dengan kesetaraan gender dan pengutan hak anak. Selain itu, potensi SDM desa juga terlihat pada potensi kelembagaan yang dimiliki desa seperti Kelembagaan Politik, Kelembagaan Masyarakat (LKMD), Kelembagaan Perempuan, PKK, Karang Taruna, Kelempok Tani, Kelompok Ternak dan Organisasi Keagamaan. <br />Sumber Daya Alam/SDA<br />Dapat dideskripsikan atau digambarkan secara umum kondisi ekonomi desa dari sudut potensi unggulan desa, maka terdapat beberapa potensi unggulan desa yang memiliki yang dapat dikatakan cukup menentukan kondisi perekonomian desa yakni potensi unggulan di bidang sumber daya alam yakni potensi sektor pertanian, sektor perkebunan, sektor kehutanan dan sektor pertambangan. <br />Potensi Unggulan Desa Bidang Pertanian<br />Sektor pertanian dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni tanaman pangan dan dan tanaman buah-buahan, yang kedua-duanya dimiliki desa. Keunggulan jenis tanaman pangan jika dilihat dari komoditasnya adalah jagung dan ubi kayu. Jagung ditanami di atas lahan seluas 175 Ha dan ubi kayu ditanami di atas lahan seluas seluas 175 Ha. Jumlah produksi per tahun masih belum diketahui.<br />Tanaman buah-buahan yang menjadi unggulan desa ialah jeruk keprok dan alpukat. Untuk tanaman jeruk keprok ditanam di atas lahan seluas 2 Ha dan alpukat seluas 2 Ha. Untuk jumlah produksi per tahun masih belum diketahui. <br />Untuk pengembangan potensi jeruk keprok, pemerintah telah mengupayakan program kerja sama dengan berbagai pihak baik pemerintah dan non pemerintah guna meningkatkan produktifitas hasil jeruk, antara lain melalui pelatihan penanaman dan pemeliharaan jeruk, pengolahan buah jeruk menjadi sirup dan upaya membuka dan memperluas pemasaran hasil jeruk dan olahan jeruk. <br />Potensi Unggulan Desa Bidang Perkebunan<br />Potensi unggulan desa di bidang perkebunan ialah jenis tanaman kelapa dan pinang. Untuk jenis tanaman kelapa ditanam di atas lahan seluas lebih dari 20 Ha dan untuk jenis tanaman pinang ditanam di atas lahan seluas 10 Ha. Sedangkan untuk jumlah produksi kedua jenis tanaman unggulan desa ini belum diketahui. <br />Potensi Unggulan Desa Bidang Kehutanan<br />Potensi unggulan desa di bidang kehutanan ialah kayu olahan, hutan lindung dan hutan swaka alam yang tersebar di atas luas lahan 245 Ha. <br />Potensi Unggulan Desa Bidang Peternakan<br />Potensi unggulan desa di bidang peternakan ialah sapi paron dan babi. Untuk mengembangkan potensi sapi, program-program pemberdayaan sapi dan bagi masyarakat yang bertujuan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat desa telah dilakukan oleh pemerintah desa dengan bekerja melalui kerja sama dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun non pemerintah. <br />Potensi Unggulan Desa Bidang Pertambangan <br />Potensi unggulan desa di bidang pertambangan berupa bahan galian Mangan yang diperkirakan berada di area seluas 2 Ha. Potensi pertambangan mangan ini, belum di kelola oleh karena pertimbangan-pertimbangan yang sifatnya prinsipil dan strategis bagi peningkatan ekonomi desa dan masyarakatnya. Diperlukan konsep, metode dan manajemen pertambangan yang benar-benar memberikan manfaat bagi terbangunnya kemajuan dan kesejahteraan masyarakat desa sebagai pemilik potensi alam tambang ini. <br />2.4 Peluang Pengembangan Sumber Daya (Manusia dan Alam)<br />Peluang-peluang pengembangan SDM/SDA desa dapat dideskripsikan sebagai berikut: <br />Bidang Pendidikan<br />Peluang pengembangan Sumber Daya Manusia/SDM di desa Binaus pada prinsipnya didasarkan pada kesadaran bahwa bidang pendidikan merupakan faktor kunci bagi terlaksananya upaya pengembangan dan pemajuan desa serta masyarakatnya. Sebagaimana dikaui pula bahwa salah satu indikator kemajuan suatu wilayah sangat dipentukan oleh seberapa majunya masyarakat wilayah tersebut memperoleh pendidikan. Dengan kata lain, jikalau desa memilki masyarakat yang dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai serta kesadaran untuk melaksanakan pembangunan desa dalam artian yang kompleks, maka progresifitas pembangunan akan diraih serta kesejahteraan merupakan hal yang niscaya bagi mereka. <br />Dari segi SDM pengembangan desa dapat direncanakan dan diimplementasikan dengan melihat secara cermat peluang pengembangan yang ada baik secara internal dan eksternal. Berikut ini, dideskripsikan peluang-peluang pengembangan SDM yang dapat dipayakan di desa Binaus, yakni sebagai berikut: <br />Pada pendidikan formal dengan mengidentifikasi dan menginventarisasi potensinya yang mendukung penyelenggaraan pendidikan di bidang formal dapatlah kita gariskan strategi kebijakan dan program-program pengembangan SDM desa khususnya berkaitan dengan Pendidikan formal. <br />Dilahat dari tingkat usia penduduk desa Binaus yang dapat dikategorikan memiliki usia akan masuk sekolah dan sedang bersekolah, baik itu pada level TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi, maka tingkat kebutuhan pendidikan masyarakat desa akan sekolah menunjukan tingkat kecendrungan yang tinggi. Setidaknya, ini dilihat dari estimasi kasar dari berdasarkan tingkat usia dan dalam konteks usia sekolah. Sudah tentu, beberapa tahun ke depan terdapat ratusan anak yang harus tepenuhi kebutuhan pendidikannya pada tingkat pendidikan baik TK, SD, SMP, SMA dan PT. Misalkan, jumlah anak usia 3-6 tahun yang kini menempuh pendidikan pada tingkat pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) dan Kelompok Bermain dengan jumlah 37 orang, anak yang sedang menempuh pendidikan pada tingkat SD atau sederajat berjumlah 198 orang, sedang berstudi di tingkat SMP atau sederajat berjumlah 186 orang dan yang sedang berstudi pada tingkat SMA berjumlah 35 orang, maka harus ada upaya perluasan atau pembukaan sekolah baru. Upaya perluasan dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah siswa yang dapat diserap di sekolah yang ada di desa dan pembukaan sekolah baru dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak pada tingkat pendidikan SMA yang memang belum ada di wilayah desa. Dengan demikian apa yang menjadi potensi pengembangan di bidang pendidikan berdasarkan deskripsi di atas ialah potensi jumlah anak usia sekolah yang harus memperoleh kebutuhan pendidikannya, khusunya diprioritaskan pada tingkat SMA senagai sesuatu yang urgen sifatnya. <br />Selain itu, kebutuhan akan peningkatan kualitas atau mutu pendidikan sebagai syarat utama berlangsungnya penyelenggaraan pendidikan serta demi mencapai out put pendidikan yang kompeten dan memiliki produktifitas tinggi dalam pembangunan desa nantinya. Beberapa hal yang menjadi urgen dan signifikan bagi pemenuhan kualitas penyelenggaraan pendidikan ialah pertama, ketersedian sumber belajar (buku dan lainnya) yang proporsional dan berkualitas. Hal ini didasarkan pada pertimbangan akan kurangnya kuantitas dan kualitas buku penunjang sebagi salah satu sumber belajar bagi siswa. Misalnya, pada SD Negeri Sakteo (Desa Binaus), sekolah walaupun memiliki stok buku pelajaran yang dialokasikan dari dana BOS, akan tetapi, tidak didapati ketersediaan perpustakaan sekolah yang dapat dimanfaatkan oleh siswa ataupun guru untuk memenuhi kebutuhan belajarnya. Sudah tentu ini berdampak negatif pada mutu penyelenggaraan pembelajar baik itu untuk guru maupun siswa. Apalagi, hal ini diperparah dengan harga penjualan buku paket pembelajaran bagi siswa dan guru yang mahal bagi mayoritas siswa dengan latar belakang keluarga petani yang jangankan untuk memenuhi kebutuhan buku anaknya, malahan untuk menuhi kebutuhan dasarpun relatif sulit. Dengan demikian peluang pengembangan pendidikan didasarkan pada pertimbangan akan urgensitas bahkan emergensitas pemenuhan kebutuhan keterjangkauan, kuantitas dan kualitas sumber belajar. Dengan demikian hal ini harus menjadi hal prioritas dalam upaya pengembangan potensi pendidikan bahkan boleh dikatakan patut srta harus direalisasikan. Dan peluang untuk merealisasikan program pengembangan ini dapat secara bijaksana diupayakan dengan menggunakan atau memanfaatkan sumber daya anggaran strategis yakni dana bantuan pemerintah (Dana Bos) sehingga implementasi pengembangan pendidikan dari segi ini menghasilkan kemudahan, peningkatan kuantitas dan kualitas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah, khususnya berkaitan dengan sumber belajar. <br />Selain itu, masih terdapat permasalahan lain yakni kualitas tenaga pengajar, khususnya pada tingkat pendidikan TK dan SD. Hak ini terlihat jelas dari tingkat pendidikan para guru yang hanya setara diploma 2 dan diploma 3 bahkan masih ada yang hanya memiliki kualifikasi pendidikan SMA. Walaupun, rata-rata guru yang ada memiliki tingkat pengalaman mengajar yang lumayan dari segi waktu yakni 10-25 tahun, namun tidak dapat dipungkiri bahwa mereka membutuhakan peningkatan profesionalisme baik secara manajerial dan pedagogik. Gambaran ini meberikan makna problematik bagi sekolahn guru dan siswa serta masyarakat jika tuntutan peningkatan profesionalisme tidak segera dipenuhi. Tentu saja, dengan mempertimbangkan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin menuntut lembaga pendidikan dan praktisi pendidikan menyesuaikan diri dengan progresifitasnya, kebutuhan masyarakat juga dipacu dinamikanya dengan dampak kemajuan tersebut. Oleh karena itu, menjadi urgen untuk memenuhi sekolah dan guru memenuhi tuntutan profesionalisme sebagai syarat kualitatif dari terselenggaranya pendidikan yang berkualitas. <br />Dengan demikian peluang pengembangan pendidikan dari segi peningkatan profesionalsme tenaga pengajar tentu dengan memanfaatkan peluang-peluang atau kesempatan-kesempatan yang secara formal bahkan nonformal dapat dimanfaatkan sekolah dan guru guna meningkatkan profesionalismenya.<br />Pada pendidikan nonformal <br />Bidang Kesehatan<br />Peluang pengembangan SDM di bidang kesehatan berkaitan dengan penguatan kapasitas SDM kader kesehatan desa yakni peningkatan kualitasnya serta penngkatan kuantitas kader. Hal ini penting dengan mempertimbangkan perbandingan rasio petugas kesehatan pemerintah yang di tempatkan di desa dengan jumlah balita dan ibu hamil bahkan calon ibu yakni 1:100. Pelayanan kesehatan hanya dengan mengandalkan 1 pelayan kesehatan yakni bidan desa tidak akan memberikan hasil optimal bagi pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat. Walaupun, telah ada kader kesehatan yang dilatih di untuk membantu penenganan pelayanan kesehatan baik itu posyandu maupun pelayanan kesehatan, masih didapati bahwa pelayanan tersebut membutuhakan lebih banyak lagi tenaga kesehatan terlatih dengan kualitas yang tinggi, sehingga dapat menjamin keterpenuhan kebutuhan kesehatan masyarat. <br />Peluang pengembangan tenaga kesehatan terlatih untuk membantu pelayanan kesehatan di desa, dapat dilakukan melalui upaya kerja sama dengan pihak-pihan lembaga pemerintah yakni Dinas Kesehatan Kabupaten TTS atau dengan organisasi non pemerintah/NGO yang memiliki agenda program di bidang kesehatan seperti CWS dan Plan Soe . <br />Bidang Ekonomi<br />Sebagaiman memperhatikan peluang pengembangan ekonomi yang merupakan agenda pembangunan nasional Indonesia, difokuskan pada penanggulangan kemiskinan, pengurangan kesenjangan, peningkatan kesempatan kerja, revitalisasi pertanian, perkebunan, peternakan dan sektor kerajinan di pedesaan, usaha pembangunan khususnya di negara berkembang, tidak bisa terlepas dari wilayah pedesaan. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk di negara berkembang masih bermukim di daerah pedesaan dan mayoritas masih dalam kondisi miskin. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan di negara berkembang dapat dilihat dari perkembangan di wilayah pedesaan itu sendiri. Sesuai dengan pencitraan pedesaan pada umumnya, komunitas pedesaan identik dengan para petani dan kehidupan para petani. Oleh karena itu, kehidupan pedesaan tidak lepas dari perilaku ekonomi yang khas dari keluarga petani yaitu pola kelembagaan ekonomi pedesaan yang belum dapat meninggalkan ciri masyarakat ekonomi pertanian yang berorientasi subsisten. Kegiatan perekonomian di pedesaan masih didominasi oleh usaha-usaha skala mikro dan kecil dengan pelaku utama para petani, buruh tani, pedagang sarana produksi dan hasil pertanian, pengolah hasil pertanian, pengrajin, buruh serta pengecer. Apalagi, desa didukung dengan tingkat pengembangan SDM masyarakatnya yang ditandai dengan adanya kelompok-kelompok usaha berbasis masyarakat yang telah terbentuk melalui program-program pemberdayaan masyarakat, baik dalam bidang pertanian, peternakan, perkebunan dan kerajinan. <br />Namun demikian, para pelaku usaha ini pada umumnya masih dihadapkan pada permasalahan klasik yaitu terbatasnya ketersediaan modal. Sebagai unsur esensial dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat pedesaan, keterbatasan modal dapat membatasi ruang gerak aktivitas sektor pertanian dan pedesaan. Dalam jangka panjang, kelangkaan modal bisa menjadi entry point terjadinya siklus rantai kemiskinan pada masyarakat pedesaan yang sulit untuk diputus.<br />Untuk menjawab permasalahan keterbatasan modal serta dengan kemampuan fiskal pemerintah yang semakin berkurang, maka perlu lebih mengoptimalkan potensi lembaga keuangan yang dapat menjadi alternatif sumber dana bagi masyarakat pedesaan. Salah satu kelembagaan keuangan yang dapat dimanfaatkan dan didorong untuk membiayai kegiatan perekonomian di pedesaan yang mayoritas usaha penduduknya masuk dalam segmen mikro adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Secara sederhana, LKM dapat diartikan sebagai suatu lembaga jasa layanan keuangan tabungan dan kredit (simpan-pinjam) dalam skala mikro dan kecil yang berkelanjutan bagi masyarakat yang mempunyai usaha skala mikro dan kecil. Bentuk-bentuk dari LKM ini beraneka ragam, bisa berbentuk renteni sampai berbentuk koperasi simpan pinjam. Keberadaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan indikator berjalannya roda perekonomian di suatu desa, mengingat populasi UKM pada tahun 2007 di Indonesia mencapai 49,8 juta (99%) dari jumlah usaha 49,845 unit usaha. Oleh karena itu, diperlukan dukungan atau bantuan berupa modal, baik berupa uang maupun teknologi kepada pelaku UKM yang dijalankan masyarakat desa sendiri. Dalam perkembangannya, lembaga-lembaga keuangan mikro ini lebih mengena di kalangan pelaku UKM karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan pada pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan mikro sesuai dengan kebutuhan pelaku UKM, yang umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat usaha kecil. Mengingat pentingnya ranah ekonomi yang merupakan titik sentral dalam kehidupan masyarakat pedesaan, maka dalam pembangunan ekonomi di Desa Binaus diperlukan upaya untuk menumbuhkan dan merevitalisasi kelembagaan khususnya di bidang ekonomi untuk bisa memaksimalkan sumberdaya yang ada di masyarakat pedesaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. <br />Bidang Pertanian, Perkebunan dan Peternakan<br />Peluang pengembangan bidang pertanian, perkebunan dan peternakan dapat dilakukan melalui strategi pengembangan yang terpadu. Maksudnya ialah keterpaduan upaya pengembangan ketiga sektor di atas dilaksanakan secara komprehensif dan mutualis simbiosis. Bidang pertanian memang merupakan bidang yang bibedakan dengan perkebunan atau peternakan, tetapi potensi pengembangan yang memanfaatkan dukungan-dukungan internal atau eksternal dari tiap-tiap bidang dapat menjadi salah satu kunci yang menentukan keberhasilan pengembangan ketiga bidang ini. Beberapa peluang pengembangan yang strategis ialah peningkatan produktivitas tanaman pangan dan tanaman perkebunan serta holtikultura, optimalaisasi pemanfaatan lahan, pengembangan usaha pertanian dan pengembangan kelembagaan di bidang pertanian dan perkebunan. <br />Dalam konteks SMD, potensi pengembangannya dilihat dari telah tumbuhnya kelompok-kelompok pengembangan komoditi pertanian, luas lahan yang tersedia serta prospek pasar jeruk keprok dan alpukat sebagai komoditi tanaman jenis buah-buahan yang menjadi unggulan atau primadona dari bidang pertanian. Akan tetapi, kelemahan yang dimiliki dari segi pertanian ialah dari ketersediaan lahan penanaman jeruk keprok seluas 2 Ha, lahan tanam tersebut masih tersebar-sebar dan ditanami secara heterogen atau bercampur dengan jenis-jenis tanaman linnya, masih ada lahan yang belum dimanfaatkan, hasil produksi bersifat statis bahkan ada kecendrungan menurun dari tahun ke tahun, keterbatasan modal untuk budi daya jeruk, masih rendahnya pengetahuan dan keterampilan serta motivasi untuk mengupayakan pengembangan demi mencpai tingkat produksi tanaman jeruk keprok yang tinggi dan berkualitas. Selain itu, untuk meningkatkan produktivitas hasil pengolahan pertanian, jeruk keprok dapat dikembangkan menjadi sirup jeruk dengan memanfaatkan teknologi pengolahan sederhana untuk hasil pertanian. <br />Bidang Kehutanan<br />Berdasarkan identifikasi potensi kehutanan di desa Binaus, potensi unggulan desa di bidang kehutanan ialah kayu olahan. Kayu-kayu olahan ini dikembangkan melalui program konversi hutan oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan Kabupaten TTS. Konversi hutan ini, di dukung oleh upaya pemerintah desa dan tokoh masyarakat serta masyarakat desa dengan melakukan program perlindungan hutan atau swaka alam dan swaka marga sarwa. Selain itu, upaya pengembangan di bidang kehutanan berkaitan juga dengan perlindungan sumber air tanah dan pencegahan erosi. Dengan pola pengembagan hutan rakyat berbasis ekonomi ini, merangsang terjadinya learning proces yang memungkinkan terjadinya koreksi dan peningkatan terus menerus. Yang tak kalah pentingnya adalah dahan dan ranting pohon-pohon besar di dalamnya yang menjadi salah satu penopang ekonomi masyarakat sekitar. Pengembangan lebah madu dengan mamanfaatkan setiap dahan dan ranting pohon dipenuhi madu hutan yang sudah menjadi milik setiap suku yang bermukim di sekitarnya harus direvitalisasi kembali, sebab terlihat penurunan jumlah produksi lebah madu pada masa-sama terkhir. <br />Potensi Flora dan Fauna yang terdapat di wilayah hutan desa berdasarkan data penelitian menunjukkan, kawasan hutan desa Binaus memiliki tipe vegetasi yang merupakan perwakilan hutan homogen daratan tinggi. Kawasan ini juga didominasi berbagai jenis ampupu (Eucalyptus urophylla) yang tumbuh secara alami dan jenis cendana (Santalum album). Selain itu di sini dapat ditemui berbagai jenis pohon lainnya seperti hue (Eucalyptus alba), bijaema (Elacocarpus petiolata), haubesi (Olea paniculata), kakau atau cemara gunung (Casuarina equisetifolia), manuk molo (Decaspermum fruticosum), dan oben (Eugenia littorale). Ada juga salalu (Podocarpus rumphii), natwon (Decaspermum glaucescens), natbona (Pittospermum timorensis), kunbone (Asophylla glaucescens), tune (Podocarpus imbricata), natom (Daphniphylum glauceccens), kunkaikole (Veecinium ef. Varingifolium), tastasi (Vitex negundo). Kemudian ada juga manmana (Croton caudatus), mismolo (Maesa latifolia), kismolo (Toddalia asiatica), pipsau (Harissonia perforata), matoi (Omalanthus populneu) dan aneka jenis paku-pakuan dan rumput-rumputan. Selain kaya dengan flora, kawasan hutan Binaus juga menyimpan aneka fauna khas Timor yakni Rusa timor (Cervus timorensis), kus-kus (Phalanger orientalis), babi hutan (Sus Vitatus), biawak (Varanus salvator), biawak timor (Varanus timorensis). Di sini juga ada sanca timor (Phyton timorensis), ayam hutan (Gallus gallus), punai timor (Treon psittacea), betet timor (Apromictus jonguilaceus), pergam timor (Ducula cineracea), perkici dada kuning (Trichoglosus haematodus).<br />Dengan demikian, potensi hutan Binaus dan wilayah sekitarnya dapat ditingkatkan statusnya menjadi hutan dengan status taman nasional. Hal ini dikarenakan oleh jenis hutan yang merupakan hutan heterogen. Prospek pengembangan hutan manjadi taman nasional terletak juga pada pemanfaatan kawasan hutan sebagai wilayah swaka yang seringkali dijadikan obyek penelitian dari berbagai peneliti lokal dan asing. Apalagi, berbagai macam jenis satwa dilindungi di kawasan hutan. Demikian, jika status cagar alam ini segera ditingkatkan menjadi taman nasional akan sangat bermanfaat bagi desa. <br />Bidang Pertambangan<br />Peluang pengembangan di bidang pertambangan ialah pembangunan pertambangan rakyat. Pertambagan rakyat merupakan implementasi strategi pengelolaan sumber daya pertambangan yang pada dasarnya diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat. Pertambangan rakyat mendudukan rakyat sebagai pemilik, pengelola dan produsen hasil tambang yang ada di desa. <br />Pertama-tama diperlukan upaya pengutan kapasitas SDM rakyat secara politik melalui pendidikan politik di bidang pertambangan. Pendidikan politik ini berkaitan upaya memberikan pemahaman kepada rakyat akan hah-hak kepemilikan dan pengelolaan Sumber daya tambang yang ada. Keuatan rakyat ini dapat di wujudkan secara konkrit melalui pembangunan kekuatan politik yakni organisasi tambang rakyat yang bertugas melakukan analisis terhadap potensi SDA, analisis dampak lingkungan dan sistem pengelolaannya serta pemasaran serta hal lain yang diperlukan. <br />Bidang Pemerintahan<br />Di bidang pemerintahan potensi pengembangan SDM dapat dilakukan melalui program-program penguatan kapsitas aparatur pemerintahan. Program penguatan kapisitas administrasi dan manajemen, pengembangan dan pengelolaan sumber pendapatan desa, pengenalan potensi desa dan pengembangannya. <br />Sosial Kelembagaan<br />Pengebangan kelembangaan desa berkaitan dengan revitalisasi lembanga-lembanga yang telah ada. Hal ini diperlukan untuk mengaktifkan kembali lembaga-lembaga yang ada namun mengalami stagnasi. Pertimbangan revitralisasi lembangan juga perlu didukung dengan penguatan kapasitas lembaga ada pengurusnya terutama dari segi SDM. <br />2.5 Kelemahan<br />Bidang Pendidikan<br />Kelemahan pengembangan potensi pendidikan pertama berkaitan dengan kondisi ekonomi masyarakat desa. Mayoritas masyarakat adalah petani dengan tingkat pendapatan yang rendah. Hal ini membuat mereka kesulitas untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Apalagi kondisi ini diperparah dengan tendensi biaya pendidikan yang terus menerus naik, oleh karena liberalisasi dan privatisasi dunia pendidikan yang semakin jelas di tunjukan melalui kebijakan negara di bidang pendidikan nasional. Hal ini berdampak pada semakin mahalnya harga pendidikan, sehingga mereka yang lemah secara ekonomi harus terancam tidak berpendidikan. <br />Untuk pengadaan sekolah baru (SMA) di desa, diperlukan dukungan anggaran yang cukup besar. Perolehan anggaran pembangunan sekolah baru tentu saja tidak dapat mengharapkan desa berupaya sendiri untuk memenuhinya. Oleh karena itu, diperlukan dukungan anggaran dari pemerintah atau lembaga swasta guna merealisasikan kebutuhan desa berkaitan dengan pengadaan SMA di desa Binaus. <br />Peningkatan mutu pengajar, berkaitan dengan peningkatan kualifikasi dan kompetensi pengajar, khususnya pada tingkatan Sekolah Dasar (SD). Salah satu kelemahan dalam upaya peningkatan profesionalisme guru ialah keterbatasan wadah pengembangan diri baik secara formal maupun infomal yang dapat dimanfaatkan oleh guru. Kelemahan lain yang tidak kalah penting ialah cukup rendahnya motivasi pengembangan diri dari para guru. Pertama-tama ini diakibatkan oleh rendahnya tingkatan daya saing guru-guru di wilayah-wilayah desa dan kedua berkaitan dengan sikap puas atau merasa cukup dengan kualifikasi diri guru yang sudah ada. Hal ini dibuktikan dengan sulitnya bagi guru untuk memanfaatkan peluang pengembangan diri. <br />Peningkatan sumber belajar baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Ketersediaan sumber belajar/buku di sekolah yang belum dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Ketersediaan buku yang ada di sekolah masih disimpan dan belum dimanfaatkan khususnya bagi siswa. Hal ini menyebabkan tumbuhnya kultur belajar yang negatif yakni rendahnya minat belajar dan minat baca siswa. Dampak lanjutan dari kultur negatif ini ialah siswa memiliki kualifikasi yang rendah dari segi pengembangan pola pikir dan kecerdasan. Hal ini ditandai dengan rendahnya partisipasi siswa dalam kegiatan belajar terutama berkaitan dengan pengembangan konsep. Selain itu, budaya baca yang belum tumbuh secara merata dikalangan guru juga turut menjadi kelemahan dalam pengembangan kualitas pendidikan. <br />Kelemahan yang juga ditemukan dalam pengembangan pendidikan di bidang nonformal khususnya di bidang pengemnangan keterampilan (live skill) ialah masih kurangnya kesinambungan kegiatan-kegiatan yang menunjukan tingkat optimal dari hasil pengembangan keterampilan. Beberapa kelompok memangan mengalami stagnasi setelah dibekali dengan keterampilan guna mendukung mereka dalam mewujudkan kreatifitas dan inovasi. Selain itu, terdapat juga kelemahan dari segi ekonomi yakni dukungan dana guna melaksanakan upaya produktif berdasarkan keterampilan yang telah diterima atau dimiliki. <br />Bidang Kesehatan<br />Kelemahan dalam hal masih kurangnya kapasitas SDM tenaga kesehatan desa yang telah dikaderkan untuk membantu petugas kesehatan pemerintah. Selain itu, dari segi jumlah juga merupakan kelemahan yang cukup signifikan karena dapat berdampak pada ketidakoptimalan layanan kesehatan bagi masyarakat jika hanya mengharapkan beberapa kader kesehatan terlatih dengan kemampuan dasar. Kelemahan lainnya ialah tenaga kesehatan pemerintah yang hanya berjumlah satu orang, tidak dapat berdomisili di desa, melainkan di wilayah kabupaten. Hal ini mengakibatkan ketidakefektifan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, terkhusunya pada kondisi yang emergensi. Kelemahan juga terdapat pada optimalisasi sarana layanan kesehatan yang ada -namun masih terbatas-baik dari segi pengetahuan dan keterampilan pemenfaatan dan kelengkapan sara. <br />Kelemahan lain berkaitan dengan lemahnya kesadaran masyarakat untuk mewujudkan kebiuasaan hidup sehat. Mulai dari kesehatan lingkungan, rumah dan keluarga. Beberapa kasus kesehatan seperti wabah muntahber merupakan wabah yang diakibatkan oleh lingkungan yang kurang sehat dan gaya hidup sehat yang masih kurang. Selain itu, juga terdapat kelemahan dari segi pengetahuan masyarakat dalam hal pengetahuan kesehatan berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari seperti makan-minum dan MCK sehat. <br />Bidang Ekonomi<br />Kelemahan di bidang ekonomi yaitu terbatasnya ketersediaan modal. Sebagai unsur esensial dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat pedesaan, keterbatasan modal dapat membatasi ruang gerak aktivitas sektor pertanian dan pedesaan. Dalam jangka panjang, kelangkaan modal bisa menjadi entry point terjadinya siklus rantai kemiskinan pada masyarakat pedesaan yang sulit untuk diputus. <br />Bidang Pertanian dan Perkebunan<br />Kelemahan berkaitan dengan pengembangan potensi di bidang pertanian dan perkebunan ialah ketersediaan lahan pertanian tidak dikuasai secara merata. Hal ini mengakibatkan banyak lahan pertanian atau perkebunan yang tidak tergarap. Bagi mereka yang memiliki lahan yang luas, tidak memiliki tenaga yang cukup untuk mengolah lahan mereka, sedangkan bagi mereka tidak memiliki lahan harus menggarap lahan orang dan hal ini berdampak pada ketidakmemadaian hasil yang mereka peroleh guna memenuhi kebutuhan hidupnya. <br />Kelemahan lain juga berkaitan dengan tingkat kesadaran masyarakat untuk menekuni usaha pembudidayaan komoditas pertanian primadona yakni jeruk keprok. Upaya pengembangan dari segi SDM walaupun telah cukup diupayakann, namun masih diperlukan dorongan yang ekstra untuk membawa masyarakat pada tataran proaktif sebagai petani jeruk dengan tingkat produksi jeruk yang tinggi baik dari segi kuantitas maupun berkualitas.<br />Kelemahan lainnya berkaitan dengan keterbatasan teknologi pengolahan dan modal usaha pengembangan di bidang pertanian dan perkebunan. Dukungan pemerintah dalam bentuk teknologi pengolahan dan modal masih merupakan problem yang dialami masyarakat. Jikalaupun ada, maka lebih banyak mengandalkan dukungan pihak ketiga. Kelemahan juga berkaitan dengan dukungan pemerintah dalam mewadahi pemasaran jeruk keprok yang benar-benar memberikan jaminan /kepastian pemasaran bagi petani jeruk, sehingga dapat berdampak peningkatan kesejahteraan hidup petani. <br />Dan kelemahan yang masih dianggap signifikan ilah belum adanya lembaga pertanian rakyat yang mandiri yang dapat mewadahi keseluruhan pergumulan para petani. Kelembagaan yang memberikan dukungan secara politis, teknik pembudidayaan secara profesional, pengembangan atau perluasan jejaring guna penggalangan dana, teknologi, pasar dan lainnya guna. <br />Bidang Kehutanan<br />Desa Binaus merupakan desa dengan karakteristik desa hutan atau biasa diartikan dengan wilayah desa dengan tingginya potensi hutan. Salah satu kelemahan potensi hutan desa berkaitan dengan buruknya setting kebijakan, dan regulasi pembangunan kehutanan. Potensi hutan yang besar justru dikuasai oleh pemerintahan dan bukannya oleh masyarakat secara merata. Kelemahan lain berkaitan dengan pemanfaatan hutan yang belum menunjukan perencanaan tingkat produksi hutan kesesuain perencanaan peningakatan produksi hutan, kesuaian fisik hutan, keseimbagan lingkungan dan pengembagan ekonomi berbasis hutan dan mekanisme pasar yang mendukung lingkungan pengembangan.<br />Bidang Pertambangan<br />Kelemahan dari upaya pengembangan pertambangan rakyat ialah belum adanya atau belum terbentuk kekuatan politik rakyat di bidang pertambangan yang dapat melindungi segenap kepentingan masyarakat adat sebagai pemiliki kekayaan tambang tersebut. Kelemahan lain dalam pengembangan potensi tambang ini ialah kepemilikan lahan yang mengandung hasil tambang hanya dimiliki oleh beberapa orang, sedangkan mayoritasnya tidak memiliki. Hal ini memberikan gambaran ketidakberimbangan keterpenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat desa lantaran lebih banyak masyarakat hanya menjadi buruh pada upaya pemanfaatan hasil tambang. <br />Bidang Pemerintahan<br />Kelemahan di bidang pemerintahan desa ialah kurangnya wadah pengenguatan dan pengembangan kapasitas SDM aparatur desa, baik yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, propinsi dan pusat. Selain tiu, masih barunya penyelenggaraan pemerintahan pasca pemekaran kecamatan turut menjadi kelemahan yang baru bisa ditanggulangi secara perlahan-lahan. <br />Bidang Sosial Kelembagaan<br />Kelemahan yang berkaitan dengan potensi pengembangan Kelembagaan Adat desa ialah masih lemahnya upaya promosi adat sebagai keunggulan lokal yang memiliki nilai seni dan budaya serta prospek pasar budaya yang memiliki nilai ekonomis tinggi bagi desa dan masyarakat. Konsep serta strategi pengembangan yang telah dilakukan seperti pelestarian dan pengembangan seni budaya melaui pameran budaya lokal untuk mempopulerkan barang seni yang diproduksi masyarakat dan seni budaya non fisik masih sangat terbatas. Tentu saja hal ini berkaitan dengan tingkat pengetahuan pengembangan seni budaya adat masyarakat. <br />Kelemahan dari segi sosial kelembagaan juga terlihat dari beberapa lembaga seperti Kelembagaan Masyarakat (LKMD), Kelembagaan Perempuan, PKK dan Karang Taruna belum menunjukan eksistensinya sebagai kekuatan sosial kemasyarakatan yang dapat berperan sebagai garda depan pembangunan berbasis kemasyarakatan. Selain itu disadari pula bahwa kelemahan dari segi dana dan fasilitas pengembangan kelembagaan masyarakat yang ada. <br />2.6 Hambatan<br />Bidang Pendidikan<br />Hambatan yang terdapat dalam upaya pengembangan di bidang pendidikan antara lain: <br />Hambatan signifikan dan prinsipil dalam pengembangan potensi pendidikan berkaitan dengan kebijakan negara dalam bidang pendidikan. Kebijakan seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan. Kebijakan ini berwatak komersial yakni memperdadangkan atau menkomodifikasi pendidikan nasional. Penerapan kebijakan ini pada prinsipnya merupakan wujud pemberangusan hak pendidikan rakyat dan pelepasan tanggung jawab negara atas pemenuhan hak pendidikan rakyat. Selain itu, kebijakan ini juga tidak memberikan peluang bagi rakyat miskin seperti masyarakat desa untuk memperoleh pendidikan secara lebih mudah, gratis dan bermutu. <br />Untuk pengadaan sekolah baru (SMA) di desa, nampaknya sudah merupakan kebutuhan urgen bagi masyarakat. Melihat jumlah anak usia sekolah yang sedang menjalani studi di tingkat pendidikan SMP, maka seharusnya tersedia wadah pendidikan setingkat SMA di desa untuk mengakomodir kebutuhan pendidikan mereka yang lulus nantinya. Pengadaan sekolah baru ini mengalami hambatan terutama berkaitan dengan mainset pemerintah pada tingkat kecamatan dan kabupaten yang belum menempatkan pengadaan wadah pendidikan setingkat SMA di wilayah desa atau kota kecamatan Mollo Tengah. <br />Hambatan dari segi anggaran sebenarnya bertolak dari inisiatif kebijakan pemerintah. Jikalau kebijakan penggadaan SMA pada tingkatan desa atau kecamatan Mollo Tengah telah dilihat sebagi kebutuhan yang sifatnya urgen, maka persolan anggaran adalah merupakan tanggung jawab pemerintah tanpa membebankan masyarakat. Selain itu, hambatan berkaitan dengan anggaran pengadaan SMA, otonomi desa memberikan peluang bagi pemerintah desa untuk bekerja sama dengan pihak ketiga untuk pengadaan sekolah pada tingkat SMA di desa. Hal ini, merupakan langkah yang sangat strategis dari pengejewantahan sumber daya pemerintahan desa yang sebagaimana pada tahun sebelumnya telah mengupayakan kerja sama dengan Lembaga nonpemerintah yakni I BEB dari Australia untuk pengadaan 1 Unit Sekolah Baru pada tingkat SMP di desa. <br />Hambatan yang dihadapi desa dalam upaya peningkatan mutu pengajar, berkaitan dengan minimnya atau terbatasnya wadah pengembangan diri baik secara formal maupun infomal yang dapat dimanfaatkan oleh guru SD di desa Binaus. Dan dari segi peningkatan sumber belajar baik dari segi kuantitas maupun kualitas ialah lemahnya kesadaran dan tindakan guru untuk memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber belajar yang ada yakni stok buku pelajaran dan buku-buku penunjang pembelajaran lainnya. Hal ini menyebabkan tumbuhnya kultur belajar yang negatif yakni rendahnya minat belajar dan minat baca siswa. Dampak lanjutan dari kultur negatif ini ialah siswa memiliki kualifikasi yang rendah dari segi pengembangan pola pikir dan kecerdasan. Hal ini ditandai dengan rendahnya partisipasi siswa dalam kegiatan belajar terutama berkaitan dengan pengembangan konsep. Selain itu, budaya baca yang belum tumbuh secara merata dikalangan guru juga turut menjadi kelemahan dalam pengembangan kualitas pendidikan. <br />Hambatan yang juga ditemukan dalam pengembangan pendidikan di bidang nonformal khususnya di bidang pengembangan keterampilan (live skill) ialah ketiadaan modal usaha bagi kelompok-kelompok pekarya. <br />Bidang Kesehatan<br />Hambatan yang terdapat dalam upaya pengembangan di bidang kesehatan ialah terbatasnya tenaga kesehatan di desa, apalagi diperparah dengan tidak berdomisilinya tenaga kesehatan tersebut dengan masyarakat desa. Hambatan lainnya ialah masih kurangnya anggaran untuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan terlatih di desa atau yang biasa disebut sebagai kader kesehatan desa. Kurangnya anggaran juga menjadi hambatan bagi pengembangan sarana kesehatan untuk baik di posyandu maupun Pustu.<br />Hambatan berkaitan dengan lemahnya kesadaran masyarakat untuk mewujudkan kebiuasaan hidup sehat, mulai dari kesehatan lingkungan, rumah dan keluarga, makan dan minum, tidak semata-mata merupakan hambatan yang an sich sifatnya, melaikan berkaitan juga dengan tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat yang rendah sehingga sulit mengakses kebutuhan kesehatan baik yang sifatnya materian atau nonmaterial. <br />Bidang Ekonomi<br />Hambatan yang terdapat dalam upaya pengembangan di bidang ekonomi yaitu terbatasnya ketersediaan modal untuk pengembangan usaha kecil dan mikro. Hambatan dari segi ekonomi juga berkaitan dengan integrasi pengembangan industri mikro dan kecil dengan sub bidang lainnya yang menopang keterciptaan mobilisasi ekonomi pedesaan seperti bidang pertanian, perkebunan, peternakan, kerajinan dan lain sebagainya. <br />Dari segi SDM, pengembangan bidang ekonomi juga masih merupakan hambatan yang signifikan. Karena melalui kapasitas SDM yang kuat di bidang ekonomi, maka baru dapat dibangun serta digerkannya ekonomi mikro dan kecil melalui konsep industri kecil di wilayah desa. <br />Bidang Pertanian<br />Hambatan yang terdapat dalam upaya pengembangan di bidang pertanian dan perkebunan ialah penguasaan lahan pertanian dan perkebunan yang tidak merata. Selain itu, hambatan yang tidak terlepas dari hambatan pertama ialah dengan kondisi penguasaan lahan yang tidak merata, telah mengakibatkan ketidakmasimalan penggunaan lahan yang ada. Beberapa orang memiliki lahan pertanian dan perkebunan dengan luas di atas 10 Ha, tentu saja tidak dapat mengolahnya secara optimal hanya dengan mengandalkan tenaga mereka sendiri serta dengan menggunakan teknologi pertanian atau perkebunan yang tradisional. <br />Hambatan lainnya ialah dengan keterbatasan penguasaan lahan dan pemanfaatannya, mayoritas penggarap lahan yang mempergunakan tanah milik tuan-tuan tanah hanya dapat menanam tanaman umur pendek yang diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Sedangkan, untuk jenis tanaman produktif para penggaran tidak dapat mengupayakannya, karena lahan yang ada bukan milik mereka. Padahal, diakui bahwa salah satu kunci pengembangan ekonomi masyarakat di bidang pertanian dan perkebunan ialah para petani dapat menanam tanaman produktif yang memberikan kentungan jauh lebih besar dan lebih lama bagi mereka. <br />Hambatan lainnya ialah masyarakat juga memiliki tingkat kesadaran yang rendah untuk menekuni usaha pembudidayaan komoditas pertanian primadona seperti jeruk keprok. Hambatan seperti pengunaan teknologi penanaman, perawatan dan pengolahan hasil jeruk juga terlihat jelas dimasyarakat. Dan hambatan yang masih dianggap signifikan ialah pengembangan sektor pertanian dan perkebunan tidak didukung dengan lembaga pertanian berbasis rakyat yang mandiri sehingga dapat mewadahi keseluruhan pergumulan para petani. Kelembagaan yang memberikan dukungan secara politis, teknik pembudidayaan secara profesional, pengembangan atau perluasan jejaring guna penggalangan dana, teknologi, pasar dan lainnya guna. <br />Bidang Kehutanan<br />Pengembangan di bidang kehutanan dengan setting kebijakan dan regulasi pembangunan kehutanan yang ditujukan untuk memberikan perlindungan hutan atau pelestarian hutan, air tanah dan perlindungan satwa hutan, namun masih ada hambatan yakni bagaimana potensi hutan adat/ulayat dapat memiliki perspektif produksi serta pemasaran yang dapat memberikan kontribusi bagi penyejahteraan masyarakat. Oleh karenanya, hambatan dalam bentuk strategi pengembangan hutan berbasis produksi yang sesuai peningakatan produksi hutan, kesuaian fisik hutan, keseimbagan lingkungan dan pengembagan ekonomi berbasis hutan serta mekanisme pasar yang mendukung lingkungan pengembangan hutan sehingga kelestariannya tetap terjaga untuk kepentingan masyarakat yang sifatnya jangka panjang.<br /><br /><br />Bidang Pertambangan<br />Hambatan yang terdapat dalam upaya pengembangan di bidang ialah belum adanya kekuatan independent atau otonom berbasis rakyat adat yang dapat melindungi kekayaan tambang mangan serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara merata ketika mangan tersebut dimanfaatkan. Sejauh ini beberapa investor telah melakukan pendekatan dengan pemerintah desa dan tokoh-tokoh adat, namun pemerintah dan masyarakat adat belum membuka diri terhadap tawaran mereka. Hal ini diakibatkan oleh ketidakpuasan masyarakat adat serta pemerintah dengan tawaran-tawaran investor yang dinilai hanya akan mengeksploitasi kekayaan tambang masyarakat. Demikian juga, pemeritah kecamatan dan kabupaten belum memberikan kesepakatan mereka dengan para investor dengan pertimbangan-pertimbangan yang kurang lebih sama dengan apa yang dipikirkan masyarakat dan pemerintah desa. <br />Melihat gejala ini, maka diperlukan uapaya penguatan kapasitas SDM rakyat desa terlebih dahulu sehingga mampu mengelola dan memanfaatkan secara bijaksana potensi tambang yang ada dan jangan sampai kekayaan alam desa ini menjadi sasaran empuk eksploitasi para pemodal yang tidak memiliki keinginan membangun kesejahteraan desa dan masyarakatnya. Selain itu, pengelolaan harus sesuai Peraturan Daerah (Perda) No 7 tahun 2008 tentang Usaha Pertambangan Umum yang setidaknya ada empat tahapan sebelum pengusaha diperbolehkan mengeksploitasi lokasi tambang. Mengingat mangan adalah jenis bahan galian dengan kategori B dam memiliki manfaat untuk dijadikan sebagai bahan baku industri baja, korek api, kimia, baterai kering, gelas dan cat, maka prospek keuntungan bagi masyarakat dan desa akan sangat baik jika dikelola secara bijak oleh rakyat. <br />Hambatan barkaitan dengan belum dilakukan studi aspek lingkungan perubahan fungsi cagar alam menjadi kawasan penambangan mangan dapat menimbulkan kerusakan habitat, menurunkan produktivitas lahan dan mengancam tata air yang dapat mengakibatkan penurunan produksi tani seperti perladangan, tegalan dan sawah. Hal itu juga akan menimbulkan kecemburuan sosial dan keresahan di kalangan masyarakat. Selain itu penambangan juga dapat menimbulkan kerusakan prasarana transportasi.<br />Secara ekologis, posisi atau letak area mangan merupakan salah satu wilayah tangkapan dan tendon air yang baik disamping hutan. Sebagai wilayah tangkapan air, batu mangan di wilayah Binaus merupakan wilayah sumber air (hulu) bagi masyarakat. Jika batu ini ditambang atau dirusak, maka keseimbangan ekologis, khususnya dalam ketersediaan air bagi masyarakat akan sangat terganggu, apalagi wilayah Binaus merupakan salah satu daerah yang selalu mengalami kekeringan setiap tahunnya. Disamping itu, daerah di sekitar lokasi pertambangan merupakan satu wilayah produktif yang telah menghidupi masyarakat secara turun temurun. Masyarakat memanfaatkannya sebagai lahan pertanian. Dengan demikian diperlukan kearifan pengelolaan mangan dengan keberlangsungan tata-hidrology demi keberlangsungan hidup masyarakat. Disamping alasan yang bersifat ekologis, ada pula alasan yang didasarkan pada kultur atau kebudayaan masyarakat setempat. <br />2.7 Isu-isu Perubahan yang Fundamental <br /> Isu-isu perubahan yang fundamental yang berkaitan dengan desa Binaus ialah:<br />a) Pemekaran Kabupaten Mollo Tengah. <br />b) Perubahan status desa menjadi kelurahan.<br />c) Eksploitasi SDA desa yakni pertambangan mangan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />IDENTIFIKASI MASALAH DAN RENCANA KEGIATAN<br />3.1 Diskripsi Masalah Berdasarkan Bidang Pembangunan<br />a. Pendidikan<br />Permasalahan di bidang pendidikan dapat di bagi menjadi 2 (dua) yakni pendidikan formal dan pendidikan non formal. Di bagian pendidikan formal terdapat 3 (tiga) permasalahannya yakni (1) Belum adanya satuan pendidikan pada tingkat SMA di desa Binaus atau di kecamatan Mollo Tengah, sampai saat ini pasca pemekaran kecamatan pada tahun 2008 lalu dengan kecamatan Mollo Selatan. Pada prinsipnya sudah menjadi kebutuhan yang urgen sifatnya, jikalau satu kecamatan memiliki satu satuan pendidikan seperti SMA. Apalagi kebutuhan ini didukung dengan jumlah angkatan belajar yang cukup besar pada tingkat pendidikan SMP. Dengan demikian, sudah menjadi keharus bagi pemerintah melalui penentuan kebijakan untuk memprioritaskan pembangunan unit sekolah pada tingkatan SMA, sehingga setidak-tidaknya desa atau kecamatan memiliki SMA guna mengakomodasi kebutuhan pendidikan masyarakat. Kecamatan Mollo Tengah memiliki 6 desa dengan jumlah siswa SMP yang akan masuk SMA pada kurun waktu satu tahun ke depan mencapai beratus-ratus orang yang jumlahnya cukup bahkan melebihi jumlah standar 1 angkatan belajar pertahun untuk tingkatan SMA. Selain itu, desa binaus juga merupakan desa yang adalah juga kota kecamatan Mollo Tengah, sehingga letaknya strategis bagi pembangunan SMA. (2) masalah kurangnya profesionalisme guru khususnya pada tingkatanSDN Sakteo. Rata-rata guru memiliki pendidikan SPG yang telah memiliki masa tugas dari 10-25 tahun. Walaupun mereka memiliki kelebihan pengalaman akan tetapi dari segi progresifitas pengetahuan dan keterampilan sebagai pengajar mereka memiliki banyak kekurangan dalam bidang kependidikan sebagaimana yang telah berkembang saai ini. Hal ini berdampak pada mutu proses pendidikan yang berjalan di sekolah. Siswa hanya menerima pelajaran dari guru-guru berdasarkan pengalaman mereka seadanya. Keterampilan dan pengetahuan yang sudah kurang relevan dengan tuntutan kebuhan masyarakat di era perkembangan. Oleh karena itu, tentu saja ini berdampak pada mutu belajar para siswa. Dengan mutu proses yang rendah maka anak menghasilkan mutu hasil yang rendah pula. Dan dengan mutu hasil yang rendah dapat kita bayangkan sedemikian rendahnya potensi pengembangan SDM desa. (3) Mutu sumber belajar yang rendah baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sumber belajar secara teoritik memainkan peran vital bagi peningkatan pengetahuan dan keterampilan baik guru dan siswa. Jikalau sumber belajar yang ada kurang bermutu maka tidak dapat memberikan kontribusi yang efektif dan bagi peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dan siswa. Pregres belajat berkutat di tempat apat dapat dikatakan mengalami stagnasi. Hal ini turut memberikan sumbangsih negatif bagi tumbuhnya kultur belajar yang menjadi tuntutan pendidikan. Budaya baca tulis pada lingkungan pendidikan akan sangat rendah. hal ini terindikasi jelas dari tidak tersediannya perpustakaan di sekolah. Kondisi ini memberikan kita gambaran prospektif yang pesimistik khususnya bagi peningkatan mutu pendidikan baik in put, proses dan out putnya. <br />Sedangkan pada bagian pendidikan non fornal, permasalahannya berkaitan dengan pengembangan live skill masyarakat desa yang kurang terencana baik dari segi konsep pengembangan, strategi dan arah serta tujuan yang ingin dicapai. Kekurangperencanaan ini mengkibatkan beberapa kelompok mengalami stagnasi dan tidak produktif pasca moment-moment pengembangan seperti kegiatan pendidikan dan pelatihan. Selain itu, beberapa kelompok pengembangan live skill yang memeiki orientasi produktif seperti kelompok tani, kelompok ternak, kelompok pengrajin juga menaglami stagnasi karena tidak memiliki modal dan fasilitas untuk berinovasi dan berkeasi bagi tujuan penyejehteraan mereka. Pada bagian lain dari pelaksanaan pendidikan non formal, salah satu kegiatan pendidikan seperti Sanggar Anak belum dapat dioperasikan karena belum memiliki dukungan instruktur serta tempat untuk menyelenggarakan kegiatannya. Untuk upaya penyetaraan pendidikan/paket dan pengentasan buta aksara fungsional cukup berhasil diupayakan. Hal ini ditandai dengan semakin menurunya masyarakat yang tergolong buta aksara fungsional dan yang meningkatnya masyarakat yang telah mengikuti pakat penyetaraan pendidikan. <br />a. Kesehatan<br />Permasalahan di bidang kesehatan ialah keterbatasan tenaga kesehatan untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan masyarakat desa. Walaupun perdapat 1 petugas kesehatan yakni bidan desa dan dibantu oleh kader-kader kesehatan yang diberikan kelengkapan dasar untuk penanganan masalah-masalah kesehatan yang dialami oleh masyarakat, namun tetap saja hal itu belum dapat dikatakan telah memenuhi kriteria perbandingan petugas kesehatan dengan rasio masyarakat yang ada di desa. Kondisi kekurangan di tenaga kesehatan di desa juga berkaitan dengan masih mahalnya desa memiliki tenaga kesehatan profesional seperti dokter yang hanya bisa ditemukan di Rumah Sakit kabupaten . Itu pun dalam jumlah yang terbatas. Selain itu, keberadaan bidan desa yang tidak berdomisili di wilayah desa semakin memperparah kekritisan ketersediaan tenaga kesehatan di desa baik dari segi kuantitas dan kualitasnya. Selain itu, posyandu dan Pustu yang tersedia di desa juga memiliki fasilitas kesehatan yang seadanya. Untuk mensiasati kekeurangan-kekurangan tersebut, pemerintah desa dan masyarakat serta beberapa NGO melakukan upaya pengembangan mutu layanan kesehatan masyarakat desa melalui upaya pengkaderan tenaga kesehatan desa atau relawan kesehatan dan berbagai macam pendidikan dan latihan serta berbagai sosialisasi kesehatan bagi masyarakat. Dan untuk kebutuhan peningkatan kesadaran masyarakat berkaitan dengan pentingnya kesehatan seperti kebiasaan hidup sehat, mulai dari kesehatan lingkungan, rumah dan keluarga, makan dan minum belum ada upaya inovatif untuk mengintegrasikan peningkatan ekonomi masyarakat dengan bidang kesehatan dan pendidikan. Padahal beberapa kriteria yang dipakai untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat seringkali mengandeng masalah kesehatan dan pendidikan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat.<br />Hal ini menunjukan bahwa akar masalah kesehatan dari segi kebutuhan tenaga medis guna memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat ialah rendahnya perhatian pemerintah kabupaten untuk mengakomodasi kebutuhan kesehatan masyarakat baik dari segi ketersediaan tenaga dan sarana prasarana kesehatan masyarakat pada tingkat desa. Oleh karena itu diperlukan komitmen yang lebih dari pemerintah kabupaten guna mengakomodasi keterpenuhan kebutuhan masyarakat desa melalui kebijakan distribusi tenaga media, pengadaan sarana dan prasarana kesehatan yang jauh lebih lengkat dan bermutu serta alokasi anggaran kesehatan yang jauh lebih besar guna memenuhi kebutuhan kesehatan dari masyarakat senagai kebutuhan primer atau mendasar dari manusia. <br />a. Ekonomi<br />Terdapat 3 (tiga) permasalahan dalam upaya pembangunan ekonomi desa. Pertama, merupakan masalah yang cukup prinsip dari sektor ekonomi sebagai pilar pembangunan desa ialah ketidaktersediaan modal untuk pengembangan usaha mikro dan kecil. Sektor industri kecil sulit hidup di desa lantaran masyarakat yang merupakan petani tidak memiliki modal usaha. <br />Kedua, permasalahan pengembangan ekonomi desa juga berkaitan dengan terfrakmentasinya atau tidak terintegrasinya pengembangan industri mikro dan kecil dengan sub bidang lainnya yang menopang keterciptaan mobilisasi ekonomi pedesaan seperti bidang pertanian, perkebunan, peternakan, kerajinan dan lain sebagainya. <br />Ketiga, dari segi SDM, pengembangan bidang ekonomi juga masih merupakan masalah yang signifikan sifatnya. Karena melalui kapasitas SDM yang kuat di bidang ekonomi, maka baru dapat dibangun serta digerkannya ekonomi mikro dan kecil melalui konsep industri kecil di wilayah desa. <br />a. Pertanian dan Perkebunan<br />Di bidang pertanian upaya pengembangan mememui beberapa permasalahan. Pertama, penguasaan lahan pertanian dan perkebunan yang tidak merata. Kedua, tidak terlepas dari permasalahan pertama ialah dengan kondisi penguasaan lahan yang tidak merata telah mengakibatkan ketidakmasimalan penggunaan lahan yang ada. Beberapa orang memiliki lahan pertanian dan perkebunan dengan luas di atas 10 Ha, tentu saja tidak dapat mengolahnya secara optimal hanya dengan mengandalkan tenaga mereka sendiri serta dengan menggunakan teknologi pertanian atau perkebunan yang tradisional. Dalam kondisi keterbatasan penguasaan lahan dan pemanfaatannya mayoritas penggarap lahan yang mempergunakan tanah milik tuan-tuan tanah hanya dapat menanam tanaman umur pendek yang diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Sedangkan, untuk jenis tanaman produktif para penggaran tidak dapat mengupayakannya karena lahan yang ada bukan milik mereka. Padahal, diakui bahwa salah satu kunci pengembangan ekonomi masyarakat di bidang pertanian dan perkebunan ialah para petani dapat menanam tanaman produktif yang memberikan kentungan jauh lebih besar dan lebih lama bagi mereka. Ketiga, permasalahan berkaitan dengan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk menekuni usaha pembudidayaan komoditas pertanian primadona seperti jeruk keprok. Keempat, pengunaan teknologi penanaman, perawatan dan pengolahan hasil jeruk yang masih sangat tradisoinal . Kelima, permasalahan yang sifatnya cukup signifikan yakni pengembangan sektor pertanian dan perkebunan tidak didukung dengan lembaga pertanian berbasis rakyat yang mandiri sehingga dapat mewadahi keseluruhan pergumulan para petani. Peran kelembagaan pertanian rakyat dapat memberikan dukungan secara politis, pengetahuan dan keterampilan secara profesional, pengembangan atau perluasan jejaring guna penggalangan dana, teknologi, pasar dan lainnya.<br />a. Kehutanan<br />Permasalahan dalam pembangunan potensi hutan di desa Binaus memiliki beberapa permasalahan yakni: Pertama, potensi pengembangan produksi hutan belum dilakukan secara komprehensi berdasarkan karakteristik desa hutan yang memiliki prospek produksi tinggi. Kedua, pengembangan lebah madu dengan memanfaatkan dahan-dahan pohon besar atau wadah budidaya madu mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya ketersediaan pohon akibat penebangan serta semakin sedikitnya masyarakat yang membudidayakan lebah madu. Ketiga, berbagai macam jenis satwa dilindungi di kawasan wisata ini mulai terancam punah akibat perburuan yang dilakukan masyarakat dan pengrusakan hutan untuk tujuan pembukaan lahan atau pemanfaatan kayu hutan. <br />a. Pertambangan<br />Permasalahan di bidang pertambangan yakni: pertama, belum adanya lembaga pertambangan rakyat yang dapat menjadi payung pelindung bagi masyarakat adat dalam memelihara, mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya tambang yakni mangan yang ada di desa. Atau, belum adanya kekuatan independent atau otonom berbasis rakyat adat yang dapat melindungi kekayaan tambang mangan serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara merata ketika mangan tersebut dimanfaatkan. Kedua, diperlukan Analisis Dampak Lingkingan (AMDAL) yang sifatnya objektif baik dari pihak pemerintaha, investor dan terutama lembaga pertambangan barbasis rakyat agar pemanfaatan sumber daya pertambangan tersebut tidak menjadi bencana baru bagi lingkungan dan masyarakat. Ketiga, diperlukan ketegasan dari segi kebijakan pemerintah untuk melindungi aset pertambangan milik masyarakat adat agar dapat pemanfaatannya berdampak positif bagi desa dan masyarakatnya. <br />a. Pemerintahan <br />Permasalahan pengembangan di bidang pemerintahan yakni masih terbatasnya wadah pengembangan SDM atau program-program penguatan kapsitas aparatur pemerintahan, khususnya berkaitan dengan urusan administrasi dan manajemen, pengembangan dan pengelolaan sumber pendapatan desa serta pengenalan potensi desa dan pengembangannya. <br />a. Kelembagaan Sosial<br />Permasalahan pengembangan di bidang sosial kelembangaan yakni: pertama, pengembangan Kelembagaan Adat desa masih memiliki kelemahan dalam hal membudayakan adat istiadat masyarakat sebagai keunggulan budaya lokal yang memiliki nilai edukatif bagi masyarakatnya. Kedua, masih belum maksimal promosi adat sebagai keunggulan lokal yang memiliki nilai seni dan budaya yang memiliki prospek pasar budaya dengan potensi ekonomi tinggi bagi desa dan masyarakat. Ketiga, banyak lembaga sosial kemasyarakatan yang mengalami kemandekan akibat rendahnya daya inovasi dan dukungan modal pengetahuan dan keterampilan serta dukungan anggaran dan fasilitas kelembagaan, sehingga tidak mampu menunjukan eksistensinya sebagai kekuatan sosial kemasyarakatan yang memberikan sentuhan transformatif bagi masyarakat desa. <br />3.2 Penentuan Masalah Berdasarkan Skala Prioritas atau Urgensi<br />Berdasarkan hasil identifikasi masalah dari berbagai bidang pembangunan di atas, maka penentuan masalah berdasarkan skala prioritas atau urgensi dapat dilakukan. Dengan demikian, dapat dideskripsikan secara singkat masalah prioritas atau urgen dalam upaya pengembangan bidang-bidang pembangunan desa selama kurun waktu melaksanakan program Kegiatan Belajar dan Pendampingan Masyarakat (KBPM). <br />Bidang Pendidikan<br />Pada bagian pendidikan formal masalah yang sifatnya prioritas atau urgen bagi sekolah khususnya pada tingkatan SD ialah peningkatan profesionalisme guru SD yang memang masih sangat rendah sehingga menyebabkan rendahnya mutu belajar mengajar dan pengadaan perpustakaan sekolah sebagai jantung atau urat nadi pembelajaran. Dengan demikian, kedua upaya ini untuk mengakomodasi kebutuhan sumber belajar secara proporsional dan berkualitas bagi guru dan siswa di sekolah. Kedua masalah ini menjadi urgen oleh karena berkaitan secara langsung dengan kondisi mutu penyelenggaraan pembelajar di SD yang mengalami krisis mutu. <br />Sedangkan untuk bagian pendidikan non formal, permasalahan urgennya ialah pengembangan live skill masyarakat desa yang kurang terencana baik dari segi konsep pengembangan, strategi dan arah serta tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, diperparah pula oleh ketiadaan modal dan dukungan fasilitas pengembangan program-program kelompok yang sifatnya produktif. Langkah terobosan yang diperlukan untuk masalah di atas ialah perbaikan konsep konsep pengembangan live skill secara terintegrasi dan mutualis serta sesuai dengan dengan potensi SDA desa, ketersediaan sarana dan prasarana pendukung yang tersedia di desa dan dengan modal pengembangan yang madap dijangkau oleh kekuatan ekonomi kelompok. Penyelenggaraan Sanggar Anak sebagai wadah pendidikan anak secara non formal juga merupakan masalah urgen. Sebab, konsep penyelenggaraan Sanggar Anak mengakomodir sekian banyak kepentingan peningkatan SDM di desa seperti pelestarian dan penguatan seni budaya lokal, promosi seni dan budaya lokal, wadah pengembangan kreatifitas anak, pendidikan hak anak, penyetaraan gender dan lainnya difokuskan melalui program ini. Untuk realisasi Sanggar Anak, upaya partisipatif yang dapat dilakukan ialah memberikan dukungan dana dan sumber belajar untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan anak di wadah tersebut. Upaya konkrit yang dilakukan ialah memberikan usulan program ke pihak Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah untuk implementasi program Taman Baca Anak dan sarana pendidkan sanggar lainnya seperti alat musik. <br />Bidang Kesehatan<br />Masalah urgen di bidang kesehatan ialah diskriminasi kebijakan kesehatan Pemerintah Daerah, khususnya pemerintah kabupaten dan Kecamatan yang mengakibatkan sekian banyak kebutuhan kesehatan masyarakat desa tidak terlayani seperti kekurangan tenaga kesehatan profesoinal dan sederhananya sarana layanan kesehatan masyarakat. Upaya advokasi kebijakan dianggap penting untuk mengatasi permasalahan ini. Peningkatan kapasitas SDM kader kesehatan desa atau relawan kesehatan desa juga merupakan permasalahan urgen di bidang sesehatan. Masalah lainnya ialah kebiasaan hidup sehat masyarakat dengan biaya murah melalui pemanfaatan sumber daya yang ada di sekitar masyarakat seperti program rumah sehat atau lingkungan sehat, kebiasaan konsumsi sehat dan pembudidayaan tanaman obat serta eksplorasi dan pengembangan teknik pengobatan tradisional sebagai upaya pevitalisasi kearifan lokal masyarakat desa. <br />Bidang Ekonomi<br />Dari 3 (tiga) permasalahan dalam upaya pembangunan ekonomi desa, yang paling urgen adalah peningkatan dan pengembangan SDM bidang ekonomi mokro dan kecil seperti sosialisasi dan pelatihan pengelolaan koperasi koperasi atau KUD desa. Selain itu, ketidaktersediaan modal untuk pengembangan usaha mikro dan kecil diupayakan melalui lobi program bantuan pihak kedua atau ketiga dengan bunga yang rendah atau tanpa bungan. Sedangkan untuk masalah terfrakmentasinya atau tidak terintegrasinya pengembangan industri mikro dan kecil dengan sub bidang lainnya yang menopang keterciptaan mobilisasi ekonomi pedesaan diupayakan melalui pengadaan lembaga ekonomi barbasis rakyat untuk melakukan riset potensi pengembangan ekonomi desa, strategi pengembangan ekonomi, arah dan kebijakan serta program-program industrialisasi desa berskala mikro dan kecil dan pembukaan pasar desa. <br />Bidang Pertanian dan Perkebunan<br />Permasalahan urgen yang dihadapi dalam upaya pembangunan di bidang pertanian dan perkebunan ialah penguasaan lahan pertanian dan perkebunan yang tidak merata. Dilakukan melalui upaya advokasi dan lobi untuk dilakukan sertivikasi lahan secara merata atau peminjaman lahan dalam jangka waktu yang lama. Upaya ini sekaligus untuk mengatasi masalah kedua yakni ketidakmasimalan penggunaan lahan yang ada, sebab akan ada lebih banyak tenaga pengelola lahan ketika sertifikasi berlangsung.<br />Permasalahan yang sifatnya cukup urgen bagi sektor pertanian dan perkebunan ialah membangun lembaga pertanian rakyat, sistim lumbung dan penguatan jejaring pertanian rakyat untuk komoditas unggul. Kelembagaan pertanian ini akan berperan dalam memberikan dukungan secara politis, pengetahuan dan keterampilan secara profesional, pengembangan atau perluasan jejaring guna penggalangan dana, teknologi, pasar dan lainnya bagi peningkatan produksi pertanian dan perkebunan di wilayah desa. <br />Pembudidayaan tanaman umur panjang yang memiliki tingkat produktifitas menjadi salah satu terobosan atau kunci pengembangan ekonomi masyarakat di bidang pertanian dan perkebunan, sebab memberikan kentungan jauh lebih besar dan lebih lama bagi mereka. Dan untuk masalah rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk menekuni usaha pembudidayaan komoditas pertanian primadona seperti jeruk keprok diupayakan melalui sosialisasi dan aksi percontohan homogenisasi pembudidayaan jeruk keprok serta pengolahan hasil jeruk dengan menggunakan teknologi pengolahan sederhana yang memiliki prospek hasil ganda dari penanaman jeruk keprok. <br />Untuk masalah penggunaan teknologi pertanian atau perkebunan yang tradisional dupayakan melalui sosialisasi manfaat teknologi pertanian dan perkebunan sederhan serta lobi bantuan teknologi sederhana pada pihak pemerintah atau non pemerintah. <br />Bidang Kehutanan<br />Permasalahan urgen dalam pembangunan potensi hutan di desa Binaus ialah advokasi penegelolaan hutan adat sebagai hutan milik rakyat yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. Advokasi hutan rakyat juga bertujuan pada pengembagan potensi produksi hutan secara komprehensi berdasarkan karakteristik desa hutan demi pencapaian peningkatan produksi hasil hutan. Ini dapat dilakukan melalui program mengoptimalkan peran strategis desa dalam peningkatan ekonomi atau basis ekonomi (economic base) dengan menumbuhkan sumber daya domestik yang terbaharui (domestic renewable resources). Selain itu, pengembangan produksi hutan dapat dilakukan dengan melihat keterkaitan ke belakang (blackward lingkage) dan latar ke depan (forward lingkage) terhadap sektor ekonomi lainnya yang berkaitan dengan sektor basis ekonomi desa yang dapat menimbulkan efek ganda (multiplier effect) terhadap perkembangan sektor lainnya. Sebab, keterkaitan sektor lain yang signifikan dapat menimbulkan perkembangan sektor turunan dalam penciptaan lapangan kerja baik pada level desa atau lokal dan perintah daerah seperti pajak/retribusi dan PBB wilayah. Keterkaitana lintas regional di dalam maupun antar wilayah yang tinggi (inter and inter-regional interaction) akan menjamin aliran alokasi dan distribusi sumber daya yang efisien dan stabil sehigga menurunkan ketidakpastian (uncertainty). Dengan pola pengembagan hutan rakyat berbasis ekonomi ini, merangsang terjadinya learning proces yang memungkinkan terjadinya koreksi dan peningkatan terus menerus.<br />Selain itu, urgen juga untuk mengupayakan promosi pengembagan hutan desa sebagai taman nasional yang dan untuk perlindungan sumber air untuk kepentingan kebutuhan air bersih untuk konsumsi masyarakat dan juga untuk kebutuhan pertanian dan perkebunan. <br />Masalah urgen lainnya ialah revitalisasi budidaya lebah madu. Hal ini dilakukan melalui upaya regulatif yakni pembuatan Peraturan Desa untuk melindungi pohon-pohon sebagai sarang lebah dan juga melalui pengadaan dan perawatan kotak-kotak pengembagan lebah madu. Proteksi pasar hasil madu juga diperlukan untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat pembudidaya madu. <br />Perlindungan satwa di kawasan hutan desa yang kini mulai terancam punah akibat perburuan yang dilakukan masyarakat dan pengrusakan hutan untuk tujuan pembukaan lahan atau pemanfaatan kayu hutan juga perlu dilakukan melalui pembuatan Peraturan Desa. <br />Bidang Peternakan<br />Permasalahan urgen di bidang peternakan melalui program penggemukan sapi (paronisasi) memiliki permasalahannya urgen yakni kekurangpemahaman masyarakat terhadap subsatansi atau pokok implementasi program ini yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarat secara bertahap dan bergulir. Maksudnya ialah oleh karena sifat metode pelaksanaan program ini bersifat terbatas secara kuantitatif (jumlah) pengelola atau tepatnya setelah sejumlah keluarga mengembangkan ternak sapi yang dipercayakan kepada mereka), maka mereka diharuskan mengembalikan modal kepada pemerintah dan kemudian dilanjutkan kepada warga yang belum memperolehnya. Namun, karena kesadaran ini belum terinternalisasi dalam diri keseluruhan masyarakat yang dipercayakan untuk mengelola, maka ternak yang dipercayakan kepada mereka ada yang dibeli dengan bobot dibawah standar bobot sapi yang seharusnya. Ada indikasi minimalisasi anggaran pembelian sapi dari masyarakat pengelola sehingga memperoleh sisi anggaran pembelian sapi yang mereka terima. <br />Karena sifat program ini bersifat terbatas dan bertahap, maka efektifitas dan efisiensi pemeliharaan menjadi hal yang harus diperhitungkan dengan baik oleh, baik penyelenggara, pemerintah dan masyarakat. Dari upaya pemantauan jalannya program ini, diketahui bahwa karena masyarakat memiliki pemahaman yang rendah tentang paronisasi, maka target yang ingin dicapai berdasarkan bobot tertentu yang ditaksir dapat memberikan keuntungan kepada masyarakat sebagai pengelola sulit dipastikan. Misalnya, dalam upaya paronisasi ini, pakan yang dapat merangsang pertumbuhan sapi menjadi lebih cepat belum dapat diupayakan atau bagaimana masyarakat dapat menanggulangi sapi yang sakit dan karena tidak tertolong, sapi yang dipelihara mati. Oleh karena itu, upaya pendampingan program paronisasi ini secara teliti dan intensif, sehingga melalui program ini, tujuan yang ingin dicapai yakni meningkatnya kesejahteraan masyarakat dapat terealisasi. <br />Bidang Pertambangan <br />Permasalahan urgen di bidang pertambangan yakni belum adanya lembaga pertambangan rakyat yang dapat menjadi payung pelindung bagi masyarakat adat dalam memelihara, mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya tambang yakni mangan yang ada di desa. Atau, belum adanya kekuatan independent atau otonom berbasis rakyat adat yang dapat melindungi kekayaan tambang mangan serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara merata ketika mangan tersebut dimanfaatkan. <br />Selain itu, masalah urgen lainnya ialah tuntutan dilakukan Analisis Dampak Lingkingan (AMDAL) yang sifatnya objektif baik dari pihak pemerintaha, investor dan terutama lembaga pertambangan barbasis rakyat agar pemanfaatan sumber daya pertambangan tersebut tidak menjadi bencana baru bagi lingkungan dan masyarakat. Dan urgen sifatnya pula untuk diadakannya kebijakan pemerintah untuk melindungi aset pertambangan milik masyarakat adat agar dapat pemanfaatannya berdampak positif bagi desa dan masyarakatnya. <br />Bidang Pemerintahan<br />Permasalahan urgen di bidang pemerintahan ialah masih terbatasnya kapasitas SDM aparatur desa, khususnya berkaitan dengan program aparatus development. Program ini dipertimbangkan urgen karena tujuannya yang strategi untuk penyelenggaraan pemerintahan desa yakni berkaitan dengan penataan kemampuan aparatur desa untuk melakukan kajian ilmiah dalam hal pembuatan Rencana Strategis Pengembagan Desa, perumusan dan perencanaan Musrembangdes, pembuatan Rencana Pembagunan Jangka Menengah Desa, pembuatan Peraturan Desa/Perdes dan lainnya. <br />Bidang Sosial kelembagaan<br />Pengembangan kelembagaan adat desa masih memiliki kelemahan dalam hal membudayakan adat istiadat masyarakat sebagai keunggulan budaya lokal yang memiliki nilai edukatif bagi masyarakatnya. Selain itu masih belum maksimal promosi adat sebagai keunggulan lokal yang memiliki nilai seni dan budaya yang memiliki prospek pasar budaya dengan potensi ekonomi tinggi bagi desa dan masyarakat. Demikian maka, konsep serta strategi pengembangan yang dilakukan dapat seperti pelestarian dan pengembangan seni budaya melaui pameran budaya lokal untuk mempopulerkan barang seni yang diproduksi masyarakat dan seni budaya non fisik serta melalui pengadaan media pendidikan masyarakat desa. <br />Untuk lembaga sosial kemasyarakatan yang mengalami kemandekan akibat rendahnya daya inovasi dan dukungan modal pengetahuan dan keterampilan serta dukungan anggaran dan fasilitas kelembagaan, diperlukan upaya peningkatan SDM pengelola lembaga-lembaga tersebut guna dapat berkarya di tengah-tengah masyarakat. <br />3.3 Penentuan Rencana Kegiatan Berdasarkan Urgensi<br />Perencanaan program berdasarkan urgensi problem desa yang dirancangan setelah tahapan need assessment pembagunan desa untuk pemenuhan kebutuhan pembagunan masyarakatnya dituangkan dalam bentuk matriks program kegiatan yakni sebagai berikut: <br />3.3.1 Kegiatan Fisik<br />Kegiatan fisik yang direncanakan dipersiapakan hanya untuk kegiatan partisipatif bersama dengan pemerintah desa dan masyarakat. Adapun kegiatan partisipatif yang direncanakan yaitu:<br />a. Pembagunan jalan sertu sepangjang 3 kilo meter untuk wilayah terisolir.<br />b. Pembagunan gedung Taman Kanak-Kanak (TK).<br />c. Pembagian Raskin.<br />d. Pelayanan Posyandu.<br />e. Pelayanan Kesehatan Gratis.<br />f. Perkunjungan pasar desa.<br />g. Pembersihan lingkungan.<br />h. Pelaksanaan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI. <br />3.3.2 Kegiatan Non Fisik<br />Program non fisik yang yang direncanakan dalam rangka mendukung program-program pembangunan desa di wilayah KBPM kurang lebih berjumlah 14 program yaitu: <br />a. Pembuatan Media Pendidikan Rakyat dalam bentuk News Letter yang direncanakan terbit setiap bulan.<br />b. Pelaksanaan pelatihan jurnalistik desa untuk pengelolaan media Pendidikan Rakyat.<br />c. Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM).<br />d. Pelaksanaan pelatihan Riset Tindakan Kelas bagi guru SD.<br />e. Pelaksaan Les Privat Bahasa Inggris Dasar melalui Mata Pelajan Muatan Lokal bagi anak SD.<br />f. Pelasanaan Pelatihan Guru Sekolah Minggu Tingkat Dasar.<br />g. Sosialisasi dan pelatihan kesehatan lingkungan.<br />h. Advokasi wabah muntahber untuk pencegahan dan penanggulangan. <br />i. Sosialisasi Peraturan Desa (Perdes) untuk intensifikasi dan ekspensifikasi pendapatan desa.<br />j. Diskusi tematis untuk pembuatan Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan hutan (flora dan fauna serta ketersediaan sumber air tanah).<br />k. Sosialisasi pembangunan ekonomi mikro dan kecil berbasis koperasi.<br />l. Pelatihan pembuatan sirup jeruk.<br />m. Pelatihan Pembuatan pupuk cair (organik) dan energi alternatif.<br />n. Pendampingan pengembagan kelompok tani dan peternakan.<br />BAB IV PELAKSANAAN KEGIATAN / PROGRAM<br />4.1 Kegiatan / Program fisik<br />Untuk kegiatan fisik yang direncanakan sesemuanya dijalankan selama masa KBPM. <br />4.2 Kegiatan / Program Non fisik<br />Sedangkan, pelaksanaan kegiatan non fisik yang telah direncanakan tidak semuanya dapat dijalankan. Adapun kegiatan yang dapat dijalankan antara lain:<br />a. Pembuatan Media Pendidikan Rakyat.<br />b. Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM).<br />c. Sosialisasi Peraturan Desa (Perdes) untuk intensifikasi dan ekspensifikasi pendapatan desa.<br />d. Diskusi tematis untuk pembuatan Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan hutan (flora dan fauna serta ketersediaan sumber air tanah).<br />e. Pelatihan pembuatan sirup jeruk.<br />f. Pendampingan pengembagan kelompok tani dan peternakan.<br />g. Pelaksaan Les Privat Bahasa Inggris Dasar mealui Mata Pelajan Muatan Lokal bagi anak SD.<br />h. Advokasi wabah muntahber untuk pencegahan dan penanggulangan. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB V<br />EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN / PROGRAM<br />5.1 Tingkat Pencapaian Kegiatan / Program<br />a) Pembuatan Media Pendidikan Rakyat.<br />Pembuatan media ini dilatarbelakangi oleh kesadaran akan kondisi keterbukaan dan mobilitas penggunaan atau pemanfaatan IPTEK, khususnya dalam bidang teknologi informasi media masa, dimana media dipandang sebagai pilar utama dalam penyebaran kemajuan serta perkembangan IPTEK bagi masyarakat. Ironisnya, jika kita melakukan perbandingan objektif berdasarkan kondisi riil dalam hal keterbukaan dan pemerataan kesempatan masyarakat dalam memanfaatan IPTEK, termasuk juga teknologi informasi, terdapat semacam kesenjangan atau gap yang jelas antara kota dan masyrakatnya dengan desa dan masyarakatnya. Gap ini tidak lain adalah fakta bahwa visi pembangunan berjalan secara asimetris. Dimana masyarakat kota mendominasi pemanfaatan IPTEK, sedangkan masyarakat desa terisolasi dari IPTEK. Masyarakat kota memiliki mobilitas yang tinggi dalam pemanfaatan IPTEK tetapi masyarakat desa memiliki mobilitas yang rendah atau bahkan tidak mobil terhadap IPTEK. <br />Dengan demikian, salah satu wujud yang perlu diupayakan guna membangun masyarakat desa adalah dilakukan reorientasi pembangunan desa dan masyarakatnya, sehingga terjadi keterbukaan dan pemerataan akses serta mobilitas IPTEK bagi mereka. sebab, langkah ini merupakan sebentuk terobosan fundamental dan strategis yakni membangun invrastruktur manusia desa sebelum membangun invrastruktur fisik. <br />Adapun maksud dan tujuan program dimaksud ialah: Maksud; 1) menyediakan media edukatif alternatif bagi pemerintah dan masyarakat pedesaan, 2) mendekatkan media informasi edukatif dengan masyarakat pedesaan. Serta menjadikan media informasi edukatif sebagai bagian dalam keseharian masyarakat, 3) meminimalisir bahkan menghilangkan kesenjangan akses dan mobilitas media informasi masyarakat pedesaan di tengah cepat dan pesatnya perkembangan IPTEK, khususnya akses dan mobilitasnya terhadap media informasi, 4) menjadikan masyarakat sebagai prakarsa dan pelaku aktif berpoperasinya media informasi edukatif, 5) menyediakan wadah informasi edukatif bagi masyarakat pedesaan yang relevan dengan kebutuhan dan permasalahannya, 6) merangsang partisipasi aktif dan langsung bagi masyarakat desa dalam mengawal proses pembangunan sumber daya manusia dan alam di pedesaan. Tujuan; 1) tumbuhnya keterbukaan, pemerataan serta meningkatnya mobilitas masyarakat pedesaan dalam hal pengenalan, pemahaman serta pemanfaatan media informasi edukatif, 2) pemerintah dan masyarakat pedesaan memiliki kelengkapan pengetahuan dan keterampilan jurnalitik serta cara pengelolaannya, sehingga dapat berperan sebagai garda depan pemberdayaan SDM dan SDA di pedesaan, 3) tumbuhnya transrofmasi kesadaran, partisipasi dan sinergitas antar pemerintah dan masyarakat dalam mengawal pembangunan pedesaan, baik strategi arah dan tujuan serta sasaran pembangunan, 4) terwujudnya masyarakat pedesaan yang cerdas, kritis, inovatif, konstuktif dan demokratis. <br />Tingkat Capaian. <br />Karena sifat program ini jangka panjang, sulit untuk memberikan indikator secara kuantitas terkait tingkat capaian atau raihan dari pelaksaaan prorgam ini. Namun, dapat dideskrpsikan sejauhmana program ini berjalan. Dari segi ide program ini memdapatkan antuasiasme yang tinggi dari pemerintah, masyarakat serta beberapa LSM yang beroperasi di desa. Upaya penggalangan dukungan diperoleh dari beberapa pihak seperti Infokom Kabupaten TTS dan LPID Kupang. Dukungan dari Pemerintah propinsi juga diperoleh melalui alokasi dana percetakan pada Oktober 2009 (belum bisa dipastikan besarannya), dan dari pihak PLS TTS. Oleh karena itu, program ini masih tetap berjalan sambil mempersiapkan berbagai macam kebutuhan pendukung terealisasinya program dimaksud. <br />b) Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM). <br />Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM) dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa membangun sebuah komunitas masyarakat yang kuat tak akan dapat lepas dari kebiasaan komunitas itu dalam berusaha membekali diri dengan ilmu pengetahunan. Terlalu naif jika semua hal yang bersinggungan dengan peningkatan sumber daya manusia hanya dititikberatkan pada kegiatan pembelajaran formal belaka. Pemerintah harus sudah mulai dengan kesungguhan untuk memberikan solusi tepat agar masyarakat dapat mencari ilmu diluar pendidikan formal. Salah satunya adalah Perpustakaan.<br />Perpustakaan memberikan sumbangsih besar dan signifikan dalam merangsang pencapaian tujuan SDM tidak hanya di wilayah perkotaan melaikan juga di pedesaan. Manfaat perpustakaan diyakini akan menjadi sarana transformatif bagi masyarakat desa apabila strategi yang penuh dengan stimulasi edukatif perpustakaan, masyarakat yang giat membaca bebar-benar akan bergerak menuju pembangunan SDM yang handal di era otonomi daerah. Dengan demikian, peran serta masyarakat dalam membangun, menuntut, mencerdaskan bangsa, yang tak terpisahkan dengan menggapai cita-cita masa depan SDM yang berkualitas, berfikir kritis dan mandiri. <br />Kehadiran perpustakaan melalui di wilayah desa merupakan wujud pendekatan pembangunan dari akar bangsa yaitu desa atau tepatnya masyarakat desa. Sebagaiman yang telah dan masih sedang dijalankan oleh pemerintah melalui program Taman Baca Masyarakat (TBM), pendekatan ini dinilai strategis, sebab melalui kehadiran perpustakaan desa, stimulasi terhadap niat baca masyarakat pedesaan membentuk sikap dan kesadaran bahwa membaca adalah kebutuhan hidup. Selain itu, keberadaan perpustakaan di wilayah pedesaan juga merupakan upaya memasyarakatkan membaca atau membudayakan membaca menjadi budaya masyarakat desa. Dengan begitu, masyarakat desa tidak akan terus termarjinalisasi dalam proses peningkatan SDM serta dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. <br />Adapun tujuan dan manfaat pengadaan Taman Baca Masyarakat ialah: Tujuan: 1) membangun Sumber Daya Manusia masyarakat pedesaan, 2) membudayakan dan memasyarakatkan membaca dikalangan masyarakat desa, 3) membekali masyarakat desa dengan sumber-sumber informasi mutakhir yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan wilayah pedesaan, 4) mengupayakan pemerataan dan peningkatan kualitas pengetahuan dan keterampilan masyarakat desa dalam berinovasi dan berkreasi. Manfaat: 1) masyarakat desa memperoleh keluasan akses terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui sumber-sumber bacaan yang tersedia di TBM, 2) masyarakat desa memiliki kebiasaan terpola hidupnya dengan membaca, 3) meningkatnya pengetahuan, kecerdasan, keritisan dan kemandirian masyarakat desa, 4) meningkatnya memiliki daya inovasi dan kreatifitas pengembangan keterampilan (live skill) yang dapat menolong mereka hidup secara produktif, 5) masyarakat dan pemerintah mengalami sinergitas dalam penyelenggaraan pembangunan desa di segala bidang. <br />Tingkat Capaian.<br /> Tingkat pencapaian program Taman Baca Masyarakat (TMB) sampai pada tahapan pembasisan opini dimasyarakat untuk menggalan ninat baca dan menulis bagi masyarakat desa. Selain itu, upaya lobi dan kesepakan program dengan Dinas pendidikan dan Kebudayaan TSS, Sub Bidang Pendidikan Kemasyarakatan untuk memasukan proposal pengusulan TBM di desa Binaus pada Tahun Anggaran 2010 nanti. Sementara ini proposal telah dimasukan kepada Sub Bidang Penmas dan menunggu realisasinya. Program TBM secara khusus diorientasikan untuk pengembangan live skiil kelompok-kelompok pekarya di desa, sehingga terjadi tranformasi dalam peran mereka sebagai kekuatan sosial kemasyarakatan yang pada akhirnya akan melahirkan tranformasi secara komprehensif di masyarakat desa. Perluasan jejaring bagi realisasi program ini juga dilakukan melalui diskusi intensif dengan beberapa NGO yang memiliki visi dan misi yang sejalan dengan program ini, baik dalam bentuk join program atau donatur. Pembentukan Relawan Muda Bangun Desa juga dalam perampungan kelengkapan struktur pengelolaan. <br />c) Sosialisasi Peraturan Desa (Perdes) untuk intensifikasi dan ekspensifikasi pendapatan desa. <br />Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan desa, pengelolaan pendapatan desa merupakan salah satu unsur vital yang harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat mendukung (mengefektifkan dan efisiensi) terselenggaranya unrusan pemerintahan desa sesuai visi dan misi yang telah ditentukan sebelumnya . atau dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan desa tidak dapat dipisahkan atau menjadi bagian yang intergral sifatnya dengan pendapatan desa. Bahkan dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan desa relatif sepenuhnya bergantung pada kekuatan ekonomi desa melalui pendapatan yang diterima desa. Dengan demikian pendapatan desa memainkan fungsi yang sangat penting dan menetukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan desa, baik pada aras kebijakan, strategi, program dan implementasinya. <br />Mengacu pada pemikiran di atas, maka menjadi suatu keharusan bagi pemerintah desa untuk mengupayakan pengelolaan pendapatan desa secara profesional sehingga pada akhirnya dapat menunjang keefektifan, efisiensi dan optimalisasi upaya pembangunan desa. Mengingat pula, sedemikian kompleksnya urusan-urusan pemerintahan desa yang membutuhkan dukungan anggaran, maka prinsip intensisfikasi dan ekstensifikasi pendapatan desa perlu diatur sedemikian rupa sehingga tersedia sumber-sumber pendapatan yang pada akhirnya dapat dipertahankan dan dikembangkan bahkan dapat ditingkatkan demi ketercapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan desa. Sambil itu, diperhatikan dan dipertimbangkan agar penataan sistim pengelolaan pendapatan desa tidak membebankan masyarakat dan bahkan menghambat sumber-sumber pendapatan desa. <br />Intensifikasi secara sederhana berkaitan dengan pendapatan desa yang diupayakan untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan desa. Sumber pendapatan ini dapat dapat bersumber dari pendapatan asli desa (retribusi) yang meliputi: retribusi penjualan ternak (sapi dan babi), pendaftaran bayi balita baru, penghapusan nama penduduk desa yang meninggal dunia, penyelesaian masalah dan hasil tanah kas desa, pendaftaran orang nikah; bantuan pemerintah daerah, bantuan pemerintah pusat, bantuan pihak ketiga dan pinjaman pemerintah desa. <br />Ekstensifikasi pengelolaan keuangan desa merupakan bentuk pengelolaan yang sifatnya timbal balik dari pendapatan desa yang telah diperoleh berdasarkan sumber-sumber pendapatan desa. Walaupun upaya intesifikasi ini terbatas pada upaya pemenuhan kebutuhan desa dan masyarakatnya baik langsung maupun tidak lagsung. Ekstensifikasi ini meliputi pengeluaran desa yang terbagi dalam 2 kategori yakni pertama, Pengeluaran Rutin: pos belanja pegawai, pos belanja barang, pos perjalanan dinas, pos biaya rapat/sidang, dsb. Dan kedua, Pengeluaran Pembangunan: pos prasaranan dan sarana pemerintah desa, pos prasarana produksi, pos prasarana sosial, pos pengembangan SDM, pos pengembangan ekonomi, dan dana taktis. <br />Oleh karena signifikansinya dalam mendukung penyelenggaraan urusan pemerintahan di desa, maka upaya sosialisasi pengelolaan sumber pendapatan desa diberikan secara terbatas yakni kepada aparatur desa yang memeng secara langsung merupakan pengelola pendapatan desa demi pencapaian tujuan pembangunan desa. Dalam wujud yang sifatnya formal yuridis, maka pengelolaan sumber-sumber pendapatan desa dapat dituangkan dalam Peraturan Desa (Perdes) sehingga dapat menjadi pedoman pengelolaan pendapatan desa. <br />Tingkat pencapaian: <br />Tingkat pencapaian dari program ini ialah partisipasi total dalam penggodokan LKPJ Kepala Desa Binaus pada masa akhir pemerintahan dan telah diselesaikan selama 1 minggu. Sementara untuk penggodokan Perdes masih dalam bentuk draf (naskah rancangan) sambil menunggu pengucuran dana Alokasi Dana Desa (ADD) yang belum direalisasikan oleh Pemda TTS. <br />d) Diskusi tematis untuk pembuatan Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan hutan (flora dan fauna serta ketersediaan sumber air tanah). Diskusi tematis dalam rangka rencana pembuatan Peraturan Desa (Perdes) untuk perlindungan hutan dilatarbelakangi oleh pertimbangan-pertimbangan yang telah diurai pada bagian sebelumnya terkait bidang kehutanan. Diskusi tematis ini dikaukan secara terbatas dengan aparatur desa dan dilakukan di kantor desa pada waktu/jam kerja pemerintah desa. <br />Potensi desa Binaus di bidang kehutanan berkaitan dengan kekayaan flora dan fauna serta fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah yang dapat dimanfaatkan sebagai air minum dan pemenuhan kebutuhan air di bidang pertanian dan perkebunan. Praktek penebangan hutan berpotensi memusnahkan ekosisten. Punahnya sumber daya flora dan fauna serta kerusakan mata air dan krisis air minum serta pengairan untuk pertanian dan perkebunan. Apalagi, kebutuhan air minum, khusunya sumber air bersih di desa, masyarakat masih mengandalkan potensi sumber air di sekitar hutan. <br />Dengan demikian, diskusi tematis ini dilihat sangat urgen bagi aparatur desa. Upaya mengidentifikasi kekayaan flora dan faina serta area hutan sebagai penyimpan air tabah dan penahan erosi dijadikan priritas dalam diskusi. Dari upaya identifikasi ini, rumusan peraturan dapat dibuat disesuaikan dengan tingkat kebutuhan akan tujuan yang ingin dicapai. Kontribusi konkrit dari diskusi ini diharapkan bahwa area swaka hutan, swaka marga satwa, area penyimpan air tanah dan penahan erosi dapat dilestarikan secara baik guna keberlangsungan kehidupan masyarakat. <br />Tingkat pencapaian <br />Kegiatan ini ialah dilakukannya diskusi tematis secara intens selama 2 hari yang bertempat di kantor desa Binaus. Sementara proses indentifikasi sumber daya hutan dilakukan melalui wawncara, observasi dan penelusuran pada sumber-sumber tertulis lainnya berkaitan dengan potensi hutan, swaka marga satwa serta flora dan fauna desa. Identifikasi ini menghasilkan: <br />1) Kawasan hutan memiliki kekayaan flora seperti berbagai jenis ampupu (Eucalyptus urophylla) yang tumbuh secara alami dan jenis cendana (Santalum album). Selain itu di sini dapat ditemui berbagai jenis pohon lainnya seperti hue (Eucalyptus alba), bijaema (Elacocarpus petiolata), haubesi (Olea paniculata), kakau atau cemara gunung (Casuarina equisetifolia), manuk molo (Decaspermum fruticosum), dan oben (Eugenia littorale). Ada juga salalu (Podocarpus rumphii), natwon (Decaspermum glaucescens), natbona (Pittospermum timorensis), kunbone (Asophylla glaucescens), tune (Podocarpus imbricata), natom (Daphniphylum glauceccens), kunkaikole (Veecinium ef. Varingifolium), tastasi (Vitex negundo). Kemudian ada juga manmana (Croton caudatus), mismolo (Maesa latifolia), kismolo (Toddalia asiatica), pipsau (Harissonia perforata), matoi (Omalanthus populneu) dan aneka jenis paku-pakuan dan rumput-rumputan. <br />2) Selain kaya dengan flora, kawasan kawasan hutan Binaus juga menyimpan aneka fauna khas Timor seperti rusa timor (Cervus timorensis), kus-kus (Phalanger orientalis), babi hutan (Sus Vitatus), biawak (Varanus salvator), biawak timor (Varanus timorensis). Di sini juga ada sanca timor (Phyton timorensis), ayam hutan (Gallus gallus), punai timor (Treon psittacea), betet timor (Apromictus jonguilaceus), pergam timor (Ducula cineracea), perkici dada kuning (Trichoglosus haematodus).<br />e) Pelatihan pembuatan sirup jeruk. Pelatihan pembuatan Sirup Jeruk Keprok Soe dilatarbelakang oleh 3 hal yakni: pertama, Jeruk Keprok SoE (JKS), salah satu komoditi buah paling unggul dari Pulau Timor. Bahkan pada tahun 2003 lalu, dalam kegiatan Pameran Buah Nasional, JKS memperoleh sertifikat sebagai varietas buah jeruk yang paling unggul dengan rasa yang khas serta tampilan tekstur buah paling indah dan paling populer, dan memiliki banyak kandungan vitamin yang bergunan bagi kesehatan manusia. Ini dibuktikan dengan minat orang menjadikan buah JKS sebagai oleh-oleh atau 'buah tangan' ketika singgah di SoE, ibukota Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), saat melakukan perjalanan darat dari Atambua ke Kupang atau sebaliknya. Varietas buah JKS memang sangat memesona, baik rasa maupun tampilan tekstur buahnya yang indah. Namun, pada musim bebuahan terakhir, JKS seringkali tidak dapat dimanfaatkan secara baik karena buahnya yang agak kecil, berkerut dan terasa tawar atau agak masam. Kondisi ini, membuat para petani membuang atau membiarkan buat tersebut kering atau jatuh membusuk. Walaupun terasa lumrah, namun ini merupakan gambaran kekurang produktif masyarakat dalam mengolah bahan mentah ini menjadi produk olahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang dapat menambah pengasilan para petani. <br />Kedua, pemanfaatan teknologi tepat guna bagi kegiatan pengabdian pada masyarakat masih belum dirasakan masyarakat di daerah pedesaan. Padahal daerah pedesaan memiliki potensi sumber daya alam dan manusia yang berlimpah untuk diberdayakan secara maksimal. Untuk itu, upaya pemerintah desa harus beperan aktif, guna mengembangkan pemanfaatan teknologi tepat guna di daerah pedesaan. Sedangkan, peran Pemerintah Daerah dapat dilakukan dengan mengalokasikan anggaran khusus, untuk membangkitkan industri-industri yang berbasis teknologi tepat guna di daerah pedesaan. <br />Gaung teknologi tepat guna yang belum dirasakan selama ini oleh masyarakat pedesaan karena minimnya dukungan dari pemerintah pusat pula, untuk menstimulasi masyarakat, baik dari sisi pendanaan maupun dari sisi tekhnologi. Karena minimnya dukungan pada dua hal tersebut, maka potensi-potensi yang semestinya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat pedesaan, sebagai pemanfaatan teknologi tepat guna, menjadi hilang dan tidak tergali, semestinya pemerintah pusat dapat memfasilitasi masyarakat pedesaan, dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan dan bangunan pabrik, yang terencana secara sistematis, agar masyarakat serta pemerintah daerah setempat terdorong untuk menggalakkan teknologi tepat guna. Sehingga, konsep desa mandiri terwujudkan dengan memprioritaskan pada penggunaan teknologi tepat guna, yang berbasis pada masyarakat pedesaan.<br />Ketiga, merupakan langkah introduksi teknologi produksi dan teknologi pemasaran dengan mengembangkan lembanga koperasi desa. Bahkan lebih strategis lagi hal untuk mengupayakan pengembangan jeruk dan roduksi hasil jeruk dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan setempat serta pembangunan kerja sama lintas sektoral di ranah pemerintah dan dengan didukung pihak swasta. <br />Tingkat pencapaian<br />Tingkat pencapaian dari kegiatan ini ialah masyarakat dan mahasiswa memiliki keterampilan pengolahan jeruk menjadi sirup jeruk dan babarapa botol sirup jeruk. Upaya pengembangan usaha merupakan target selanjutnya yang diupayakan. Hasil pembuatan sirup jeruk kemudian dibawa untuk di uji kelayakannya ke Balai Pengawasan Obat dan Makanan Propinsi NTT. Selain itu, upaya membangun kerjasa sama dengan pihak DIKTI juga coba diupayakan untuk melakukan penelitian berbasis masyarakat khususnya untuk pengolahan sirup jeruk. Upaya memperoleh bantuan teknologi sederhana, bantuan dana usaha dan peningkatan keterampilan pengolahan juga diupayakan. Usaha lain yang coba dilakukan ialah melaksanakan lobi dengan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menegah untuk membagun lembaga usaha berbasis masyarakat melalui pembentukan koperasi desa. Selain itu upaya perluasan pasar juga dilakukan dengan mencari badan usaha yang dapat memasarkan produksi sirup yang diolah masyarakat. <br />f) Pendampingan pengembagan kelompok tani dan peternakan. Pendampingan kelompok penggemukan sapi (paronisasi) dilatarbelakangi oleh; pertama, kekurangpemahaman masyarakat terhadap subsatansi atau pokok implementasi program ini yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarat secara bertahap atau bergulir. Maka, kelompok diharuskan mengembalikan modal kepada pemerintah dan kemudian dilanjutkan kepada warga yang belum memperolehnya. Namun, karena kesadaran ini belum terinternalisasi dalam diri keseluruhan masyarakat yang dipercayakan untuk mengelola, maka ternak yang dipercayakan kepada mereka ada yang dibeli dengan bobot dibawah standar bobot sapi yang seharusnya. Kedua, karena sifat program ini bersifat terbatas dan bertahap, maka efektifitas dan efisiensi pemeliharaan menjadi hal yang harus diperhitungkan dengan baik oleh, baik penyelenggara, pemerintah dan masyarakat. Dari upaya pemantauan jalannya program ini, diketahui bahwa karena masyarakat memiliki pemahaman yang rendah tentang paronisasi, maka target yang ingin dicapai berdasarkan bobot tertentu yang ditaksir dapat memberikan keuntungan kepada masyarakat sebagai pengelola sulit dipastikan. Misalnya, dalam upaya paronisasi ini, pakan yang dapat merangsang pertumbuhan sapi menjadi lebih cepat belum dapat diupayakan atau bagaimana masyarakat dapat menanggulangi sapi yang sakit dan karena tidak tertolong, sapi yang dipelihara mati. Demikian maka, penting untuk diperhatikan oleh pihak penyelenggara program untuk memberikan pendampingan program paronisasi ini secara teliti dan intensif, sehingga melalui program ini, tujuan yang ingin dicapai yakni meningkatnya kesejahteraan masyarakat dapat terealisasi. <br />Pendampingan dilakukan dengan melakukan survei dan wawancara kepada kelompok pengelola ternak untuk mengetahui tujuan program, sistem program, cara pengelolaan program, dan hasil pengelolaan program. Kemudian masalah-masalah yang dihadapi dalam pengelolaanlah yang dibantu. Seperti pengolahan pakan bergisi, teknik penggolahan ternak mengunakan teknologi sederhana, faksinasi dan lainnya. <br />Tingkat Pencapaian <br />Hasil pendampingan dengan kelompok peternak sapi ialah memberikan pemahaman kepada masyarakat berkaitan dengan substansi program paronisasi yang digulirkan pemerintah. Apaya pelatihan pembuatan pakan ternak menggunakan teknologi pengolahan pakan yakni mesin pemotong kingres atau rumput gajah juga dipersipakan. Sedangkan untuk upaya perawatan ternak hanya sebatas memberikan masukan pemikiran (kritik dan saran) kepada pemerintah untuk mengevaluasi formula paronisasi melalui sistem pengembangan terpadu. <br />g) Pelaksaan Les Privat Bahasa Inggris Dasar melalui Mata Pelajan Muatan Lokal bagi anak SD. Pelaksanaan les privat untuk melengkapi siswa SD dengan pengetahuan bahasa Inggris dasar dilatarbelakangi oleh beberapa pertimbangan yakni: 1) mata pelajaran muatan lokal di SD tidak terisi dengan pelajaran apapun. Berdasarkan program sekolah, Mulok akan diberikan akan diisi dengan bahasa Inggris, akan tetapi sekolah tidak memiliki pengajar bahasa Inggris, maka kekosongan ini diisi. 2) anak-anak usua sekolah seringkali berkumpul untuk bernmain di kompleks gereja, oleh karena itu, kesempatan ini dimanfaatkan untuk mengajak anak-anak belajar bahasa Inggris dasar. 3) bahasa Inggris sudah merupakan bahasa yang universal. Namun, masih banyak masyarakat yang belum bisa mengkomunikasikannya, terutama di wilayah pedesaan. <br />Sedangkan tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini ialah: 1) mengenalkan abjad bahasa Inggris kepada anak-anak, 2) anank-anak mampu menghafalkan abjad bahasa Inggris dan 3) anak-anak mampu mengucapkan abjad bahasa Inggris dengan benar. <br />Target pencapaian<br />Pencapaian kegiatan ini ialah dilakukannya proses belajar mengajar selama 8 kali pertemuan. Jumlah anak yang terlibat dalam proses ini sejumlah 14 anak. Tujuan yang ditentukan dapat dicapai oleh beberapa anak seperti mengucapakan abjad secara benar dan beberapanya hanya dapat menghafal dengan lancar. Sedangkan untuk tujuan pengenalan, kesemua anak yang telah terlibat dipastikan mengenal abjad bahasa Inggris. Sedangkan untuk Mulok, hanya terealisasi 3 kali pertemuan, yakni tahap pengenalan, pengehafalan dan pengucapan bahasa Inggris. <br />h) Advokasi wabah muntahber untuk pencegahan dan penanggulangan. Pelaksanaan advokasi wabah muntahber dilakukan dengan beberapa pertimbangan yakni: 1) wabah muntahber di desa merupakan bencana kesehatan yang sifatnya musiman di desa Binaus. 2) wabah muntahber menyerang balita dan anak-anak dalam jumlah yang besar, bahkan sampai menelan korban jiwa sehingga ditetapkal sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). 3) faktor lingkungan sehat dan kebiasaan hidup sehat masyarakat masih merupakan hal yang sulit diwujudkan oleh mayoritas masyarakat. Mereka terdiri dari keluarga yang bermata pencaharian sebagai penggarap lahan pertanian dan perkebunan serta memiliki tingkat pendidkan yang cukup rendah. 4) terbatasnya tenaga kesehatan pemerintah dan terbatasnya sarana pelayanan kesehatan yang berkualitas. <br />Tujuan dari advokasi wabah muntahber ini ialah: 1) memberikan pemahaman bagi masyarakat tentang pentingnya kebiasaan hidup sehat dan lingkungan sehat dengan memanfaatkan sumber daya di sekitar mereka, misalnya pembudidayaan tanaman obat-obatan (apotik biotik), aktualisasi dan penguatan pengetahuan dan keterampilan pengobatan tradisional, pengadaan MCK sehat dan 2) mengupayakan peningkatan jumlah tenaga kesehatan terlatih secara profesional. <br />Tingkat pencapaian <br />Tingkat pencapaian dari program advokasi wabah muntahber ialah: 1) pendampingan pelayanan posyandu, pendampingan pelayanan kesehatan gratis, perkunjungan korban muntahber, identifikasi akar masalah muntahber dan sosialisasi dengan kader desa barkaitan dengan upaya penangan dan pencegahan. 2) partisipasi bersama masyarakat dalam sosialisasi tentang kesehatan lingkungan dan air bersih. <br />5.2 Hambatan Dalam Pelaksanaan Kegiatan atau Program<br />a. Pembuatan Media Pendidikan Rakyat.<br />Hambatan pembuatan media pendidikan rakyat lebih pada faktor dana percetakan. Walaupun berbagai macam upaya penggalangan dana telah diupayakan, namun tidak diperoleh. Hanya perolehan dukungan lay out dari pihak Infokom TTS. <br />b. Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM).<br />Hambatan dalam pengadaan TBM ialah dukungan donatur dari pihak Pemerintah Daerah atau swasta yang masih kurang untuk memajukan SDM masyarakat desa. Nampaknya, perhatian pemerinyah cukup rendah dalam hal pengembangan SDM desa. <br />c. Sosialisasi Peraturan Desa (Perdes) untuk intensifikasi dan ekspensifikasi pendapatan desa. Hambatan dalam pembuatan Perdes barkaitan dengan sumber pendapatan desa ialah banyak masyarakat belum melihat peran sumber pendapatan desa memberikan kontribusi signifikan bagi pembangunan desa. Hal ini melahirkan hambatan berikut yakni tidak konsistennya masyarakat dalam partisipasinya untuk mendukung penguatan sumber pendapatan desa. <br />d. Diskusi tematis untuk pembuatan Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan hutan (flora dan fauna serta ketersediaan sumber air tanah). Hambatan dalam kegiatan ini, selain hambatan dana terdapat juga hambatan perilaku masyarakat yang masih kurang menjaga pelestarian hutan. Hambatan lain dari segi pengembangan hutan sebagai hutan berbasis produksi ialah masih lemahnya SDM pemerintah dan masyarakat dalam pengembangan ekonomi berbasis hutan.<br />e. Pelatihan pembuatan sirup jeruk. Hambatan dalam kegiatan ini ialah kurang waktu karena sifat programnya jangka panjang. Selain itu, dukungan program pemerintah belum begtu terlihat. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak seriusnya pemerintah dearah untuk membangun kemandirian masyarakat desa khususnya di bidang pertanian dan usaha kecil dan mikro dengan program koperasi serta industri kecil berbasi masyarakat pedesaan. Selain itu, masyarakat dan pemerintah juga belum begitu menyadari manfaat teknologi sederhana bagi peningkatan produksi pertanian dan perkebunan. <br />f. Pendampingan pengembagan kelompok tani dan peternakan. Pendampingan ini mengalami hambatan yakni lemahnya upaya Pemerintah Dearah dalam membangun basis peternakan masyarakat secara lebih maju. Dukungan dana masih terbatas, teknologi, obat-obatan dan pendampingan untuk penguatan kapasitas SDM kelompok peternakan. <br />g. Pelaksaan Les Privat Bahasa Inggris Dasar mealui Mata Pelajan Muatan Lokal bagi anak SD. Hambatan dari segi waktu merupakan hal yang disadari sejak awal. Selain itu, motivasi orang tua dalam mendorong anak-anak belajar juga masih rendah sehingga partisipasi anak hanya dalam jumlah yang terbatas. Kurangnya dukungan sarana kelengkapan belajar juga merupakan hambatan yang signifikan dalam pelaksanaan rogram ini. <br />h. Advokasi wabah muntahber untuk pencegahan dan penanggulangan. Hambatan yang dihadapi ialah samih sangat rendahnya tenaga pemerintahan yang benar-bernar loyal terhadap pemenuhan hak kesehatan masyarakat desa. Selain itu, dukungan fasiltas kesehatan yang masih terbatas baik dari segi jumlah dan mutunya merupakan hambatan yang signifikan. Padahal sifat pelayanan kesehatan bagi warga desa merupakan kewajiban pemerintah. Hal ini mencerminkan kurang berpihaknya kebijakan kesehatan sebagai pelayanan sosail negara kepada rakyat. Apalagi di era liberalisasi sektor kesehatan telah mengakibatkan pembentukjan watak pemerintaha yakni pemandang pelayanan kesehatan sebagai bentuk komersialisasi jasa bagi siapapun termasuk masyarakat desa. <br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB VI<br />PENUTUP<br />Bagian penutup dari laporan ini berisikan kesimpulan dan rekomendasi kegiatan untuk KBPM berikutnya, antara lain: <br />6.1 Kesimpulan<br /> Bagian kesimpulan akan simpulkan hal-hal yang berkaitan secara langsung dengan kegiatan KBPM, khususnya lebih difokuskan pada kepentingan pelaksanaan program di desa sasaran.<br />a) Di bidang pendidikan, orientasi pembangunan desa memang telah mengacu pada kebutuhan pembangunan SDM masyarakat desa. Namun, terdapat beberapa kelemahan berkaitan dengan prioritas pembangunan SDM yakni lebih banyak pembangunan di bidang pendidikan diorientasikan pada pembangunan yang sifatnya fisik atau mengurgenkan pembangunan infrastruktur fisik. Sedangkan, pembangunan infrastruktur manusia atau Human Capital (SDM) seringkali menjadi nomor ke-2 dari upaya pembangunan di bidang pendidikan.<br />b) Dari segi pembangunan di pendidikan non formal terlihat jelas bahwa pemerintahan desa melaksanakan secara optimal paya yang disebut sebagai otonomi desa. Implementasi kebebasan atai lebih tepatnya independensi kewenangan desa, telah memberikan kontribusi signifikan bagi penataan SDM melalui bidang non formal. Oleh karena itu, beberapa program pembangunan human capitas berbasis masyarakat dengan dukungan sumber-sumber informasi dan pengetahuan serta teknologi yang sederhana dipandang sebagai langkah strategis, guna mengisi kelemahan peran Pemerintah Daerah dalam hal mendukung Pemerintah Desa membangun masyarakatnya, baik dari segi, dana, sarana dan prasarana bahkan yang paling penting ialah penguatan kapasitas. <br />c) Program-program pembangunan di bidang kesehatan yang dilakukan lebih mengedepankan penguatan kapasitas SDM khusunya kapasitas politik rakyat berkaitan dengan hak-hak mereka untuk mengakses pelayanan kesehatan dari pemerintah. Sebab, diskriminasi kebijakan layan kesehatan sungguh terasa bukan hanya pada desa sasaran melainkan sebagai sebuh pola umum penentuan kebijakan kesehatan nasionla yang telah dikuasai dan dirasuki logika pasar. <br />d) Penggalian local wisdom berkaitan dengan sumber daya kesehatan yang sifatnya alamiah dan dapat diakses oleh masyarakat secara lebih mudah merupakan langkah alternatif yang bijak. Selain itu, pengutan wisdom local terlait pengetahuan dan keterampilan kesehatan yang hampir musnah harus dirioritaskan sebagai aset SDM rakyat desa yang sangat berharga. Demikian setting program KBPM memprioritaskan penyadaran politik atau penguatan hak akses kesehatan rakyat, pelestarian dan penguatan local wisdom rakyat desa di bidang kesehatan. <br />e) Orintasi penguatan lembaga ekonomi kerakyatan di desa merupakan hal prinsil dan urgen dalam mencapai penguatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat atau singkatnya untuk menciptakan masyarakat mandiri. Oleh karena itu, pedekatan pembangunan ekonomi yang sifatnya personal kurang cocok diterapkan di desa. Pendekatan yang sifatnya kolektif atau kelompok jauh lebih tepat gunan menggalang solidaritas pembangunan ekonomi. Hal ini dapat dilakukan melalui program koperasi dan industri kecil yang dikelola secara kolektif. <br />f) Selain itu, penguatan kapasitas SDM masyarakat di bidang ekonomi juga merupakan faktor mendasar yang menjadi prasyarat terciptanya mobilisasi karya atau kegiatan produktif sesuai dengan keunggulan potensi desa dan sesuai pula dengan potensi pasar. Integrasi pengembangan ekonomi masih belum terlihat dalam pembanguna di bidang ekonomi. Kelompok ekonomi yang berorientasi pada produksi sumber daya pertanian unggulan atau primadona masih merupakan peluang pengembangan ekonomi yang memiliki prospek tinggi. Upaya yang dapat dilakukan ialah homogenisasi pertanian, inovasi teknologi prioritas, ketersediaan pupuk, air, pestisida, garding buah, dukungan modal, laboratorium pengembangan, dan lainnya. <br />g) Pengembangan di bidang pertanian dan perkebunan juga mengalami kendala signifikan yakni masalah penguasaan lahan yang tidak merata memunculkan masalah lanjutan yakni sedikitnya tenaga pengelola lahan serta menyebabkan pula tidak dapat dimanfaatkannya banyak lahan atau lahan tidak produktif. Upaya sertivikasi lahan merupakan alternatif dalam pemanfaatan lahan secara optimal bagi peningkatan produksi pertanian dan perkebunan. <br />h) Penanaman tanaman umur panjang masih merupakan kendala yang signifikan dalam upaya peningkatan jumlah produksi pertanian dan perkebunan. Hal ini diakibatkan oleh ketidakpemerataan penguasaan lahan, terbatasnya tenaga pengelolan, bencana longsor dan kemarau juga memberikan sumbangsih negatif bagi pembangunan di sektor ini. <br />i) Pengembangan di bidang kehutanan juga merupakan kunci pembangunan desa hutan seperti Binaus. Konsep pengembangan hutan menjadi todak merdampak secara optimal bagi kesejahteraan rakyat oleh karena sebagaian besar hasil hutan seperti kayu olahan dengan tingkat produksi yang tinggi dan mahal dikuasai oleh pemerintah. Di sini konsep hutan adat menjadi mubasir dan tidak hakiki. Pengalihan hutan ke tangan masyarakat adalah tuntutan yang urgen. Namun, hal tersebut memerlukan prasyarat yang harus dipenuhi yakni membangun kesadaran masyarakat untuk mengelola hutan secara tepat dan bijaksana bagi keberlangsungan ekosistim dan untuk pemenuhan kesejahteraan rakyat. <br />j) Kebijakan desa untuk melakukan swaka hutan, swaka marga satwa dan wilayah penahan air tanah serta erosi harus konsisten dilakukan. Sebab, hal tersebut menjadi penopang keseimnagan ekositem desa dan wilayah sekitar. Pengembangan hutan berbasis produksi dapat menjadi sumber pendapatan yang menguntungankan dan membantu pengembangan kesejateraan masyarakat desa. Oleh karena itu, diperlukan analisis dampak lingkungan dan analisi sosial yang cermat dalam upaya pengembangan hutan produksi. <br />k) Pengembangan di bidang pertambangan sudah harus menjadi prioritas desa. Bukan pada level ekspliotas sumber pertambangan melaikan pada penguatan kapasitas masyarakat adat untuk menguasai, memelihatra, mengelola dan memanfaatkannya. Sumber daya tambang yang ada di desa tidak merupakan suatu unsur dari tersendi melainkan merupakan bagian dari ekositen. Oleh karena itu, harus ada atau tumbuh kekuatan politik mastarakat ada untuk melindungi hak-hak masyarakat ada dalam memanfaatkan potensi tambang tersebut. Pada intinya, kelembagaan pertambagan yang dikelola rakyat dengan cara yang tepat dan ramah lingkungan serta memiliki pemesaran yang menguntungkan akan memberikan dampak positif bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. <br />l) Pembangunan di bidang pemerintahan harus diprioritaskan pada pada penguatan kapasitas SDM aparatur. Dengan peningkatan SDM aparatur desa, hal kompetensi dan profesionalisme kerja akan jauh lebih bermanfaat dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan desa. Peran eksekutif desa dalam pembangunan, dengan memanfaatkan kewengan desa dalam upaya membangun jejaring guna mendukung pembangunan desa masih sangat diperlukan. <br />m) Pembangunan kelembagaan sosial sebagai agen trasformasi masyarakat desa merupakan kunci penghidupan karya-karya pembangunan. Semakin banyak jumlah kekuatas sosial kemasyarakatan yang proaktif, pembangunan desa dan masyarakatnya kakan jauh lebih cepat terealisiasi. Salah satu kelemahan pengembangan kekuatan sosial kemasyarakat ialah masih lemahnya SDM pioner-pioner kelembagaan. Selain itu, kelamahan dalam hal dukungan sarana dan prasarana serta modal pengembangan juga tidak dapat di elakan. Oleh karena itu, upaya penggerakan kekuatan sosial harus difokuskan pada revitalisasi kelembagaan sosial yang telah ada. <br />6.2 Rekomendasi Kegiatan untuk KBPM Periode Berikutnya<br />Adapun rekomendasi-rekomendari program yang dipandang urgen dilakukan oleh KBPM periode berikut, antara lain: <br />a) Pembagaunan SDM masyarakat desa melalui program pengedaan media pendidikan rakyat yang telah dirintis.<br />b) Penyelenggaraan Taman Baca Masyarakat yang akan direalisasikan pada tahun 2010. <br />c) Penguatan SDM aparatur desa melalui program pelatihan pembuatan Restra Desa, RPJM Desa, Pelatihan Pembuatan Perdes, riset pertumbuhan domestik regional Bruto (PDRB) Desa. <br />d) Pembentukan Kelompok Pertambagan Rakyat. <br />e) Pengembagan Sentra produksi jeruk keprok dan pengolahan jeruk keprok menjadi sirup. <br />f) Pengembangan kelompok usaha barbasis rakyat melalui pembangunan koperasi desa. <br />g) Promosi budaya lokal melalui pentas seni dan budaya atau pameran budaya. Membangun kerja sama di bidang budaya dengan desa lainnya. <br />h) Revitalisasi kelembagan sosial sebagai agen trasformasi desa.revolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-3506420853798374632010-02-04T06:36:00.000-08:002010-02-04T06:42:18.207-08:00revolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-83103265811083223162010-02-04T06:27:00.000-08:002010-02-04T06:32:13.262-08:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWv4-aM32eeNBtaDh9vf1j_M_UXGNiO9EFI-SFuq4K4yOh87U30ekNM9kdFFkQA_X39RghaoqHY9Fhmqcc_xTil6Xh9kJLX9l9K7XabH1-ji94YHBnCbg5nJgw28a9EQjh06xb7ByTJjE/s1600-h/DSC00653.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWv4-aM32eeNBtaDh9vf1j_M_UXGNiO9EFI-SFuq4K4yOh87U30ekNM9kdFFkQA_X39RghaoqHY9Fhmqcc_xTil6Xh9kJLX9l9K7XabH1-ji94YHBnCbg5nJgw28a9EQjh06xb7ByTJjE/s400/DSC00653.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5434395148355486930" /></a>revolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-39866585206179765902009-12-16T02:24:00.000-08:002009-12-16T02:29:01.942-08:00KRONOLOGI SKORSING 4 (Empat) MAHASISWA FKIP UKAW KUPANGKRONOLOGI SKORSING 4 (Empat) MAHASISWA FKIP UKAW KUPANG<br /><br />james faot<br /><br />Kronologi<br /><br />Dapat digambarkan bahwa kronologi kebijakan skorsing yang dilakukan pihak pimpinan FKIP UKAW Kupang kepada 4 (empat) mahasiswa FKIP UKAW Kupang dimulai dari kegiatan Rapat Umum Anggota (RUA) Lembaga Kemahasiswaan FKIP UKAW Kupang pada tanggal 27 s/d 29 November 2009. Kegiatan RUA ini diadakan di Desa Boentuka, Kecamatan Batu Putih Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). <br /><br />Dalam kegiatan RUA tersebut, hampir keseluruhan anggota RUA memberikan pokok-pokok pemikiran berkaitan dengan keberlansungan kegiatan kemahasiswaan dan terkhususnya tentang isu-isu perjuangan mahasiswa yang telah dilakukan dan akan dilakukan di kampus UKAW pada kepengurusan berikut. <br /><br />Terdapat banyak pokok pikiran yang disampaikan mahasiswa menjadi perdebatan yang substantif karena dinilai menyentuh esensi pergumulan mahasiswa, baik dalam konteks Universitas maupun Fakultas serta masyarakat pada umumnya. Permasalahan seperti lahiran kebijakan akademik pengelola kampus yang dinilai mahasiswa mendiskriminasikan, mengeksploitasi dan merugikan mahasiswa sebagai komponen utama dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di kampus, problem kelembagaan mahasiswa, kinerja dalam problem sosial kemasyarakatan dan sinergitas serta terutama berkaitan dengan isu Iuran Keluarga Mahasiswa (IKAMA). Problem IKAMA diakui telah menjadi salah satu problem krusial yang digumuli oleh mahasiswa. Tidak hanya mahasiswa FKIP melainkan juga mahasiswa-mahasiswa pada Fakultas lainnya. <br />Lihat Lampiran I tentang Pokok-Pokok Pikiran RUA Mahasiswa FKIP Tahun 2009/2010.<br /><br />Problem krusial IKAMA yang dibicarakan waktu itu, antara lain: proporsionalitas pemegang/hak pemegang, kesulitan akses, delegitimasi pleno anggaran kemahasiswaan, trasparansi pengelolaan (termasuk di sini aspek pertanggung jawaban kepada mahasiswa sebagai pemilik anggaran ini). Telah menjadi isu yang bertahun-tahun terus digumuli oleh mahasiswa, problem proporsionalitas pemegang atau hak pemegang IKAMA diperjuangakan oleh mahasiswa untuk dikelola secara mandiri. Tuntutan ini, berimplikasi pada hak pemegangan IKAMA yang kini dipegang oleh Badan Pengurus Yayasan UKAW harus dilepaskan, lalu diserahkan kepada Lembaga Kemahasiswaan baik pada tingkat Universitas dan Fakultas. Tuntutan ini didasarkan pada latar belakang historis terkait kehadiran IKAMA di kampus UKAW. IKAMA secara historis merupakan iuran yang hadir melalui inisitif mahasiswa untuk membiayai sendiri kegiatan kemahasiswaannya. Pertimbangan lainnya, berkaitan dengan minimnya alokasi anggaran kampus bagi kegiatan kemahasiswaan, sehingga dipandang urgen untuk menginisiasikan iuran mandiri dari mahasiswa untuk membiayai kegiatan-kegiatan pengembagan diri mahasiswa. Oleh karena itu, IKAMA berasarkan Dari Mahasiswa, Untuk Mahasiswa dan Oleh Mahasiswa. Serta memiliki prinsip pengelolaan yakni Transparan, Akuntabel dan Demokratis. <br /><br />Problem krusial lain seperti kesulitan akses mahasiswa terhadap dana IKAMA yang dipegang oleh Pengurus Yayasan UKAW. Dengan sistem pengelolaan anggaran Satu Pintu yang diterapkan Yayasan, ada dampak buruk dalam hal akses mahasiswa terhadap anggarannya sendiri. ”Mekanisme persetujuan” pimpinan Fakultas dan Rektorat terhadap rancangan anggaran kegiatan kemahasiswaan. Mekanisme “persetujuan” adalah istilah yang kami pakai untuk menjelaskan bahwa terlihat jelas adanya indikasi sabotase hak penentuan besaran anggaran kegiatan kemahasiswaan oleh pihak Fakultas dan Rektorat. Kami mencurigai bahwa mekanisme persetujuan ini terselip sikap ketidakpercayaan terdahap mahasiswa yang akan mengelola anggarannya. Selain itu, ada pula yang menyebutnya sebagai delegitimasi pleno anggaran kemahasiswaan. Maksudnya adalah mahasiswa selaku pemegang hak atas pemanfaatan anggaran IKAMA justru harus tunduk pada pertimbangan-pertimbangan para pimpinan Fakultas dan Universitas berkaitan dengan besaran anggaran kegiatan dan isi kegiatan. Hal ini tentu melangkahi kewenangan mahasiswa selalu yang berhak dalam mempertimbangkan kegiatan apa dan berapa besaran anggarannya sesuai dengan plafon dana IKAMA yang ada. <br /><br />Dampak lanjutnya ialah telah melahirkan apa yang kami sebut sebagai ”birokrasi tarik ulur” keuangan mahasiswa untuk pembiayaan kegiatannya. “Birokrasi tarik ulur” adalah istilah yang kami pakai untuk menjelaskan fakta tarik ulur persetujuan anggaran kegiatan kemahasiswaan, baik yang terjadi di Fakultas dan Universitas. Seringkali mahasiswa pengelola kegiatan harus pergi pulang, rombak sini rombak sana dan mengalami keterlambatan realisasi anggaran kegiatannya. Tidak jarang bahwa suatu kegiatan berjalan termasuk RUA kali ini, panitia RUA harus berutang kepada banyak pihak karena anggaran yang sebebarnya harus direalisasikan tidak diarealisasikan sampai dengan kegiatan harus dilangsungkan. Bahkan, bukan menjadi rahasia bahwa pleno anggaran kegiatan seringkali “tersunatkan” lantaran pihak Universitas dan Fakultas membangun rasionalitas efisiensi dan efektifitas kegiatan mahasiswa, sehingga sesaran anggaran yang telah disepakati mahasiswa untuk tiap kegiatan harus dikurangi. <br /><br />Soal transparansi adalah hal yang signifikan untuk dipersoalkan dalam momentum RUA. Bagi kami selaku mahasiswa, pengelolaan IKAMA oleh Pengurus Yayasan UKAW dan Rektorat tidak trasparan kepada mahasiswa. Kami tidak pernah diberikan informasi terkait dengan pengelolaan IKAMA. Kami tidak pernah diberitahukan tentang berapa posisi IKAMA pada setiap semester. Barapa besar bunga IKAMA yang disimpan di Bank. Setiap semester mahasiswa membayar Rp.10.000 dan kamipun tak pernah tahu akumulasi dari dana ini sampai kini. Walaupun, sudah ada upaya dari mahasiswa untuk melakukan konfirmasi berkaitan dengan posisi dana ini, namun tak ada sikap kooperatif dari Pengurus Yayasan dan Rektorat untuk memberikan konfirmasi terkait dana mahasiswa. Dan karenanya, sistem pengelolaan yang tidak transparan semacam ini, memicu kecurigaraan mahasiswa, jikalau ada indikasi penyelewengan dana IKAMA. <br /><br />Dari hasil RUA tersebut berhasil dirumuskan pokok-pokok pikiran mahasiswa. Salah satu terkait dengan dana IKAMA yang kini dipegang oleh pihak Pengurus Yayasan UKAW. Pokok pikiran tentang IKAMA yang terumuskan adalah mahasiswa merencakan untuk meminta Badan Pemeriksa Keuangan (auditor eksternal) untuk mengaudit dana IKAMA tersebut. Pemikiran untuk merencanakan permintaan audit dari BPK sebagai auditor eksternal ialah bahwa mahasiswa pada 12 November 2007 mahasiswa UKAW pernah melakukan demonstrasi berkaitan dengan pengelolaan dana IKAMA dan menuntut adanya upaya audit dana IKAMA sehingga ada kejelasan pengelolaannya. Namun, upaya tersebut kandas dan tidak ditindaklanjuti oleh pihak Rektorat dan Badan Pengawas Yayasan UKAW. Selain itu, mahasiswa juga mendesak untuk diakomodirnya pokok-pokok pikiran yang telah dihasilkan di RUA untuk diaspirasikan ke pihak Fakultas, Universitas dan Yayasan UKAW. <br /><br />Pada saat keberlangsungan RUA, hadir pula salah seorang senior FKIP UKAW yakni Frend Lutruntuhruy, S.Pd yang juga merupakan Pemimpin Redaksi Koran Mingguan Global. Yang kemudian, melakukan wawancara terhadap peserta RUA terutama berkaitan dengan pokok-pokok pikiran yang telah disepakati untuk diaspirasikan oleh pengurus Badan Pimpinan Mahasiswa (BPM) FKIP UKAW periode berikutnya. <br /><br />Pada tanggal 03 Desember 2009 mahasiswa memdapatkan koran yakni koran Global Edisi 86/Tahun III/Minggu I/Desember/2009 yang pada halaman 3 (tiga) memuat tentang ”Mahasiswa FKIP UKAW Meminta BPK Audit Dana IKAMA” : Bertahun-tahun dana mengendap di tangan pejabat kampus. <br />Lihat Lampiran II tentang: MAHASISWA FKIP UKAW MINTA BPK AUDIT DANA IKAMA: Bertahun-tahun dana mengendap di tangan pejabat kampus. <br /><br />Pada Senin tanggal 07/12/09 Rektor UKAW memberikan pengumuman dalam ruang ibadah umum di kampus UKAW. Di dalam pengumuman tersebut disampaikan juga tentang:<br /><br />1. Pemberitaan yang disampaikan oleh beberapa orang (Rektor tidak menyebutkan nama Eksel Riwu, James Faot, Lenso Beri dan Butje Boimau) yang dituliskan dalam koran Global Edisi 86/Tahun III/Minggu I/Desember/2009 halaman 3 tentang Mahasiswa FKIP UKAW Meminta BPK Audit Dana IKAMA: Bertahun-tahun dana mengendap di tangan pejabat kampus, adalah orang-orang lama yang sering merusak nama lembaga (UKAW).<br />2. Mengapa harus dimuat di media? Apakah mereka tidak bisa menyampaikannya terlebih dahulu kepada Universitas?<br />3. Orang-orang ini (Rektor tidak menyebutkan nama Eksel Riwu, James Faot, Lenso Beri dan Butje Boimau) tidah harus dipertahankan di kampus karena tidak dapat dididik lagi.<br />4. Mereka (Rektor tidak menyebutkan nama Eksel Riwu, James Faot, Lenso Beri dan Butje Boimau) harus mendapatkan tindakan tegas atau disiplin dari pihak Fakultas (Droup Out/Skorsing). <br /><br />Pada waktu setelah ibadah dan pemberian pengumuman oleh Rektot UKAW, berlangsung rapat di kantor Universitas UKAW dan para pimpinan FKIP (Dekan, PD I dan PD III) untuk menghadiri rapat tersebut. <br /><br />Pada tanggal 08/12/09 pimpinan FKIP dalam hal ini PD III yakni Robert Tetikay S.Pd, M.Pd, melakukan pemanggilan kepada ke-4 mahasiswa yang nama disebutkan dalam pemberitaan koran Global Edisi 86/Tahun III/Minggu I/Desember/2009 halaman 3 tentang Mahasiswa FKIP UKAW Meminta BPK Audit Dana IKAMA: Bertahun-tahun dana mengendap di tangan pejabat kampus, yakni Eksel Riwu, James Faot, Lenso Beri dan Butje Boimau, untuk mendengarkan hasil rapat yang dilakukan oleh pihak Rektorat dan Fakultas (KIP) tentang pemberitaan tersebut. Pemanggilan ini dilakukan secara lisan dan dihadiri oleh 3 (tiga) orang saja yakni Eksel Riwu, Lenso Beri dan Butje Boimau. Sementara James Faot tidak menghadirinya. <br /><br />Dalam pertemuan yang dilakukan di ruang PD III FKIP itu, PD III menyampaikan hasil rapat yang mereka lakukan pada Senin tanggal 07/12/09 di kantor Rektorat. Antara lain:<br /><br />1. Pokok pikiran yang dikemukanan oleh ke-4 mahasiswa FKIP (Eksel Riwu, James Faot, Lenso Beri dan Butje Boimau) dinilai oleh pihak Rektorat dan Yayasan UKAW juga Fakultas sebagai Pencemaran nama baik Rektor dan lembaga UKAW. <br />2. Pokok pikiran yang dikemukanan oleh ke-4 mahasiswa FKIP (Eksel Riwu, James Faot, Lenso Beri dan Butje Boimau) dinilai telah menelajangi para pejabat kampus (Fakultas, raktorat dan Yayasan UKAW).<br />3. Pihak Rektorat telah membentuk Tim untuk mengambil langkah hukum atas pencemaran nama pejabat kampus dan lembaga UKAW.<br />4. PD III FKIP menyampaikan tuntutan kepada ke-4 mahasiswa bahwa pokok pikiran yang dikemukanan oleh ke-4 mahasiswa FKIP (Eksel Riwu, James Faot, Lenso Beri dan Butje Boimau) yang dinilai memfitnah lembaga dan pejabat kampus untuk segera melakukan klarifikasi atas peryataan mereka. Waktu yang diberikan memiliki limit waktu 2 x 24 Jam. <br /><br />Pada Rabu tanggal 09/12/09 pukul 23:41, dilakukan rapat terbatas yang difasilitasi oleh BPM FKIP untuk membicarakan sikap Rektorat dan Fakultas terkait dengan penilaian mereka terhadap pernyataan ke-4 mahasiswa FKIP dalam momentum RUA tersebut sebagai suatu pencemaran nama Rektor dan Lembaga, maka disepakati oleh BPM FKIP dan ke-4 mahasiswa serta anggota rapat bahwa pokok pikiran yang mereka sampaikan sebagaimana ditulis koran Global Edisi 86/Tahun III/Minggu I/Desember/2009 halaman 3 tentang Mahasiswa FKIP UKAW Meminta BPK Audit Dana IKAMA: Bertahun-tahun dana mengendap di tangan pejabat kampus, sama sekali tidak mencemarkan atau memfitnah pihak Rektorat dan lembaga UKAW. Pokok pikiran tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari realitas objektif pengambilan kebijakan kampus oleh para pejabat yang diberikan kewenangan mengelola penyelenggaraan pendidikan di UKAW. Dan pokok-pokok pemikiran sebagaimana yang dimuat dalam koran Global Edisi 86/Tahun III/Minggu I/Desember/2009 tersebut tidak hanya mempersoalkan IKAMA, melainkan kebijakan akademik kampus lainnya yang dinilai mahasiswa telah merugikan mereka. Oleh karenanya, BPM FKIP menolak untuk memberikan klarifikasi terkait pokok pikiran yang disampaikan dalam mementum RUA silam karena selain pokok pikiran tersebut adalah hasil evaluasi kondisi objektif mahasiswa di kampus terkait kebijakan-kebijakan akademik, pokok-pokok pemikiran itu juga merupakan kesepakatan seluruh peserta RUA yang adalah representasi dari keseluruhan mahasiswa FKIP UKAW. <br /><br />Selain itu, penolakan mahasiswa terkait tuntutan klarifikasi pemberitaan koran Global Edisi 86/Tahun III/Minggu I/Desember/2009 sebagaimana menjadi sikap pihak Rektorat dan Fakultas, mahasiswa juga menilai bahwa penilaian mereka tentang unsur pemfitnahan dan pencemaran nama pejabat kampus serta lembaga UKAW tidak benar karena pernyataan mahasiswa sebagaimana yang dimuat dalam koran Global tersebut didasarkan pada hasil-hasil advokasi Lembaga Kemahasiswaan dan laporan-laporan pengaduan mahasiswa FKIP UKAW. Demikian maka, tudingan pemfitnahan oleh Rektorat dan Fakultas harus menghadirkan bukti-bukti yang dapat menunjukan bahwa pernyataan mahasiswa dalam RUA tersebut adalah fitnah kepada mereka, terutama berkaitan dengan pengambilan kebijakan akademik dan IKAMA yang disampaikan dalam RUA mahasiswa FKIP UKAW. <br /><br />Pada Selasa 15/12/09 pukul 11:07, BPM FKIP menyampaikan surat dengan Nomor:01/BPM/FKIP-UKAW/EXT/KPG/B/XII/09, perihal Permintaan Dialog Terbuka dengan pihak pimpinan FKIP UKAW. <br />Lihat Lampiran III tentang Surat Permintaan Dialog Terbuka Mahasiswa FKIP dengan Pimpinan FKIP. <br /><br />Maka pada Selasa 15/12/09 pukul 13:05, pihak pimpinan FKIP UKAW mengeluarkan surat dengan Nomor:2853/KP/FKIP-UKAW/M.7/XII/2009 dengan perihal Pemberitahuan Skorsing kepada ke-4 mahasiswa FKIP atas nama: Eksi Riwu, James Faot, Lenso Beri dan Butje Boimau. Surat Skorsing ini memuat bahwa berdasarkan berita yang dimuat dalam media massa koran Global Edisi 86/Tahun III/Minggu I/Desember/2009 tentang Mahasiswa FKIP UKAW Meminta BPK Audit Dana IKAMA; Bertahun-tahun dana mengendap di tangan pejabat kampus yang bersumber dari mahasiswa FKIP UKAW yakni Eksi Riwu, James Faot, Lenso Beri dan Butje Boimau sebagai mahasiswa FKIP UKAW, dianggap OLEH PIMPINAN UNIVERSITAS DAN Fakultas sebagai fitnah dan mencemarkan nama baik dari pimpinan lembaga serta kehormatan citra lembaga serta menyimpang dari mekanisme oraganisasi dalam mempublikasikan berita yang menyangkut nama baik lembaga. <br /><br />Dalam surat tersebut alasan skorsing didasarkan pada pertimbangan bahwa penyampaian pendapat dalam forum RUA tesebut dilakukan tanpa melakukan percakapan dan atau konfirmasi dengan pimpinan Fakultas maupun pimpinan Universitas. Demikian maka, dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan normatif lembaga, seperti STATUTA Universitas Kristen Artha Wacana Tahun 2009 Bab XVIII Pasal 120 (1) bahwa pengutaraan pikiran dan pendapat dalam kegiatan kebebasan akademik dilandasi oleh norna dan kaidah keilmuan dan Norma Dan Tolok Ukur Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Universitas Kristen Artha Wacana Kupang Bab XII Pasal 25 tentang sanksi bagi mahasiswa ayat 3.8 bahwa dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan pimpinan Fakultas dan Universitas dapat mengenakan skorsing terhadap seorang mahasiswa, maka keempat mahasiswa yakni Eksi Riwu, James Faot, Lenso Beri dan Butje Boimau dikenakan skorsing oleh pimpinan Fakultas KIP selama 1 (tahun) akademik terhitung sejak dikeluarkannya surat pemberitahuan skorsing sampai dengan akhir semester genap tahun akademik 2009/2010. <br /><br />Surat skorsing ini dikeluarkan oleh pimpinan Fakultas atas nama PD III FKIP UKAW Robert Tetikay dengan tembusan kepada Rektor UKAW Kupang di Kupang, Ketua Umum Pengurus Yayasan UKAW di Kupang, Orang Tua yang bersangkutan di tempat dan Arsip. <br />Lihat lampiran IV tentang Surat Pemberitahuan Skorsing. <br /><br />Demikian kronologi skorsing yang dilakukan oleh pimpinan FKIP UKAW kepada 4 (empat) mahasiswa FKIP UKAW Kupang. <br /><br />Dibuat di Secretariat Lembaga Kemahasiswaan FKIP UKAW Kupang, pukul 20:39 Wita.<br /><br /><br />Mengetahui <br /><br />Secretaris BMP FKIP UKAW<br /><br /><br />Atira Victoria Seli Keba <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Lampiran 1: <br />Lihat Lampiran I tentang Pokok-Pokok Pikiran RUA Mahasiswa FKIP Tahun 2009/2010.<br /><br />TAMBAHAN PIKIRAN OLEH FORUM<br /><br />1. Lembaga kemahasiswa harus menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi mahasiswa terkait sarana dan prasarana pendukung akademik yang belum memadai pada tiap-tiap Program Studi yang dirincikan sebagai berikut:<br />a. Sarana umum<br /> Penambahan ruang kelas<br /> Penambahan buku-buku di perpustakaan yang up to date<br /> Pemungutan liar dalam hal ini penjualan diktat/modul<br />b. Sarana khusus<br /> Untuk Progam Studi Biologi pengadaan kelengkapan laboratorium <br /> Untuk Progam Studi Bahasa Inggris pengadaan laboratorium komputer dan penambahan dosen<br /> Untuk Program Studi PJKR pengadaan kolam renang dan lab. Praktek<br />kepada yayasan dan pimpinan universitas<br />c. Hadirkan BPK untuk audit dana IKAMA.<br />2. Lembaga kemahasiswaan perlu membangun bekerja sama dengan berbagai media massa dalam mengawal keseluruhan pelayanannya kepada mahasiswa dan masyarakat secara umum. <br />3. Lembaga kemahasiswaan harus mengayomi semua mahasiswa FKIP.<br />4. Lembaga kemahasiswaan harus mampu memperjuangkan dana IKAMA agar dikelola oleh mahasiswa untuk kepentingan pengembangan kegiatan kemahasiswaan.<br />5. Lembaga kemahasiswaan harus memperjuangkan keterlibatan mahasiswa di senat tingkat fakultas dan tingkat universitas sehingga dapat terlibat dalam berbagai pengambilan keputusan atau kebijakan penyelenggaraan pendidikan di UKAW.Selama mahasiswa tidak menjadi bagian langsung dalam pengambilan kebijakan pendidikan baik pada tingkat universitad maupun fakultas, maka optimalisasi layanan pendidikan mustahil terealisasi. Hanya dengan keterlibatan mahasiswa dalam pengambilan kebijakan terhadap kebutuhan mahasiswalah maka kesejahteraan mahasiswa akan diwujudkan.<br />6. Lembaga kemahasiswaan harus memperjuangkan tidak dinaikannya biaya pendidikan secara sepihak oleh kampus tanpa persetujuan mahasiswa.<br />7. Mahasiswa harus mampu merespon segala fenomena yang terjadi di masyarakat dan kampus melalui aksi dan advokasi riil.<br />8. Merumuskan kurikulum pendidikan kader lembaga kemahasiswaan.<br />9. Pergerakan mahasiswa dalam konteks internal dan eksternal harus dilandasan pada landasan ideologis sebagai dasar pijak dan arah serta tujuan perjuangan mahasiswa.<br />10. Lembaga Kemahasiswaan perlu membangun basis politik yang strategis yakni seluruh mahasiswa (FKIP) selaku subjek pendidikan dan selaku konsumen pendidikan di kampus UKAW. <br /><br />SURAT KEPUTUSAN<br />RAPAT UMUM ANGGOTA<br />BADAN PERWAKILAN MAHASISWA<br />FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDKAN<br />UNIVERSITA KRISTEN ARTHA WACANA – KUPANG<br /><br />NOMOR: 14/RUA/BPM/FKIP-UKAW/KPG/K/XI/09<br />TENTANG:<br />HASIL PLENO PANKER 2 TENTANG POKOK PIKIRAN<br /><br /><br />Menimbang:<br />1. Bahwa perlu ditetapkan pokok pikiran sebagai rekomendasi tertulis pada Fakultas<br />2. bahwa Badan Perwakilan Mahasiswa adalah lembaga tertinggi di tingkat Fakultas maka perlu penetapan pokok pikiran sebagai rekomendasi<br />Mengingat:<br />1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.<br />2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 Tentang Sistem Pendidikan Tinggi<br />3. SK MENDIKNAS Nomor 155/Kep/2001 Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi<br />4. STATUTA UKAW Tahun 2001<br />5. KUKM UKAW Kupang<br />Memperhatikan:<br />Usul saran dalam Rapat Umum Anggota tentang penetapan pokok pikiran sebagai rekomendasi bagi pengurusan defenitif<br /><br />MEMUTUSKAN<br /><br />Menetapkan:<br />1. Hasil Pleno PANKER 2 tentang Pokok Pikiran sah untuk diambil dalam surat keputusan seperti tercantum dalam surat keputusan ini.<br />2. Lampiran keputusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari surat keputusan ini.<br />3. Surat Keputusan ini ditetapkan sejak tanggal<br /><br />Ditetapkan di : Boentuka<br />Pada tanggal : 29 November 200 <br />Pukul : 21:55<br /><br />Majelis Persidangan<br /><br /><br />(..................................) (......................................)<br />Lampiran 2: <br />Koran GLOBAL: Edisi 86/Tahun III/Minggu I/Desember/2009 yang pada halaman 3 (tiga). <br /><br />MAHASISWA FKIP UKAW MINTA BPK AUDIT DANA IKAMA: Bertahun-tahun dana mengendap di tangan pejabat kampus. <br /><br /> MAHASISWA FKIP UKAW MINTA BPK AUDIT DANA IKAMA:<br />Bertahun-tahun dana mengendap di tangan pejabat kampus<br />Kupang, Global: Senat Mahasiswa Fakultas Kegu¬ruan dan llmu Pendidikan (FKIP UKAW) kupang meminta Badan Pemeriksa Keu¬angan (BPK) untuk segera mengaudit seluruh keuangan mahasiswa (dana :Ikama red) yang selama ini dalam pertanggungjawaban tidak jelas. Hal tersebut Menge¬muka dalam kegiatan Rapat Umum Anggola (RUA) Badan Perwakilan Nlahasiswa FKIP UKAW yang dilakukan pads tanggal 27 - 29 Nopember 2009 di Desa Boentuka Kabupaten Timor Tengah Selatan minggu lalu.<br />Dalam Forum rapat tersebut mahasiswa meneg¬askan bahwa - selama ini. Kampus UKAW Kupang dalam melakukan banyak kebijakan tersebut hanya untuk kepentingan kepentingan para pejabat pada lingkup kampus ters¬ebut. Untuk itu mereka meminta kepada Badan Pem¬eriksa Keuangan untuk melakukan audit terhadap keuangan mahasiswa yang selama bertahun-tahun diperuntungkan dengan tidak jelas. Mantan Ketua BPM FKIP UKAW Kupang, Butje Boimau, kepada media ini di lokasi kegiatan tersebut meng¬atakan, mengatakan, selama ini pihak rektorat dan Yayasan dalam mengambil kebijakan untuk pengembangan kampus maupun mutu pendidikan termasuk penggunaan dana tersebut terkesan sangat sepihak dan hanya untuk kepentingan para pejabat di kampus tersebut. la menje¬laskan, sikap dan kebijakan yang dilakukan tersebut sangat tidak terpuji dan hanya untuk merugikan mahasiswa.<br />Hal senada di sampaikan dua orang senior yang hadir dalam kegiatan tersebut, Jems Faot dan Eksel Riwu menegaskan, apabila pihak kampus terus mengambil kebijakan untuk pengem¬bangan pendidikan di kampus tersebut tidak melibatkan mahasiswa, maka menu¬rutnya, sikap yang dilakukan itu hanya untuk mengorbankan begitu banyak mahasiswa yang saat ini telah membuang banyak anggaran untuk kelan¬gsungan pendidikan. Menu¬rutnya, kampus UKAW akan bisa bersaing dengan perguruan tinggi lain di Indo¬nesia, apabila kebijakan yang dilakukan selalu meme¬ntingkan kepentingan maha¬siswa bukan kepentingan individu atau kelornpok. "Kampus kita ingin berkembang dan maju, maka sebetulnya kebijakan itu diambil dengan rnem¬perhatikan aspirasi maha¬siswa. Kami sejujurnya kecewa karena dana ratusan juta yang mahasiswa masukan dalam kas IKAMA dalam pertanggungjawabnnya tidak jelas, termasuk mahasiswa mengalami kesulitan untuk mengakses dana tersebut untuk dipakai" tegas Jems dengan nada kesal.<br />Sekedar diketahui, dina¬mika yang terjadi dalam rapat umum tersebut berlanggsung dengan sangat tegang, disebabkan banyak maha¬siswa yang terus memprotes kinerja BPM yang selama ini mengawal kebijakan maha¬siswa, namun banyak hal yang tidak dilakukan, termasuk dana tersebut. Mahasiswa dalam forum ini dengan tegas meninta kepada pihak rektorat untuk Segera memberikan kelonggaran kepada mahasiswa untuk mengambil dana yang semestinya menjadi hak mereka untuk dipakai dalam kegiatan-¬kegiatan kemahasiswaan. 'Kami meminta kepada Yay¬asan termasuk Rektorat untuk member kami dana IKAMA itu untuk dipakai dalam kegiatan-¬kegiatan mahasiswa. Kalau dana itu kami pakai, maka mutu pendidikan di kampus ini akan semakin lebih balk dan dapat bersaing dengan perguruan tinggi lain di Indo¬nesia. Perlu di ingat bahwa pernyataan akan kami surati langsung ke KPK RI tegas seorang mahasiswa dalam forum tersebut.<br />Dalam agenda forum tersebut, terdapat tiga agenda yang dibahas, diantaranya, melakukan evaluasi terhadap kinerja BPM yang lama terha¬dap kebijakan yang telah dilaksanakan, merumuskan kebijakan baru bagi kepengurusan yang terpilih dan mememilih, menetapkan Ketua, Sekretaris dan melengkapi struktur kepengurusan BPM yang baru massa bhakti 2009¬/2010. Men James Faot dan Ketua BPM terpilih, Lenso Beri, mengatakan dalam agenda tersebut telah merumuskan kebijakan-kebijakan baru yang siap untuk dijalankan. Termasuk melakukan pengawalan terhadap semua proses pergumulan mahasiswa FKIP dan umumnya untuk UKAW tidak ketinggalan dana IKAMA yang selama ini menjadi agenda perjuangan mahasiswa FKIP UKAW. Kami tentu konsisten dengan apa yang kami lakukan. Kebijakan baru yang telah dibicarakan salah satu penek¬anannya untuk dana mah¬asiswa yang harus dipakai oleh mahasiswa sendiri tambah James saat itu dalam pokok-pokok pikiran di RUA tersebut. *g_001)<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Lampiran 3: <br />Surat Permintaan Dialog Terbuka Mahasiswa FKIP dengan Pimpinan FKIP. <br /><br />BADAN PERWAKILAN MAHASISWA<br />FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN<br />UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA KUPANG<br />MASA BHAKTI 2009-2010<br />Secretariat ukaw. Jl. Adisucipto oesapa kpang<br /><br />No ;01/BPM/FKIP-UKAW/EXT/KPG/B/XII/09. Kupang, 15 desember 2009.<br />Lampiran ;-<br />Perihal ; Mohon Dialog <br /><br />Kepada<br />Yth : DEKAN FKIP UKAW<br /> PD I FKIP UKAW<br /> PD II FKIP UKAW<br /> PD III FKIP UKAW<br />Masing-masing <br />Di<br />Tempat <br />Syalom <br />Berkaitan dengan pemanggilan dari pihak Fakultas terhadap beberapa mahasiswa FKIP untuk mengklarifikasi isi pemberitaan di Media Global edisi 86/thn III / Mingu I/Desember/2009 pada halaman ke III, dengan judul Mahasiswa FKIP Minta BPK Audit Dana IKAMA, yang kemudian ditafsikan sebagai penelanjangan terhadap para pimpinan dan lembaga UKAW, sehingga ke- 4 orang mahasiswa FKIP diancam di drop out ATAU diskorsing, maka Badan Perwakilan Mahasiswa FKIP-UKAW, menyampaikan permintaan Dialog Terbuka dengan para pimpinan FKIP-UKAW guna membicarakan hal tersebut. .<br />Yang sedianya akan dilaksanakan pada ;<br />Hari/tgl ; 16 deseber 2009<br />Jam 10.00-selesai.<br />Tempat ; Gedung Aula Ruang H.<br />Demikian permintaan ini kami buat atas seluruh aspirasi Mahasiswa FKIP dan atas perhatiannya kami limpahkan trimakasih.<br />Teriring Salam dan Doa Tulus Kami ‘’IMANUEL’’<br /><br />BADAN PERWAKILAN MAHASISWA<br />FKIP-UKAW<br />Masa Bhakti 2009-2010<br /><br /><br />Lenso beri Atira Viktoria Selikeba<br /> Ketua Sekretaris<br /> <br />Lampiran 4: <br />Surat Pemberitahuan Skorsing.revolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-56347850922322135492009-12-07T05:25:00.000-08:002009-12-07T05:33:27.185-08:00“PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SE-DUNIA”FRONT RAKYAT ANTI KORUPSI NUSA TENGGARA TIMUR<br />FRAKSI – NTT<br />LMND Ekskot.Kupang, PMKRI Cab.Kupang, PRD NTT, SRMI NTT, GERSAK Kupang, GMNI Cab.Kupang, GMKI Cab.Kupang, SEMA UNWIRA, BPM FKIP UKAW, BLM UNDANA, KMK Hukum UNDANA, KMK UKAW, KEMAS, GMPI Cab. Kupang, PERMASI, dan GEMA<br /> “PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SE-DUNIA”<br />09 DESEMBER 2009 <br /><br />PERNYATAAN SIKAP <br /><br />Momentum Hari Anti Korupsi Se-dunia yang jatuh pada taggal 09 Desember 2009, merupakan cerminan komintmen Masyarakat Internasional―termasuk Indonesia―untuk melawan dan memberantas kejahatan korupsi. Korupsi sebagai suatu kejahatan yang sistemik dan bahkan melembaga telah menjadi salah satu ‘akar’ penyebab penderitaan umat manusia. Kerena dampaknya yang sedemikian destruktif, korupsi kemudian kategorikan sebagai suatu Kejahatan Luar Biasa (Extra Ordinary Crime). Dan kerenanya, diperlukan cara-cara ‘Luar Biasa’ pula untuk melawan serta memberantasnya.<br /><br />Menjelang momentum Hari Anti Korupsi Se-dunia ini, bangsa Indonesia diterpa dengan problem-problem krusial berkaitan dengan Korupsi. Berada pada posisi pertama sebagai negara terkorup di Asia Tenggara, sangat disayangkan bahwa masalah-masalah korupsi di Indonesia, justru banyak terjadi di lembaga-lembaga negara dan para pejabatnya. Lembaga-lembaga dan pejabat-pejabat negara yang sebenarnya harus menjadi panutan rakyat hanya meneladankan mentalitas dan tindakan bobrok dan memalukan citra bangsa. Dan lebih parahnya, perilaku ini tak dapat disangkal telah menjadi warisan turun-temurun bagi generasi lanjutan sehingga apa yang disebut sebagai “budaya koruptif” dikonsturusikan dan menjadi “ruh” aparatur negara. Kejahatan korupsi akhirnya menjadi sesuatu yang “lazim” dilakukan. Jargon pemberantasan korupsi hanya laku sekadar komoditas politik para penguasa untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyat. Dan, yang lebih penting di mata rakyat adalah “dagangan-dangangan politik” seperti pemberantasan korupsi yang keluar dari mulut para penguasa hanyalah “lips service” semata. <br /><br />Ketika pesimisme rakyat makin menguat dan berubah menjadi apatisme akut terhadap eksistensi dan integritas lembaga serta pejabat negara (Kepolisian dan Kejaksaan) dalam melawan dan memberantas korupsi di Indonesia, harapan baru (new of hope) untuk membangkitkan spirit perlawanan dan pemberantasan korupsi muncul dari salah satu lembaga negara yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tidak dapat disangkal dari sekian banyak kasus korupsi yang dilakukan oleh para koruptor kakap baik dari unsur pemerintahan, politisi dan pengusaha hampir tak ada yang lolos dari jeratan hukum. Track record demikian dengan sendirinya membentuk integritas dan kredibilitas KPK sebagai simbol pemberantasan korupsi di Indonesia. <br /> <br />Namun, prestasi yang demikian dibanggakan rakyat tidak membuat para koruptor bangga lantaran KPK menjadi ancaman mematikan bagi mereka. Upaya pelemahanpun dilakukan. Disinyalir, tarik menarik penyelesaian UU TIPIKOR merupakan salah satu uapaya pelemahan. Kemudian yang paling fenomenal adalah apa yang kita semua tau sebagai “Kriminalisasi KPK”. Skenario/drama ‘Kriminalisasi KPK’―sebagai lembaga super body pemberantasan korupsi sekaligus momok bagi para koruptor di Indonesia―terindikasi kuat melibatkan Institusi Kepolisian dan Kejaksaan. Juga dicurigai melibatkan link Keprisidenan. Mereka yang sejatinya diberikan kewenangan konstitusional untuk memberatas korupsi justru mereka berkecimpung dalam kubangan politik koruptif. Dan, implikasinya amat buruk; rakyat bangsa Indonesia menelan luda pahit karena harus kehilagan sejumlah besar dananya, lalu hidup dalam kemiskinan dan penderiataan yang multidimensional. <br /><br />Sudah menjadi bukti ‘telanjang’ di mata rakyat bangsa ini bahwa pencekalan dua pimpinan KPK yakni Bibit-Chandra adalah murni rekayasa. Hal ini dibuktikan melaui salah satu rekomendasi TPF/Tim 8 untuk di SP3-kan kasus Bibit-Chandra, yang akhirnya benar-benar di SP3 oleh Kejaksaan―hal ini tentunya turut dipengaruhi oleh gerakan politik rakyat sebagai perlawanan atas konspirasi para elit negara untuk mengkriminalisasi KPK. Singkatnya, pencekalan pejabat KPK (Bibit-Chandra) adalah omong kosong dari aparat Kepolisian, Kejaksaan, konglomerat hitam dan Mafia Kasus seperti Anggodo yang sampai saat ini, rakyat belum melihat upaya signifikan aparat hukum untuk menangkapnya. Impotensi-impotensi penegak hukum kemudian menebar bau kecurigaan rakyat bahwa ‘Si Super Anggodo’ memegang ‘Kartu AS’ skenario kriminalisasi KPK sebagai bentuk mematikan langkah KPK untuk mengusut tuntas skandal dana talangan (bail-out) dari Bank Indonesia ke Bank Century senilai Rp. 6.7 triliun. <br /><br />Di tengah polemik kriminalisasi KPK, wacana perlu dilakukannya hak angket atas skandal Bank Century di hembus dari DPR RI. Skandal Bank Cetury sebesar Rp. 6,7 triliun itu dipandang sebagai problem kebangsaan yang urgen untuk di usut secara serius. Apalagi, skandal ini melibatkan Boediono yang waktu itu menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI), Sri Mulyani yang menjabat sebagai Menteri Keuangan dan Raden Pardede selaku Sekretaris Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KKSK). Selain itu, juga berkembang berita bahwa dana bail out Bank Century mengalir ke kas Partai Demokrat sebagai dana kampanye pemenangan pemilu 2009, sehingga dipandang sangat mengancam status quo rezim SBY sekarang. PDI Perjuangan sebagai parpol inisiator hak angket Bank Century berupaya mengumpulkan dukungan politisi dari parpol lainnya, namun hanya partai Demokrat yang menolak untuk menggunakan dan mendukung hak angket DPR dengan alasan tidak ada masalah dengan kebijakan itu dan masih menunggu hasi audit BPK (Badan Pemeriksa Keuagan). <br /><br />Berdasarkan hasil audit BPK jelas-jelas menunjukan bahwa kebijakan bail out Bank Century adalah kriminal murni. Kasus Bank Century dipandang merugikan keuangan negara karena tidak wajar bakn tersebut menerima suntikan dana dari BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Bank Century menerima dana Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) pada 14 November 2008 sebesar Rp.356,81 miliar, 17 November 2008 sebesar 145,26 miliar, dan 18 November 2008 187,32 miliar. Bank Century juga menerima dana dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada 23 November 2008 sebesar Rp.2,77 triliun, pada 5 Desember 2008 Rp.2,2 triliun, pada 3 Februari 2009 sebesar Rp.1,5 miliar dan pada 21 Juli 2009 sebesar Rp.630 miliar. Dalam temuan bail out Bakn Century adanaya tindak pidana korupsi dan penyalagunaan kekuasaan atau kebijakan bail out merupakan perbuatan pidana melampaui kewenangan dengan mencairkan dana tanpa payung hukum karena pencairan tersebut dilakukan setelah DPR menolak Perppu No 4/2008 tentang Pengamana Sistem Pengaman. Dan penolakan ini dengan sendirinya membuat aturan tersebut tidak berlaku untuk dijadikan payung hukum bail out. <br /><br />Demikian pula banyak kalangan yang mendukung hasil audit investigatif BPK, memberikan pandangan yang cukup kredible terkait kebijakan bail out Bank Century adalah tindak pidana korupsi. Menurut Yanuar Rizki dari Indonesia Corruption Watch (ICW), karena skandal Bank Century merupakan tindak pidana korupsi, maka upaya mengusutan harus difokuskan pada pencarian konstruksi pidana korupsi. Oleh karenanya, ICW memberikan dukungan kepada KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi yang memiliki kredibilitas dibandingkan Kepolisian dan Kejaksaan, untuk mengaudit tindak pidana korupsi terkait bail out Bank Century. Juga menurut ICW, telah ada permintaan KPK kepada BPK untuk mengaudit Bank Century, namun hal itu tidak diberikan. Sebagaimana ditegaskan oleh Tim Indonesia Bangkit (TIB) bahwa pemberian dana talangan Bank Century merupakan tindakan kriminal murni dan tidak ada kaitannya dengan ancaman krisis global seperti dikatakan oleh Boediono dan Sri Mulyani juga kroni-kroni mereka. Menurut pegamat ekonomi ITB, Ichanudin Noorsy bahwa kebijakan bail out di bawah keputusan Boediono dan Sri Mulyani adalah ilegal dan karenanya harus diusut sampai tuntas dengan menangkap mereka yang terlibat didalamnya. Demikian pula, dikemukakan oleh beberapa politisi secara resmi (Gayus Lumbun, Eva Sundari dan Abdilah faizi Ahmad) yang pada waktu pembahasan bail out di Senayan hanya menyetujui pencairan dana sejumlah Rp.1,3 triliun, namun keputusan tim pengambil kebijakan justru mengucurkan dana sebesar Rp.5,4 triliuan. Karenanya, kebijakan di luar keputusan ini dinilai sebagai bukti telah terjadi tindak pidana korupsi. Bahkan, menurut Forum Petisi 28 kebijakan bail out Bank Century dipandang dilakukan dengan sepengetahuan Susilo Bambang Yudhoyono selaku Presiden RI, sehingga tidak tertutup kemungkinan Presiden SBY pun harus diperiksa. Singkatnya, Skandal Bank Century merupakan persekongkolan tingkat tinggi untuk merampok uang negara dari BI melalui Bank Century. <br /><br />Hasil audit BPK kemudian memaksa Demokrat untuk meloncat naik dalam kendaraan hak angket DPR terkait skandal Bank Century. Namun, kecurigaan rakyat yang semakin kritis, hal ini dilakukan bukan untuk menyatakan diri sebagai bagian dari Fraksi yang juga berkomintmen terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Melainkan, potensial bertendensi kepentingan sabotase tujuan hak angket sebagaimana terjadi dalam sejarah hak angker DPR. Tidak dapat dipungkiri oleh siapaun bahwa kekhawatiran tentang berlangsungnya kompromi-kompromi politik beberapa Fraksi koalisi Demokrat akan membawa ‘titipan kepentingan penggagalan’ hak angket Bank Century. Jadi, kompromi politik parpol koalisi juga merupakan ketakukatan tersendiri oleh rakyat Indonesia yang sudah muak dengan seringkali lolos para pejabat dari hukuman terkait kasus-kasus korupsi yang mereka lakukan. PANSUS hak angket DPR telah terbentuk pada Jumat, 04/12/09 dan diketuai oleh Idrus Marham dari Fraksi Golkar. Namun, sejarah hak angket di masa SBY yang dilakukan sudah lima kali berkahir dengan kebuntuan, patut membuat rakyat bersikap kritis dan tegas untuk mengawalnya secara intensif demi perwujudan Indonesia yang bebas dari korupsi. Sebab, sejarah kita mengatakan bahwa para anggota dewan bukannya memposisikan diri sebagai sebagai wakil rakyat dan berjuang untuk kepentingan rakyat, malah mereka menempatkan diri sebagai wakil elit partai dan hamba amplop-amplop tebal yang beredar dibawah meja sidang. <br /> <br />Dari keseluruhan masalah krusial berkaitan dengan pemberantas korupsi di Indonesia, kondisi riil ketidaktegasannya dalam memberantas korupsi adalah cerminan inkonsistensinya. Demikian pula, kami menyayangkan sikap SBY yang reaksioner dan naif karena menuding ‘gerakan 9 Desember 2009’ sebagai apa yang disebutnya sebagai ‘gerakan penggulingan rezimnya’. Sikap demikian tidak hanya menciderai kemurnian gerakan rakyat Indonesia untuk melawan korupsi di Indonesia, tetapi telah membuktikan adanya kontradiksi dalam komitmen SBY untuk membangun suatu pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi. Ini sama saja dengan SBY mendorong rakyat bangsa ini jatuh dalam sikap melegitimasi praktik korupsi dan membiarkan para koruptor bebas dari hukuman. Oleh karenanya, janji kampaye SBY tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih (clean governance) harus dinilai oleh rakyat sebagai suatu ‘KEGAGALAN’. Tegasnya, sebelum 100 hari, SBY telah terbukti gagal dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi. Apalagi, dalam ‘rumah tangganya’ sendiri terlibat skandal-sakandal korupsi uang rakyat bernilai triliunan rupiah. Bagaimana rakyat dapat mengharapkan SBY sebagai pucuk pimpinan bangsa menyelesaikan problem korupsi sebagai kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime) dan telah menyengsarakan bangsa, jika ada indikasi kuat keterlibatan dirinya dan pembantu-pembantunya dalam penyelewengan dana-dana rakyat? <br /><br />Mengacu pada deskripsi problematika pemberantasan korupsi di atas, pada momentum Hari Anti Korupsi Se-Dunia ini, Kami yang tergabung dalam Front Rakyat Anti Korupsi Nusa Tenggara Timur (FRAKSI – NTT), menyampaikan beberapa tuntutan sebagai wujud sikap politik rakyat NTT terhadap masalah korupsi di Indonesia, yakni;<br /><br />1. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menonaktifkan Wakil Presiden Boediono, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Sekretaris KKSK Raden Pardede, Jaksa Agung Hendarman Supanji dan Kapolri Bambang Hendarso Danuri.<br />2. Mendesak Presiden dan DPR untuk memerintahkan pengusutan skandal Bank Century ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). <br />3. Mendesak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menyerahkan seluruh bukti aliran dana Bank Century kepada PANSUS hak angket Bank Century dan KPK, sehingga siapa pun yang menerima dana talangan dari BI harus bertanggung jawab. <br />4. Transparansi kinerja PANSUS hak angket; melakukan penyiaran secara lansung di media televisi dan radio sehingga rakyat memperoleh informasi sekaligus mengontrol jalannya kerja PANSUS.<br />5. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus melakukan penyadapan terhadap anggotas PANSUS hak angket. <br />6. Mendesak Presiden untuk segera megeluarkan KEPRES untuk mengaktifkan kembali Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamsah sebagai Ketua KPK. <br />7. Menuntut seluruh Fraksi yang ada di DPR Propinsi NTT untuk menandatangani Memorandun Of Understanding (MOU) sebagai bentuk nyata komitmen mereka selaku wakil rakyat NTT sekaligus akan terus mengawal secara sungguh-sungguh pengusutan skandal Bank Century. <br /><br />Demikian pernyataan sikap ini kami buat sebagai bentuk keperihatinan kami terhadap kondisi bangsa tercinta ini dan secara lebih khusus persoalan penegakan hukum yang semakin memalukan.<br /><br />Kupang, 09 Desember 2009<br />FRONT RAKYAT ANTI KORUPSI<br />NUSA TENGGARA TIMUR <br />(FRAKSI - NTT)<br /><br />DPC PMKRI Kupang <br /><br /><br />Yoakhim Abi<br />Ketua BPC GMKI Kupang <br /><br /><br />Ebiets Massu<br />Ketua LMND Eksekutif Kota Kupang <br /><br />Are Depeskim<br />Ketua<br />GERSAK Kupang<br /><br /><br />Elsy Hada Indah<br />Ketua SRMI NTT<br /><br />Rio Ello<br />Ketua PRD NTT<br /><br />Donatus Jo <br />Ketua<br />GMNI Kupang<br /><br />Blasius Timba<br />Ketua SEMA UNWIRA Kupang<br /><br />..............<br />Ketua BLM UNDANA Kupang <br /><br />..............<br />Ketua<br /><br />BPMF KIP-UKAW <br /><br /><br />Lenso Berry<br />Ketua<br /> KMK HUKUM UNDANA <br /><br />Gregorius Dae<br />Ketua KMK UKAW Kupang <br /><br />Gordi Nahak<br />Ketua<br />GMPI Cab. Kupang<br /><br />...............<br />Ketua KEMAS <br /><br />.................<br />Ketua PERMASI <br /><br />................<br />Ketua<br />GEMA Kupang<br /><br />Bedi Roma<br />Ketuarevolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-64813282040423116802009-12-05T08:43:00.000-08:002009-12-05T08:45:14.081-08:00Revolusi sebagai Solusi?Revolusi sebagai Solusi? <br /><br /><br />Deddy Mansyur dalam milis FPK menyebut REVOLUSI (dengan huruf besar) sebagai jalan keluar dari rumitnya persoalan yang membelit Indonesia. Ketika deraan masalah bertubi-tubi kita rasakan, tentu saja bukan cuma Deddy seorang yang meyakini revolusi sebagai solusi. Dengan segala hormat, saya ingin melihat persoalan ini dari dua sisi, dan mudah-mudahan saya dapat berdiri di atas objektifitas yang bersifat relatif.<br /><br />Pertama, jalan keluar ini berangkat dari perspektif yang menitikberatkan pandangan pada negara. Dapat kita sebut secara mudah sebagai ‘negara deterministik’. Sebagai catatan, negara dalam hal ini dimaknai sebagai pemerintah vis a vis rakyat, bukan dalam konteks nationstate. Dengan kerangka pandangan seperti ini, kita akan melihat negara sebagai pokok persoalan. Pendekatan ini cenderung bersifat struktural, tetapi ada penyederhanaan relatif terhadap kompleksitas persoalan; yaitu bahwa akar persoalan dilihat sepenuhnya ada pada negara. Sebagai suatu penyederhanaan tentu saja hal ini mengaburkan realitas bahwa persoalan bangsa ini sesungguhnya amat kompleks. Saya yang lebih banyak diam, tetangga saya yang mencoblos Golkar pada Pemilu 1997, atau seorang kawan yang menyuap demi bisa mendapatkan SIM juga menyumbang kesalahan. Meski dapat dipandang bahwa di antara berbagai pihak yang menyumbang kerumitan persoalan yang membelit kita, negaralah aktor yang menyumbang kesalahan terbesar.<br /><br />Kedua, jalan keluar lewat revolusi dapat pula dibaca sebagai gambaran betapa rasa frustrasi rakyat terhadap keadaan negeri ini mulai menuju titik kritis (menuju pematangan?). Tetapi, hal yang sama mungkin juga berarti kegemaran rakyat Indonesia akan penyelesaian-penyelesaian yang bersifat ‘jalan pintas’. Revolusi, bagaimana pun merupakan jalan pintas untuk menyelesaikan persoalan secara cepat dan tuntas. Tetapi, dalam kenyataannya adakah revolusi yang cepat dan tuntas itu? Agaknya tidak, atau minimal belum ada. Revolusi Bolzhevik, Revolusi Kebudayaan, Revolusi Tulip, Revolusi Oranye, dan revolusi-revolusi lain selalu tidak tuntas, menyisakan residu, bahkan ‘dosa politik warisan’ yang mesti ditanggung oleh generasi penerus hingga hari ini. Oxford Advanced Learner’s Dictionary mengartikan revolusi sebagai ‘suatu upaya untuk mengubah sistem pemerintahan, terutama secara paksa; suatu perubahan metode, kondisi yang menyeluruh atau dramatis’. Kenyataannya hingga kini belum pernah ada perubahan politik yang bersifat total, menyeluruh dalam sejarah negara bangsa modern.<br /><br />Tetapi, baiklah kalau memang saat ini revolusi adalah jalan terbaik dan tercepat menuju perubahan kehidupan yang demokratis. Coba kita dedah persoalan ini lebih cermat. Dengan mengacu pada Gelombang Ketiga Demokratisasi-nya Huntington, disebutkan bahwa salah satu jalan menuju demokratisasi adalah replacement. Suatu pergantian kepemimpinan melalui jatuhnya rezim otoriter yang berganti dengan naiknya kekuatan pro-demokrasi yang hendak memperbarui tatanan. Apakah bentuk pergantian yang demikian yang diangankan oleh Deddy atau para pendukung diwujudkannya revolusi di Indonesia? Jika ya, tampaknya sekadar pergantian kepemimpinan terlalu prematur untuk disebut sebagai revolusi. Jika tidak, jalan menuju perubahan yang menyeluruh tampaknya membutuhkan perjalanan panjang; karenanya tidak layak untuk disebut sebagai revolusi (mungkin evolusi?).<br /><br />“Seorang revolusioner yang paling radikal akan menjadi seorang konservatif sehari setelah revolusi usai”, demikian sebut Hannah Arendt. Bagaimana tidak, setelah menduduki takhta tentu saja sang penguasa yang dulunya radikal revolusioner itu mesti berupaya untuk mempertahankan kekuasaannya sekaligus mengupayakan agar kepentingan-kepentingannya yang telah terakomodasi oleh kekuasaan tidak tergerus. Maka, jadilah dia sang konservatif. Kecenderungan umum yang terjadi adalah bahwa revolusi melahirkan kediktatoran baru. Lenin, Castro, Mao, adalah contoh betapa sang pemimpin besar revolusi berbalik menjadi hantu diktator yang menakutkan bagi rakyatnya. “The revolution is a dictatorship of the exploited against the exploiters”, kata<br />Fidel Castro. Kediktatoran ini terlahir karena kepemimpinan yang kuat dari sang penggagas revolusi. Kepemimpinan yang kuat ini mengarah kepada keberjarakan sang pemimpin dari rakyat. Akibatnya, pemimpin tidak hanya sulit disentuh secara fisik oleh rakyat, melainkan pula sulit disentuh melalui kritik tajam.<br /><br />Pada akhirnya, perubahan memang suatu kemendesakan sejarah bagi Indonesia. Jika tidak, barangkali negeri ini bakal menuju peraduannya yang terakhir untuk karam dalam perjalanan sejarah yang belum usai. Saya menyetujui suatu perubahan yang menyeluruh. Saya mengamini suatu perubahan yang menyentuh akar sosio-politik dan sosio-budaya di negeri ini. Tetapi, perubahan semacam ini tampaknya lebih mungkin diwujudkan melalui pembaruan yang gradual menuju suatu tatanan yang sepenuhnya baru. Sebab, perubahan yang demikian memungkinkan setiap orang untuk mengambil tempat, menyumbang peran bagi perubahan yang memang mesti digerakkan oleh masyarakat sebagai suatu entitas yang solid dalam kohesivitas. Suatu masyarakat partisipatoris dengan pandangan yang searah akan Indonesia yang demokratis dan makmur.<br /><br />http://arifsusanto.blogspot.com/2005/10/revolusi-sebagai-solusi.htmlrevolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-61402042766308038282009-12-05T08:12:00.001-08:002009-12-05T08:13:28.758-08:00Sekolah Alternatif: Suatu Kontestasi Kekuasaan dalam PendidikanSekolah Alternatif:<br />Suatu Kontestasi Kekuasaan dalam Pendidikan<br /><br />Oleh: James Faot <br /><br />Pendahuluan<br />Dunia pendidikan Indonesia “rusak-rusakan”. Demikian, ungkapan Darmaningtiyas salah seorang pemerhati pendidikan nasional yang penuh kontroversi itu, atas kondisi riil dunia pendidikan kita. Terdengar sarkastik, namun tulus, kritis dan objektif untuk mengambarkan keprihatinan mendalam terhadap nasib penyelenggaraan pendidikan nasional. Tragis, apabila kita memeriksa secara saksama bahwa pendidikan yang sebenarnaya merupakan modal utama sekaligus pilar pembangunan banngsa berada dalam kerusakan kronis. <br /><br />Keprihatinan mendalam akan carut-marut pendidikan, dipetakan dalam (2) dua bagian. Pertama, adanya kecendrungan pendidikan bangsa yang makin elitis dan tak terjangkau oleh kebanyakan rakyat negeri ini—terutama mereka yang miskin—lantaran tanggung jawab konstitusional yang diemban diselewengkan melalui kebijakan-kebijakan yang diskriminatif dan berimplikasi pada tertutupnya akses rakyat terhadap pendidikan. Kebijakan pendidikan yang diambil oleh penguasa justru memarjinalkan rakyatnya sendiri. Dan efek domoni yang destruktif menimpa masyarakat dan tatanan sosial, sehingga pendidikan menjadi alat reproduksi kebodohan, kemiskinan dan ketertindasan. Demikian maka, pendidikan di tangan kekuasaan yang melakukan penghianatan konstitusi melahirkan gap sosial yang esktrim dan absolud. <br /><br />Kedua, problem manjemen pendidikan yang masih birokratis dan hegemonik. Jadi, sistem pendidikan yang ada saat ini, bukanlah suatu sistem pendidikan yang memberdayakan dan populis terhadap rakyat. Ini dibuktikan melalui lahiran kebijakan yang tidak mendukung (non supporting) terhadap perwujudan pendidikan yang membebaskan atau emansipatoris. Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) berlangsung dalam dunia pendidikan kita. Banyak daerah tidak memiliki sekolah, sarana dan prasarana sekolah kurang dan rusak, angka tidak melek huruf dan putus sekolah rakyat tinggi, penyunatan anggaran pendidikan, mahalnya pendidikan, sogok-menyogok kekuasaan birokrasi pendidikan, dan lain-lain dan lain-lain. Singkatnya, kebijakan-kebijakan tersebut lahir semata-mata untuk mendukung status quo dan semakin memapankan kesenjangan sosial. <br /><br />Romo Mangun seorang budayawan dan pejuang kemanusiaan Indonesia juga memberikan kritik tajam terhadap cara penyelenggaraan pendidikan nasional. Dalam kritiknya, ia menilai bahwa pendidikan di Indonesia hanya menebarkan apa yang ia sebut sebagai “budaya bisu”. Dalam “budaya bisu” pendidikan, orientasi pendidikan adalah penyeragaman dan menganggap keanekaragaman dan perbedaan sebagai musuh. Karenanya, keanekaragaman dan perbedaan harus dinegekasikan. Padahal tersebut adalah tindakan yang bertentangan dengan hakekat manusia sebagai makhluk yang dikarunia berbagai potensi. Sekolah berfungsi sebatas mal bermodel tunggal yang dipakai untuk menghasilkan siswa dengan model sesuai bentuk mal tersebut. <br /><br />Sebagainama terjadi pada rezim Soeharto, mal tersebut adalah pemasungan daya pikir kritis guna membentuk kepatuhan terhadap penguasa. Internalisasi watak siswa adalah dirinya merupakan objek, inferior dan dependent. Sementara guru adalah subjek, suoerior dan independent. Semua ini merupakan alur pewarisan kebudayaan bisu pendidikan di tangan penguasa. Bukan hanya itu saja, eksperimen-eksperimen “robotik” juga diterapkan pada siswa di sekolah. Hal ini dilakukan melakui mata pelajaran yang muatannya praktis pragmatis. Pragmatisme pembelajaran ini didefenisikan oleh pasar kapitalisme demi kepentingan akumulasi modalnya. Akibatnya, kebijakan pendidikan menjadi tidak hanya tak tentu arah dan membingungkan (ambiguitas) lantaran kebutuhan dan kepentingan pasar selau berubah-ubah, tatapi juga mendehumanisasi siswa. <br /><br />Memelototi fakta objektif kontradiksi-kontradiksi pendidikan dari hakekatnya sebagai sarana pembangunan manusia seutuhnya, simpulan yang ditarik Darmaningtiyas sedemikian luar biasa, yakni ”pendidikan Indonesia telah kehilangan ruhnya sebagai jembatan trasformasi sosial, akibat carut-marutnya malpraktik yang dilakukan oleh penguasa dan praktisi pendidikan di lapangan”.<br /><br />Kondisi riil malpraktik pendidikan Indonesia sebagaimana dideskripsikan di atas, memberikan kita sinynalemen bahwa telah terjadinya distorsi cita-cita ideal pendidikan sebagai ujung tombak pencerdasan bangsa. Distorsi ini, disinyalir merupakan akibat dari adanya tarik-menarik (kohesifitas) kekuasaan. Dan, kohesifitas kekuasaan pada akhirnya mengorbankan kepentingan masa depan bangsa. Sehingga, penyelenggaraan pendidikan bukannya membebaskan, melaikan memperbudak bahkan menghisap. Kurikulum pendidikan dijadikan sekadar komoditi, indoktrinasi dan kontral atas rakyat. Implementasi pendidikan kental dengan strategi politisasi para elit kekuasaan untuk melemahkan rakyat. Sebab, jikalau rakyat menjadi cerdas dan kritis karena berpendidikan, rakyat akan memeiliki daya melawan dan menggulingkan tahta status quo mereka. Sungguh, sedemikian bejatnya pencitraan kekuasaan penguasa pada rakyatnya sendiri. <br />Namun, yang lebih penting lagi dari kesemua fakta ini adalah telah gagalnya penyelenggaraan pendidikan di bawah ambisi-ambisi kekuasaan para elit. Penyelenggaraan pendidikan tidak mencerminkan terakomodasinya kepentingan pemberdayaan dan pemandirian rakyat serta bangsa ini. Kerenanya, pendidikan alternatif muncul ketika kurikulum nasional dianggap tidak sesuai untuk diterapkan dalam proses belajar-mengajar. Dalam kondisi kegagalan demikian, pendidikan alternatif muncul sebagai reaksi atas kegagalan penyelenggaraan pendidikan kita. Pendidikan alternatif muncul sebagai manuver atas kegagalan penyelenggaraan pendidikan kita. Pendidikan alternatif muncul sebagai solusi atas gagalnya pemerintah menjalankan amanat konstitusional dalam bidang pendidikan bagi rakyat. Dan, pendidikan alternatif muncul sebagai kontestasi kekuasaan rakyat dalam pendidikan lantaran diskriminasi dan marjinalisasi oleh para elit kekuasaan. <br /><br />Pendidikan Alternatif<br />Pada bagian sebelumnya, kita telah mengetahui bersama bahwa munculnya pendidikan alternatif merupakan suatu yang memiliki dimensi sejarahnya. Pendidikan alternatif muncul karena pendidikan nasional mengalami kegagalan. Pendidikan alternatif merupakan bentuk kebijakan pendidikan rakyat terhadap kebijakan pendidikan penguasa/pemerintah. Karenanya, pendidikan alternatif adalah bentuk suprem dan emansipasi pendidikan populis dan humanis. <br /><br />Tidak ada satu defenisi yang dianggap baku tentang pendidikan alternatif. Hal ini dimaklumi karena kemunculannya sendiri memeliki kekhasan. Apa yang disebut pendidikan alternatif memiliki sejarahnya sendiri. Namun, ketiadaan defenisinya, tidak bolah dianggap sebagai anti-tesis terhadap eksistensi pendidikan alternatif. Sekalipun kita tidak dapat memberikan suatu defenisi baku tentang pendidikan alternatif, sejarah dan karakteristiknya dapat dijadikan sebagai kerangka umum untuk merumuskan apa itu pendidikan alternatif. <br /><br />Dalam makalah tentang “Membedah Pendidikan Alternatif di Indonesia”, Jdohar mengemukakan: <br />“Bila kita ingin memikirkan pendidikan alternatif di Indonesia, maka kita perlu mempersoalkan mengapa kita harus mencari pendidikan alternatif itu? Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan itu, maka kita perlu meninjau kembali keadaan pendidikan kita sekarang. Dan, apabila keadaan kita sekarang memang belum memenuhi harapan tentunya kita perlu memikirkan alternatif mencari paradigma pendidikan baru yang diduga dapat menjadi dasar penyelesaian atas kelemahan pendidikan kita”.<br /><br />Nampak eksplisit apa yang disampaikan Djohar bahwa pendidikan alternatif menunjuk pada suatu pemahaman akan usaha usaha mencari dan menemukan pilihan lain terhadap penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan negara. Kalimat “pilihan lain” berkaitan dengan pilihan ideologi, paradigma, model dan pendekatan pendidikan yang baru dan berbeda sama sekali sebagai pengganti yang lama. Karena yang lama dipandang memiliki problem-problem fundamental bahkan gagal total untuk mencapai tujuan pendidikan yang hakiki.revolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-75241305608439227702009-12-05T08:00:00.000-08:002009-12-05T08:11:28.854-08:00Gagalnya Ideologi Pendidikan Liberal : Re-Ideologi-sasi; Jalan Baru Pendidikan Marxis Sosialis Oleh: James Faot Pendahuluan Idealnya hakekat pendidikGagalnya Ideologi Pendidikan Liberal :<br />Re-Ideologi-sasi; Jalan Baru Pendidikan Marxis Sosialis <br />Oleh: James Faot<br />Pendahuluan<br />Idealnya hakekat pendidikan ialah “pendidikan untuk semua” (education for everyone) dan “pendidikan sepanjang hayat” (long live education). Saya berpikir bahwa pandangan ini, relative objektif dapat diterima oleh semua orang. Memang, semua orang berhak atas pendidikan. Sebab, pendidikan merupakan sarana bagi manusia berproses menuju kemajuan dan pengembangan totalitas poensinya. Demikian pula, kita meyakini bahwa pendidikan berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Pendidikan tidak boleh diartikan sebatas pada sesorang duduk di bangku sekolah. Pendidikan melampaui sekat “siapa” dan menembus sekat-sekat “dimana” serta “kapanpun”. Dalam dimensi yang idealistic ini, pendidikan merupakan hak mendasar manusia dan mau tak mau harus dipenuhi. Pendidikanpun, dapat berlangsung dimanapun serta kapanpun. Pendidikan tidak dapat dibatasi hanya bagi person atau sekelompok manusia, dalam tingkat/kasta pendidikan dan waktu tertentu. Pendidikan adalah kehidupan dan berlangsung dalam kompleksitas realitas alam ini. Singkatnya, pendidikan tidak terlepas dari dimensi “pemanusiaan manusia” sebagai makhluk luhur.<br />Spektrum ideal pendidikan di atas, menjadi sangat krusial ketika diperhadapkan dengan fakta bahwa pendidikan bukan sebuah domain yang netral. Pemahaman kebanyakan orang bahwa pendidikan adalah wilayah luhur dan mulia menjadi “geger”, sebab pendidikan adalah medan pertempuran ideologis. Dalam pendidikan terjadi pertarungan idologi pendidikan. Kontestasi ideologis ini mengakibatkan reduksi dimensi idealistic pendidikan. Maksudnya ialah pendidikan telah menjadi sebuah wilayah social dalam masyarakat manusia yang tidak dapat lagi terlepas dari sikap saling hancur-menghancurkan diantara satu dengan yang lainnya. Dengan meminta tumbal yakni virgintas pendidikan dan kemaslahatan manusia. <br />Mansour Fakih dalam pengantarnya tentang Ideologi Dalam Pendidikan pada buku William F. O’neill tentang Ideologi-Ideologi Pendidikan, menerangkan jelas bahwa ideologi pendidikan liberal kapitalisme mendominasi hampir keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan dunia, terutama di Barat. Bahkan Samuel Bowels dalam penilitiannya, menyimpulkan bahwa berdasarkan perspektif ekonomi politik dalam pendidikan, penyelenggaraan pendidikan, di negara-negara maju khususnya di Amerika, pendidikan merupakan reproduksi terhadap system kapitalisme. Di bawah hegemoni ideologi pendidikan liberal, pendidikan sepenuhnya diabdikan untuk pelanggengan status quo kaum dan system kapitalismenya. Inilah hegemoni ideology kapitalisme dalam pendidikan global. <br />Hegemoni ideologi yang dijalankan secara “brilian” memasukan pendidikan dalam kerangkeng emas kapitalis. Dominasinya dalam dunia pendidikan adalah “penjara jiwa pendidikan” (hades). Disini, masyarakat menjadi sasaran empuk imperealismenya. Upaya membawa penyelenggaraan pendidikan pada rel pemanusiaan manusia dinegasi dan diubah menjadi proses dehumanisiasi. Masyarakat global yang dimobilisasi masuk dalam gerong-gerbong sekolah melaui kampanye-kampanye moral pendidikan, mengalami pabrifikasi, sehingga out put pendidikan bukan lagi manusia utuh melainkan hanya skrup atau robot yang sepenuhnya akan dimanfaatkan demi interes kapitalisme. Atau dalam istilah Erick Froom, out put kapitaisme adalah “manusia autonom”. <br />Ketika pendidikan dijadikan sekadar reproduksi system kapitalisme, maka hakekat “pendidikan untuk semua” (education for everyone) dan “pendidikan sepanjang hayat” (long live education) sebagai cerminan pembudayaan manusia atau proses pemanusiaan, mengalami distorsi fundamental. Artinya, substansi tujuan mendasar pendidikan yakni kemaslahatan manusia diselewengkan pada interes-interes ekonomistik yang pragmatis dari kaum kapitalis. Kendali dan arah kebijakan pendidikan dideterminasi oleh interes pasar. Kekuasaan dan provit (baca: uang) menjadi raja dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan, panglimanya adalah korporasi-korporasi besar seperti Multi National Corporation (MNc) dan Trans National Corpotation (TNc). <br />Yang terjadi selanjutnya adalah pendidikan berubah menjadi “komoditas” alias barang dagang yang diperjual-belikan dalam pasar kepada masyarakat global. Berlakulah hukum baru (new of law) yakni komersialisasi pendidikan. Dan menjadikan kemahalan-kemahalan luar biasa bagi masyarakat pada umumnya─di seluruh belahan bumi ─karena lembaga pendidikan adalah perusahaan yang menjual pendidikan. Atau, lembaga pendidikan berubah menjadi industri pendidikan. Industri pendidikan ini, menjual “kemasan” yang menggiurkan dan bukannya isi pendidikan. Namun, kapitalis mengatakan bahwa mereka memberikan “pelayanan pendidikan”. Padahal, pendidikan yang bergelimpagan dalam pasar global ada “pendidikan banal” (pendidikan yang telah didangkalkan). <br />Sayangnya, banalisasi pendidikan yang ditawarkan kapitalisme, sedemikian laris manis dibelanjakan masyarakat dunia. Akhirnya, terjadi apa yang disebut sebagai “konsumerisme pendidikan”, yakni suatu “megalomania dari kumpulan masyarakat konsumtif yang mengidap kelainan psikologis dalam praktek konsumsi atau belanja pendidikan, namun bukan nilai dan manfaat yang didapat melainkan gengsi/citra sebagai orang berpendidikan”. Janji lembaga pendidikan bahwa ia memberikan kecerdasan, kompetensi, prestasi, kesuksesan dan kemapanan, bersifat paradoks dan ambivalen karena realitasnya berkata lain. Realitas itu ialah bertambahnya masyarakat miskin yang akan terus miskin. Sedangkan, mereka yang kaya akan terus kaya. Demikian pula, masyarakat bodoh akan terus bodoh dan masyarakat cerdas akan terus cerdas. Para penindas akan terus menindas dan para tertindas akan terus ditindas. Pendidikan yang diperoleh kita menjadi absurd.<br />Inilah fakta objektif yang menunjukan bahwa telah gagal implementasi ideologi liberal kapitalisme dalam pendidikan. Yang dihasilkan adalah fakta chaos pendidikan dan masyarakat global. Karenanya, mempertahankan ideologi ini sebagai landasan pendidikan adalah bencana sejarah manusia modern yang meng-agama-kan ideologi liberal kapitalisme─yang mewahyukan “globalisasi” sebagai resep magic bagi penciptaan pemerataan, peningkatan mutu dan kemaslahatan manusia melalui dunia pendidikan, sama artinya dengan mempertahankan malapetakan bagi dunia pendidikan dan masyarakat manusia. Gunung masyarakat miskin dan bodoh dan tertinggal adalah ongkos atau konsekwensi logisnya. Dan camkanlah bahwa Ini berlaku secara global serta masif di bawah rezim kapitalisme. Sebab, wahyu globalisasi ini adalah “kesesatan”. Wataknya destruktif dan membunuh generasi juga masa depan manusia itu sendiri. <br />Demikian maka, dunia membutuhkan ideologi alternative yang sejatinya dapat mengantarkan manusia dan dunia pada kecerdasan, kekritisan dan kecekatan inovasi, namun tak destruktif. Kebutuhan akan ideologi pendidikan yang manusiawi dan konstruktif menjadi urgen. Dan pertimbangan akan ideologi pendidikan kritis (baca: Marxis Sosialis) yang mengakui pendidikan sebagai sarana perjuangan dan pembudayaan kemanusiaan adalah sangat tepat karena kesesuiannya atau relevansi dengan tujuan substansial dari pendidikan itu sendiri serta realitas dunia pendidikan global. Terlebih di Indonesia. <br />Akhir dari tulisan singkat saya, dengan mengutip pandangan Nurani Suyomukti tentang gagalnya implementasi Ideologi Liberal Kapitalisme, dapat memberikan sekalian kita pencerahan bahwa di bawah hegemoni rezim kapitalisme, penyelenggaraan pendidikan adalah sama dengan degradasi hakekat dan mutu pendidikan serta manusia. Demikian ia berkata: <br />“…Mundurnya kualitas pendidikan Indonesia, dan sebenarnya juga diberbagai belahan dunia lainnya, adalah karena diabaikannya upaya mencari pilihan ideologi bagi pelaksanaan pendidikan sehingga kebijakan pendidikan tidak lagi diselenggarakan berdasarkan asumsi-asumsi idealistic dan hanya memenuhi kebutuhan paktis dan sayangnya tidak dipikirkan akibat-akibat [buruk] jangka panjangnnya”.<br />Bersambung….<br />NB: Baca dan Lawan Kapitalisme Pendidikan..!<br /><br /><br /><br /><br />Ideologi Pendidikan<br />Istilah ideology paling seing dihubungkan dengan dua pemikir besar yakni Kalr marx dan Karl Mannheim. Marx, memandang ideologi sebagai bagian inheren dari politik; sebagaian besar merupakan pembenaran bagi materi yang ada atau organisasi ekonomi masyarakat. Sementara, Mannheim, memandang ideologi sebagai suatu yang total atau disebut juga ideologi total yakni lawan dari ideologi tertentu. Namun, istilah ideologi dari kedua pemikir ini merujuk pada inti makna yang sama yakni “ideology sebagai proses penyejarahan yang terbuka”. <br />Dalam pandangan para pakar social borjuasi yang lebih baru seperti Edward Shils, Daniel Bell dan Seymour Martin Lepset, serta Francis Fukuyama mengajukan tesis “Akhir-Dari-Ideologi”. Pesan utama dari pemikiran mereka ialah masyarakat-masyarakat industri maju di Barat, ideologi (dalam artian tradisional Marxisi) sedang berakhir karena konflik social fundamental juga sedang berakhir. Keberakhiran ideologi ini, dipandang terjadi lantaran didamaikan oleh konsep Negara Kesejahteraan (Welfare State). Namun, dalam pandangan O’Neill, tesis ini tak pelak lagi mengalami antusiasme yang minim di kalangan Marxis; sebab gagasan tadi menegasikan kemestian revolusi social. <br />Demikian juga, keberatan atas tesis “Akhir-Dari-Ideologi”, datang dari berbagai elemen Marxis di Negara-negara Amerika Latin yang telah berhasil mengakhiri hegemoni kapitalis di Negara mereka dan telah berhasil membangun suatu tatanan negara yang yang kuat dengan landasan ideologi Maxsis Sosialis atau Komunis. Sementara, di Indonesia perlawanan terhadap tesis “Akhir-Dari-Ideologi”, berlangsung sebagai anti-tesis atas tesis ini. Tawaran ideologi kritis telah menjadi alternative bagi proyek pembangunan pendidikan yang lebih baik di Indoesia. Munculnya sekolah alternative (baca: sekolah emansipasitoris) merupakan bukti bahwa ideology masih kental menjadi cara pandang dan praksis masyarakat. Ideology masih eksis dalam pentas dunia dan kehidupan manusia. <br />Terlepas dari kutub-kutub ekstrim ideology dalam perdebatan sejarah dan dunia intelektual serta gerakan, istilah ideologi, dalam karakteristik yang bebas, <br /> <br /><br />NB: Baca dan Lawan Kapitalisme Pendidikan..!revolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-11358122539738966672009-11-24T07:25:00.000-08:002009-11-24T07:31:39.694-08:00Kurikulum Terselubung Sekolah: Pelucutan Privelise Sekolah Sebagai Satu-satunya Lembaga PendidikanKurikulum Terselubung Sekolah: <br />Pelucutan Privelise Sekolah Sebagai Satu-satunya Lembaga Pendidikan <br /><br />Oleh: James Faot<br /><br />Pengantar<br />Ivan Illich pernah mengatakan bahwa masyarakat harus dibebaskan dari kecenderungan menganggap sekolah sebagai satu-satunya lembaga pendidikan (the single’s institution of education). Pernyataan ini patut memdapatkan perhatian serius dan kritis oleh siapapun yang masih menganggap bahwa memang sekolah adalah satu-satunya lembaga pendidikan di dunia ini. <br /><br />Menggarisbahwahi kata ”membebaskan”, tentu kata ini memberikan pemahaman tentang adanya kondisi riil penjajahan, penindasan, perbudakan dan pembodohan terhadap kesadaran dan perilaku masyarakat terhadap sekolah sebagai lembaga pendidikan. Atau, dengan perkataan lain hanya sekolah sajalah pendidikan itu; pendidikan berarti sekolah. <br /><br />Pertanyaan kita atas realitas pemahaman dan perilaku masyarakat modern yang cenderung menganggap bahwa sekolah adalah satu-satunya lembaga pendidikan adalah mengapa menjadi urgen bagi kita untuk melucuti hak istimewa (privilise) sekolah itu? Dan alternatif apa yang patut kita berikan untuk membebaskan masyarakat dari hegemoni sekolah sebagai institusi pedidikan tunggal? <br /><br />Dalam cacatan ini, dengan menyelami analisis Ivan Illich tentang setting paradigma sekolah, khususnya berkaitan dengan kurikulum terselubung sekolah (hidden school curiculum), kita akan mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Dan terlebih penting lagi adalah pendidikan akan memperoleh manfaat besar ketika privilise sekolah sebagai satu-satunya lembaga pendidikan dilucuti. <br /><br />Pencampur-adukan Proses dan Substansi Pendidikan<br />The single’s institution of education sebagaimana telah menghegemoni kesadaran dan praksis masyarakat merupakan kondisi dimana telah terjadinya pencampur-adukan antara proses dan substansi pendidikan (the substantion of education and the colaboration of process). Pencampur-adukan ini mengakibatkan tumpulnya daya kritis masyarakat sehingga turut menyokong status quo sekolah sebagai satu-satunya lembaga pendidikan. Masyarakat tidak mampu lagi membedakan manakah yang merupakan proses dan manakah yang merupakan substansi pendidikan. Logika baru pencampur-adukan ini mengkonstruksikan cara berpikir masyarakat bahwa semakin banyak pengajaran, semakin baik hasilnya; atau menambah materi pengetahuan akan menjamin keberhasilan pendidikan. <br /><br />Implikasi buruk dari konstruksi logika pencampur-adukan antara proses dan substansi pendidikan adalah generalisasi spontan. Maksudnya adalah adanya penyamaan antara pengajaran dan belajar, naik kelas/lulus dan pendidikan, ijazah dan kompetensi, materi pelajaran dengan kebutuhan pasar, kefasihan berceloteh dan kemampuan mengungkapkan ide dan gagasan baru, dll. Singkatnya, yang terjadi di dalam penyelenggaraan pendidikan (baca: sekolah) sekadar apa yang disebut Ivan Illich sebagai ”pelayanan” dan bukannya ”nilai”. Inilah sebentuk pendewaan sekolah dalam realitas masyarakat modern. <br /><br />Pendewaan sekolah ini merupakan suatu reduksi terhadap hakekat pendidikan. Lembaga sekolah hanya berorientasi pada hasil kerja atau performen (performance) kelembagaan. Lembaga sekolah mengklaim mampu mewujudkan tujuan-tujuan yang kemudian menuntut lagi peningktan performen sekolah sebagai lembaga. <br /><br />Akibat pendewaan yang melahirkan pelembagaan nilai sekolah sebagai satu-satunya lembaga pendidikan, maka niscaya akan menimbulkan 3 (tiga) problematika baru dari eksistensi pelembagaan nilai sekolah yakni: pertama, polusi fisik, kedua, polarisasi sosial dan ketiga, ketidakberdayaan psikologis. <br />Ketiga problem ini disebut Ival Illich sebagai ”dimensi dalam proses degradasi global dan kesengsaraan dalam kemasan baru (modernised misery)”. <br /><br />Modrnised Misery sendiri adalah proses degradasi yang berlangsung scara cepat ketika kebutuhan-kebutuhan non-material diubah menjadi permintaan akan barang. Tegasnya, modrnised misery terjadi dalam lembaga sekolah ketika pendidikan dijadikan komoditas dan dikomersialkan. Pendidikan berubah menjadi hasil dari ”jasa” atau ”pelayanan” lembaga pendidikan. ...revolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-87302485364056251102009-11-16T04:46:00.000-08:002009-11-16T04:48:22.933-08:00PP. No. 55 Tahun 2007 (Legitimasi Intervensi Pemerintah dan Kanalisasi Dominasi Ideologi )James Faot<br /><br />PP. No. 55 Tahun 2007<br />(Legitimasi Intervensi Pemerintah dan Kanalisasi Dominasi Ideologi )<br /><br />Pendahuluan <br />Implementasi PP No. 55 Tahun 2007 sebagai perangkat yuridis atau regulasi (peraturan) hukum bagi pelaksanaan Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan memicu kontroversi berbagai pakar pendidikan dan agama bukan hanya dari segi konsepsi idealnya saja tetapi juga merambah sampai kekuasaan simbolik secara politis dan idealogis yang terkandung di dalamnya. <br />Bergulirnya PP No. 55 Tahun 2007 dalam artian yuridisnya merupakan realisasi amanah Pasal 20 ayat 4, Pasal 30 ayat 5, dan Pasal 37 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Serta Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasonal (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301), dan Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1065 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 3, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 2727.) <br />Di usung di atas isu reformasi pendidikan, PP 55 Tahun 2007, secara esensial di arakan pada cita-cita “mendasarkan pendidikan agama sebagai basis pendidikan nasional.” Fakta keterpurukan pendidikan nasional tahun 3005, disimpulkan bahwa kegagalan dan kekurangberhasilan dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional berpangkal pada minimalisme caharakter building atau tipisnya pembangunan etika dan mental bangsa sebagai bangsa yang membangun. Demikian maka, dalam pembahasan pasal-pasal dalam UU Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan nasional, aspek keagamaan mendominasi rumusan konsideran tersebut. Pasal-pasal yang beraroma khas agama ini dimaksudkan untuk mendeterminasi perumusan PP 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, di mana ruang intervensi politik pemerintah di buka secara lebar sehingga wilayah dan urusan-urusan keagamaan masyarakat dapat dikendalikan atau diatur. Serta sentimen idealogi dan kekuasaan Islam sebagai agama mayoritas bangsa tetap dominan dan tidak terancam, terdiskriminasi dan dimonopoli oleh pendidikan agama yang sifatnya non-Islam.<br />Tujuan analisis <br /> Kajian atau analisis ini, bermaksud untuk memberikan gambaran posisional dari kekuatan intervensi negara dalam urusan keagamaan masyarakat melalui wilayah pendidikan agama dan kependidikan agama sehingga intervensi negara menjadi legitimit. Serta, melalui wilayah pendidikan agama dan kependidikan agama kanalisasi idiealogis islam secara dominan terlaksana, secara khusus di sekolah-sekolah berbasisiskan non-islam. Kedua usaha ini dilaksanakan melalui wacana atau perbaikan mutu pendidikan agama dan pluralisme sehingga kepentingan intervensi dan dominasi memiliki wujud yang sifatnya simbolis. <br /><br />Politik intervensi negara dan kanalisasi dominasi idealogi agama<br />Kekuasaan simbolik politis bagi legitimasi intevesi negara dalam ranah agama serta kanalisasi dominasi idealogi islam dalam pasal-pasal PP No. 55 Tahun 2007. Yang kami maksudkan sebagai kekuasan simbolik yang terkandung dalam rumusan pasal-pasal PP 55 Tahun 2007 dapat diidentifikasi melalui beberapa pasal berikut.<br />1. Kekuatan Intervensi Negara <br />Menilik kembali bagian-bagian pasal dalam PP No 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan kependidikan keagamaan, maka secara jelas bahwa pemerintah secara terang-terangan memberikan keleluasaan bagi upaya intervensinya terhadap penyelenggaraan pendidkan agama dan kependidkan keagamaan. Sebagaimana tercatat, mulai dari bagian kesatu, Pendidkan agama isalam pasal 14, baik paragraf stu dan dua samapai bagian keenam yakni pendidikan keagamaan Konghucupasal 45, intervensi pemerintah meliputi secara menyeluruh. Bukan hanya pada regulasi peran, kontrol tetapi juga pada bagian isi pendidikan. Hal ini jelas terbaca dalam rumusan setiap pasal dan ayat yang hampir secara seragam dan mengacu pada pasal 5 PP ini, yang mengatur tentang kurikulum perimbagan dalam pelaksanaan pendidikan agama. Kurikulum perimbagan ini ialah mata pelajaran yang secara umum didapat dalam pendidkan formal. Hal tentang pertimbagan pemerintah sehubungan dengan mutu kompetitif dari penyelenggaraan pendidikan dan hasil yang ingin dicapai memang merupakan hal yang cukup positif, mengingat secara umum amanat yang terkandung dari guliran UU Sisdiknas Tahun 2003 menekankan peningkatan mutu pendidkan nasional. Tetapi, ketentuan ini juga bertentangan dengan hakekat jiwa pendidikan agama yang pada dasarnya diselenggarakan oleh masyarakat dan memang jelas dilindungi oleh pemerintah dalam pasal 55 ayat 1 UU Sisdiknas. Intervensi yang berlebihan dari pemerintah dalam hal isi penyelenggaraan pendidkan agama merupakan upaya yang menghilangkan ciri khas dari inisiatif umat beragama tertentu untuk menyelenggarakan pendidikan agamanya (Sairin, 2004:3) . <br />Dari gambaran di atas, dapat dikatakan bahwa sikap pemerintah bukannya menghargai dan melindung kepercayaan dari masyarakatnya melaikan pemerintah melakukan hegemoni terhadap lembaga pendidikan dan kebutuhan pendidikan agama dari masyarakat. Hegemoni ini dilancarkan secara simbolik melalui; pertama, posis pemerintah sebagai pelaksana kekuasaan yang menyediakan peran dan sebagai pengontrol terhadap seluruh upaya masyarakat beragama dalam mengembangkan kepercayaan serta kehidupan mereka; kedua, pemerintah berusaha merekonstruksi wacana yang secara rasional dapat diterima sebagai kebutuhan masyarakat keseluruhan, yakni pendidikan agama berfungsi untuk membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan internal dan antar umat beragana. Serta pendidikan agama bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasiakan penguasannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. <br />Dengan mempergunakan kedua kuasa simbolik di atas maka, pemerintah memperoleh ruang yang semakin luas dalam menetukan apa yang benar dan salah dalam upaya penyelenggaran pendidikan agama dan kependidikan keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat. Inilah yang disebut oleh Pierre Baurdieu sebagai permainan politik simbolik (symbolic political games) bagi atau untuk memperoloh kekuasaan yang riil dari umat beragama. <br />Strategi hegemoni yang lain dari pemerintah juga dapat dilihat dari target ideal pendidikan agama yang ditetapkan dalam rumusan pasal 5 ayat 7 PP 55, “pendidikan agama diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenagkan, menantang, mendorong kreatifitas dan kemandirian, serta menumbuhkan motivasi untuk hidup sukses”. Walaupun dapat diilustrasikan bahwa idea yang terkandung dalam rumusan pasal ini jelas menunjukan bahwa ini bagaikan “jauh panggang dari api”, tetapi pemerintah toh memberikan sanksi bagi satuan pendidkan yang yang menyalahi dalam ketentuan pasal 3 ayat 1, pasal 4 ayat 2 sampai dengan ayat 7 dan pasal 5 ayat 1. sanksi yang diberikan berbentuk sanksi administratif berupa peringatan sampai dengan penutupan. Bahkan hegemoni pemerintah semakin luar biasa bermain dalam PP 55 yakni dengan memberikan pengaturan lanjutan tentang hal ini kepada Menteri Agama (Janis Joseph: www.blogsume.com). <br />Dalam sebuah negara seperti Indonesia yang menganut paham hubungan negara dengan agama atau sebaliknya, Indonesia menganut paham “negara agama” yakni negara menguasai kehidupan agama dari masyarakat dan lembaga agama dan bukan agama yang menguasai negara. Oleh sebab itu, tindakan negara merupakan seatu kekhawatiran bahkan sebuah ketakutan terhadap kuatnya kekuatan agama yang dapat mendiminasi negara. Secara lebih radikal dapat juga hal ini diinterpretasikan sebagai sikap represif negara terhadap agama sehingga agama kehilangan daya politisnya dihadapan negara. <br /><br />2. Kanalisasi Idealogi Agama (Islam) <br />PP 55 sebagai kanalisasi idealogi islam dapat ditelusuri dari latar belakang kemunculannya. Kontroversi hubungan antar agama dan secara khusus onflik antara umat kristen dan islam di tanah Jawa merupakan akar dari konsolidasi tokoh-tokoh isalam non-pemerintahan dan yang berdada dalam kedudukan di pemerintahan. Perkembagan umat kristen yang sarat di tanah Jawa telah menjadi keresahan akut bagi umat islam radikal. Sehingga aksi protes dan anarkis dijalankan untuk menghambat laju perkembagan kekristenan. Sampai dipikirkan oleh kelompok radikal islam tentang bagaimana memperoleh suatu ruang sterategis untuk menekan dan mendominasi kembali kekuatan islam di NKRI. Dan salah satu wilayah strategis itu ialah pendidikan. Ketika isu reformasi pendidkan mulai diusung melai wacana nasional yang di ambil-alih oleh media dan institusi pendidikan, kritik tajam kemudian dilancarkan pada UU Sisdiknas Nomor 2 tahun 2003 karena dianggap tidak dapat memberikan dampak mutu yang diimpikan oleh bangsa kita. Dari perhelatan mutu pendidikan yang rendah dan iklim kompetitif di pasar kerja yang rendah, maka lahirlah RUU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 yang diharapkan dapat memberikan perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan Indonesia. <br />Secara menyeluruh pasal-pasal dalam RUU Sisdiknas yang baru itu tenggelam dalam pasal-pasal yang berpihak terhadap pendidikan agama. Bahkan dorongan/implus politik agama dan sentimen agama begitu kuat dalam isi RUU. Janis Joseph, (www.blogsume.com), mengemukakan bahwa pendidikan agama islam telah menjadi konteks tersendiri dan dan terutama serta memotivasi, mewarnai serta memperkaya idea pembagunan mutu pendidkan dan rakyat indonesia.<br />Setelah RUU tersebut ditetapkan secara resmi menjadi UU dan kemudian dikeluarkan PP 55, penerapan pendidikan agama dan kependidikan keagamaan tidak berjalan dengan mengedepankan asas pluralisme dan keseimabagan. Contohkan saja bahwa dalam ketentuan pasal 12 ayat [1] “pemerintah dan atau pemerintah daerah memberikan bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan”. Pada kenyataannya tidak demikian. Pst. Fred Tawaluyan, PR, mengemukakan bahwa dalam implementasi pasal tersebut masih sangat diskriminatif khususnya pada sekolah-sekolah kristen dan katolik. Sebagai sekolah swasta program bantuan dari pemerintah lebih difokuskan pada sekolah-sekolah islam yakni Diniyah formal, Diniyah nonfornal dan Pesantren. Bahkan dalam salah satu ketentuan tentang kekhasan pendidikan keagamaan (pasal 12 ayat 2), sekolah sekolah kristen yang tersebar di tanah Jawa dan daerah mayoritas islam ditekan untuk menyediakan guru-guru islam bagi siswa islam yang bersekolah di situ. Hal ini merupakan gambaran bahwa pemaksaan idealogi islam telah mendegradasi kekhasan lemabaga kristen dan mendominasi wilayah politis lembaga tersebut. <br />Bertempat diruang sidang PGI, Jakarta diadakan diskusi terbatas mengenai PP 55 Tahun 2007. diskusi yang dihadiri oleh sejumlah pimpinan gereja dan praktisi pendidikan, mengghadirkan pembicara Thomas Edison (Direk Pendidkan Agama kristen Dirjen Bimas Kristen Depak RI). Thomas mengemukakan bahwa lahirnya PP 55 ini dilatar belakangi oleh “ada semacam rasa takut dan resah dikalangan pemimpin agama islam yang anak-anaknya bersekolah di sekolah kristen atau katolik. Kekawatiran akan kristenisasi merupakan dorongan paling fundamental dari lahirnya PP 55. oleh sebab itu dengan lahirnya PP 55 maka paling tidak sekolah-sekolah kristen tidak banyak mempengaruhi atau tidak dapat mempengaruhi anak-anak didik yang beragama islam. <br />Wacana pluralisme bermakna ambigu dalam PP 55. Pertama, secara politis pluralisme melemahkan ekslusifitas lembaga-lembaga keisten dan berarti pula melunturkan kekhasannya, kedua, wacana pluralisme secara agama berarti pengakuan niscaya dari agama kristen tentang kebenaran setiap ajaran termasuk islam yang memang sifatnya kontroversi dangan keyakinan kristen. <br />Dari pemaparan singkat tentang politik intervensi negara dan kanalisasi dominasi idealogi agama (islam) maka dapat disimpulkan bahwa PP Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan adalah perkawinan kepentingan politik negara dan islam untuk menekan, membatasi bahkan mematikan kehidupan dan perkembagan umat non-islam dan lembaga-lembaga pendidikannya dan kependidikannya melalui suatu senjata halus (simbolik) sehingga proses menekan, membatasi dan mamatikan kehidupan dan perkembagan tersebut bejalan secara lamban namun pasti dan tak disadari.revolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-56953407163080107822009-11-16T04:40:00.000-08:002009-11-16T04:42:46.503-08:00Perumusan Dana Kesra Guru Kota Kupang (Celoteh Oemar Bakhrie : idealisasi pengabdian VS kebutuhan hidup)James Faot<br /><br />Perumusan Dana Kesra Guru Kota Kupang<br />(Celoteh Oemar Bakhrie : idealisasi pengabdian VS kebutuhan hidup)<br /><br />Pendahuluan <br />Sebuah analogi yang dapat dideskripsikan untuk memelek dengan lototan mata bahwa relaitas nasib guru di Indonesia bagai tanaman yang tak disiram sehingga menjadi layu bahkan mati. Ada yang bilang—belum tentu ini benar—bahwa sekian lama tugas dan tanggung jawab pengajaran yang dilakukan guru didirikan di atas landasan idealis “guru…..pahlawan tanpa tanda jasa” telah dikoyak-koyak dengan suatu fenomena langka dan asing yakni demontrasi ribuan guru karena kesejahteraan mereka ialah kesengasaraan karena ketidakaladilan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada pengabdian mereka sebagai pahlawan. <br />Tidak ada yang salah dari landasan idil yang di atasnya guru menjalankan tanggungjawab pelayanannya. Yang salah ialah ketidakmampuan pemerintah untuk memeberikan penghargaan atas jasa kepahlawanan mereka sehingga kondisi dan tuntutan hidup yang sedemikian berat guru hadapi akhirnya guru melakukan sebuah reformasi paradikmatik tentang esensinya sebagai pahlawan. <br />Kajian singkat ini mengambil sudut pandang kontroversi antara gelar “guru pahlawan tanda jasa” kondisi ketidaksejahteraan hidup mereka yang secara merata dialami oleh sebagian besar guru di nusantara ini dan pada semua jenjang pendidikan. Oleh sebab itu kajian ini akan mengantarkan kita pada satu tilikan fundamental tentang landasan ideal diamana guru menjalankan pengabdiannya sebagai pendidikan dan pencerdas dengan konsekwensi ekonomis logis dari profesi tersebut yang tidak adil. <br /><br /> Demonstrasi Sebagai Reformasi Paradigma<br />Demonstrasi guru secara besar-besaran dan hampir serentak di belahan bangsa ini merupakan suatu fenomena historis yang sarat dengan nilai esensial tentang guru sebagai pahlawan—pahlawan pendidikan—nilai yang terkandung dalam aksi guru ini ialah reformasi paradigmatik. Sebagai reformasi paradigmatik, demo guru demi menegakan keadilan perlakuan pemerintah bagai kesejahteraan mereka sama sekali tidak melunturkan nilai guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, sebab reformasi paradigmatik ini dilakukan untuk melepaskan belenggu eksploitasi pemerintah atas kepahlawanan guru di dunia pendidikan. Secara riil, gambaran buram dan menyedihkan tentang kesejahteraan guru yang tereksploitasi dapat ditunjukan melalui fakta-fakta berikut. Pertama, nasib guru yang seharusnya diperbaiki kesejahteraannya masih menjadi semacam "sapi perahan". Gaji mereka yang sudah kecil masih dikurangi dengan bermacam potongan. Masih banyak oknum yang tega melihat para guru hidup kembang kempis. <br />Kebijakan di tengah saratnya beban dan tanggungjawab sang guru, tingkat kesejahteraan mereka masih jauh dari memadai. Hal itu diperburuk oleh tabiat main potong gaji yang dilakukan oleh aparat P dan K sendiri. Kita percaya ada saja alasan untuk melakukan pemotongan gaji guru tersebut. Instansi yang bersangkutan bisa berdalih lewat surat-surat keputusan yang sah. Pimpinan P dan K juga dapat beralasan bahwa anggaran yang tersedia untuk pengembangan pendidikan sangat terbatas. Karena itu hanya kepada guru tambahan dana bisa didapatkan. Harus diakui, kita pun tidak dapat menutup mata terhadap alasan-alasan seperti itu. Anggaran pendidikan untuk sekolah memang terbatas. Sejumlah pemerintah daerah membiarkan Dinas P dan K menyelesaikan kesulitan soal anggaran itu. Padahal sebenarnya Pemda dapat membantu meringankan beban Dinas P dan K melalui pengalokasian sebagian dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dengan demikian tradisi potong memotong gaji guru tak dapat dilepaskan dari mata rantai kebijakan pemerintah terhadap dunia pendidikan. Dan sayang bila pada akhirnya guru yang harus menanggung beban. Salah satu bebannya ialah guru menjadi “kambing hitam” ketika lulusan sekolah rendah, guru menjadi bulan-bulanan kritik baik dari mastarakat, dinas dan pemerintah pusat. Padahal relaistiskah semua beban yang ditanggung guru dapat membuat guru tampil sebagai seorang pengajar profesional? Tentu tidak! Kedua, Dari waktu ke waktu, tuntutan guru masih sama, yaitu kepastian profesi dan kesejahteraan. Penghasilan guru ditingkatkan, disesuaikan dengan laju kenaikan biaya hidup. Status kepegawaian diproyeksikan secara jelas dan definitif. Dalam unjuk rasa di di Alor , GTT dan PTT hanya menuntut surat keputusan tenaga honorer agar dapat masuk daftar tunggu menjadi PNS! Meski demikian, tampaknya pemerintah tidak pernah mau memahami hal itu. Reaksi Pemerintah Indonesia atas tuntutan guru selalu sama. Alasan pemerintah ialah anggaran negara selalu dinyatakan belum cukup untuk menaikkan gaji guru dan proyeksi penetapan status kepegawaian terkendala tuntutan peningkatan kompetensi guru. Ketiga, meski komitmen dalam UU Guru dan Dosen telah amat jelas untuk meningkatkan profesionalitas dan kesejahteraan, realitasnya masih jauh panggang dari api. Sebab, target sertifikasi yang terus diulur-ulur tanpa kejelasan pelaksanaan dijadikan alasan pemerintah menolak segera memberikan tunjangan profesi guru. Disamping itu, upaya upgrading para guru ke S-1 sebagai syarat sertifikasi tidak mendorong pemerintah segera menetapkan model pendidikan, kurikulum, dan lembaga pelaksana. Alasannya klasik, dana terbatas. Dan yang paling sial adalah guru honorer, GTT, dan PTT. Meski ada yang bergelar S-1, guru dengan status kepegawaian itu harus menunggu lama untuk dapat ikut sertifikasi dan menuntut tunjangan profesi. Alasan pemerintah, prioritas pemerintah adalah guru-guru S-1 dengan status kepegawaian penuh. Artinya, perjuangan guru honorer serta GTT-PTT masih panjang untuk bisa menikmati janji-janji UU Guru dan Dosen. <br />Dari ketiga fakta yang dipaparkan telah cukup menunjukan bahwa kondisi kesengsaraan (ketidaksejahteraan) guru merupakan pemicu tindakan pembebasan diri mereka terhadap eksploitasi pemerintah terhadap kepahlawanan mereka. Dengan demikian demonstrasi dan berbagai gerkan lain yang dilakukan guru atau kelompok guru janganlah dilihat sebagai tanda lunturnya nilai idealis yang melandasi pelaksanaan tugasnya sebagai pengajar di lembaga-pendidikan karena tergantikan dengan logika ekonomis dan kemapanan, tetapi ini harus dimaknai sebagai suatu tahapan di mana “kesadaran kritis” telah matang dalam sejarah pengabdian guru. Dan inilah yang harus ditanggapi oleh pemerintah dengan mempersiapkan lakngkah-langkah konkrit bagi penyeimbagan pengabdian guru dengan konsekwensi ekonomis dan materiil yang yang harus mereka terima. Semua ini, toh ini juga merupakan awal dari penataan mutu pendidikan Indoneia yang sedang terpuruk, khususnya mutu tenaga pendidik. <br /><br /> Tawaran Langkah Konkrit Bagi Kebijakan Kesra<br />Kesejahteraan guru, sekali lkagi bukan persolan politis pemerintah tetapi merupakan persoalan kemanusiaan yang harus ditanggulkanggi secara arif. Sebab jikalau pemerintah terus melakukan perherlatan politis dengan berbagai alasan tentang aturan dan anggaran maka, ini akan berdampak pada krisis kemanusiaan dari pendidkian Indonesia dan akan merambat sampai pada penentuan mutu yang jelek dari pelaksaan tugas mereka sebagai pendidik. Beberapa pokok pikiran yang ditawarkan antara lain: Pertama, tersedianya dana untuk kesejahteraan guru adalah keharusan. Lupakan idealisme pendidikan sebagai pembangun pilar nasionalisme dan kebudayaan. Persoalan nyata kini adalah perut lapar guru dan keluarganya. Masalah kesejahteraan terkait isu kemanusiaan, bukan hanya politik kebijakan pendidikan. Kedua, peningkatan profesionalitas dan kesejahteraan dilakukan secara simultan. Tahap-tahap status kepegawaian, upgrading kualifikasi, dan pemberian tunjangan perlu dipertahankan demi kualitas. Pelaksanaannya harus bersamaan untuk memenuhi tuntutan tahapan kualifikasi, guru honorer tidak perlu menunggu proyek sertifikasi. Ketiga, pemerintah perlu melibatkan institusi pendidikan swasta. Pemerintah tampaknya tidak cukup gesit menjabarkan amanat UU Guru dan Dosen karena birokrasi. Harus dibuat kerangka kerja sama pemerintah-swasta.revolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-90906866567910700742009-11-16T04:39:00.001-08:002009-11-16T04:39:41.992-08:00KEHANCURAN UKAW !!!! SUDAH DIAMBANG PINTU. (Seri Seruan dari Gunung)KEHANCURAN UKAW !!!! SUDAH DIAMBANG PINTU.<br />(Seri Seruan dari Gunung)<br /><br />REFLEKSI 20 TAHUN LEBE UKAW<br />4 september 1968, Universitas Kristen Artha Wacana sah lahir dari dari rahim STT (SEKOLAH TINGGI TEOLOGI) Kupang. Kehadiran UKAW ini dipicu oleh dua hal utama yakni pertama, pergumulan gereja akan pendidikan masyarakat NTT yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena faktor ekonomi (orang NTT dibawah garis kemiskinan). Kedua, mendekatkan perguruan tinggi kemasyarakat NTT agar masyarakat yang miskin dapat menyekolahkan anaknya keperguruan tinggi. Dari kedua dasar piker ini maka GKS (gereja Kristen Sumba) dan GMIT (gereja masehi injili ditimor) bersepakat untuk membangun sebuah perguruan tinggi yang pada saat ini berdiri dengan nama Universitas Kristen Artha Wacana Kupang. <br />UKAW perlahan-lahan berkembang menjadi salah satu perguruan tinggi terbesar di NTT, dengan memiliki 6 fakultas dan 12 jurusan pada masing-masing fakultas. Dengan tenaga pendidik dan fasilitas yang hamper cukup memadai. Akan tetapi, sangat mengherankan karena sampai pada saat ini,(selama 20 tahun UKAW berdiri), UKAW tidak mampu membiayai diri sendiri dengan membuka usaha-usaha produktif yang dapat menghasilkan uang demi perkembangan UKAW kedepan. UKAW sama sekali tidak mandiri. Hal ini menimbulkan pertanyaan tersendiri bagi sebagian kecil mahasiswa “dimanakah kemampuan orang-orang pintar yang berkumpul dalam lembaga ini”???. Kami malah berpikir jikalau sejak didirikannya UKAW, universitas ini membentuk sebuah media kampus untuk pengembangan ilmu pengetahuan mahasiswa dan dosen maka media ini sudah pasti dapat menolong Kampus untuk membiayai diri sendiri. Itu baru sebuah hal yang sangat kecil dan sederhana.<br /><br />MASA-MASA SULIT <br />21 Mei 2008, pemerintah Indonesia dibawah rezim SBY-JK menaikan harga bahan baker minyak setinggi 28,7% dari harga sebelumnya Rp. 4.500. itu berarti harga bahan baker minyak meningkat sebanyak Rp. 1.250 menjadi Rp.6000 per liter pada saat ini. Kenaikan BBM ini membawa dampak krusial bagi masyarakat Indonesia di mana pada semua aspek kehidupan, kebutuhan urgen masyarakat meningkat pula. Bahkan membludak sampai tiga kali lipat dari harga semula. Hal ini sangat menyulitkan masyarakat terutama masyarakat miskin yang berada di NTT. Mata pencaharian orang NTT terbesar adalah di bidang pertanian lahan kering (mencapai 75% penduduk NTT). Penghasilan dari profesi sebagai petanipun cukup untuk kebutuhan makan-minum dalam sebulan, sedikit yang disevkan untuk kebutuhan pendidikan anak (Membeli buku, bolpoin, dan pakaian sekolah anak). Apalagi bagi mereka yang menyekolahkan anaknya hingga keperguruan tinggi!!, kesulitan yang mereka rasakan dalam membiayai perkuliahan anak sangat besar dan membuat mereka harus terus bekerja demi pendidikan anak mereka. Kesulitan ini sudah dirasakan sejak belum adanya kenaikan harga BBM. Bayangkan saja jika pada saat ini, semua harga barang meningkat dengan naiknya harga BBM!! Maka dapat kita temukan orang-orang miskin akan sulit untuk melanjutkan study pada saat ini; Sebagaimana syair lagu “sudah di lubang, merayap lagi; sudah miskin, melarat lagi”. Pujian ini yang dapat kita pikul sebagai symbol bahwa kita memang dalam masa-masa kehidupan yang sangat sulit.<br /><br />MENUJU KEHANCURAN UKAW<br />17 juni 2008, rektor UKAW Ir. Gotlief Neonufa, M.T mengeluarkan surat edaran kenaikan biaya study bagi seluruh mahasiswa UKAW. Kenaikan ini dipicu oleh masalah klasik yakni kenaikan BBM. Kenaikan tersebut menyulitkan aktifitas kampus khusunya biaya opersional yang mengalami peningkatan Rp 12 Miliar dari jumlah pemasukan dasar 7 Miliar (biaya operasional mengalami devisit sebanyak Rp. 5 Miliar). Devisit anggaran tersebut mengakibatkan Gaji dosen, karyawan, para dekan bersama pembantu dekan, rector bersama pembantu rektor, yasasan dan stafnya tidak lagi sesuai dengan harga sembako, biaya pembelian kertas, tinta, transport, tidak lagi sesuai dengan kebutuhan maka Yayasan bersama Rektor dan pembantu-pembantu rektor mensiasati untuk menaikan biaya study seluruh mahasiswa tanpa terkecuali sebanyak 20–30% dari harga semula. Maka secara halus (Bagaikan Parfum Amerika), semua biaya sebanyak 5 Miliar ditanggungkan kepada mahasiswa artinya bahwa ”5 miliar untuk kesejahteraan Yayasan, Rektor, Pembantu rektor, Dekan, Pembantu dekan, Dosen, dan Karyawan/I semuanya dibayar oleh Mahasiswa”. Dengan demikian maka seluruh mahasiswa UKAW akan MAMPUS karena beban yang terlalu besar. Mahasiswa sangat diberatkan oleh biaya studi belum lagi biaya kehidupan mahasiswa sehari-hari yang mendapat perlakuan sama dengan para pejabat kampus akibat kenaikan BBM. Maka secara tidak sadar satu persatu mahasiswa yang tidak mampu membayar uang sekolah dan membiayai hidup sehari-hari akan putus kuliah alias guling tikar. Maka, ”dapat ditariik benang merah bahwa dasar pijak dari berdirinya kampus ini telah berubah menjadi kampus untuk anak-anak orang kaya alias elit, dan bukan untuk orang-orang miskin”. Sebuah pembalikan visi yang luhur.<br /><br />UKAW !!!! BERBALIKLAH KEARAH YANG BENAR<br /> Seruan ini yang patut diteriakan oleh mahasiswa kepada kampus ini, karena segala sesuatu yang berhubungan dengan kesejahteraan mahasiswa sangat tidak diperhatikan. pertama, kalender akademik perkuliahan, tidak pernah disesuaikan dengan waktu kuliah mahasiswa. Artinya bahwa dalam kalender akademik berbicara lain, faktanya berbicara lain. Tetapi hal itu tidak pernah dirubah oleh pihak universitas padahal sangat merugikan pihak mahasiswa. Kerugian tersebut adalah karena kalender akademik tersebut tidak berguna sama sekali bagi mahasiswa. Kedua, Kartu Mahasiswa, pada satu bagian terbelakang, ditempatkan jumlah registrasi persemester namun hal ini dari dulu hanya menjadi hiasan dalam kartu tersebut. Mengapa??? Karena orang yang berhak menaruh jumlah uang, dan menandatanganinya sibuk dengan urusan-urusan lain (urusan diluar kampus). Akibatnya hal sekecilpun diabaikan dan kartu mahasiswa tersebut pada beberapa instansi tidak layak untuk dipakai. Ketiga, Ruangan perkuliahan yang sangat-sangat tidak layak untuk proses belajar mengajar, terus dipertahankan sebagai bagian kemegahan dari UKAW saat menarik simpati mahasiswa baru, sedangkan pembayaran DPP (Dana Pengembangan Pendidikan) terus dilakukan dan bahkan mengalami kenaikan tiap angkatan. Sederhana saja, jika harga Rp. 1.000.000 (satu Juta rupiah) yang ditanggung mahasiswa untuk pembangunan kampus maka secara rasional dapat kita hitung bahwa satu orang saja untuk lempengan kaca nako, bisa untuk lima sampai enam kelas. Bayangkan saja jika tanggungan demikian besar dengan jumlah mahasiswa 6.000 orang tetapi, kampus tidak pernah berkembang, bahkan berubah sedikitpun. Maka pertanyaan sederhana mahasiswa adalah “dikemanakan uang-uang tersebut???”. Seruan untuk berbalik kearah yang benar yang dapat menggugah hati para pejabat kampus agar dapat melayani mahasiswa dengan baik, dan benar untuk satu tujuan “JAYALAH UKAW”.revolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-57629828347985747042009-11-16T04:37:00.000-08:002009-11-16T04:38:34.925-08:00K-BBM…......Kenaikan Bahan Bakar Minyak Sampai.................... Kuliah Benar-Benar Mahal...!!!James Faot<br /> K-BBM…......Kenaikan Bahan Bakar Minyak<br />Sampai....................<br />Kuliah Benar-Benar Mahal...!!! <br /><br />Naik, naik dan takmau turun<br /> “Kuliah Benar-Benar Mahal”. Simpulan ini, yang patut ditarik ketika mendengar dan mengetahui bahwa pihak Yayasan Cs Universitas Kristen Artha Wacana akan menetapkan kenaikan biaya perkuliahan bagi mahasiswa-nya.. Alasannya yakni “kenaikan BBM alias kenaikan Bahan Bakar Minyak”. Kita tau, bahwa kenaikan BBM membawa dampak kenaikan diberbagai sektor kehidupan masyarakat. Dari Sembako sampai biaya angkot dan dari kos sampai KAMPUS. Namun, soal kenaikan biaya perkuliahan yang harus ditanggungkan pada MAHASISWA perlu pertimbangkan secara objektif dan proporsional dengan “apa” sudah kampus lakukan sebagai kewajibannya pada mahasiswa. Kenaikan biaya perkuliahan menurut logika kenaikan BBM, seperti suatu trend kanaikan. Sehingga kampus pun ikut-ikutan menaikan biaya perkuliahan bagi mahasiswanya, yang sudah sekarat akibat harus menanggung kemahalan yang diakibatkan kenaikan BBM dan kebutuhan-kebutuhan hidupnya, kini disambar/ditambahkan lagi dengan suatu beban baru di sektor pendidikan yakni kenaikan biaya kuliah. Fenomena ini, mengambarkan nasib mahasiswa bagaikan pepatah “sudah jatuh, ketimpa tangga.. besi lagi`...!”<br />Kenaikan seluruh biaya perkuliahan yang akan diberlakukan bagi mahasiswa sebasar 20% samapi 30%, yang meliputi: <br />1) Kenaikan biaya SKS untuk semua tingkat atau angkatan dipatok per SKS rata Rp. 5000. Katakanlah, angkatan tahun 2002/2003-2003/2004 dengan harga per SKS Rp. 15.000 naik menjadi Rp. 20.000 per SKS atau naik sekitar 33,3%; angkatan 2004/2005, harga per SKS Rp. 17.500 naik menjadi 22.500 per SKS atau 28,57%; angkatan 2005/2006, harga per SKS Rp. 20.000 naik menjadi Rp. 25.000 per SKS atau 25%; angkatan 2006/2007-2007/2008 harga per SKS Rp. 25.000 naik menjadi Rp. 30.000 per SKS atau 20%. <br />2) Kenaikan SPP untuk seluruh mahasiswa sebesar Rp. 50.000. Katakanlah, angkatan angakatan 2004/2005-2005/2006 harga SPP per semester Rp. 325.000 naik menjadi Rp. 375.000 per semester atau 15,39% atau angkatan 2006/2007-2007/2008 harga SPP per semester Rp. 400.000 naik menjadi Rp. 450.000 per semester atau 12,5%. <br />3) Kenaikan pos pembayaran mahasiswa yang lain seperti, pembayaran denda keterlambatan SPP, Pembayaran KRS/Kartu NRIM/NIM, uang UNC/KKN/Skripsi, uang Wisuda/Sewa Toga/Ijazah, uang PPL, IKAMA/Kalender Akademik/Kartu Mahasiswa, uang Tas MKU & Fakultas, uang penggunaan laboratorium (selama ini tidak maksimal dimanfaatkan oleh mahasiswa, namun terus saja dipunggut), mungkin juga Kartu Perpustakaan dan dendanya yang terlalu besar, (padahal buku-bukunya sudah ketinggalan akibat terlalu tua dan tidak up to date).<br />Kontras fakta pelayanan kampus <br />Ironisnnya, rencana kebijakan Yayasan Cs Unversitas tidak mempertimbangkan kemaksimalan layanan pendidikan pada mahasiswa. Faktannya; pertama, perkuliahan selama ini berjalan secara tidak konsisten dengan kalender akademik yang dikeluarkan yayasan. Yang konsisten cuma waktu pembayaran registrasi dan dendannya. Ini sungguh-sungguh merugikan mahasiswa. Kedua, sarana belajar yang tidak layak bagi penyelenggaraan pembelajaran. Kaca-kaca jendela yang bolong-bolong, kelas yang berantakan & kotor, kursi dan meja yang tidak nyaman, halaman kampus yang tidak terurus, laboraturium yang di bawah standar kelayakan dan hampir sama sekali tidak di pergunakan oleh mahasiswa, sementara itu pungutannya lancar-lancar saja (lab. Computer, lab. Bahasa Inggris, lab. Biologi yang masih dalam bayangan. Kini Biologi cuma ngandeng sama Perikanan. Tapi tidak dipergunakan juga sampai-sampai mahasiswa harus membedah ikan di kelas), rungan dan fasilitas registrasi yang terbatas, sampai-sampai mahasiswa harus antri panjang kayak rel kereta api atau kerumunan massa di pasar atau juga teng kedukaan (soalnnya ada terpal orange di depan loket regis), dll. ketiga, kekurangan/amat sangat kurangnya tenaga dosen di beberapa fakultas dan progdi (contohnya Progdi Biologi) , tatap muka dosen yang tidak jelas. Banyak dosen yang lalai dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Juga banyak dosen kualitasnya pas-pasan. <br />Masih banyak persoalan lain yang kalau mau dipikir secara logis, rencana kebijakan Yayasan Cs Universitas untuk kenaikan ini, dengan alasan devisit anggaran atau karena dampak kenaikan BBM, sekali lagi...tidak tepat dan oleh karena itu tidak bijaksana kerena keputusan ini justru bukan kebijakan, sebab hakekat kebijakan adalah untuk mendatangkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh civitas akademik bahkan masyarakat secara luas. <br />Walaupun, kenaikan ini dijanjikan akan diberikan kompensasi-kompensasi sebagaimana yang diminta oleh beberapa fakultas, namun, itu tidak menjamin bahwa setelah dinaikan Yayasan Cs Universitas akan melaksanakan itu. Prosesnya bisa panjang dan tak tentu. Jadi, teman-teman mahasiswa jangan terbawa dengan rekayasa persetujuan bahwa kita lagi devisit karena dampak kenaikan BBM. Dan harus buru-buru menaikan biaya perkuliahan dan sasarannya mahasiswa-mahasiswa yang harus selalu memanggung kesialan serta derita dari keputusan-keputusan yang logikannya melulu ekonomis, bukan moral dan keadilan dan solider. Inilah yang disebut ”bentuk halus dari praktek-praktek kapitalisasi pendidikan kampus”...sebuah ekspolitasi tanpa wujud namun nyata, tanpa aroma namun busuk, irasional namun dianggap rasional dan tidak bijaksana tetapi dibilang kebijakan..<br />Akhir diskursus ini, hanya diinggat saja pada teman-teman MAHASISWA bahwa, “jika kita secara sadar atau pun tidak sadar, baik ngarti atau tidak, setuju atau malah mencaci pandangan ini, sanggup atau tidak sanggup, berani atau penakut MEMBIARKAN KENAIKAN BIAYA PERKULIAHAN, maka hanya ada satu ucapan bagi kita............................SELAMAT MENDERITA......!!!!!” <br />Mahasiswa Tolak Kenaikan Biaya Perkuliahan....!!! <br /> <br /> <br /> K-BBM…......Kenaikan Bahan Bakar Minyak<br />Sampai....................<br />Kuliah Benar-Benar Mahal...!!! <br /><br />Naik, naik dan takmau turun<br /> “Kuliah Benar-Benar Mahal”. Simpulan ini, yang patut ditarik ketika mendengar dan mengetahui bahwa pihak Yayasan Cs Universitas Kristen Artha Wacana akan menetapkan kenaikan biaya perkuliahan bagi mahasiswa-nya.. Alasannya yakni “kenaikan BBM alias kenaikan Bahan Bakar Minyak”. Kita tau, bahwa kenaikan BBM membawa dampak kenaikan diberbagai sektor kehidupan masyarakat. Dari Sembako sampai biaya angkot dan dari kos sampai KAMPUS. Namun, soal kenaikan biaya perkuliahan yang harus ditanggungkan pada MAHASISWA perlu pertimbangkan secara objektif dan proporsional dengan “apa” sudah kampus lakukan sebagai kewajibannya pada mahasiswa. Kenaikan biaya perkuliahan menurut logika kenaikan BBM, seperti suatu trend kanaikan. Sehingga kampus pun ikut-ikutan menaikan biaya perkuliahan bagi mahasiswanya, yang sudah sekarat akibat harus menanggung kemahalan yang diakibatkan kenaikan BBM dan kebutuhan-kebutuhan hidupnya, kini disambar/ditambahkan lagi dengan suatu beban baru di sektor pendidikan yakni kenaikan biaya kuliah. Fenomena ini, mengambarkan nasib mahasiswa bagaikan pepatah “sudah jatuh, ketimpa tangga.. besi lagi`...!”<br />Kenaikan seluruh biaya perkuliahan yang akan diberlakukan bagi mahasiswa sebasar 20% samapi 30%, yang meliputi: <br />1) Kenaikan biaya SKS untuk semua tingkat atau angkatan dipatok per SKS rata Rp. 5000. Katakanlah, angkatan tahun 2002/2003-2003/2004 dengan harga per SKS Rp. 15.000 naik menjadi Rp. 20.000 per SKS atau naik sekitar 33,3%; angkatan 2004/2005, harga per SKS Rp. 17.500 naik menjadi 22.500 per SKS atau 28,57%; angkatan 2005/2006, harga per SKS Rp. 20.000 naik menjadi Rp. 25.000 per SKS atau 25%; angkatan 2006/2007-2007/2008 harga per SKS Rp. 25.000 naik menjadi Rp. 30.000 per SKS atau 20%. <br />2) Kenaikan SPP untuk seluruh mahasiswa sebesar Rp. 50.000. Katakanlah, angkatan angakatan 2004/2005-2005/2006 harga SPP per semester Rp. 325.000 naik menjadi Rp. 375.000 per semester atau 15,39% atau angkatan 2006/2007-2007/2008 harga SPP per semester Rp. 400.000 naik menjadi Rp. 450.000 per semester atau 12,5%. <br />3) Kenaikan pos pembayaran mahasiswa yang lain seperti, pembayaran denda keterlambatan SPP, Pembayaran KRS/Kartu NRIM/NIM, uang UNC/KKN/Skripsi, uang Wisuda/Sewa Toga/Ijazah, uang PPL, IKAMA/Kalender Akademik/Kartu Mahasiswa, uang Tas MKU & Fakultas, uang penggunaan laboratorium (selama ini tidak maksimal dimanfaatkan oleh mahasiswa, namun terus saja dipunggut), mungkin juga Kartu Perpustakaan dan dendanya yang terlalu besar, (padahal buku-bukunya sudah ketinggalan akibat terlalu tua dan tidak up to date).<br />Kontras fakta pelayanan kampus <br />Ironisnnya, rencana kebijakan Yayasan Cs Unversitas tidak mempertimbangkan kemaksimalan layanan pendidikan pada mahasiswa. Faktannya; pertama, perkuliahan selama ini berjalan secara tidak konsisten dengan kalender akademik yang dikeluarkan yayasan. Yang konsisten cuma waktu pembayaran registrasi dan dendannya. Ini sungguh-sungguh merugikan mahasiswa. Kedua, sarana belajar yang tidak layak bagi penyelenggaraan pembelajaran. Kaca-kaca jendela yang bolong-bolong, kelas yang berantakan & kotor, kursi dan meja yang tidak nyaman, halaman kampus yang tidak terurus, laboraturium yang di bawah standar kelayakan dan hampir sama sekali tidak di pergunakan oleh mahasiswa, sementara itu pungutannya lancar-lancar saja (lab. Computer, lab. Bahasa Inggris, lab. Biologi yang masih dalam bayangan. Kini Biologi cuma ngandeng sama Perikanan. Tapi tidak dipergunakan juga sampai-sampai mahasiswa harus membedah ikan di kelas), rungan dan fasilitas registrasi yang terbatas, sampai-sampai mahasiswa harus antri panjang kayak rel kereta api atau kerumunan massa di pasar atau juga teng kedukaan (soalnnya ada terpal orange di depan loket regis), dll. ketiga, kekurangan/amat sangat kurangnya tenaga dosen di beberapa fakultas dan progdi (contohnya Progdi Biologi) , tatap muka dosen yang tidak jelas. Banyak dosen yang lalai dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Juga banyak dosen kualitasnya pas-pasan. <br />Masih banyak persoalan lain yang kalau mau dipikir secara logis, rencana kebijakan Yayasan Cs Universitas untuk kenaikan ini, dengan alasan devisit anggaran atau karena dampak kenaikan BBM, sekali lagi...tidak tepat dan oleh karena itu tidak bijaksana kerena keputusan ini justru bukan kebijakan, sebab hakekat kebijakan adalah untuk mendatangkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh civitas akademik bahkan masyarakat secara luas. <br />Walaupun, kenaikan ini dijanjikan akan diberikan kompensasi-kompensasi sebagaimana yang diminta oleh beberapa fakultas, namun, itu tidak menjamin bahwa setelah dinaikan Yayasan Cs Universitas akan melaksanakan itu. Prosesnya bisa panjang dan tak tentu. Jadi, teman-teman mahasiswa jangan terbawa dengan rekayasa persetujuan bahwa kita lagi devisit karena dampak kenaikan BBM. Dan harus buru-buru menaikan biaya perkuliahan dan sasarannya mahasiswa-mahasiswa yang harus selalu memanggung kesialan serta derita dari keputusan-keputusan yang logikannya melulu ekonomis, bukan moral dan keadilan dan solider. Inilah yang disebut ”bentuk halus dari praktek-praktek kapitalisasi pendidikan kampus”...sebuah ekspolitasi tanpa wujud namun nyata, tanpa aroma namun busuk, irasional namun dianggap rasional dan tidak bijaksana tetapi dibilang kebijakan..<br />Akhir diskursus ini, hanya diinggat saja pada teman-teman MAHASISWA bahwa, “jika kita secara sadar atau pun tidak sadar, baik ngarti atau tidak, setuju atau malah mencaci pandangan ini, sanggup atau tidak sanggup, berani atau penakut MEMBIARKAN KENAIKAN BIAYA PERKULIAHAN, maka hanya ada satu ucapan bagi kita............................SELAMAT MENDERITA......!!!!!” <br />Mahasiswa Tolak Kenaikan Biaya Perkuliahan....!!!revolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-89782641292406561232009-11-16T04:34:00.000-08:002009-11-16T04:37:02.236-08:00HARI PENDIDIKAN NASIONAL (HARDIKNAS)SUKARELAWAN PEJUANG UNTUK PEMBEBASAN TANAH ARI<br />(STARTAN)<br />(LMND; GERSAK; SRMI; GEMA; UNWIRA; UNDANA; UNKRIS)<br /><br />HARI PENDIDIKAN NASIONAL (HARDIKNAS)<br /><br />PADA 2 Mei nanti, 64 tahun sudah Negeri ini bebas dari jeratan penjajah (kolonialisme) dan mengikrarkan kata MERDEKA yang bergema seantero Nusantara. Ironisnya sampai hari ini bangsa ini belum mampu menegakkan kejayaan Negeri dan kemakmuran rakyatnya. Negara masih berdiri angkuh tak mempedulikan nasib rakyatnya, dengan keangkuhannya pejabat pemerintah sudah tidak mengedepankan program-program yang merakyat karena berpegang teguh pada “WAHYU” Neoliberalisme.<br /><br />Demikian pula pada 2 Mei nanti, Dunia Pendidikan Nasional telah berusia 64 tahun. Ironisnya, amanah UUD 1945 yang merupakan mainstream penyelenggaraan pendidikan Nasiaonal yakni “Mencerdasakan Kehidupan Bangsa”, justu didistorsi oleh kekuatan kapitalisme dengan ideologi neoloberalismenya. Implementasi neoliberalisme dalam dunia pendidikan “memanfaatkan” pemerintah, parpol, lembaga pemikir (think thank), cendikiawan dan modal kapital lokal untuk membentuk sikap kolektif rakyat guna menerima resep pembagunan SDM dan SDA demi penyejahteraan bangsa dan daya kompetitif bangsa pada era global. Namun hakekatnya menjerat, eksploitatif dan hegemonik. Implikasinya bagi dunia Pendidikan kita ialah “sekulerisme, materialisme, pragmatisme pendidikan”. Inilah esensi pendidikan bangsa ini dalam cengkraman kapitalisme global. <br /><br />Pendidikan kehilangan makna filosofisnya sebagai upaya pemanusiaan manusia. Artinya, pendidikan bukan lagi barlangsung sebagai upaya pembebasan manusia dari multi ketertindasan, yang membuatnya hidup secara tidak manusiawi, malainkan pendidikan justru menjadi alat yang efektif dan efisien untuk dipakai sebagai alat penindas manusia (rakyat). Nilai pendidikan kemudian berubah menjadi komoditi yang diperjual-belikan demi memperoleh keuntugan material. Pemikiran ini mengaskan bahwa semangat pendididkan neoliberal yang dijalankan oleh pemerintah ialah semangat mendehumanisasi rakyatnya sendiri atau semagat untuk mereduksi harkat dan martabat bangsanya sendiri. Suatu semangat pendidikan perbudakan dan semangat pendidikan untuk penghancuran bangsa. <br /><br />Terkait dengan kebijakan publik yakni masalah anggaran pendidikan, realisasi anggaran hanya 8,3 persen (2003) dan 9,1 persen (2006), oleh karena itu anggaran pendidikan nasional kita merupakan yang terendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain di lingkup geografis Asia Tenggara. Bila dibandingkan dengan Malaysia yang 25,5 persen, Thailand 24,2 persen, Filipina 16,2 Kamboja 18,3 persen, Timor Leste 24,2 persen. Kebijakan untuk menaikkan anggaran pendidikan secara bertahap menuai kritik dari masyarakat luas. Hal ini dipandang sebagai bentuk pelanggaran terhadap konstitusi negara. Terutama karena Indonesia telah meratifisikasi Ecocos (Dewan Ekonomi dan Sosial di Bawah PBB), yang antara lain menyebutkan perlunya pendidikan gratis. Tidak kurang Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) melakukan uji material UU No.13 tahun 2005 tentang APBN 2006 kepada Mahkamah Konstitusi. UU menyatakan bahwa anggaran pendidikan nasional untuk tahun 2006 sebesar 9,1 persen atau setara dengan sekitar 36,7 Trilyun. Walaupun jumlah ini meningkat, baik secara persentase maupun nominal, tetap saja belum memenuhi amanat konstitusi. <br /><br />Pada amandemen UUD 1945 yang terbaru, secara gamblang ditegaskan pada bahwa anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (Pasal 31 ayat (4)). Namun masalahnya, hingga saat ini nominal anggaran pendidikan di APBN 2006 belum mencapai angka yang diamanatkan oleh UUD 1945. Pemerintah menyatakan bahwa mereka tetap memiliki komitmen untuk meningkatkan dana pendidikan seperti yang diamanatkan, namun hal ini dilakukan secara bertahap. Anggaran tahun 2005 sebesar 9,3 persen, kemudian dinaikkan 12 persen pada 2006, 14,7 persen pada 2007, 17,4 persen pada 2008 dan 20,1 persen pada 2009. <br /><br />Wajah Buruk kebijakan anggaran Pendidikan Indonesia yang ninim memiliki akar permasalahan yang signifikan dalam konstelasi politik konomi pendidikan global. Dunia pendidikan Indonesia terjerat dengan Utang Luar Negeri Indonesia (30-40% dari APBN) sehingga mendorong pemerintah untuk terus meminjam dan memprivatisasi pendidikan. <br /><br />”Dari hari kehari kehidupan rakyat kecil semakin tergusur dengan sistem yang menjerat sampai ke urat nadinya, yakni imperialisme. Sistem yang diagung-agungkan oleh pemimpin Bangsa kita hari ini. Kemakmuran yang diagung-agungkan, justru pengangguran yang dilahirkan dan Kesejahteraan yang digemakan, justru Kemiskinan massal yang terjadi. Bagaimana bisa, Bangsa yang subur dan kaya-raya seperti Indonesia ini bisa “ber-nasib” seperti itu??? <br /><br />Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses dalam memanusiakan manusia dan memajukan peradaban suatu bangsa serta mencerdaskan kehidupan berbangsa seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu pendidikan merupakan media untuk menanamkan nilai-niai, moral dan ajaran agama, alat pembentuk kesadaran bangsa, alat mengangkat status sosial, alat menguasai teknologi serta media untuk menguak rahasia alam raya da manusia.Akan tetapi keberadaan pendidikan hari ini malah menjadikan manusia tidak manusiawi bahkan proses pembodohan secara struktural yang terjadi.<br /><br />Sudah jelas kiranya yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan pasal 31, ayat 1 bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara. Yang artinya, setiap anak bangsa mempunyai hak yang sama tanpa harus membedakan si kaya atau si miskin, suku, ras dan agama untuk mengenyam pendidikan pada jenjang apapun mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan dimanapun. Lain dengan kenyataanya, bahwa pendidikan hari ini bukanlah hak setiap anak bangsa karena pendidikan telah menjadi suatu barang mewah yang sulit untuk diraih bagi rakyat, terutama rakyat kecil. Di hadapan lembaga pendidikan yakni sekolahan, rakyat kecil (miskin) hampir tidak mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan. Biaya mahal adalah salah satu penghalangnya.<br /><br />Merujuk pada UUD Bab XIII pasal 31 ayat 2, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.<br />Masuknya globalisasi keranah negara kita, membuat pendidikan menjadi barang dagangan yang cukup prospektif dan mempunyai nilai jual tinggi. Di perdagangkannya pendidikan merupakan kemunduran dunia pendidikan kita. Pendidikan kita telah kembali ke zaman penjajahan, dimana hanya orang yang berduit saja yang bisa mengenyam pendidikan, terutama pendidikan jenjang yang lebih tinggi. Selain itu orang yang berduit banyak bisa memperoleh pendidikan yang berkualitas, sedangkan yang berduit pas-pasan akan mendapat pendidikan yang mempunyai kualitas sedang pula. Secara tidak langsung hal ini telah menimbulkan diskriminasi bagi anak bangsa dalam memperoleh kesempatan untuk mengakses pendidikan atau bersekolah.<br /><br />Pendidikan adalah investasi jangka panjang bagi suatu negara, maka dari itu negara harus menciptakan sistem pendidikan yang demokratis, terjangkau dan berkualitas dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pertama: demokratis, kurikulum pendidian yang tidak hanya mengedepankan siswa didik hanya mampu membaca dan menulis saja. Akan tetapi mengajarkan siswa untuk berbicara. Belum tentu siswa yang pandai mampu berbicara di depan umum secara baik, maka dari itu menjadi tugas negara untuk menciptakan generasi bangsa yang tangguh dalam bidangnya, serta kritis terhadap sekitarnya. Kedua: terjangkau, dengan ditetapkannya subsidi 20% dari APBN untuk pendidikan nasional, seharusnya subsidi ini tidak menimbulkan diskriminasi pendidikan. Di lain sisi, pemerintah menerapkan UU Badan Hukum Pendidikan untuk perguruan tinggi yang mengakibatkan biaya kuliah menjadi semakin tak terjangkau, dengan kata lain generasi bangsa HANYA di siapkan lulus Sekolah Menengah saja. Ketiga: berkualitas, dalam menyiapkan generasi yang tangguh untuk meneruskan tongkat estafet perjalanan negara ini, haruslah dengan sistem pendidikan yang tidak ketinggalan zaman. Artinya kurikulum yang berkualitas dalam segi teori dan praktek.<br />Keempat: Pada akhirnya pendidikan seyogyanya tidak hanya dimaknai suatu usaha untuk mengentaskan rakyat dari buta huruf dan kebodohan saja, akan tetapi menjadi suatu wadah atau alat yang tepat dan penting untuk menyiapkan amunisi-amunisi penerus bangsa yang tangguh dan handal, yang nantinya ditangan generasi inilah negara kita mau dibawa kemana.revolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-70254973036898192172009-11-16T04:32:00.000-08:002009-11-16T04:34:08.369-08:00Quo Vadis Pendidikan Indonesiajames Faot<br />Quo Vadis Pendidikan Indonesia<br />Bangsa Indonesia telah memasuki usia KEMERDEKAAN yang ke-64 tahun. Ironisnya, mayoritas rakyat masih hidup dalam kondisi yang kontradiktif dari suatu bangsa yang MERDEKA. Fenomena problematik riil dari rakyat seperti kebodohan, kemiskinan, kesehatan, pengganguran, dll. masih merupakan potret buram seperti era KOLONIALISME. Ini berarti, kemerdekaan kita hanyalah era metamormosa penjajahan dengan wajah baru yakni NEOLIBERALISME. Bertepatan dengan momentum Hari Pekerja atau May Dai (1 Mei) dan Hari Pendidikan Nasional atau HARDIKNAS (2 Mei), patutlah kita sebagai kaum yang progresif yang memperjuangkan perubahan fundamental tatanan bangsa dan nasib rakyat yang berada di bawah hegemoni kapitalisme. Berefleksi secara kritis untuk menetukan langkah strategis sebagai agenda perjuangan rakyat, dimana rakyat menjadi subjek penentu perubahan dan pelaksana perubahan itu sendiri. Sebab, hanya rakyat yang telah mengalami kesadaran tranformatid sekaligus memiliki tindakan revolusionerlah yang dapat merealisasikan perubahan kondisi bangsa secara hakiki. Permasalahan Kaum Buruh<br />Momentum May Day sebagai peringatan (commemorates) atas sebuah perjuagan kelas pekerja terhadap eksploitasi kapitalisme, merupakan hal yang urgen dan relevan serta memiliki arti yang signifikan guna memperkuat posisi tawar (bergaining position) kelas pekerja yang sampai saat ini masih tereksploitasi oleh kekuatan kapitalisme, baik global global dan nasional. Krisis kapitalisme ini secara panjang & terstruktur, karena merupakan kombinasi dari krisis besar financial (great financial crisis) & stagnasi ekonomi, krisis ekologi, dan krisis ideologi neoliberal. Dampak krisis bagi sektor pekerja di Indonesiaialah jutaan orang bakal kehilangan pekerjaan tahun ini. Berhadapan dengan krisis ini, para kapitalis akan berupaya menjaga profitabilitas dengan menekan upah dan komponen yang berhubungan dengan pengeluaran untuk pekerja. Ironisnya, pemerpintah berkonspirasi dgn pengusaha u/ tidak jatuh tingkat keuntungannya dengan memaksakan pemberlakuan SKB 4 menteri. Bagi pengusaha, kebijakan ini bermanfaat untuk menahan laju kenaikan upah pekerja. Perjalanan krisis (sejak september 2008) kaum pekerja bertada dalam kondisi kesulitan; (1), ancaman PHK massal. Prediksi jumlah PHK mencapai 2-3 jutaan pekerja (Apindo daera: sampai Maret sudah ada 240.000 orang yang kena PHK. (2), pekerja mengalami tekanan drastis pada upah dan jaminan sosial. Kenaikan UMR tahun 2009 tidak melebih 10%, padahal kenaikan harga kebutuhan pokok lebih tinggi dari angka tersebut. (3), neoliberalisme sungguh menjatuhkan standar hidup rakyat Indonesia, termasuk kelas pekerja. Penelitian Roy Morgan Research, 59% penduduk Indonesia yang harus menghabiskan 20-30% anggaran bulannya hanya untuk membeli bahan makanan. Permasalahan Pendidikan Nasional<br />Pada 2 Mei nanti, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Dimana, Dunia Pendidikan Nasional telah berusia 64 tahun. Ironisnya, amanah UUD 1945 yang merupakan mainstream penyelenggaraan pendidikan Nasional yakni “Mencerdasakan Kehidupan Bangsa”, justu didistorsi oleh kekuatan kapitalisme dengan ideologi neoloberalismenya yang menjerat, eksploitatif dan hegemonik. Implikasinya bagi dunia Pendidikan kita ialah “sekulerisme, materialisme, pragmatisme pendidikan”. Terkait dengan kebijakan publik yakni masalah anggaran pendidikan, realisasi anggaran hanya 8,3 persen (2003) dan 9,1 persen (2006), oleh karena itu anggaran pendidikan nasional kita merupakan yang terendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain di lingkup geografis Asia Tenggara. Bila dibandingkan dengan Malaysia yang 25,5 persen, Thailand 24,2 persen, Filipina 16,2 Kamboja 18,3 persen, Timor Leste 24,2 persen. Kebijakan untuk menaikkan anggaran pendidikan secara bertahap menuai kritik dari masyarakat luas. Hal ini dipandang sebagai bentuk pelanggaran terhadap konstitusi negara. Terutama karena Indonesia telah meratifisikasi Ecocos (Dewan Ekonomi dan Sosial di Bawah PBB), yang antara lain menyebutkan perlunya pendidikan gratis. Wajah Buruk kebijakan anggaran Pendidikan Indonesia yang ninim memiliki akar permasalahan yang signifikan dalam konstelasi politik ekonomi pendidikan global. Dunia pendidikan Indonesia terjerat dengan Utang Luar Negeri Indonesia (30-40% dari APBN) sehingga mendorong pemerintah untuk terus meminjam dan memprivatisasi pendidikan. Sebagaimana kita pahami bersama bahwa pemerintah Indonesia, dengan mengikuti saran Bank Dunia (Word Bank) telah menandatangini kontrak kerja sama pendidikan dengan UNESCO dan Bank Dunia (Word Bank). Misi liberalisasi atau privatisasi dunia pendidikan di Indonesia telah dipersiapkan sejak lama. Salah satu agenda liberalisasi dunia pendidikan Indonesia telah dibahas di Perancis dalam pertemuan GATS di Perncis pada tahun 1998. Pada tahun itu pula (1998) Presiden Habibi menandatangani Surat Perjanjian Hutang atau Leters of intens (LOI) dengan IMF International Moneyter Found (IMF) isi salah satu point (point ke-4) yakni meliberalisasi dunia pendidikan nasional. Agenda liberalisasi pendidikan nasional terus berjalan secara bertahap di Indobnesia. Pada tahun 1999 pemerintah mengeluarkan UU Badan hukum Milik Negara (BHMN). Inviltasi ideologi neoliberal dalam kebijakan pendidikan Indonesia memiliki implikasi langsung dengan interes kapitalisme global. Liberalisasi dunia pendidikan mengaharuskan pemerintah melepas tanggung jawab dari penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya pendidikan diserahkan pada swasta untuk mengelolanya selayaknya mereka menjalankan manajemen perusahaan berorentasi provit. Pendidikan kemudian direduksi menjadi sebatas komoditi yang bebas diperjual-belikan kepada rakyat. Ciri utama lain pendidikan yang berideologi liberal adalah selalu berusaha menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan. Kurikulum berorentasi pasar atau dunia produksi. Pertanyaannya ialah “Benarkah Pendidikan Berkualitas Mahal?” Jerman, Perancis, Belanda, Swedia, Kuba dan beberapa negara berkembang lainnya, banyak PT bermutu namun biaya pendidikannya rendah bahkan gratis. Sudah jelas kiranya yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan pasal 31, ayat 1 bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara. Yang artinya, setiap anak bangsa mempunyai hak yang sama tanpa harus membedakan si kaya atau si miskin, suku, ras dan agama untuk mengenyam pendidikan pada jenjang apapun mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan dimanapun. Lain dengan kenyataanya, bahwa pendidikan hari ini bukanlah hak setiap anak bangsa karena pendidikan telah menjadi suatu barang mewah yang sulit untuk diraih bagi rakyat, terutama rakyat kecil. Di hadapan lembaga pendidikan yakni sekolahan, rakyat kecil (miskin) hampir tidak mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan. Biaya mahal adalah salah satu penghalangnya. <br />Merujuk pada UUD Bab XIII pasal 31 ayat 2, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya dengan demikian wajib bagi pemerintah Indonesia untuk mentaati hukum. Atau dengan kata lain, pemerintah harus mencadi teladan pertama dalam hal kepatuhan hukum. Amandemen UUD 1945 yang disahkan 2002, merupakan hukum tertinggi negara, seharusnya menjadi patokan. Anggaran menjadi bukti komitmen pemerintah. Ini menjadi kredit tersendiri bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan di mata rakyat. Ada dua alasan kontekstual mengapa faktor anggaran menjadi penting bagi dunia pendidikan Indonesia. Pertama, keterpurukan pendidikan Indonesia sudah pada taraf mengkhawatirkan. Contoh, pendidikan dasar (universal education) yang menjadi moral obligation setiap pemerintahan, belum juga tuntas meski Indonesia telah 64 tahun merdeka. berdasarkan data pada tahun 2005, masih ada satu juta anak usia SD belum mempunyai sekolah maupun guru tetap, dan 2,7 juta anak usia SMP yang sama sekali tidak mempunyai sekolah atau guru. Dengan dana yang besar, sekolah-sekolah yang rusak saat ini di seluruh Indonesia dapat diperbaiki serta dapat dipenuhi kebutuhan fasilitas dasarnya seperti laboratorium praktik dan Laboratorium bahasa. Dengan anggaran yang lebih besar pula, pemerintah dapat menyelenggarakan pendidikan gratis. Dengan pendidikan gratis—yang disubsidi pemerintah—kita dapat menyelamatkan jutaan anak-anak negeri yang terancam putus sekolah. <br />Baca & Lawanrevolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-89485607810923318322009-11-16T04:29:00.002-08:002009-11-16T04:31:01.250-08:00SOSIALISME : HARAPAN LAHIRNYA MASYARAKAT EGALITARIAN SOSIALISME ABAD 21 (Jalan Alternatif Atas Neolibarisasi)SOSIALISME :<br />HARAPAN LAHIRNYA MASYARAKAT EGALITARIAN<br /><br /> SOSIALISME ABAD 21<br /> (Jalan Alternatif Atas Neolibarisasi)<br />James Faot<br /><br />I. Pengantar<br />Buku Sosialisme Abad 21 karya Michael Newman, menawarkan jalan alternatife bagi perjuangan kaum sosialis terhadap hegemoni kapitalis yang telah di tancapkan di atas dunia dan masyarakat global. Melalui ideologinya Neoliberalisas, kekuasaan kapitalis semakin kokoh. Namun Sosialisme pun tidak mati, sebab sosialisme sesuangguhnya tidak tunggal (plural) dan memang abadi—Sosialism never die. Buku ini di terbitkan oleh Resist Book [Seri Ideologi] yang diterjemahkan oleh Eko Prasetyo Darmawan serta editoring oleh Dian Purwadi. Isi buku ini setebal 294 halaman.<br />Dalam Seri Ideologi, buku Sosialisme Abad 21, Newman menguak pemahaman yang lebih kritis atas ideolog-ideologi dunia, baik tentang kelaliman kuasa yang diciptakannya (baca: Ideologi) maupun kekuatan-kekuatan perubahan (The Powers Transformation) yang didemonstrasikan. Perhelatan Ideologis dalam diskursus kekuasaan baik itu Sosialisme serta Neoliberalisme merupakan sebuah perang yang takkan pernah usai baik saat ini maupun di masa depan. <br />Dalam diskursus kekuasaan, suara kelompok besar dominan dan suara dogmatis yang meliputi “reputasi sejarah” ideologi-ideologi tersebut, Newman mengamati kembali, menganalisis, melakukan komparasi. Sehingga menawarkan pemikiran sosialis yang kritis dan relevan dengan kondisi masyarakat abad 21.<br />Pikiran dan praktek tokoh-tokoh gerakan sosialis dan komunis melawan Neoliberalisme dapat kita temukan diantaranya seperti tokoh-tokoh peletak doktrin sosislaisme dalam periode awal abad 19. Mereka merupakan tokoh yang mewariskan tradisi serta memberi kontribusi yang signifikan dalam membangun sosialisme. Kaum Sosialis Utopia seperti Cabet (1788-1856), Charles Fourier (1772-1837), Robert Owen (1771-1858); kaum sosialis anarkis seperti Pierre Joseph Proudhon (1809-1865) dan Mikhail Bakunin (1814-1876); Kolaborasi Marx (1818-1883) dan Engels (1820-1895) adalah tokoh paling penting sekaligus pencetus Marxisme; tokoh dari kaum sosialis demokrasi Karl Kautsky (1854-1938) dan Rosa Luxemburg (1871-1919). Dan yang terakhir kaum Komunis modern seperti Vladimir Lenin (1870-1924). Namun tokoh-tokoh gerakan sosialis yang paling dominan adalah yang berasala dari kaum sosialis demokt serta komunis.<br />Pemikiran dan praktek tokoh-tokoh Sosial Demokrasi Swedia (Social Demokratika Arbetarpartein_SAP) seperti Hjalamar Branting, Per Albin Hanson yang menjadi perdana menteri SAP yang pertama pada tahun 1932. yang dari padanya pemahaman ‘Kunci’ tentang Sosialis Demokrasi Swedia diutarakan yaitu folkhemmet, atau “konsepsi masyarakat dan negara sebagai ‘rumah masyarakat` (people`s home)”. Juga Komunisme Kuba seperti Fidel Castro (1927-) dan Ernesto ‘Che’ Guevara (1928-1967) yang mendorong penduduk untuk bekerja lebih kepada insentif moral dari pada insentif material dalam tahap awal pembagunan ekonomi sosialis.<br />Newman, juga mengemukakan pemikiran dan praktik tokoh-tokoh Kiri Baru (New Left) seperti Sosialisme Feminis dan Sosialisme Hijau . Tokoh Sisoalisme Feminis yang terkenal adalah Alexandra Kolontai (1872-1952) dan Simone de Beauvoir (1908-1986). Dari Sosialisme Hijau, tokohnya yang terkenal adalah A.J. Penty (1875-1937), yang memperkenalkan istilah “masyarakat post-industri” dan Rudolf Bahro (1935-) serta Andre Dobson yang terkenal dengan istilahnya ekologilisme yang berati sebuah kehidupan yang berkelanjutan dan makmur mensyaratkan adanya perubahan radikal dalam relasi kita (baca: manusia) dengan dunia alam yang non-manusia dan dalam modus kehidupan sosial dan politik kita.<br />Teori dan praksis tokoh-tokoh sosialisme inilah yang kemudian dikritisi Newman. Ia memberikan alternatif-alternatif paradigmatik yang fundamen bagi posisi strategis dan taktis sosialisme untuk melawan hegemoni neoliberasasi yang menindas masyarakat global secara terstruktur dan sistimatis. Serta membawa arah perjuangan itu pada tujuan akhir (ultimate goals) dan esensial yakni menciptakan suatu masyarakat yang egalitarian (sederajat) diatas landasan nilai kerja sama dan solidaritas. <br /> <br /> II. Gerbang Buku<br /> Michael Newman_ Buku Sosialisme Abad 21 (Jalan Alternatif Atas Neiliberalisasi), memaparkan sebuah fakta anti-tesia atas ramalan (tesis) ‘nabi’ sosialis yakni Karl Marx. Dalam buku Das Kapital yang dikeluarkan pada tahun 1867, Marx meramalkan bahwa kapitalisme akan runtuh dan digantikan oleh sosialisme. Inilah deklarasi monumental kematian kapitalisme, dan Marx menuliskan bahwa: Ketika kapitalisme akan hancur berkeping-keping, dan saat itu: “LONCENG KEMATIAN HAK MILIK PRIBADI KAPITALIS BERDENTANG. PARA PENJARAH AKAN DIJARAH”. Dan ternyata bahwa ramalan ini berubah 180 derajat. Lebih dari seratus tahun ramalan itu dinantikan oleh pengikut-pengikut sosialis ternyata harus diperhadapkan dengan runtuhnya Blok Soviet antara tahun 1989 dan tahun 1991. Saat itu kapitalisme kembali menancapkan kekusaanya dengan spirit neoliberalisasi. <br />Perang dingin kedua kekuatan idealogi ini, melahirkan anggapan bahwa keyakinan para kelompok lawan sosialisme kini bagai sebuah situs idealogi dalam sejarah dunia. Bagi Newman anggapan dan keyakinan ini hanya merupakan sebuah pandangan subjektif lawan-lawan sosialisme yang diwacanakan secara global dalam masyarakat dunia. Dan inilah yang dijadikan Klimaks dan konklusi tamatnya sosialisme, yangkemudian dipakai Newnan dalam buku Sosialisme Abad 21 (Jalan Alternatif Atas Noliberalisasi) untuk menarik sebuah anti-tesis berupa rumusan hipotesis bahkan keyakinan yang niscaya yakni: “Proses perjalanan sosialisme menujukan bahwa ia (sosialisme) betapa terus relevan, baik masa kini dan masa depan”. <br /><br />III. Pendekatan dan Sifat Sosialisme<br />Newman mengajukan pertanyaan “Apa itu Sosialisme?”. Argumentasi Newman sebagai jawaban atas pertanyaan di atas dijelaskannya melalai pengidentifikasian sifat-sifat sosialisme. Secara umum sosialisme bersifat sentrlaitik maupun lokal, terorganisir dari atas sekaligus terbagun dari bawah, visioner sekalugus pragmatis, revolusioner sekaligus reformis, anti negara sekaligus berpaham kenegaraan, internasiolais sekaligus nasional, membutuhkan partai sekaligus menolak partai, tumbuh dari serikat buruh sekaligus independen dirinya, merupakan cir sebuah negara industri negara yang kaya sekaligus merupakan ciri-ciri dari masyarakat yang berbasis petani miskin, berwatak seksis sekaligu feminis dan memiliki komitmen pertumbuhan sekaligus ekologis. <br />Sifat-sifat sosialisme seperti ini bukanlah sebuah ia (sosialisme) berwatak ambigu atau paradoks, melaikan sosialisme pada hakekatnya beragam (plural). Oleh karena itu, metode pendekatan yang dapat dipakai untuk menjawab apa itu Sosialisme harus secara kritis mempertimbagkan 2 (dua) kutub ekstrim esensi dari pluralisitas sifat sosialisme. Kutub ekstrim pertama, adalah sifat plural sosialisme jika dikaji berdasarkan analisis esensial atau interpretasi esensial secara komprehensif pada sifat-sitat sosialisme di atas akan membawa penurunan hakekat sosialisme yakni sosialisme menjadi ungkapan-ungkapan dogmatis yang akan dipakai sebagai sejata melawan kelompok-kelompok yang mentelewenga atau berbeda darinya. Kutub ekstrim kedua, upaya pendefenisial yang terlalu luas atau pluralitas sifat sosilaisme hanya akan menghasilkan pemaknaan yang dangkal (banal) dan kehilangan makna. Oleh seba itu, Newman dalam pendekatan penulisannya ia menghindari kedua pendekatan tersebut untuk menghindari analisiss dan pemaknaan yang kontradiktif. Ia lebih memilih pendekatan berdasarkan defenisi-defenisi minimal mengenai sosialisme sebagai pemandu dalam penelusuranya terhadap eksistensi sosialisme yang sejati.<br /><br />Dengan demikian, Newman berusaha mendefenisikan 4 (empat) karakteristik paling fundamental atau esensial dari sosialisme, yakni: Pertama, Sosilaisme memiliki komitmen yang kokoh terhadap terciptanya masyarakat egalitarian. Asumsi kaum sosialisme adalah bahwa kepemilikan kapital dan kemakmuran secara turun-temurun telah menciptakan hak-hak istimewa (privilese) dan kesempatan-kesempatan yang sangat besar di satu ujung kutub sosial, dan adanya siklus kemelaratan yang membatasi kesempatan-kesempatan dan daya pengaruh pada ujung kutub yang lainnya. Kaum sosialisme menentang hak milik (pribadi) yang merupakan fundamen bagi kapitalisme. Kaum sosialisme bercita-cita untuk membangun sebuah masyarakat di mana setiap orang di dalamnya memiliki kesempatan untuk mencapai kepenuhan diri tanpa harus berhaapan dengan rintangan-rintangan yang diakibatkan oleh adanya ketimpangan struktur.<br />Kedua, kaum sosialisme memiliki kepercayaan “kemungkinan” dibangunnya sebuah sistim egalitarian alternatif yang di dasarkan pada nilai-nilai solidaritas dan kerja sama. Ketiga, kaum sosialisme memiliki pandangan yang relatif optimistik mengenai manusia dan kemampuannya untuk bekerja sama satu sama lainnya. Egoisme individual dan kompetisi negatif sebagai satu-satunya faktor yang memotivasi perilaku manusia dan masyarakat dalam kehidupan hanyalah merupakan suatu “produk” dalam masyarakat tertentu ketimbang “fakta” yang tak mungkin terhapuskan. Keempat, kaum sosialisme memilki keyakinan bahwa adalah mungkin untuk menciptakan perubahan-perubahan yang signifikan di dunia melalui perantara manusia (human agent) yang sadar. <br />Dari keempat karakteristik fundamental sosialisme maka, Newman berkesimpulan bahwa sosialisme sebagai produk dari era modern, memiliki pandangan yang sangat substansial tentang keagenan manusia yakni secara sederajat, bertindak sebagai subjek sejarah, demi tranformasi strukstur sosial dan politis, ekonomi yang lebih manusiawi ketimbang bersikap fatalis yakni menyerahkan nasibnya pada takdir, adat kebiasaan bahkan agama. <br /><br /><br />Kaum sosialisme modern muncul dalam sejarah Eropa pada awal abad 19 di Eropa. Kemunculan mereka dipecu oleh 2 (dua) faktor utama yakni perubahan ekonomi dan perubahan sosial yang sangat cepat. Dari pranata ekonomi perubahan berhubungan dengan bangkitnya kekuatan industri sedangkan dari pranata sosial berhubungan dengan gerak urbanisasi. Dampak dari kedua perubahan pranata kehidupan di atas, sektor ekonomi pedesaan mengalami keruntuhan begitu pula keruntuhan norma dan nilai tradisoanal.<br />Fonomena perubahan pranata kehidupan masyarakat Eropa ditanggapi secara berbeda oleh 2 (dua) kelompok yang berseberangan secara idealogis dan praksisnya. Kaum liberal menyambut gembira dan menganggapnya sebagai usaha kapitalis dan individualisme serta sebagai pengejewantahan kemajuan dan kebebasan. Sedangkan, kaum sosialis secara berbeda bahkan kontradiktif. Pertama, kaum sosialis lebih menekankan pada komunitas (lawan individualisme), kerja sama, dan paguyuban (assosiation) berkualitas yang mereka nilai telah dirusakan oleh gerak perkembagan kontemporer. Kedua, kaum sosialis melihat hasil perubahan ini bukan kemajuan sebagaimana dipahami kaum kapitalis, melainkan sebagai suatu ketimpangan massif yang diusahakan kaum kapitalis. Sebab mereka yang dulunya adalah petani-petani dan tukang-tukang terhisap kedalam kekuatan urbanisasi sehingga kini bertumpuk di kota-kota yang padat dan bekerja dengan upah yang rendah. Secara ringkas dapat dilihat pada bagan munculnya gerakan sosialisme modern.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Bagan Munculnya Gerakan Sosialis Modern<br /><br />Perbedaan dan kontradisi paradigma tentang perubahan di dunia Eropa dari kedua kelompok ini mempengaruhi seluruh strategi dan taktik mereka dalam upaya pencapaiaan tujuan masing-masing. Konteks sosial, politik, ekonomi dan lainnya merupakan medium pertarungan mereka. Pertarungan ini melahirkan kutub ekstrim pertentang antara kaum sosialisme dan liberalisme (baca: kapitalisme). Kaum sosilais berusaha untuk menciptakan suatu tatanan hidup yang sederajat di atas kerja sama dan solidaritas sedangkan kaum kapitalis berupaya untuk memperkuat dan memperluas kepemilikan pribadi, eksploitasi massa serta sikap individualisme. Singkatnya bahwa ranah perhelatan kekusaan antara kaum sosialis dan kaum kapitalis adalah bagaiman memdominasi ranah politik dan ekonomi sebagai sektor terpenting yang dapat mengantarkan mereka pada dominasi kekuasaan <br />Lihat bagan pertarungan kekuasaan kaum sosialis dan kapitalis.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Bagan Pertarungan kekuasaan kaum sosialis dan kapitalis<br /><br />Menilik kemabali fakta keruntuhan Blok Soviet antara tahun 1989 dan tahun 1991, keruntuhan ini merupakan sebuah keberhasilan kapitalis untuk menghancurkan kaum sosialis dalam memperjuangkan cita-citanya yakni menciptakan suatu masyarakat yang egaliter di atas landasan kerja sama dan solidaritas. Namun Newman mengingatkan dan menegaskan bahwa kekuatan sosialis tidak semudah itu hancur dan tamat riwayatnya dari panggung pertarungan idealogi. Setelah keruntuhan Blok Soviet kaum sosialis mengalami perkembagan yang luar biasa cepat sehingga melahirkan keragaman gerakan perlawan terhadap kapitalisme serta kekuasaannya.<br />Kaum sosialis tradisional terdiri dari Sosialis Utopia, Anarkisme, Marxisme dan Sosialis demokrat. Sosialis utopia, janganlah diartkan sebagai suatu gerakan sosialis yang gagasannya tidak mengakar pada analisis sosial, ekonomi dan politis atau suatu “utopiansme” yang dianggap tidak realistis dan khayal. Tetapi, makna sosialis “utopia” di sini adalah suatu pandangan esensial dalam proyek kaum sosialis yang diproyeksikan kedepan untuk membagun suatu tatanan masyarakat yang didasarkan pada harmoni, paguyuban (assosiation) dan kerja sama secara komunal.<br />Tokoh sosialis utopia yang paling berpengaruh gagasannya adalah Henri Saint Simon (1788-1856); Charles Foorier (1772-1837) dan Robert Owen (1771-1858). Pokok analisis Saint Simon adalah kelas-kelas masyarakat. Baginya sejarah dunia didasarkan pada bangkit dan runtuhnya kelas produktif dan tak produktif sepanjang masa. Mereka yang merupakan kelas produktif adalah sebagaian besar masyarakat mulai dari buruh pabrik sampai dengan pemilik pabrik. Sedangkan mereka yang merupakan kelas tak produktif terdiri dari sekelompok minoritas ‘ongkang-ongkang kaki’ (idlers)—borjuis besar—kaum ningrat dan pendeta. Sebagai demikian maka, perubahan datang dari mereka yang termasuk kelas produktif. Di mana relasi kelas industri/saitifik didasarkan pada kerja sama dan persaingan yang damai. Bukan datang dari kelompok tak produktif yang relasinya didasarkan pada kekuasaan. Dia juga berusaha mengkombinasikan moralitas sekuler dengan ajaran kristen yang segar. Baginya tugas utama agama adalah memberantas kemiskinan dan menjamin supaya semua orang dapat memperoleh pendidikan dan pekerjaan yang layak. Dari gagasanya maka lahirlah komunitas Saint-Simonian yang terus berkembang menjadi kurang lebih 40.000 pengikut mulai dari tahun 1830-1848. dalam proyek-proyek sosialis utopia Saint-Simonian aspek industrialisme dan efisiensi administrasi merupakn kunci kemajuan dan keadilan sosial. <br />Fourier memiliki keyakinan fundamental bahwa masyarakat tidak harus berubah: yang menjadi problem ialah tidak berfungsinya (disfungsi) sistim sosial yang pada akhirnya melumpuhkan masyarakat. Inilah sebab dari penderitaan manusia. Ia juga mengutuk penindasan kaum wanita. Ketimpangan sosial dan ekonomi tidak dianggapnya sebagai pemicu fundamental konflik antara hasrat dan cara masyarakat berfungsi. <br />Robert Owen sebagai tokoh sosialis utopia yakin bahwa masyarakatlah--bukan individu--yang harus bertanggung jawab atas penderitaan manusia dan penyakit-penyakit sosial (patologi). Ketercapaiaan perubahan hanya bisa terjadi apabila lingkungan sebagai determinasi perilaku masyarakat diubahkan. Kunci perubahan lingkungan harus didasarkan pada prinsip-prisip rasionalitas dan kerja sama. Owen menulis:<br />“...para anggota dari setiap komunitas secara bertahapa diatih untuk hidup tanpa ongkang-ongkang kaki, tanpa kemiskinan, tanpa kejahatan dan tanpa hukuman; karena semuaa itu merupakan efek dari kekeliruan dari berbagai sistim yang ada sebelum dunia. senmua keburukan itu merupakan konsewensi dari niscaya kebodohan”<br /> Tipikal entrepreuner bijak menjelma dalam strategi kerja produktif demi peningkatan-peningkatan keuntungan yang lebih besar dari armada kerja. Pendekatan paternalistik dan kepatronan secara terfokus dirahkan pada ‘lapisan-lapisan bawah (lower orders). Namun, gagasannya tentang kesempurnaan manusia dianggap bertentangan dengan gereja serta penekanannya pada tanggung jawab sosial para majikan terhadap para pekerja mereka sungguh bertentangan dari pendekatan laissez-faire kapitalisme. Oleh sebab itu, tumbuh pertentangan antara Owen dan para majikan serta gereja.<br /> Konsolidasi kekuatan baru dilakukan Owen dengan mengkombinasikan produksi industri dan pertanian. Dari konsilodasi ini kekuatan-kekuatan komunitas tumbuh demi mengawal perjuangan mereka. Bahkan Owen yakin bahwa uang dapat digantikan dengan ‘bon-bon kerja’ (labour notes) yang merepresentasikan jumlah waktu dalam kerja yang bisa dipertukarkan dengan barang-barang. Gagasan ini, memeng cukup berhasil. Komunita kerja-sama London (London Co-operative Sosiety) didirikan untuk memajukan gagasan Owen dan ‘Pasar Barter’ (Exchanges). Sebagai seorang sosialis uptopia Owen mendapat dukungan politis dari partai buruh namun itu pun tidak lama. Setelah pemisahan dirinya dari partai buruh Owen gencar melakukan kritik terhdap intitusi-institusi, sistim ekonomi serta nilai kontemporer Inggris yang egoistik dan destruktif yang tidak sesuai dengan prinsip kerja sama rasional. Bahkan ia juga mengkritik kaum buruh yang percaya bahwa tekanan dan konflik merupakan kunci menciptakan perubahan, sehingga gaung perlawanan terhadap kapitalisme menjadi lemah. Kendati itu, Ia menempatkan signifikansi dan urgensitas pendidikan (narture) sebagai sebagai kekuatan yang dapat memanifestasi perubahan. <br /> Newman menilai bahwa dari segi diferensiasi gagasan, landasan perjuangan kaum sosialis utopia--Saint-Simon, Fourier maupun Robert Owen—hanya memberikan kritik parsial pada masyarakat. Saint-Simon mempergunakan pisau analisis evolusi historis melalui kategori kelas produktif, Fourier dengan keyakinan bahwa diperlukannya represi-represi sosial guna memfungsikan kemabali sistim sosial dan Owen menekankan determinisme lingkungan terhadap perilaku masyarakat ,terasa berjalan sendiri-sendiri sehingga gerak perubahan berlangsung secara kurang komprehensif dan massif. Tetapi secara umum ketiga tokoh sosialis utopia telah memberikan sumbagan yang besar terutama ide-ide mereka tentang harmoni masyarakat egalitarian, kerja sama, komune-komune, hak-hak wanita, jaminan nasib buruh, kepedulian ekologis serta yang terutama adalah pencerdasan masyarakat. Oleh sebab itu perjuangan kaum sosialis utopia harus lebih mengandalkan kekuatan tranformatif dari keragaman ide-ide perjuangan dan bukannya mengandalkan kritik parsial terhadap struktur sosial. Diakui pula bahwa warisan ketiga tokoh ini telah memberikan jalan alternatif bagi perjuangan generasi sosiali baru/kelak. <br /> Bersambungrevolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-52752254552686038192009-11-16T04:29:00.001-08:002009-11-16T04:29:26.068-08:00Refleksi Hari Pendidikan Nasional (2 Mei)SUKARELAWAN PEJUANG RAKYAT UNTUK PEMBEBASAN TANAH AIR<br />LMND, GERSAK, SRMI, GEMA- KUPANG , SENAT UKAW, SENAT FKIP UNWIRA, PERMASNA, FOSMAB, PERMATA, IPELMEN, K.P. GARDA, PERMATA ALOR, IKATAN RAG, SENAT FKIP UKAW, KMK UKAW, HIMARASI, HIMAR, ITAKANRAI, KEMA & IKMABAN<br /><br />Refleksi Hari Pendidikan Nasional (2 Mei) dan Bangsa “KITA” yang masih Terjajah<br />Bangsa Indonesia belum merdeka sepenuhnya. Bangsa Indonesia masih dijajah. Dijajah secara ekonomi, dijajah secara sosial, didijajah dalam bidang kesehatan, dijajah dalam bidang pertanian, dan di jajah dalam bidang pendidikan. Kita dijajah untuk tidak cerdas dan menjadi mandiri untuk membagun bangsa yang kuuat dan maju. Penjajah itu bernama neolibelaisme serta birokratisisme. Yang tidak lain, adalah para kapitalis asing dan borjuasi lokal serta dan elit-elit pemerintah. Kampanye pendidikan gratis hanyalah bualan mereka bagi rakyat, dan tidak lebih merupakan komoditas politik yang disuapkan kepada rakyat demi perampasan kekuasaan dari rakyat. <br />2 Mei 2009 bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Dimana, Dunia Pendidikan Nasional telah berusia 64 tahun. Ironisnya, amanah UUD 1945 yang merupakan mainstream penyelenggaraan pendidikan Nasional yakni “Mencerdasakan Kehidupan Bangsa”, justu didistorsi oleh kekuatan kapitalisme menjerat & eksploitatif. Implikasinya bagi dunia Pendidikan kita ialah “sekulerisme, materialisme, pragmatisme pendidikan”. Pendidikan menjadi komoditi yang diperjual-belikan kepada rakyat demi meraup keuntungan. Untuk melegitimasi perdagan pendidikan kepada rakyat, pemerintah menyepakati dan meluncurkan Surat Perjanjian Hutang/Leters of intens (LOI) dengan IMF dengan tuuntutan liberalisasi pendidikan, UU BHMN 1999, UU SISDIKNAS 2003, PP76, 77 dimana pendidikan negeri terbuka bagi investasi asing (49% penguasaan saham), dan UU BHP No. 9/2009. Ini sama dengan pemerintah melepas tanggung jawabnya membiayai pendidikan bagi rakyat secara gratis dan bermutu sekaligus merupakan bentuk merampas hak rakyat atas pendidikan demi pencerdasan diri. Terkait dengan kebijakan publik yakni masalah anggaran pendidikan, realisasi anggaran hanya 8,3 persen (2003) dan 9,1 persen (2006), oleh karena itu anggaran pendidikan nasional kita merupakan yang terendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain di lingkup geografis Asia Tenggara. Bila dibandingkan dengan Malaysia yang 25,5 persen, Thailand 24,2 persen, Filipina 16,2 Kamboja 18,3 persen, Timor Leste 24,2 persen. SBY-JK justru mengalokasikan dana APBN yang bisa dipakai untuk pembiayaan dunia pendidikan Indonesia dengan membayar Utang Luar Negeri Indonesia (30-40% dari APBN). Alasan ketiadaan dana pendidikan, banyak rakyat yang miskin dan buta huruf, tidak dapat bersekolah. Pada akhirnya, bangsa ini ditangan pemimpin berwatak penjarah konsitusi ini akam menghancurkan bangsa dan rakyatnya sendiri. untuk mengatasi permasalahan dunia pendidikan indonesia maka kita bersepakan untuk mengambil kembali hak-hak pendidikan kita, deng<br />an cara menolak pembayaran hutang luar negeri dan peminjaman kembali, nasionaloisasi industri pertambagan bagi pembiayan pendidikan, bangun industri nasional dan daerhar. Gratiskan pendidikan yang bermutu, tolak liberalisasi pendidikan (UU BHP), bangun sekolah dan Perguruan Tinggi bagi rakyat di tiap daerah, tingkatkan kesejahteraan guru dan profesionalismenya.<br /> Baca & Lawanrevolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-91409590930222358922009-11-16T04:22:00.001-08:002009-11-16T04:26:59.794-08:00PROPOSAL PENGUSULAN PROGRAM TAMAN BACA MASYARAKAT (TBM)James Faot<br /><br />PROPOSAL<br />PENGUSULAN PROGRAM TAMAN BACA MASYARAKAT (TBM)<br /><br /><br />A. DASAR PEMIKIRAN<br /><br />Membangun sebuah komunitas masyarakat yang kuat tak akan dapat lepas dari kebiasaan komunitas itu dalam berusaha membekali diri dengan ilmu pengetahunan. Terlalu naïf jika semua hal yang bersinggungan dengan peningkatan sumber daya manusia hanya dititikberatkan pada kegiatan pembelajaran formal belaka. Pemerintah harus sudah mulai dengan kesungguhan untuk memberikan solusi tepat agar masyarakat dapat mencari ilmu diluar pendidikan formal. Salah satunya adalah Perpustakaan.<br />Membangun sebuah perpustakaan tentunya bukan merupakan hal yang mudah jika kita meninjau dari segi pendanaan. Apalagi, tantangan tersebut diperparah dengan kesadaran gemar membaca masyarakat yang basih rendah. Hal ini terbukti dengan Human Development Index Indonesia yang kurang memuaskan.<br />Secara nasional, dibeberapa wilayah propinsi yang maju, konsep perpustakaan sudah mulai bergeser dari perpustakaan konvesional ke perpustakaan modern yang menumpukan inovasinya pada digitalisasi perpustakaan. Bahkan perkemmbangan ini telah mencapai wilayah-wilayah pedesaan. Hal ini tentunya merupakan upaya cerdas pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan citat-cita pembangunan SDM masyarakat Indonesia secara menyeluruh dan berimbang. <br />Perpustakaan memberikan sumbangsih besar dan signifikan dalam merangsang pencapaian tujuan SDM tidak hanya di wilayah perkotaan melaikan juga di pedesaan. Manfaat perpustakaan diyakini akan menjadi sarana transformatif bagi masyarakat desa apabila strategi yang penuh dengan stimulasi edukatif perpustakaan, masyarakat yang giat membaca bebar-benar akan bergerak menuju pembangunan SDM yang handal di era otonomi daerah. Dengan demikian, peran serta masyarakat dalam membangun, menuntut, mencerdaskan bangsa, yang tak terpisahkan dengan menggapai cita-cita masa depan SDM yang berkualitas, berfikir kritis dan mandiri. <br />Salah satu pilar pemerintahan yang dapat berperan dalam merealisasikan tujuan di atas adalah pemerintah. Sebagaimana amanah UUD 1945 pasal 31, 32 setiap warga Negara berhak memperoleh pendidikan. Oleh karenanya, pemerintah wajib membiayaai wajib memenuhi amanah ini. Dengan demikian untuk memberikan kesempatan belajar pemerintah wajib menyediakan perpustakaan bagi masyarakat. Mengingat pula bahwa dewasa ini masalah pendidikan menempati posisi yang amat penting. Karenanya, penyelengarakan dan atau pembangunan bidang pendidikan rasanya bukan hal yang perlu ditawar-tawar lagi.<br />Kehadiran perpustakaan melalui di wilayah desa merupakan wujud pendekatan pembangunan dari akar bangsa yaitu desa atau tepatnya masyarakat desa. Sebagaiman yang telah dan masih sedang dijalankan oleh pemerintah melalui program Taman Baca Masyarakat (TBM), pendekatan ini dinilai strategis, sebab melalui kehadiran perpustakaan desa, stimulasi terhadap niat baca masyarakat pedesaan membentuk sikap dan kesadaran bahwa membaca adalah kebutuhan hidup. Selain itu, keberadaan perpustakaan di wilayah pedesaan juga merupakan upaya memasyarakatkan membaca atau membudayakan membaca menjadi budaya masyarakat desa. Dengan begitu, masyarakat desa tidak akan terus termarjinalisasi dalam proses peningkatan SDM serta dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. <br />Didasarkan pada untaian pemikiran di atas, maka perlu diwujudkan keberadaan perpustakaan di pedesaan. Melalui keberadaan perpustakaan di desa, dukungan pembangunan manusia dan masyarakat desa yang berkualitas dengan menyediakan sumber-sumber buku yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan pengembangan desa akan benar-benar memberikan bukti terselenggarannya pembangunan bukan hanya dari segi material malainkan juga pada segi manusianya. Sebab, perpustakaan adalah jantung, urat nadi di pembangunan SDM.<br /><br />B. LANDASAN <br /><br />Adapun landasan pembuatan proposal usualan ini antara lain:<br />1. Hasil keputusan program kelompok mahasiswa Kegiatan Belajar dan Pendampingan Masyarakat/KBPM Desa Binaus Tentang Pengajuan Proposal Usulankan Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM) kepada Sub Bidang Pendidikan Kemasyarakat atau Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Timor Tengah Selatan.<br />2. Kerja sama kelompok mahasiswa KBPM Desa Binaus dengan Pemerintah Desa Binaus untuk pengupayaan pengadaan Taman Baca Masyarakat.<br />3. Hasil koordinasi perwakilan kelompok mahasiswa KBPM desa Binaus dengan Kepala Sub Bidang Pendidikan Kemasyarakatan atau Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Timor Tengah Selatan.<br /><br />C. PROGRAM <br />Nama program yang diusulkan ini ialah “Pengadaan Taman Baca Masyarakat”<br /><br />D. TUJUAN <br />Adapun tujuan pengadaan Taman Baca Masyarakat ini antara lain: <br />1. Membangun Sumber Daya Manusia masyarakat pedesaan.<br />2. Membudayakan dan memasyarakatkan membaca dikalangan masyarakat desa.<br />3. Membekali masyarakat desa dengan sumber-sumber informasi mutakhir yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan wilayah pedesaan.<br />4. Mengupayakan pemerataan dan peningkatan kualitas pengetahuan dan keterampilan masyarakat desa dalam berinovasi dan berkreasi. <br />E. MANFAAT<br />Adapun tujuan pengadaan Taman Baca Masyarakat ini antara lain:<br />1. Masyarakat desa memperoleh keluasan akses terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui sumber-sumber bacaan yang tersedia di TBM.<br />2. Masyarakat desa memiliki kebiasaan terpola hidupnya dengan membaca.<br />3. Meningkatnya pengetahuan, kecerdasan, keritisan dan kemandirian masyarakat desa. <br />4. Meningkatnya memiliki daya inovasi dan kreatifitas pengembangan keterampilan (live skill) yang dapat menolong mereka hidup secara produktif.<br />5. Masyarakat dan pemerintah mengalami sinergitas dalam penyelenggaraan pembangunan desa di segala bidang. <br />F. SASARAN<br />Adapun sasaran dari program ini ialah seluruh lapisan masyarakat desa Binaus, terkhusunya bagi kategori anak usia sekolah dan pemuda desa. <br />G. PENGORGANISASIAN<br />Pengorganisasia program Taman Baca Masyarakakat ini, memberikan gambaran rinci tentang hal-hal yang dipertimbangkan perlu diatur dalam operasionalisasi TBM sebagai perpustakaan yang diperuntukan bagi masyarakat guna membangun SDM-nya. Adapun hal-hal yang diatur dalam pengorganisasian antara lain:<br />1. Pengelola: <br />Pada prinsipnya pengelola TBM adalah mereka yang diberikan tanggung jawab untuk mengurus keseluruhan pengelolaan atau operasi TBM. Keberadaan mereka sebagai pengelola lebih bersifat relawan yang siap mengawalan pembangunan SDM masyarakat di wilayah pedesaan. Para pengelola ini diambil dari para pemuda dan pemudi desa yang menyatakan komitmennya untuk melaksanakan tugas pembangunan SDM di desa mereka yang terbentuk dalam “Relawan Muda Bangun Desa”. Agar pengelolaan dapat berlajalan secara baik, maka pengelola TBM dibentuk dalam struktur pengelola sehingga dapat melaksanakan tugas mereka secara efektif. Adapun struktur pengelola TBM, sebagai berikut:<br />Ketua : Bertugas mengordinasi keseluruhan operasi dan upaya pengembangan TBM<br />Sektertaris : Bertugas melakukan inventarisasi inventaris TBM<br />Wakil Secretaris : Bertugas dalam melukan katalogisasi dan klasifikasi <br />Bendahara : Bertugas dalam mengelola keuangan yang berkaitan dengan kepentingan TBM <br />Koordinator Umum<br />dan anggota-anggota : <br />Mengelola peminjaman buku dan pengembalian buku dan keperluan teknis lainnya <br /><br />2. Sumber Daya Manusia:<br />1. Pengadaan (Pemesanan, Penerimaan)<br />2. Pengolahan (Katalogisasi, Klasifikasi)<br />3. Pelayanan (Peminjaman, Referensi)<br />4. Kebersihan (Perapihan)<br />3. Sistem , Jam dan Jenis Pelayanan :<br />Sistem pelayanan menerapkan sistem terbuka, dimana setiap pengguna dapat memilih bahan pustakan yang dibaca di tempat atau akan dipinjam pengguna dengan batas waktu peminjaman 1 (satu) minggu maksimal 2 (dua) buku dan tidak boleh judul yang sama.<br />4. Jam Kerja :<br />Senin s.d Jumat : 09.00 s.d 14.00 wita<br />Istirahat : 12.00 s.d 13.00 wib<br />5. Koleksi Bahan Pustaka :<br />1. Buku ajar dari TK sampai dengan Perguruan Tinggi<br />2. Buku umum<br />3. Buku Keagamaan<br />4. Majalah, karya ilmiah, Koran<br />Bahan pustaka, diperoleh dari pemerintah, swadaya masyarakat, hibah, yang dikelola secara profesional.<br />6. Fasilitas :<br />1. Ruang buku dan tata letak petunjuk sesuai koleksi buku<br />2. Ruang baca<br />3. Ruang Tata usaha<br />Prasarana, diperoleh dari pemerintah, pengguna, donatur tetap.<br />7. Keanggotaan<br />1. Para pelajar<br />2. Umum<br />Setiap pengguna dibuatkan kartu anggota, dan dikenakan biaya keanggotaan<br />Dibebani sanksi denda atas keterlambatan pengembalian bahan pustaka atas kelalaian sengaja merusak, menghilangkan fisik bahan pustaka.<br /><br />8. Pengolahan Bahan :<br />1. Penyusunan koleksi bahan berdasarkan nomor registrasi dan nomor panggil<br />2. Berdasarkan abjad judul<br />3. Berdasarkan pengarang<br />9. Perawatan :<br />Kondisi bahan pustaka tetap utuh dan baik, semua pengguna menjaga dengan baik sebagai barang milik sendiri, secara kontinu dilakukan perbaikan dan kebersihan, biaya operasional diperoleh dari pemerintah, anggota.<br />10. Prosedur peminjaman :<br />1. Menunjukkan kartu anggota yang berlaku.<br />2. Mengisi formulir peminjaman.<br />3. Buku yang sedang dipinjam tidak boleh dipindah tangankan.<br />Sebagai pengguna perpustakaan, dikenakan biaya kartu anggota, denda keterlambatan pengembalian bahan pustaka.<br />11. Tata tertib dan sanksi :<br />1. Setiap pengguna perpustakaan harus mengisi buku tamu<br />2. Tidak merusak, menyobek halaman<br />3. Tidak boleh mencoret-coret bahan pustaka<br />4. Menjaga keamanan, tetertiban<br />5. Tidak diperkenankan meminjamkan kartu anggota kepada oran lain<br />6. Tidak boleh merusak kode bahan pustaka.<br />12. Sanksi :<br />1. Keterlambatan pengembalian bahan pustaka dikenakan denda Rp. 500/hari;<br />2. Menghilangkan buku berkewajiban mengganti buku yang sama. <br />H. PENUTUP<br />Demikian proposal usulan Pengadaan Taman Baca Masyarakat di desa Binaus ini kami sampaikan kepada Sub Bidang Pendidikan Kemasyarakatan atau Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Besar harapan kami bahwa usulan apa yang kami usulkan ini akan memperoleh respons positif dari pemerintah, sehingga terciptanya kerja sama antar pemerintah dan masyarakat dalam upaya pencaian masyrakat pedesaan yang gemar membaca, cerdas, kritis dan mandiri yang merupakan kunci kesejahteraan. Perjuangan masih panjang, dan tidak semudah membalik telapak tangan. Perpustakaan memang layak dan perlu, yang tak terpisahkan dari masyarakat. Serta meningkatkan SDM. Adanya otonomi daerah akan berpengaruh pembiayaan, terhadap pembinaan, pengembangan. Karena TBM merupakan wujud perpustakaan masyarakat, maka salah satu faktor yang signifikan dalam meningkatkan SDM ditentukan oleh keberadaan dan pemanfaatan perpustakaan sebagai layanan informasi mayarakat menuju pendidikan seumur hidup (long live education) yang diselenggarakan secara terprogram dan berkelanjutan, terkhususnya bagi masyarakat di wilayah Desa Binaus Kecamatan Mollo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Teriring ucapan terima kasih serta salam “Muda Bangun Desa”. <br /><br /><br /><br /><br /><br />Mengetahui<br /><br /><br /> <br />Mahasiswa KBPM<br />Desa Binaus, Kec Mollo Tengah, Kab TTS<br /><br /><br /> <br />Relawan Muda Bangun Desa<br /><br /><br /><br />James Faot<br />Ketua Edison Sanam, A.Md<br />Ketua<br /><br /><br /><br />Menyetujui<br /><br /><br /><br /><br />Nahor Tasekeb<br />Kepala Desa Binaus<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />KEGIATAN BELAJARAR DAN PENDAMPINGAN MASYARAKAT (KBPM)<br />UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA KUPANG<br />KELOMPOK MAHASISWA DESA BINAUS, KECATAN MOLLO TENGAH, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN<br />Secteretariat: Kantor Desa Binaus (Sakteo) Mollo Tengah - TTS <br /><br />Binaus, 28 Agustus 2009<br />Nomor : Istimewa<br />Lampiran : 1 Jilid Proposal<br />Perihal : Permohonan Bantuan Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM) <br /><br />Kepada <br />Yth. Kadis Sub Bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) TTS<br />Di <br />Tempat<br /><br />Salam Sejahtera,<br />Penguatan kapasitas Sumber Daya Manusia (Human Capital) merupakan kunci dari pembanguan. Banyak kali, pembangunan fisik dalam rangka membangun kesejateraan masyarakat gagal atau kurang berhasil karena disebabkan oleh ketidaktersediaan SDM masyarakat. Demikian, maka penguatan kapasitas SDM masyarakat harus dilihat sebagai investasi paling strategis dan potensial yang pada akhirnya bisa menjadi landasan pembangunan, pengelolaan dan pemanfaatan segala ketersediaan sumber daya alam atau fisik yang adalah dalam masyarakat. Dalam konteks membangun SDM masyarakat pedesaan, pemerintah harus sudah mulai dengan kesungguhan untuk memberikan solusi tepat agar masyarakat dapat mencari ilmu di luar pendidikan formal. Dan salah satunya adalah Perpustakaan.<br />Didasarkan pada landasan pikir di atas, maka kami Mahasiswa KBPM-UKAW Kupang, Angkatan 2009/2010, yang di tugaskan untuk belajar dan mendampingi masyarakat di desa Binaus, kecamatan Mollo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), berupaya untuk melakukan kerja sama dengan pihak Pemerintah Desa serta Relawan Muda Bangun Desa melalui program “Pengadaan Taman Baca Masyarakat” yang juga merupakan agenda program Sub Bidang Pendidikan Luar Sekolah P dan K TTS. Demikian surat ini kami sampaikan dan atas partisipasinya kami ucapkan terima kasih. <br /><br /><br /><br />Mengetahui<br /><br />Mahasiswa KBPM<br />Desa Binaus, Kec Mollo Tengah, Kab TTS<br /><br /><br />James Faot<br />Ketua <br />Relawan Muda Bangun Desa<br /><br /><br /><br />Edison Sanam, A.Md<br />Ketua <br /><br /><br /><br /><br /><br />Menyetujui<br />Kepala desa Binaus<br /> <br /><br />Nahor Tasekebrevolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-395896529346181512009-11-16T04:18:00.000-08:002009-11-16T04:19:48.627-08:00PERNYATAAN SIKAP BERSAMA May Day & Hardiknas 2009SUKARELAWAN PEJUANG RAKYAT untuk PEMBEBASAN TANAH AIR<br />LMND, SENAT FKIP & EKONOMI UNWIRA GERSAK, SRMI, GEMA- KUPANG ,SENAT UKAW<br />Secretariat: Flamboyan, Nomor: 10 Naikolan; <br />HP: 081237940075 (James Faot); 081236485267 (Joao D.J. Mota)<br /><br />PERNYATAAN SIKAP BERSAMA <br />May Day & Hardiknas 2009<br /><br />Lagi-lagi aparat kepolisian melakukan tindakan koersif terhadap aksi damai mahasiswa dan dan organ pemuda pro demokrasi hak-hak rakyat. Sudah 64 tahun bangsa Indonesia meraih kemerdekaannya dari tangan kolonialisme yang kental dengan watak koersif. Demikian pula berkat gerakan reformasi bangsa Indonesia dibawa keluar dari hegemoni Orde Baru yang dikomandani Soeharto yang menjalankan kekuasaannya dengan mengandalkan kekuatan militer (militerisme). Oleh karena itu, di era reformasi dapat kita katakan bahwa penyumbatan kanal-kanal demokrasi di negeri ini oleh rezim Soeharto terlah terbuka. Dan keterbukaan ruang demokratisasi tersebut itu ditandai dengan salah satunya yakni dilahirkannya kebijakan negara dalam bentuk UU RI Nomor: 9 TAHUN 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. <br /> <br /><br />Bangsa Indonesia telah memasuki usia KEMERDEKAAN yang ke-64 tahun. Ironisnya, mayoritas rakyat masih hidup dalam kondisi yang kontradiktif dari suatu bangsa yang MERDEKA. Fenomena problematik riil dari rakyat seperti kebodohan, kemiskinan, kesehatan, pengganguran, dll. masih merupakan potret buram dari negeri yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Ditengah keprihatinan kondisi rakyat yang memprihatinkan ini, pemerintah justru dengan arogannya mengawal secara loyal resep-resep modern kapitalisme untuk membagun bangsa ini menjadi bangsa yang cerdas, sejahtera dan kompetitif di panggung persaingan global. Namun, kondisi objektif rakyatlah yang patut dipakai sebagai indikator dalam menilai sejauh mana bangsa yang MERDEKA ini, telah berhasil melaksanakan pembangunan dan mencapai kemajuannya. Simpulannya, kondisi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang MERDEKA dan BERDAULAT justru tidak berbeda dengan kondisinya sebelum ketika berada di bawah kekuasaan KOLONIALISME, sebab ere kemerdekaan kita hanyalah era metamormosa penjajahan dengan wajah baru yakni NEOLIBERALISME.<br />Bertepatan dengan momentum Hari Pekerja atau May Dai (1 Mei) dan Hari Pendidikan Nasional atau HARDIKNAS (2 Mei), patutlah kita sebagai kaum yang progresif yang memperjuangkan perubahan fundamental tatanan bangsa dan nasib rakyat yang berada di bawah hegemoni kapitalisme, berefleksi secara kritis untuk menetukan langkah-langkah strategis sebagai agenda perjuangan rakyat, dimana rakyat menjadi subjek penentu perubahan dan pelasana perubahan itu sendiri. Sebab, hanya rakyat yang telah mengalami kesadaran tranformatid sekaligus memiliki tindakan revolusionerlah yang dapat merealisasikan perubahan kondisi bangsa secara hakiki. <br /><br />Permasalahan Kaum Buruh<br /><br />Momentum May Day sebagai peringatan (commemorates) atas sebuah perjuagan kelas pekerja terhadap eksploitasi kapitalisme, merupakan hal yang urgen dan relevan serta memiliki arti yang signifikan guna memperkuat posisi tawar (bergaining position) kelas pekerja yang sampai saat ini masih terekploitasi oleh kekuatan kapitalisme, baik global global dan lokal. <br />Krisis kapitalisme atau tepatnya krisis finansial korporasi-korporasi basar di Amerika dan Eropa, memiliki korelasi langsung degnan jatuhnya standar hidup Kaum Buruh (Departemen Agitasi dan Propoganda DPP-PAPERNAS). Krisis ini akan berlansung panjang dan bersifat mendalam (struktural), karena merupakan kombinasi dari krisis besar financial (great financial crisis) dan stagnasi ekonomi, krisis ekologi, dan krisis ideologi neoliberal. Mengarahkan focus perhatian kita kepada dampak krisis bagi sektor pekerja di Indonesia, analisi dan sejumlah asosiasi industri sudah memberikan peringatan akan adanya jutaan orang bakal kehilangan pekerjaan tahun ini, karena dampak krisis kapitalisme. Penyebabnya, kegiatan ekspor yang terus menurun. Menteri perdagangan SBY, Marie Elka Pangestu, memprediksikan ekspor Indonesia akan turun berkisar 20-30%, tetapi banyak pengamat memprediksi lebih tinggi dari angka itu (Departemen Agitasi dan Propoganda DPP-PAPERNAS).<br />Berhadapan dengan krisis ini, para kapitalis akan berupaya menjaga profitabilitas dengan menekan upah dan komponen-komponen yang berhubungan dengan pengeluaran untuk pekerja. Sebagai misal, tahun lalu, ketika pemerintah bereaksi untuk menolong pengusaha dari kejatuhan tingkat keuntungan dengan memaksakan pemberlakuan SKB 4 menteri. Bagi pengusaha, kebijakan ini bermanfaat untuk menahan laju kenaikan upah pekerja. <br />Perjalanan krisis, setidaknya sejak september 2008 lalu, telah mengarahkan kaum pekerja pada kesulitan luar biasa, antara lain; pertama, ancaman PHK massal. Berdasarkan perkiraan, setidaknya 2-3 jutaan pekerja terancam kehilangan pekerjaan. data Apindo daerah menyatakan, sampai Maret sudah ada 240.000 orang yang kena PHK. Repotnya, itu terjadi pada sektor-sektor usaha yang penting dan bersifat padat karya, seperti tekstil dan garmen sebanyak 100.000 orang, sepatu (14.000), mobil dan komponen (40.000), konstruksi (30.000), kelapa sawit (50.000), serta pulp and paper (3.500). <br />Kedua, selain ancaman PHK, pekerja mengalami tekanan secara drastis pada upah dan jaminan sosial. Kenaikan UMR pada tahun 2009 tidak melebih 10%, padahal kenaikan harga kebutuhan pokok lebih tinggi dari angka tersebut. Sebagai contoh, UMR DKI hanya ditetapkan Rp. 1.096.865, sementara hasil penelitian sejumlah lembaga memperlihatkan kebutuhan hidup layak (KHL) pekerja lajang adalah Rp. 1,5 juta keatas. Hasil penelitian Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) juga menunjukkan bahwa tingkat upah sekarang ini menyulitkan pekerja memenuhi kebutuhan dasarnya. <br />Ketiga, neoliberalisme benar-benar menjatuhkan standar hidup rakyat Indonesia, termasuk kelas pekerja. Berdasarkan penelitian Roy Morgan Research, terdapat 59% penduduk Indonesia yang tidak lagi regular menyimpan uang. Kemudian, 59% penduduk Indonesia yang harus menghabiskan 20-30% anggaran bulannya hanya untuk membeli bahan makanan. Dengan kondisi demikian, dapat dipastikan bahwa sekitar 60% populasi Indonesia kesulitan dalam mengakses tempat tinggal, kesehatan, dan pendidikan (Departemen Agitasi dan Propoganda DPP-PAPERNAS).<br />Pada konteks regional khususnya di NTT, krisis kapitalisme turut berpengaruh secara signifikan terhadap menurunnya standar hidup layak buruh. Misalnya, berdasarkan standar Upah Minimum Regional (UMR) buruh di NTT RP.650.000, standar ini tidak akan mencukupi buruh untuk menuhi kebutuhan dasarnya, apalagi untuk menikmati kesejahteraan. Akibat krisis ini, harga kebutuhan pokok dan kebutuhan komplementer lainnya melambung tinggi. Pertanyaannya, bagaimana dengan standar UMR yang rendah ini, para buruh dapat menikmati kesejahteraan hidup jika untuk memenuhi kebutuhan dasarnya saja tidak cukup? Pada sisi yang lain dan menjadi persoalan yang cukup prinsip terkait dengan uapah buruh NTT ialah walaupun pemerintah telah menetapakan UMR bagi buruh di NTT akan tetapi pembayaran gaji buruh tidak sesuai dengan standar UMR yang ada. <br />Catatan pertama, cukup banyak buruh di NTT, khususnya di Kota Kupang sebagai barometer pembayaran UMR buruh, terdapat varietas pembayaran gaji buruh yang dibayar dibawas satandar UMR. Pembayaran gaji buruh berada pada kisaran RP. 200.000-250.000 untuk buruh dengan spesifikasi kerja seperti Pembantu Rumah Tangga, Rp. 300.000 untuk buruh dengan spesifikasi kerja seperti Tukang Parkir dan Penjaga Toko serta Rp. 400.000-450.000 untuk buruh Toko Swalayan dan buruh Mall. Fakta ini mengambarkan menunjukan bahwa alangkah menderitannya nasib buruh di NTT. <br />Kedua, dengan pembayaran UMR yang lebih rendah, para buruh juga harus bekerja sampai melewati batasan jam kerja yang ada. Standar kerja buruh yang ditetapkan pemerintah adalah 8 jam, irinisnya, untuk beberapa kasus buruh yang bekerja di luar jam kerja yang ada, misalnya Pembantu Rumah Tangga, mereka harus bekerja dari pukul 04.00 subuh samapai 22.00 malam. Para kondektur yang biasanya berkerja sejak pukul 04.00/05.00 subuh samapai pukul 20.00/21.00. Demikian pula jam kerja para buruh toko yang bekerja sejak pukul pukul 04.00 subuh sampai 22.00 malam. Dari catatan jam kerja ini, rata-rata buruh bekerja dengan kelebihan kerja 8-10 jam. Atau bisa dikatakan bahwa buruh bekerja dengan 2 kali lipat jam kerja, namun dibayar untuk 1 kali jam kerja plus pembayaran di bawah standar UMR. Padhal pemambahan jam kerja harusnya diikuti dengan pembayaran gaji lembur yang dihitung berdasarkan jam kerja lembur yang dipakai. (Advokasi LMND tentang pendapatan Buruh di Kota Kupang).<br />Ketiga, selain pembayaran gaji yang jauh di bawah standar UMR yang ada dan eksploitasi jam kerja, buruh juga mengalami penambahan jenis pekerjaan. Misalnya, buruh angkutan jasa (kondektur) juga turut merangkap kerja lainnya di rumah pengusaha angkutan dimana mereka bekerja. Demikian pula, ini terjadi pada Pembantu Rumah Tangga dan buruh toko. <br />Keempat, ketiadaan perlindungan hak-hak buruh dan ketidakpastian sandaran hukum yang memperkuat posisi tawar (bergaining position) buruh di mata pengusaha dan majikan-majikan. Masih saja terjadi kekerasan dan ancaman dan pelecehan terhadap martabat buruh sebagai manusia. Misalnya, tidak adanya jaminan sosial berupa jaminan kesehatan, pesangon, THR, asuransi jiwa dan pensiun bagi buruh. Masalah ini dipicu oleh ketiadaan regulasi yang mengatur tentang kontark kerja antar buruh dan pengusaha atau majikan. Kontrak kerja diantara mereka lebih didasarkan pada kondisi kesepakatan verbal atau tanpa kesepakan apapun dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Selain itu, tekanan ekomomi yang mencekik masyarakat dan keterbatasan lapangan kerja turut menjadi faktor penentu buruh rela menerima atau melaksanakan pekerjaan yang tidak menguntungankan dirinya.<br />Dari keempat catatan di atas, secara eksplisit menunjukan bahwa, pertama, posisi buruh sangat lemah baik secara politis, ekonomi dan sosial. Kelemahan ini membuat posisi tawar (bergaining position) buruh menjadi sangat rendah bahkan dianggap tidak berharga di mata pengusaha dan majikan. Rendahnya posisi tawar (bergaining position) menjadikan buruh tidak lebih dari objek ekspolitasi pengusaha dan majikan bahkan pemerintah. Buruh dibutuhkan tenaganya, namun hak-hak dan kesejahteraannya tidak mendapat perhatian yang berarti. Sialnya, ketika buruh menuntut haknya secara kritis, mereka justru PHK begitu saja tanpa ada jaminan apapun bagi mereka. <br />Kedua, rendahnya perhatian pemerintah terhadap nasib buruh dan kesejahteraannya. Indikasinya jelas yakni pemerintah seharusnya mengawal dan mengontrol sejauhmana para pengusaha dan majikan memperlakukan para buruh. Apakah telah sesuai dengan regualasi yang ada atau tidak. Minimnya kinerja pemerintah dalam mengontrol praktek-praktek eksploitatif terhadap buruh telah memberikan sumbagsih dalam hal peluangatau kesempatan eksploitasi pengusaha dan majikan terhadap buruh. bukankah ini justru menunjukan bahwa secara tidak langsung pemerintah turut mengeksploitasi buruh. Selain itu, pemerintah juga tidak peka terhadap dinamika dan tuntutan perubahan kondisi politik, ekonomi dan sosial dalam kehidupan masyarakatnya. Misalnya, dengan krisis finansial ini, maka pemerintah harus paham bahwa ada telah terjadi ketidakseimbagan antara pendapatan buruh dengan mahalnya kebutuhan-kebutuhan buruh, baik yang sifatnya mendasar dan komplementer. Selain itu, praktek-praktek eksploitasi yang merugikan buruh karena harus menerima upah jauh di bawah standar UMR, penambahan jam kerja tanpa bayaran upah lembur dan banyaknya kerja atau rangkap kerja buruh yang hanya dibayar untuk satu tugas pekerjaan. Atau juga kondisi buruh-buruh di NTT yang mengalami eksploitasi akibat ketiadaan regulasi yang dapat menjamin hak-hak mereka. Pantasnya, pemerintah sigap dengan masalah-masalah ini sehingga dapat bersikap secara proaktif dan adil dalam mengatur hubungan antara pengusaha dan majikan dengan buruh-buruh. <br />Ketiga, bagian ini merupakan hal yang prinsip dalam konteks tanggung jawab pemerintah yakni menyediakan lapangan kerja bagi rakyat. Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa tekanan ekonomi dan keterbatasan lapangan kerja merupakan faktor yang turut memicu praktek eksploitasi pengusaha dan majikan terhadap buruh. Oleh karena itu, wajib bagi pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja yang luas bagi rakyat, sehingga buruh tidak diperlakukan secara semena-mena oleh pengusaha dan majikan karena memanfaatkan kondisi ekonomi yang mendesak dan keterbatasan lapangan kerja. <br />Terkait dengan bagian terakhir di atas, salah satu permasalahan buruh di NTT ialah persoalan stagnannya bahkan matinya produksi PT. Semen Kupang. Sebagai industri daerah, eksistensi PT. Semen Kupang memiliki peran yang sangat signifikan bagi terbagunnya kekuatan ekonomi NTT. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti beroperasinya TP. Semen Kupang telah menyerap tenaga kerja lokal, bahan baku pokok produksi semen kupang yang diambil dari SDA di daerah sendiri, hasil produksi Semen Kupang memiliki basis konsumen yang pasti di daerah sendiri. Dengan memanfaatkan faktor-faktor di atas, tentunya PT. Semen Kupang merupakan salah satu instrumen pembagunan kesejahteraan dan ketahanan ekonomi dareh dan rakyatnya. <br />Akan tetapi, pasca stagnannya PT. Semen Kupang, pasokan semen untuk memenuhi kebutuhan konstrusi di NTT pemerintah harus menyediakan semen dari luar daerah. Kebijakan ini tentunya menghancurkan proses pembangunan kekuatan ekonomi dan kesejahteraan serta kemajuan daerah NTT dan masyarakatnya. Belum lagi, pasca stagnasi PT. Semen Kupang, sejumlah permasalahan tentang nasib buruhnya menjadi persoalan tersendiri dan rumit untuk diurai hingga saat ini oleh pemerintah, pengusaha dan buruh. Sebab, hal ini turut dipengaruhi oleh manuver-manuver politik ekonomi perusahaan-perushaan semen luar daerah, hilangakalnya pemerintah menentukan nasib PT. Semen Kupang dan para pemilik saham yang merugi akibat ketidakjelasan manajeman perusahaan. Implikasi dari permasalahan panjang dan gawat dari PT. Semen Kupang, harga semen yang didatangkan dari luar melonjak harganya sampai 2 kali lipat. Demikian malangnya nasib PT. Semen Kupang hingga pemerintah mengambil langkah untuk memprivarisasi industri daerah ini kepada inverstor asing. Tentunya, harganya lego PT. Semen Kupang akan dilepas oleh pemerintah semurah-murahnya, tanpa berpikir panjang tentang nasib dan masa depan daerah serta rakyatnya. <br />Ironisnya, di tengah-tengah upaya daerah-daerah di Indonesia memperkuat kekuatan dan ketahan ekonomi daerah, pemerintah justru tanpa beban melepaskan aset daerah ketangan investor Asing. Ini artinya, bahwa pemerintah dan rakyat NTT bersiap-siap untuk menjadi tuan rumah yang disingkirkan oleh orang asing. Dan kondisi kita adalah kehilangan aset-aset penentu bangitnya ekonomi daerah. Bukannya, pemerintah memikirkan upaya menyehatkan PT. Semen Kupang dengan dana APBD, sehingga industri ini tetap menjadi milik rakyat NTT demi kesejahteraan rakyat NTT pula. Bukankah ini menunjukan bahwa watak kapitalisme telah terkooptasi dalam cara berpikir pemerintah sehingga kebijakan-kebijakan mereka menjauh dan justru akan menindas rakyat, terutama kaum buruh. <br /> <br /><br />Permasalahan Pendidikan Nasional<br /><br />Pada 2 Mei nanti, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Dimana, Dunia Pendidikan Nasional telah berusia 64 tahun. Ironisnya, amanah UUD 1945 yang merupakan mainstream penyelenggaraan pendidikan Nasional yakni “Mencerdasakan Kehidupan Bangsa”, justu didistorsi oleh kekuatan kapitalisme dengan ideologi neoloberalismenya. Implementasi neoliberalisme dalam dunia pendidikan “memanfaatkan” pemerintah, parpol, lembaga pemikir (think thank), cendikiawan dan modal kapital lokal untuk membentuk sikap kolektif rakyat guna menerima resep pembagunan SDM dan SDA demi penyejahteraan bangsa dan daya kompetitif bangsa pada era global. Namun hakekatnya menjerat, eksploitatif dan hegemonik. Implikasinya bagi dunia Pendidikan kita ialah “sekulerisme, materialisme, pragmatisme pendidikan”. Inilah esensi pendidikan bangsa ini dalam cengkraman kapitalisme global. <br />Pendidikan kehilangan makna filosofisnya sebagai upaya pemanusiaan manusia. Artinya, pendidikan bukan lagi barlangsung sebagai upaya pembebasan manusia dari multi ketertindasan, yang membuatnya hidup secara tidak manusiawi, malainkan pendidikan justru menjadi alat yang efektif dan efisien untuk dipakai sebagai alat penindas manusia (rakyat). Nilai pendidikan kemudian berubah menjadi komoditi yang diperjual-belikan demi memperoleh keuntugan material. Pemikiran ini mengaskan bahwa semangat pendididkan neoliberal yang dijalankan oleh pemerintah ialah semangat mendehumanisasi rakyatnya sendiri atau semagat untuk mereduksi harkat dan martabat bangsanya sendiri. Suatu semangat pendidikan perbudakan dan semangat pendidikan untuk penghancuran bangsa. <br />Terkait dengan kebijakan publik yakni masalah anggaran pendidikan, realisasi anggaran hanya 8,3 persen (2003) dan 9,1 persen (2006), oleh karena itu anggaran pendidikan nasional kita merupakan yang terendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain di lingkup geografis Asia Tenggara. Bila dibandingkan dengan Malaysia yang 25,5 persen, Thailand 24,2 persen, Filipina 16,2 Kamboja 18,3 persen, Timor Leste 24,2 persen. Kebijakan untuk menaikkan anggaran pendidikan secara bertahap menuai kritik dari masyarakat luas. Hal ini dipandang sebagai bentuk pelanggaran terhadap konstitusi negara. Terutama karena Indonesia telah meratifisikasi Ecocos (Dewan Ekonomi dan Sosial di Bawah PBB), yang antara lain menyebutkan perlunya pendidikan gratis. Tidak kurang Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) melakukan uji material UU No.13 tahun 2005 tentang APBN 2006 kepada Mahkamah Konstitusi. UU menyatakan bahwa anggaran pendidikan nasional untuk tahun 2006 sebesar 9,1 persen atau setara dengan sekitar 36,7 Trilyun. Walaupun jumlah ini meningkat, baik secara persentase maupun nominal, tetap saja belum memenuhi amanat konstitusi. <br />Pada amandemen UUD 1945 yang terbaru, secara gamblang ditegaskan pada bahwa anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (Pasal 31 ayat (4)). Namun masalahnya, hingga saat ini nominal anggaran pendidikan di APBN 2006 belum mencapai angka yang diamanatkan oleh UUD 1945. Pemerintah menyatakan bahwa mereka tetap memiliki komitmen untuk meningkatkan dana pendidikan seperti yang diamanatkan, namun hal ini dilakukan secara bertahap. Anggaran tahun 2005 sebesar 9,3 persen, kemudian dinaikkan 12 persen pada 2006, 14,7 persen pada 2007, 17,4 persen pada 2008 dan 20,1 persen pada 2009. <br />Wajah Buruk kebijakan anggaran Pendidikan Indonesia yang ninim memiliki akar permasalahan yang signifikan dalam konstelasi politik ekonomi pendidikan global. Dunia pendidikan Indonesia terjerat dengan Utang Luar Negeri Indonesia (30-40% dari APBN) sehingga mendorong pemerintah untuk terus meminjam dan memprivatisasi pendidikan. <br />Sebagaimana kita pahami bersama bahwa pemerintah Indonesia, dengan mengikuti saran Bank Dunia (Word Bank) telah menandatangini kontrak kerja sama pendidikan dengan UNESCO dan Bank Dunia (Word Bank) melalui program IMHERE yang katanya akan membawa dunia pendidikan indonesia maju dari sisi kualitas dan akan mampu bersaing dipentas global dengan out put pendidikan nehgara-negara maju. Program ini telah berjalan sejak tahun 2003 sampai tahun 2025 nanti dengan pembiayaan yang berasal dari hutang atau pinjaman pemerintah pada Bank Dunia (Word Bank). Sangat ironis, bahawa logika pemerintah Rezim SBY-JK dan kroni-kroninya mempergunakan akal sehat (comun sence) dengan cara yang sepeti apa, sehingg dunia pendidikan Indonesia hendak dibangun dengan mempergunakan biaya dari hutang luar negeri yang pada prinsipnya merupakan instrumen kapitalime untuk menundukan dan mengendalikan pemerintahan di negara-negara berkembang. <br />Memang bukan baru pertama kali pemerintah membiayai pendidikan Indonesia dengan biaya pinjaman atau hutang luar negeri. Sejak rezim Orde Lama pemerintah telah berhutang kepada lembaga donor asing untuk memenuhi kebutuhan negara, termasuk kebutuhan dunia pendidikan. Akan tetapi, hutang-hutang ini pun tidak dirasakan oleh pemerintah karena watak dan tabiat korup Suharto dan kroni-kroninya serta para pemodal lokal. Selain itu, pemdiayaan pendidikan dengan modal hutang luar nereri merupakan bagian dari upaya kapitalisme menancapkan kekuasaannya dalam dunia pendidikan Indonesia. Dengan dominasinya atas dunia pendidikan nasional maka semakin besar pula kesempatannya untuk mengeksploitasi bangsa dan rakyat Indonesia dengan cara menjual pendidikan. <br />Misi liberalisasi atau privatisasi dunia pendidikan di Indonesia telah dipersiapkan sejak lama. Salah satu agenda liberalisasi dunia pendidikan Indonesia telah dibahas di Perancis dalam pertemuan GATS di Perncis pada tahun 1998. Pada tahun itu pula (1998) Presiden Habibi menandatangani Surat Perjanjian Hutang atau Leters of intens (LOI) dengan IMF International Moneyter Found (IMF) isi salah satu point (point ke-4) yakni meliberalisasi dunia pendidikan nasional. Agenda liberalisasi pendidikan nasional terus berjalan secara bertahap di Indobnesia. Pada tahun 1999 pemerintah mengeluarkan UU Badan hukum Milik Negara (BHMN) dimana 5 Perguruan Tinggi Negeri ternama di Indonesia dijadikan sebagai uji coba liberalisasi. Hanya saja, BHMN sebagai upaya liberalisasi pendidikan diperhalus dengan konsep otonomi Perguruan Tinggi atau otonomi Kampus. Pada perkembangannya, BHMN kemudian dilaksanakan oleh 7 Kampus negeri di Indonesia antara lain: Universitas Indonesia; Unversitas Gajah Mada, Universitas Sumatra Utara, Unversitas Airlangga, Universitas Hasanudin, Institut Teknologi Bandung dan Institut Pertanian Bogor. <br />Agenda-agenda Liberalisasi dunia pendidikan terus berjalan. Pada tahun 2003 pemerintah mengesahkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang menurut kata pemerintah bahwa UU ini merupakan bagian dari reformasi pendidikan indonesia yang dilandaskan pada paradigma baru pendidikan yakni daya saing global dan demokratisasi pendidikan. Pada pasal 53 ayat 3 UU Sisdiknas mengamanatkan dilahirkannya UU BHP. Pada tahun 2007, SBY mengeluarkan Peraturan Persiden Untuk mencapai kemandirian universitas dalam rangka otonomi, universitas harus membuka kerjasama dengan berbagai pihak. Kerjasama dengan investor baik asing maupun domestik pun pada akhirnya bisa saja terjadi. Anggapan ini dipicu oleh Peraturan Presiden Nomor 76 dan 77 tentang Penanaman Modal Asing dalam Bidang Pendidikan dan kebijakan pemerintah yang mencantumkan pendidikan sebagai bidang usaha terbuka dengan persyaratan yang membuka peluang modal asing untuk masuk. Dalam Peraturan Presiden Nomor 76 dan 77 Tahun 2007 disebutkan bahwa pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, dan pendidikan nonformal sebagai bidang usaha dapat dimasuki modal asing dengan batas kepemilikan maksimal 49 persen. Hal ini juga menjadi sarana bagi pihak asing (khususnya Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara maju lainnya) untuk melakukan intervensi pendidikan melalui senjata utang langsung ke lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Dan pada 18 Desember 2008 Sidang Paripurna DPR RI mengesahkan UU BHP dan telah dimasukan dalam Lembaran Negara dengan Nomor 9 atau UU BHP Nomor 9 Tahun 2009. <br />Inviltasi ideologi neoliberal dalam kebijakan pendidikan Indonesia memiliki implikasi langsung dengan interes kapitalisme global. Liberalisasi dunia pendidikan mengaharuskan pemerintah melepas tanggung jawab dari penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya pendidikan diserahkan pada swasta untuk mengelolanya selayaknya mereka menjalankan manajemen perusahaan berorentasi provit. Pendidikan kemudian direduksi menjadi sebatas komoditi yang bebas diperjual-belikan kepada rakyat. Inilah bentuk deregulasi pendidikan dalam hukum neoliberalisme. Ciri utama lain pendidikan yang berideologi liberal adalah selalu berusaha menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan. Hal ini terlihat pada benang merah kebijakan Mendiknas beberapa tahun terakhir. Oleh karenanya kompetensi yang harus dikuasai peserta didik merupakan upaya untuk memenuhi dan menyesuaikan tuntutan dunia kerja sebagaimana dikemukakan dalam setiap pergantian kurkulum baru kita. Kurikulum berorentasi pasar atau dunia produksi. Kenyataan lainnya dari liberalisme ini adalah mahalnya sekolah dan kuliah. UGM yang dulu dikenal kampus rakyat sekarang tidak lagi. Rencana menjadikan universitas negeri sebagai PTBHP sebagai langkah awal privatisasi pendidikan juga nyata sebagai langkah liberalisasi. Di level sekolah, elitisme pendidikan mengancam kesempatan rakyat miskin untuk mengenyam pendidikan memadai. Materialisme yang melingkupi liberalisme menjadikan reformasi yang dilakukan pun sebatas fisik saja seperti pemenuhan fasilitas baru dan gedung baru; kapitalisme pun mengarahkan bagaimana agar pembelajaran dapat lebih efektif-efisien, dan dihitung dalam bentuk untung rugi serta balikan investasinya karena mengandaikan education as human investment.<br />Birokrasi perguruan tinggi yang mulai menerapkan prinsip enterpreuneurial university yang salah satunya adalah mengelola aset, baik tangible maupun intangible, dalam rangka menghimpun dana dari masyarakat. Tanah, bangunan, dan SDM semuanya adalah aset yang bila dikelola dengan baik dan terpadu akan produktif. Akan tetapi, hal ini dikhawatirkan akan berakibat pada ketidakfokusan universitas untuk melakukan kegiatan pelayanan pendidikan. Perhatiannya terpecah kepada urusan-urusan yang bersifat profit dan bisnis sehingga ini akan sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Misalnya, pada tahun 2003 Institut Pertanian Bogor membutuhkan dana Rp 450 milyar. Untuk menutupi kebutuhan dana tersebut, IPB hanya dapat mengandalkan hibah pemerintah pusat sebesar Rp 64,35 milyar (14,3%), sementara kenaikkan biaya pendidikan yang dilakukan IPB hanya dapat menutupi 6,5% (Rp 29,25 milyar) kebutuhan anggaran. Untuk membiayai operasionalnya, IPB melakukan komersialisasi sarana-sarana pendidikannya seperti didirikannya Ekalökasari Plaza, Bogor Agribusiness Center, IPB International Convention Center, Kampus Gunung Gede dan Politeknik. Dari komersialisasi aset-aset IPB ini diperoleh pendapatan Rp 255,6 milyar (56,8%). (BHP, solusi masalah pendidikan kita, google.com) Bagi pihak pembuat kebijakan, BHP diyakini dapat memberi kebebasan bagi tiap-tiap instansi perguruan tinggi untuk mengelola satuan pendidikan secara otonom. Hal ini bertentangan dengan UU No. 20/2003. Tentang Sisdiknas yang menempatkan pemerintah sebagai fasilitator dan bukan sebagai pengendali tunggal segala kebijakan proses pendidikan. Dari hasil pengkajian di beberapa negara yang maju pendidikannya, ternyata peran negara dalam pendidikan sangat besar.<br />Benarkah Pendidikan Berkualitas Mahal ? Jerman, Perancis, Belanda, Swedia, Kuba dan beberapa negara berkembang lainnya, banyak PT bermutu namun biaya pendidikannya rendah bahkan gratis. Sudah jelas kiranya yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan pasal 31, ayat 1 bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara. Yang artinya, setiap anak bangsa mempunyai hak yang sama tanpa harus membedakan si kaya atau si miskin, suku, ras dan agama untuk mengenyam pendidikan pada jenjang apapun mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan dimanapun. Lain dengan kenyataanya, bahwa pendidikan hari ini bukanlah hak setiap anak bangsa karena pendidikan telah menjadi suatu barang mewah yang sulit untuk diraih bagi rakyat, terutama rakyat kecil. Di hadapan lembaga pendidikan yakni sekolahan, rakyat kecil (miskin) hampir tidak mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan. Biaya mahal adalah salah satu penghalangnya. <br />Merujuk pada UUD Bab XIII pasal 31 ayat 2, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya dengan demikian wajib bagi pemerintah Indonesia untuk mentaati hukum. Atau dengan kata lain, pemerintah harus mencadi teladan pertama dalam hal kepatuhan hukum. Amandemen UUD 1945 yang disahkan 2002, merupakan hukum tertinggi negara, seharusnya menjadi patokan, referensi semua hukum yang pernah ada dan yang akan dibuat. Masuknya globalisasi keranah negara kita, membuat pendidikan menjadi barang dagangan yang cukup prospektif dan mempunyai nilai jual tinggi. Di perdagangkannya pendidikan merupakan kemunduran dunia pendidikan kita. Pendidikan kita telah kembali ke zaman penjajahan, dimana hanya orang yang berduit saja yang bisa mengenyam pendidikan, terutama pendidikan jenjang yang lebih tinggi. Selain itu orang yang berduit banyak bisa memperoleh pendidikan yang berkualitas, sedangkan yang berduit pas-pasan akan mendapat pendidikan yang mempunyai kualitas sedang pula. Secara tidak langsung hal ini telah menimbulkan diskriminasi bagi anak bangsa dalam memperoleh kesempatan untuk mengakses pendidikan atau bersekolah.Pendidikan adalah investasi jangka panjang bagi suatu negara, maka dari itu negara harus menciptakan sistem pendidikan yang demokratis, terjangkau dan berkualitas dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. <br />Anggaran menjadi bukti komitmen pemerintah. Ini menjadi kredit tersendiri bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan di mata rakyat. Ada dua alasan kontekstual mengapa faktor anggaran menjadi penting bagi dunia pendidikan Indonesia. Pertama, keterpurukan pendidikan Indonesia sudah pada taraf mengkhawatirkan. Contoh, pendidikan dasar (universal education) yang menjadi moral obligation setiap pemerintahan, belum juga tuntas meski Indonesia telah 64 tahun merdeka. berdasarkan data pada tahun 2005, masih ada satu juta anak usia SD belum mempunyai sekolah maupun guru tetap, dan 2,7 juta anak usia SMP yang sama sekali tidak mempunyai sekolah atau guru. Dengan dana yang besar, sekolah-sekolah yang rusak saat ini di seluruh Indonesia dapat diperbaiki serta dapat dipenuhi kebutuhan fasilitas dasarnya seperti laboratorium praktik dan Laboratorium bahasa. Dengan anggaran yang lebih besar pula, pemerintah dapat menyelenggarakan pendidikan gratis. Dengan pendidikan gratis—yang disubsidi pemerintah—kita dapat menyelamatkan jutaan anak-anak negeri yang terancma putus sekolah. <br /><br />Deskripsi reflektif problem-problem buruh dan pendidikan di atas membawa implikasi bagi perjuagan kaum progresif bagi kesejahteraan kaum buruh dan nasib seluruh masyarakat indonesia serta masa depannya sebagai bangsa yang merdeka berdaulat dan sejahtera. Beberapa rumusan pemikiran strategis kita ajukan dalam kesempatan ini sebagai agenda perjuangan bersama demi merealisasikan peningkatan kesejahteraan kaum buruh dan mayoritas rakyat Indonesia yang termarjinalisasi secara sosial, ekonomi dan politik. Rumusan pemikiran itu, antara lain: <br /><br /> Tuntutan Untuk Kepentingan Gerakan Kaum Buruh<br /><br />1. Mendesak pemerintah segera menaikan upah buruh UMR secara Nasional sesuai standar kebutuhan hidup layak (KHL) pekerja lajang yakni Rp. 1,5 juta keatas. <br />2. Mendesak Pemerintah Daerah untuk melakukan kontrol secara ketat terhadap pengusaha dan majikan dimana buruh bekarja agar sesuai dengan regulasi yang berlaku. Serta memberikan sanksi hukum yang tegas bagi pengusahan dan majikan yang tidak mentaati dan melaksanakan regulasi tersebut. Usaha ini dilakukan dengan melegalkan hadirnya Lembaga Independent yang melindungi dan memperjuangkan Hak-Hak Buruh. <br />3. Mendesak pemerintah segera menggodok dan mengimplementasi PERDA yang mengatur secara jelas dan adil serta demi menyejahterahkan dan melindungi hak-hak buruh sehingga tidak terus menerus menjadi korban eksploitasi dan penindasan pengusaha. Hal-hal yang prioritas dan perlua diakomodir di dalam regulasi tersebut ialah: <br />a. Mengembangkan sistim jaminan sosial yang komprehensif kepada pekerja, berupa; Asuran Kesehatan, Pensiun, Jaminan Bagi Penganggur, dan sebagainya;<br />b. Menghapus pajak penghasilan bagi buruh dengan pendapatan 1,5 juta ke bawah.<br />c. Membangun dan menjamin perumahan massal dan layak bagi buruh, dengan prioritas buruh yang ber-upah 1,5 juta ke bawah. <br />d. Meminta penambahan anggaran Bantuan Keuangan Pemutusan Hubungan Kerja (BKPHK) dari program Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) Jamsostek. Saat ini, anggaran BKPHK nilainya sangat kecil, yaitu Rp. 350 ribu/orang, sehingga tidak dapat dimanfaatkan menjadi modal usaha. <br />4. Mendesak PEMDA Propinsi NTT untuk tidak memprivatisasi PT. Semen Kupang dan segera melakukan penyehatan terhadap manajemen PT. Semen Kupang.<br />5. Mendorong Negara menyediakan kredit untuk pembangunan unit usaha kerakyatan, seperti koperasi-koperasi, home industri, dan Usaha Kecil menengah, terutama korban PHK. Dana dapat diserahkan kepada setiap serikat buru/ serikat pekerja, dan dikontrol dan diaudit oleh publik.<br />6. Mendesak pemerintah untuk mencabut sistem kerja kontrak (out suorcing). <br />7. Mendesak pemerintah untuk segera mencabut kebijakan SKB4 Menteri.<br />Mendorong misi “pendidikan” untuk kaum buruh berdasarkan tingkatan<br />(pemberantasan buta huruf, sekolah dasar, menengah pertama, menengah atas,<br />dan universitas).<br /><br /> Tuntutan Untuk Kepentingan Pendidikan Nasional<br /><br />1. Menolak pembayaran hutang luar negeri serta peminjaman atau penghutangan kembali. <br />2. Menasionalisasi industri pertambagan nasional yang dikuasai kapitalisme asing dan lokal untuk membiayai kebutuhan bangsa.<br />3. Bangun industri nasional.<br />4. Menolak praktek liberalisasi dunia pendidikan, dengan mencabut regulasi-regulasi dalam bidang pendidikan seperti UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, Peraturan Presiden Nomor 76 dan 77 tentang Penanaman Modal Asing dalam Bidang Pendidikan dan kebijakan pemerintah yang mencantumkan pendidikan sebagai bidang usaha terbuka dengan persyaratan yang membuka peluang modal asing untuk masuk, serta UU Badan Hukum pendidikan Nomor 9 Tahun 2009.<br />5. Mendesak pemerintah untuk segera realisasikan anggaran pendidikan miniman 20% sebagaiman diamanatkan dalam UUD 1945.<br />6. Mendesak pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan gratis dan bermutu sesuai hasil ratifisikasi Ecocos (Dewan Ekonomi dan Sosial di Bawah PBB). <br />7. Mendesak pemerintah untuk membuka sekolah-sekolah negeri mulai dari tingkat Dasar, Menengah dan Atas disetiap Desa, Kecamatan dan membuka Perguruan Tinggi Negeri di setiap Kebupaten guna memenuhi kebutuhan pendidikan bagi rakyat.<br />8. Mendesak pemerintah untuk melakukan penggodokan kurikulum pendidikan nasional berdasarkan kondisi dan kebutuhan riil bangsa guna mempersiapkan SDM yang kritis dan mandiri.<br />9. Mendesak pemerintah memfasilitasi tenaga-tenaga kependidikan dalam upaya peningkatan kompetensi profesionalismenya.<br />10. Mendesak pemerintah untuk segera meningkatkan mutu proses pendidikan disekolah. (Jangan hanya meningkatkan mutu hasilnya saja).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />SPARTAN<br /> Kupang 1 Mey 2009<br /><br /><br />James Faot<br />Kordum Joao Motta<br />Korlaprevolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-18387441141975555602009-11-16T04:17:00.000-08:002009-11-16T04:18:18.762-08:00Pernyataan Sikap Penolakan Mahasiswa Terhadap Rencana Kenaikan Biaya Pendidikan di UKAWBadan Pengurus Lemabaga Kemahasiswaan <br />Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan<br />Universitas Kristen Artha Wacana <br />Jl. Adisucipto Oesapa- Kupang NTT<br /><br /> <br />Nomor : 23/BP.SEMA/FKIP-UKAW/Eks/KPG/VII/08<br />Lampiran : -<br />Perihal : Pernyataan Sikap Penolakan Mahasiswa Terhadap Rencana Kenaikan Biaya Pendidikan di UKAW<br /><br />Kepada Yth:<br />REKTOR UKAW<br />Di <br />Tempat<br /><br />Dengan Hormat,<br />Sehubungan dengan dikeluarkannnya surat edaran Rektor UKAW, Ir. Godlief Neonufa, MT, Nomor 284/R/UKAW/M.7/VI.2008, tertanggal Kupang, 17 Juni 2008, perihal: Daftar Rencana Kenaikan Biaya Pendidikan di UKAW (daftar rincian kenaikan dilampirkan), kepada Dekan Fakultas se-UKAW, untuk melakukan sosialisasikan “Rencana Kenaikan Biaya Pendidikan di UKAW, kepada seluruh dosen, karyawan dan mahasiswa untuk diketahui dan ditindak lanjuti. Maka, pada hari/tanggal 03 Juni 2008, kira-kira pukul 11.00-13.30, Senat Mahasiswa FKIP-UKAW, mengadakan pertemuan dengan pihak pimpinan-pimpinan Fakultas di kantor FKIP-UKAW untuk membicarakan perihal recana kenaikan biaya pendidikan di UKAW yang ditanggungkan/dibebankan pada mahasiswa UKAW. <br />Pertemuan tersebut dihadiri oleh pimpinan-pimpinan fakultas, yang antara lain, DEKAN FKIP-UKAW Bapak Drs. Lukas Manu, PD I, Ibu Pdt.Dra. J.P. Ledo, M.Th, PD II, Bapak Drs. Poho Pabala, PD III, Bapak Robert Tetikay, M.Pd,Kejur Progdi IPT Bapak Paulus Tnunay, S.Pd, Kejur Progdi PJKR Ibu Rambu Wasak, S.Pd, Kejur Progdi Bahasa Inggris Bapak Arwadi Nenotek, S.Pd. sedangkan Kejur Progdi Biologi Ibu Dra. Anggriani Rupidara M.Si tidak dapat hadir karena alasan sakit. Dan yang hadir dari pihak mahasiswa, dari anggota Senat, Saudara Christian Salau selaku Kabit Oraganisasi dan PJS Ketua Senat FKIP-UKAW, Saudara Ingnatius Laumakiling selaku Sekretaris Senat Mahasiswa FKIP, Saudara James Faot selaku Kabit Penalaran dan Keilmuan, Saudara Eksi Riwu selaku staf bidang Kader dan Kerohanian, Saudara Alboim Selly selaku staf bidang Pengabdian Masyarakat. Dari anggota BPMF, Saudara Buce Boimau selaku Sekretaris BPMF dan Saudara Lenso Berry selaku ketua Komisi Program. Hadir pula wakil-wakil mahasiswa, dari Bahasa Inggis saudara Paulus Taenglote (Ketua BPMU-UKAW sekarang) dan Saudara Gordianus Nahak sebagai wakil mahasiswa PJKR.<br /> Pada pertemuan tersebut, materi rapat yang dibahas mengenai Rencana Kenaikan Biaya Pendidikan di UKAW yang sekarang disosialisasikan pada mahsiswa. Untuk diketahui bahwa dalam ederan Rektor tentang rencana kenaikan ini, tertulis bahwa hasil sosialisasi yang dilakukan fakultas pada mahasiswanya sudah harus dilaporkan pada Rektor paling lambat tanggal 30 Juni 2008. Namun, karena materi atau edaran ini, baru dibahas pihak fakultas pada Kamis,03 Juni atau sudah lewat 4 hari dari waktu yang ditentukan, ketika sosialisasi fakultas pada Senat dan mahasiswa. Dalam pertemuan tersebut, dilahirakan kesepakanatan bahwa, oleh karena persoalan ini, merupakan persoalan yang sifatnya prinsip dan krusial bagi mahasiswa, maka kami menyepakati untuk pertemuan tersebut di hentikan suapaya baik pihak dosen dan pegawai serta pihak BPMF dan SEMA serta mahasiswa dapat melakukan diskusi atau pertemuan secara langsung demi membicarakan rencana kenaikan biaya pendidikan sebagaimana yang disosialisasikan oleh pihak Yayasan dan Rektorat melalui fakultas-fakultas. Pertemuan yang kami lakukan sebanyak 3 kali, yakni pada tanggal 04, 55 dan 08 Juni 2008, antara pihak BPMF FKIP, SEMA FKIP dan Mahasiswa-mahasiswa FKIP, serta dihadiri pula oleh cukup banyak mahasiswa dari fakultas-fakultas lain termasuk extention. Khusus, pada tanggal 8 juni 2008, dilakukan petertemuan terbuka di Aula kampus melibatkan pihak Fakultas, BPMF dan SEMA serta mahasiswa-mahasiwa FKIP untuk mebicarakan hasil diskusi masing-masing. Maka, dalam pertemuan tersebut seluruh unsur mahasiswa secara bersama-sama dan tegas memutuskan sikap untuk MENOLAK rencana kenaikan biaya pendidikan yang direncanakan oleh pihak Rektorat dan Yayasan UKAW. PENOLAKAN ini, didasarkan pada pertimbagan-pertimbagan sbb: <br /><br />1. Pertimbagan pihak Rektorat dan Yayasan UKAW untuk menaikan biaya pendidikan di UKAW, dengan alasan perubahan harga kebutuhan pasar termasuk kebutuhan pembiayaan pendidikan, yang dipicu oleh kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), TIDAK disertai dengan alokasi anggaran rasional dari kebutuhan pasar dan kebutuhan kegiatan pendidikan di UKAW. Oleh karena itu, kami menganggap bahwa rencana kenaikan biaya pendidikan di UKAW tidak memiliki dasar bukti sebagai pijakan dari rencana kenaikan ini. Ketidaklengkapan ini, merupakan sebentuk ketidakterbukaan yang malahirkan ketidakjelasan atau kekaburan tentang pengelolaan anggran pendidikan di UKAW, dari pihak Rektorat dan Yayasan ke pihak mahasiswa sebagai objek yang menanggung seluruh kebutuhan anggaran pendidikan di UKAW dan menanggung kenaikan dari rencana kenaikan anggaran pendidikan yang baru direncanakan. <br />2. Terkait dengan dengan point 1, besaran batas minimum yang di tentukan berdasarkan analisis kebutuhan pembiayaan pendidikan di UKAW, juga TIDAK menunjukan hasil analisis kebutuhan pembiayaan pendidikan di UKAW. Bahkan besaran angka-angka kenaikan yang dipatok pada beberapa pos anggaran dengan nilai yang genap kami anggap tidak rasional oleh karena kami mempertanyakan dan meragukan kevalidan analisis kebutuhan yang dilakukan oleh tim keuangan Rektorat atau Yayasan. Tentu saja bahwa,karena ketidaklengkapan dan ketidak jelasan ini, membuat kami tidak dapat melakukan perbandingan untuk membuktikan kerasionalan patokan biaya yang terlampir dalam surat edaran Rektor UKAW, Ir. Godlief Neonufa, MT, Nomor 284/R/UKAW/M.7/VI.2008, tertanggal Kupang, 17 Juni 2008, perihal: Daftar Rencana Kenaikan Biaya Pendidikan di UKAW. <br />3. Minimalisme layanan kampus kepada mahasiswa merupakan salah satu keberatan paling prinsip dari mahasiswa terhadap rencana kenaikan biaya pendidikan. Mahasiswa menilai hal ini secara riil berdasarkan fakta layanan yang diperolehnya. Dengan beban pembiayaan (biaya sekarang) yang ditanggungkan pada mahasiswa, mahasiswa hanya memperoleh layanan yang minim. Maksud “minim” di sini ialah ; pertama, perkuliahan selama ini berjalan secara tidak konsisten dengan kalender akademik yang dikeluarkan Yayasan. Yang konsisten cuma waktu pembayaran registrasi dan dendannya. Ini sungguh-sungguh merugikan mahasiswa karena tatap muka terpotong dengan waktu-waktu perkuliahan Kedua, sarana belajar yang tidak layak bagi penyelenggaraan pembelajaran. Kaca-kaca jendela yang bolong-bolong, kelas yang berantakan & kotor, kursi dan meja yang tidak nyaman, halaman kampus yang tidak terurus, laboraturium yang di bawah standar kelayakan dan hampir sama sekali tidak di pergunakan oleh mahasiswa, sementara itu pungutannya lancar-lancar saja (lab. Computer, lab. Bahasa Inggris, lab. Biologi yang masih dalam bayangan. Kini Biologi cuma ngandeng sama Perikanan. Tapi tidak dipergunakan juga sampai-sampai mahasiswa harus membedah ikan di kelas), rungan dan fasilitas registrasi yang terbatas, sampai-sampai mahasiswa harus antri panjang kayak rel kereta api atau kerumunan massa di pasar. ketiga, kekurangan/amat sangat kurangnya tenaga dosen di beberapa fakultas dan progdi (contohnya Progdi Biologi), tatap muka dosen yang tidak jelas. Banyak dosen yang lalai dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Dari segi kualitas dosen, masih banyak dosen yang mengajar dengan kualitas yang rendah alias tidak profesional. <br />4. Berdasrakan point 3, maka rencana kenaikan ini, tidak memenuhi asas keadilan terhadap mahasiwa. Maksud kami ialah bahwa, kami akan terus dirugikan atau terus merugi dan ini tentunnya tidak adil bagi kami. Secara kewajiban kami telah melaksanakan apa yang menjadi kewajijiban kami sebagai mahasiwa dengan membayar segala pungutan yang ditepatkan. Namun, layanan yang dilakukan pikah kampus juga tidak memadai bagi kami. Oleh karena itu, rencana kenaikan ini kami nilai sebagai sesuatu yang irasonal yang telah dilakukan oleh baik pihak Rektorat dan juga Yayasan. <br />5. Terkait dengan kebutuhan yang lebih spesifik yakni kesejahteraan dosen-dosen di UKAW, yang oleh karena kenaikan BBM berdapak pada ketidaksejahteraan dosen-dosen, maka perlu kami tegaskan di sini bahwa damapak kenaikan BBM, bukan hanya dirasakan oleh para dosen, malainkan mahasiswa juga. Jika, recana kenaikan biaya pendidikan oleh karena mempertimbangkan ketidaksejahteraan para dosen, maka rencana kenaikan ini, telah membut mahasiwa menjadi terbeban dan tidak sejahtera baik dalam perkuliahannya serta untuk menghidupi kehidupannya. Artinnya bahwa rencana keanaikan ini, akan melahirkan duobel kesengsaraan bagi mahasiwa. Pertama, mahasiswa dihantam dengan dampak kenaikan BBM dan kedua, mahsiswa dihamtam lagi dengan kenaikan biaya pendidikan. Oleh karena itu, dalam pertimbagan yang lebih adil, bemoral dan lebih berprespektif keprihatinan maka, patutlah rencana ini dibatalkan sebab akan mematikan mahasiwa. <br />Berdasrkan pada pertimbagan-pertimabagan yang kami uraikan di atas, maka kami juga mengajukan tuntutan-tuntutan pada pihak Rektorat dan Yayasan untuk dilaksanakan sebagai bentuk tanggungjawab terhadap mahasiwa. Adapun tuntutan yang kami ajukan, sbb:<br />1. Mendesak pihak Rektorat dan Yayasan UKAW, untuk segera membatalkan rencana kenaikan biaya pendidikan di UKAW.<br />2. Mendesak pihak Rektorat dan Yayasan UKAW, untuk segera memaksimalkan layanan pendidikan bagi mahsiswa sebagai konsekwensi logis dari kewajiban pembayaran biaya pendidikan yang telah dilakukan mahsiswa. <br />3. Mendesak pihak Rektorat dan Yayasan UKAW, untuk memberikan penjelasan secara lebih terperinci tentang hasil analisis kebutuhan pendidikan di UKAW di hadapan seluruh mahasiwa UKAW setelah libur. <br />Demikian ”Pernyataan Sikap Penolakan Mahasiswa Terhadap Rencana Kenaikan Biaya Pendidikan di UKAW”. Besar harapan kami, pernytaan sikap yang kami sampaikan ini dindahkan, baik oleh pihak Rektorat maupun Yayasan UKAW sehingga rencana kenaikan ini dibatalkan. <br /><br /><br />BADAN PENGURUS MAHASISWA FKIP-UKAW<br />MASA BHAKTI 2007-2008<br /><br /><br /><br />BADAN PIMPINAN MAHASISWA FKIP-UKAW<br /><br /><br /><br />KETUA<br /><br /><br /><br /> SEKRETARIS<br />YUTUM NOMBALA BUCE BOIMAU<br /><br /><br /><br /><br />SENAT MAHASISWA FKIP-UKAW<br /><br /><br /><br />KETUA (Pjs)<br /><br /><br /><br /><br /> SEKRETARIS<br />CHRISTIAN SALAU IGNATIUS LAUMAKILAINrevolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-82155646873747697842009-11-16T04:15:00.000-08:002009-11-16T04:17:02.571-08:00PERNYATAAN SIKAP BERSAMA May Day & Hardiknas 2009Sukarelawan Pejuang Rakyat Untuk Pembebasan Tanah Air<br />LMND, SENAT FKIP & EKONOMI UNWIRA GERSAK, SRMI, GEMA- KUPANG ,SENAT UKAW,<br /><br />PERNYATAAN SIKAP BERSAMA <br />May Day & Hardiknas 2009<br /><br />Bangsa Indonesia telah memasuki usia KEMERDEKAAN yang ke-64 tahun. Ironisnya, mayoritas rakyat masih hidup dalam kondisi yang kontradiktif dari suatu bangsa yang MERDEKA. Fenomena problematik riil dari rakyat seperti kebodohan, kemiskinan, kesehatan, pengganguran, dll. masih merupakan potret buram dari negeri yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Ditengah keprihatinan kondisi rakyat yang memprihatinkan ini, pemerintah justru dengan arogannya mengawal secara loyal resep-resep modern kapitalisme untuk membagun bangsa ini menjadi bangsa yang cerdas, sejahtera dan kompetitif di panggung persaingan global. Namun, kondisi objektif rakyatlah yang patut dipakai sebagai indikator dalam menilai sejauh mana bangsa yang MERDEKA ini, telah berhasil melaksanakan pembangunan dan mencapai kemajuannya. Simpulannya, kondisi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang MERDEKA dan BERDAULAT justru tidak berbeda dengan kondisinya sebelum ketika berada di bawah kekuasaan KOLONIALISME, sebab ere kemerdekaan kita hanyalah era metamormosa penjajahan dengan wajah baru yakni IMPEREALISME.<br />Bertepatan dengan momentum Hari Pekerja atau May Dai (1 Mei) dan Hari Pendidikan Nasional atau HARDIKNAS (2 Mei), patutlah kita sebagai kaum yang progresif yang memperjuangkan perubahan fundamental tatanan bangsa dan nasib rakyat yang berada di bawah hegemoni kapitalisme, berefleksi secara kritis untuk menetukan langkah-langkah strategis sebagai agenda perjuangan rakyat, dimana rakyat menjadi subjek penentu perubahan dan pelasana perubahan itu sendiri. Sebab, hanya rakyat yang telah mengalami kesadaran tranformatid sekaligus memiliki tindakan revolusionerlah yang dapat merealisasikan perubahan kondisi bangsa secara hakiki. <br /><br />Permasalahan Kaum Buruh<br /><br />Momentum May Day sebagai peringatan (commemorates) atas sebuah perjuagan kelas pekerja terhadap eksploitasi kapitalisme, merupakan hal yang urgen dan relevan serta memiliki arti yang signifikan guna memperkuat posisi tawar (bergaining position) kelas pekerja yang sampai saat ini masih terekploitasi oleh kekuatan kapitalisme, baik global global dan lokal. <br />Krisis kapitalisme atau tepatnya krisis finansial korporasi-korporasi basar di Amerika dan Eropa, memiliki korelasi langsung degnan jatuhnya standar hidup Kaum Buruh (Departemen Agitasi dan Propoganda DPP-PAPERNAS). Krisis ini akan berlansung panjang dan bersifat mendalam (struktural), karena merupakan kombinasi dari krisis besar financial (great financial crisis) dan stagnasi ekonomi, krisis ekologi, dan krisis ideologi neoliberal. Mengarahkan focus perhatian kita kepada dampak krisis bagi sektor pekerja di Indonesia, analisi dan sejumlah asosiasi industri sudah memberikan peringatan akan adanya jutaan orang bakal kehilangan pekerjaan tahun ini, karena dampak krisis kapitalisme. Penyebabnya, kegiatan ekspor yang terus menurun. Menteri perdagangan SBY, Marie Elka Pangestu, memprediksikan ekspor Indonesia akan turun berkisar 20-30%, tetapi banyak pengamat memprediksi lebih tinggi dari angka itu (Departemen Agitasi dan Propoganda DPP-PAPERNAS).<br />Berhadapan dengan krisis ini, para kapitalis akan berupaya menjaga profitabilitas dengan menekan upah dan komponen-komponen yang berhubungan dengan pengeluaran untuk pekerja. Sebagai misal, tahun lalu, ketika pemerintah bereaksi untuk menolong pengusaha dari kejatuhan tingkat keuntungan dengan memaksakan pemberlakuan SKB 4 menteri. Bagi pengusaha, kebijakan ini bermanfaat untuk menahan laju kenaikan upah pekerja. <br />Perjalanan krisis, setidaknya sejak september 2008 lalu, telah mengarahkan kaum pekerja pada kesulitan luar biasa, antara lain; pertama, ancaman PHK massal. Berdasarkan perkiraan, setidaknya 2-3 jutaan pekerja terancam kehilangan pekerjaan. data Apindo daerah menyatakan, sampai Maret sudah ada 240.000 orang yang kena PHK. Repotnya, itu terjadi pada sektor-sektor usaha yang penting dan bersifat padat karya, seperti tekstil dan garmen sebanyak 100.000 orang, sepatu (14.000), mobil dan komponen (40.000), konstruksi (30.000), kelapa sawit (50.000), serta pulp and paper (3.500). <br />Kedua, selain ancaman PHK, pekerja mengalami tekanan secara drastis pada upah dan jaminan sosial. Kenaikan UMR pada tahun 2009 tidak melebih 10%, padahal kenaikan harga kebutuhan pokok lebih tinggi dari angka tersebut. Sebagai contoh, UMR DKI hanya ditetapkan Rp. 1.096.865, sementara hasil penelitian sejumlah lembaga memperlihatkan kebutuhan hidup layak (KHL) pekerja lajang adalah Rp. 1,5 juta keatas. Hasil penelitian Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) juga menunjukkan bahwa tingkat upah sekarang ini menyulitkan pekerja memenuhi kebutuhan dasarnya. <br />Ketiga, neoliberalisme benar-benar menjatuhkan standar hidup rakyat Indonesia, termasuk kelas pekerja. Berdasarkan penelitian Roy Morgan Research, terdapat 59% penduduk Indonesia yang tidak lagi regular menyimpan uang. Kemudian, 59% penduduk Indonesia yang harus menghabiskan 20-30% anggaran bulannya hanya untuk membeli bahan makanan. Dengan kondisi demikian, dapat dipastikan bahwa sekitar 60% populasi Indonesia kesulitan dalam mengakses tempat tinggal, kesehatan, dan pendidikan (Departemen Agitasi dan Propoganda DPP-PAPERNAS).<br />Pada konteks regional khususnya di NTT, krisis kapitalisme turut berpengaruh secara signifikan terhadap menurunnya standar hidup layak buruh. Misalnya, berdasarkan standar Upah Minimum Regional (UMR) buruh di NTT RP.650.000, standar ini tidak akan mencukupi buruh untuk menuhi kebutuhan dasarnya, apalagi untuk menikmati kesejahteraan. Akibat krisis ini, harga kebutuhan pokok dan kebutuhan komplementer lainnya melambung tinggi. Pertanyaannya, bagaimana dengan standar UMR yang rendah ini, para buruh dapat menikmati kesejahteraan hidup jika untuk memenuhi kebutuhan dasarnya saja tidak cukup? Pada sisi yang lain dan menjadi persoalan yang cukup prinsip terkait dengan uapah buruh NTT ialah walaupun pemerintah telah menetapakan UMR bagi buruh di NTT akan tetapi pembayaran gaji buruh tidak sesuai dengan standar UMR yang ada. <br />Catatan pertama, cukup banyak buruh di NTT, khususnya di Kota Kupang sebagai barometer pembayaran UMR buruh, terdapat varietas pembayaran gaji buruh yang dibayar dibawas satandar UMR. Pembayaran gaji buruh berada pada kisaran RP. 200.000-250.000 untuk buruh dengan spesifikasi kerja seperti Pembantu Rumah Tangga, Rp. 300.000 untuk buruh dengan spesifikasi kerja seperti Tukang Parkir dan Penjaga Toko serta Rp. 400.000-450.000 untuk buruh Toko Swalayan dan buruh Mall. Fakta ini mengambarkan menunjukan bahwa alangkah menderitannya nasib buruh di NTT. <br />Kedua, dengan pembayaran UMR yang lebih rendah, para buruh juga harus bekerja sampai melewati batasan jam kerja yang ada. Standar kerja buruh yang ditetapkan pemerintah adalah 8 jam, irinisnya, untuk beberapa kasus buruh yang bekerja di luar jam kerja yang ada, misalnya Pembantu Rumah Tangga, mereka harus bekerja dari pukul 04.00 subuh samapai 22.00 malam. Para kondektur yang biasanya berkerja sejak pukul 04.00/05.00 subuh samapai pukul 20.00/21.00. Demikian pula jam kerja para buruh toko yang bekerja sejak pukul pukul 04.00 subuh sampai 22.00 malam. Dari catatan jam kerja ini, rata-rata buruh bekerja dengan kelebihan kerja 8-10 jam. Atau bisa dikatakan bahwa buruh bekerja dengan 2 kali lipat jam kerja, namun dibayar untuk 1 kali jam kerja plus pembayaran di bawah standar UMR. Padhal pemambahan jam kerja harusnya diikuti dengan pembayaran gaji lembur yang dihitung berdasarkan jam kerja lembur yang dipakai. (Advokasi LMND tentang pendapatan Buruh di Kota Kupang).<br />Ketiga, selain pembayaran gaji yang jauh di bawah standar UMR yang ada dan eksploitasi jam kerja, buruh juga mengalami penambahan jenis pekerjaan. Misalnya, buruh angkutan jasa (kondektur) juga turut merangkap kerja lainnya di rumah pengusaha angkutan dimana mereka bekerja. Demikian pula, ini terjadi pada Pembantu Rumah Tangga dan buruh toko. <br />Keempat, ketiadaan perlindungan hak-hak buruh dan ketidakpastian sandaran hukum yang memperkuat posisi tawar (bergaining position) buruh di mata pengusaha dan majikan-majikan. Masih saja terjadi kekerasan dan ancaman dan pelecehan terhadap martabat buruh sebagai manusia. Misalnya, tidak adanya jaminan sosial berupa jaminan kesehatan, pesangon, THR, asuransi jiwa dan pensiun bagi buruh. Masalah ini dipicu oleh ketiadaan regulasi yang mengatur tentang kontark kerja antar buruh dan pengusaha atau majikan. Kontrak kerja diantara mereka lebih didasarkan pada kondisi kesepakatan verbal atau tanpa kesepakan apapun dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Selain itu, tekanan ekomomi yang mencekik masyarakat dan keterbatasan lapangan kerja turut menjadi faktor penentu buruh rela menerima atau melaksanakan pekerjaan yang tidak menguntungankan dirinya.<br />Dari keempat catatan di atas, secara eksplisit menunjukan bahwa, pertama, posisi buruh sangat lemah baik secara politis, ekonomi dan sosial. Kelemahan ini membuat posisi tawar (bergaining position) buruh menjadi sangat rendah bahkan dianggap tidak berharga di mata pengusaha dan majikan. Rendahnya posisi tawar (bergaining position) menjadikan buruh tidak lebih dari objek ekspolitasi pengusaha dan majikan bahkan pemerintah. Buruh dibutuhkan tenaganya, namun hak-hak dan kesejahteraannya tidak mendapat perhatian yang berarti. Sialnya, ketika buruh menuntut haknya secara kritis, mereka justru PHK begitu saja tanpa ada jaminan apapun bagi mereka. <br />Kedua, rendahnya perhatian pemerintah terhadap nasib buruh dan kesejahteraannya. Indikasinya jelas yakni pemerintah seharusnya mengawal dan mengontrol sejauhmana para pengusaha dan majikan memperlakukan para buruh. Apakah telah sesuai dengan regualasi yang ada atau tidak. Minimnya kinerja pemerintah dalam mengontrol praktek-praktek eksploitatif terhadap buruh telah memberikan sumbagsih dalam hal peluangatau kesempatan eksploitasi pengusaha dan majikan terhadap buruh. bukankah ini justru menunjukan bahwa secara tidak langsung pemerintah turut mengeksploitasi buruh. Selain itu, pemerintah juga tidak peka terhadap dinamika dan tuntutan perubahan kondisi politik, ekonomi dan sosial dalam kehidupan masyarakatnya. Misalnya, dengan krisis finansial ini, maka pemerintah harus paham bahwa ada telah terjadi ketidakseimbagan antara pendapatan buruh dengan mahalnya kebutuhan-kebutuhan buruh, baik yang sifatnya mendasar dan komplementer. Selain itu, praktek-praktek eksploitasi yang merugikan buruh karena harus menerima upah jauh di bawah standar UMR, penambahan jam kerja tanpa bayaran upah lembur dan banyaknya kerja atau rangkap kerja buruh yang hanya dibayar untuk satu tugas pekerjaan. Atau juga kondisi buruh-buruh di NTT yang mengalami eksploitasi akibat ketiadaan regulasi yang dapat menjamin hak-hak mereka. Pantasnya, pemerintah sigap dengan masalah-masalah ini sehingga dapat bersikap secara proaktif dan adil dalam mengatur hubungan antara pengusaha dan majikan dengan buruh-buruh. <br />Ketiga, bagian ini merupakan hal yang prinsip dalam konteks tanggung jawab pemerintah yakni menyediakan lapangan kerja bagi rakyat. Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa tekanan ekonomi dan keterbatasan lapangan kerja merupakan faktor yang turut memicu praktek eksploitasi pengusaha dan majikan terhadap buruh. Oleh karena itu, wajib bagi pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja yang luas bagi rakyat, sehingga buruh tidak diperlakukan secara semena-mena oleh pengusaha dan majikan karena memanfaatkan kondisi ekonomi yang mendesak dan keterbatasan lapangan kerja. <br />Terkait dengan bagian terakhir di atas, salah satu permasalahan buruh di NTT ialah persoalan stagnannya bahkan matinya produksi PT. Semen Kupang. Sebagai industri daerah, eksistensi PT. Semen Kupang memiliki peran yang sangat signifikan bagi terbagunnya kekuatan ekonomi NTT. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti beroperasinya TP. Semen Kupang telah menyerap tenaga kerja lokal, bahan baku pokok produksi semen kupang yang diambil dari SDA di daerah sendiri, hasil produksi Semen Kupang memiliki basis konsumen yang pasti di daerah sendiri. Dengan memanfaatkan faktor-faktor di atas, tentunya PT. Semen Kupang merupakan salah satu instrumen pembagunan kesejahteraan dan ketahanan ekonomi dareh dan rakyatnya. <br />Akan tetapi, pasca stagnannya PT. Semen Kupang, pasokan semen untuk memenuhi kebutuhan konstrusi di NTT pemerintah harus menyediakan semen dari luar daerah. Kebijakan ini tentunya menghancurkan proses pembangunan kekuatan ekonomi dan kesejahteraan serta kemajuan daerah NTT dan masyarakatnya. Belum lagi, pasca stagnasi PT. Semen Kupang, sejumlah permasalahan tentang nasib buruhnya menjadi persoalan tersendiri dan rumit untuk diurai hingga saat ini oleh pemerintah, pengusaha dan buruh. Sebab, hal ini turut dipengaruhi oleh manuver-manuver politik ekonomi perusahaan-perushaan semen luar daerah, hilangakalnya pemerintah menentukan nasib PT. Semen Kupang dan para pemilik saham yang merugi akibat ketidakjelasan manajeman perusahaan. Implikasi dari permasalahan panjang dan gawat dari PT. Semen Kupang, harga semen yang didatangkan dari luar melonjak harganya sampai 2 kali lipat. Demikian malangnya nasib PT. Semen Kupang hingga pemerintah mengambil langkah untuk memprivarisasi industri daerah ini kepada inverstor asing. Tentunya, harganya lego PT. Semen Kupang akan dilepas oleh pemerintah semurah-murahnya, tanpa berpikir panjang tentang nasib dan masa depan daerah serta rakyatnya. <br />Ironisnya, di tengah-tengah upaya daerah-daerah di Indonesia memperkuat kekuatan dan ketahan ekonomi daerah, pemerintah justru tanpa beban melepaskan aset daerah ketangan investor Asing. Ini artinya, bahwa pemerintah dan rakyat NTT bersiap-siap untuk menjadi tuan rumah yang disingkirkan oleh orang asing. Dan kondisi kita adalah kehilangan aset-aset penentu bangitnya ekonomi daerah. Bukannya, pemerintah memikirkan upaya menyehatkan PT. Semen Kupang dengan dana APBD, sehingga industri ini tetap menjadi milik rakyat NTT demi kesejahteraan rakyat NTT pula. Bukankah ini menunjukan bahwa watak kapitalisme telah terkooptasi dalam cara berpikir pemerintah sehingga kebijakan-kebijakan mereka menjauh dan justru akan menindas rakyat, terutama kaum buruh. <br /> <br /><br />Permasalahan Pendidikan Nasional<br /><br />Pada 2 Mei nanti, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Dimana, Dunia Pendidikan Nasional telah berusia 64 tahun. Ironisnya, amanah UUD 1945 yang merupakan mainstream penyelenggaraan pendidikan Nasional yakni “Mencerdasakan Kehidupan Bangsa”, justu didistorsi oleh kekuatan kapitalisme dengan ideologi neoloberalismenya. Implementasi neoliberalisme dalam dunia pendidikan “memanfaatkan” pemerintah, parpol, lembaga pemikir (think thank), cendikiawan dan modal kapital lokal untuk membentuk sikap kolektif rakyat guna menerima resep pembagunan SDM dan SDA demi penyejahteraan bangsa dan daya kompetitif bangsa pada era global. Namun hakekatnya menjerat, eksploitatif dan hegemonik. Implikasinya bagi dunia Pendidikan kita ialah “sekulerisme, materialisme, pragmatisme pendidikan”. Inilah esensi pendidikan bangsa ini dalam cengkraman kapitalisme global. <br />Pendidikan kehilangan makna filosofisnya sebagai upaya pemanusiaan manusia. Artinya, pendidikan bukan lagi barlangsung sebagai upaya pembebasan manusia dari multi ketertindasan, yang membuatnya hidup secara tidak manusiawi, malainkan pendidikan justru menjadi alat yang efektif dan efisien untuk dipakai sebagai alat penindas manusia (rakyat). Nilai pendidikan kemudian berubah menjadi komoditi yang diperjual-belikan demi memperoleh keuntugan material. Pemikiran ini mengaskan bahwa semangat pendididkan neoliberal yang dijalankan oleh pemerintah ialah semangat mendehumanisasi rakyatnya sendiri atau semagat untuk mereduksi harkat dan martabat bangsanya sendiri. Suatu semangat pendidikan perbudakan dan semangat pendidikan untuk penghancuran bangsa. <br />Terkait dengan kebijakan publik yakni masalah anggaran pendidikan, realisasi anggaran hanya 8,3 persen (2003) dan 9,1 persen (2006), oleh karena itu anggaran pendidikan nasional kita merupakan yang terendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain di lingkup geografis Asia Tenggara. Bila dibandingkan dengan Malaysia yang 25,5 persen, Thailand 24,2 persen, Filipina 16,2 Kamboja 18,3 persen, Timor Leste 24,2 persen. Kebijakan untuk menaikkan anggaran pendidikan secara bertahap menuai kritik dari masyarakat luas. Hal ini dipandang sebagai bentuk pelanggaran terhadap konstitusi negara. Terutama karena Indonesia telah meratifisikasi Ecocos (Dewan Ekonomi dan Sosial di Bawah PBB), yang antara lain menyebutkan perlunya pendidikan gratis. Tidak kurang Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) melakukan uji material UU No.13 tahun 2005 tentang APBN 2006 kepada Mahkamah Konstitusi. UU menyatakan bahwa anggaran pendidikan nasional untuk tahun 2006 sebesar 9,1 persen atau setara dengan sekitar 36,7 Trilyun. Walaupun jumlah ini meningkat, baik secara persentase maupun nominal, tetap saja belum memenuhi amanat konstitusi. <br />Pada amandemen UUD 1945 yang terbaru, secara gamblang ditegaskan pada bahwa anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (Pasal 31 ayat (4)). Namun masalahnya, hingga saat ini nominal anggaran pendidikan di APBN 2006 belum mencapai angka yang diamanatkan oleh UUD 1945. Pemerintah menyatakan bahwa mereka tetap memiliki komitmen untuk meningkatkan dana pendidikan seperti yang diamanatkan, namun hal ini dilakukan secara bertahap. Anggaran tahun 2005 sebesar 9,3 persen, kemudian dinaikkan 12 persen pada 2006, 14,7 persen pada 2007, 17,4 persen pada 2008 dan 20,1 persen pada 2009. <br />Wajah Buruk kebijakan anggaran Pendidikan Indonesia yang ninim memiliki akar permasalahan yang signifikan dalam konstelasi politik ekonomi pendidikan global. Dunia pendidikan Indonesia terjerat dengan Utang Luar Negeri Indonesia (30-40% dari APBN) sehingga mendorong pemerintah untuk terus meminjam dan memprivatisasi pendidikan. <br />Sebagaimana kita pahami bersama bahwa pemerintah Indonesia, dengan mengikuti saran Bank Dunia (Word Bank) telah menandatangini kontrak kerja sama pendidikan dengan UNESCO dan Bank Dunia (Word Bank) melalui program IMHERE yang katanya akan membawa dunia pendidikan indonesia maju dari sisi kualitas dan akan mampu bersaing dipentas global dengan out put pendidikan nehgara-negara maju. Program ini telah berjalan sejak tahun 2003 sampai tahun 2025 nanti dengan pembiayaan yang berasal dari hutang atau pinjaman pemerintah pada Bank Dunia (Word Bank). Sangat ironis, bahawa logika pemerintah Rezim SBY-JK dan kroni-kroninya mempergunakan akal sehat (comun sence) dengan cara yang sepeti apa, sehingg dunia pendidikan Indonesia hendak dibangun dengan mempergunakan biaya dari hutang luar negeri yang pada prinsipnya merupakan instrumen kapitalime untuk menundukan dan mengendalikan pemerintahan di negara-negara berkembang. <br />Memang bukan baru pertama kali pemerintah membiayai pendidikan Indonesia dengan biaya pinjaman atau hutang luar negeri. Sejak rezim Orde Lama pemerintah telah berhutang kepada lembaga donor asing untuk memenuhi kebutuhan negara, termasuk kebutuhan dunia pendidikan. Akan tetapi, hutang-hutang ini pun tidak dirasakan oleh pemerintah karena watak dan tabiat korup Suharto dan kroni-kroninya serta para pemodal lokal. Selain itu, pemdiayaan pendidikan dengan modal hutang luar nereri merupakan bagian dari upaya kapitalisme menancapkan kekuasaannya dalam dunia pendidikan Indonesia. Dengan dominasinya atas dunia pendidikan nasional maka semakin besar pula kesempatannya untuk mengeksploitasi bangsa dan rakyat Indonesia dengan cara menjual pendidikan. <br />Misi liberalisasi atau privatisasi dunia pendidikan di Indonesia telah dipersiapkan sejak lama. Salah satu agenda liberalisasi dunia pendidikan Indonesia telah dibahas di Perancis dalam pertemuan GATS di Perncis pada tahun 1998. Pada tahun itu pula (1998) Presiden Habibi menandatangani Surat Perjanjian Hutang atau Leters of intens (LOI) dengan IMF International Moneyter Found (IMF) isi salah satu point (point ke-4) yakni meliberalisasi dunia pendidikan nasional. Agenda liberalisasi pendidikan nasional terus berjalan secara bertahap di Indobnesia. Pada tahun 1999 pemerintah mengeluarkan UU Badan hukum Milik Negara (BHMN) dimana 5 Perguruan Tinggi Negeri ternama di Indonesia dijadikan sebagai uji coba liberalisasi. Hanya saja, BHMN sebagai upaya liberalisasi pendidikan diperhalus dengan konsep otonomi Perguruan Tinggi atau otonomi Kampus. Pada perkembangannya, BHMN kemudian dilaksanakan oleh 7 Kampus negeri di Indonesia antara lain: Universitas Indonesia; Unversitas Gajah Mada, Universitas Sumatra Utara, Unversitas Airlangga, Universitas Hasanudin, Institut Teknologi Bandung dan Institut Pertanian Bogor. <br />Agenda-agenda Liberalisasi dunia pendidikan terus berjalan. Pada tahun 2003 pemerintah mengesahkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang menurut kata pemerintah bahwa UU ini merupakan bagian dari reformasi pendidikan indonesia yang dilandaskan pada paradigma baru pendidikan yakni daya saing global dan demokratisasi pendidikan. Pada pasal 53 ayat 3 UU Sisdiknas mengamanatkan dilahirkannya UU BHP. Pada tahun 2007, SBY mengeluarkan Peraturan Persiden Untuk mencapai kemandirian universitas dalam rangka otonomi, universitas harus membuka kerjasama dengan berbagai pihak. Kerjasama dengan investor baik asing maupun domestik pun pada akhirnya bisa saja terjadi. Anggapan ini dipicu oleh Peraturan Presiden Nomor 76 dan 77 tentang Penanaman Modal Asing dalam Bidang Pendidikan dan kebijakan pemerintah yang mencantumkan pendidikan sebagai bidang usaha terbuka dengan persyaratan yang membuka peluang modal asing untuk masuk. Dalam Peraturan Presiden Nomor 76 dan 77 Tahun 2007 disebutkan bahwa pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, dan pendidikan nonformal sebagai bidang usaha dapat dimasuki modal asing dengan batas kepemilikan maksimal 49 persen. Hal ini juga menjadi sarana bagi pihak asing (khususnya Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara maju lainnya) untuk melakukan intervensi pendidikan melalui senjata utang langsung ke lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Dan pada 18 Desember 2008 Sidang Paripurna DPR RI mengesahkan UU BHP dan telah dimasukan dalam Lembaran Negara dengan Nomor 9 atau UU BHP Nomor 9 Tahun 2009. <br />Inviltasi ideologi neoliberal dalam kebijakan pendidikan Indonesia memiliki implikasi langsung dengan interes kapitalisme global. Liberalisasi dunia pendidikan mengaharuskan pemerintah melepas tanggung jawab dari penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya pendidikan diserahkan pada swasta untuk mengelolanya selayaknya mereka menjalankan manajemen perusahaan berorentasi provit. Pendidikan kemudian direduksi menjadi sebatas komoditi yang bebas diperjual-belikan kepada rakyat. Inilah bentuk deregulasi pendidikan dalam hukum neoliberalisme. Ciri utama lain pendidikan yang berideologi liberal adalah selalu berusaha menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan. Hal ini terlihat pada benang merah kebijakan Mendiknas beberapa tahun terakhir. Oleh karenanya kompetensi yang harus dikuasai peserta didik merupakan upaya untuk memenuhi dan menyesuaikan tuntutan dunia kerja sebagaimana dikemukakan dalam setiap pergantian kurkulum baru kita. Kurikulum berorentasi pasar atau dunia produksi. Kenyataan lainnya dari liberalisme ini adalah mahalnya sekolah dan kuliah. UGM yang dulu dikenal kampus rakyat sekarang tidak lagi. Rencana menjadikan universitas negeri sebagai PTBHP sebagai langkah awal privatisasi pendidikan juga nyata sebagai langkah liberalisasi. Di level sekolah, elitisme pendidikan mengancam kesempatan rakyat miskin untuk mengenyam pendidikan memadai. Materialisme yang melingkupi liberalisme menjadikan reformasi yang dilakukan pun sebatas fisik saja seperti pemenuhan fasilitas baru dan gedung baru; kapitalisme pun mengarahkan bagaimana agar pembelajaran dapat lebih efektif-efisien, dan dihitung dalam bentuk untung rugi serta balikan investasinya karena mengandaikan education as human investment.<br />Birokrasi perguruan tinggi yang mulai menerapkan prinsip enterpreuneurial university yang salah satunya adalah mengelola aset, baik tangible maupun intangible, dalam rangka menghimpun dana dari masyarakat. Tanah, bangunan, dan SDM semuanya adalah aset yang bila dikelola dengan baik dan terpadu akan produktif. Akan tetapi, hal ini dikhawatirkan akan berakibat pada ketidakfokusan universitas untuk melakukan kegiatan pelayanan pendidikan. Perhatiannya terpecah kepada urusan-urusan yang bersifat profit dan bisnis sehingga ini akan sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Misalnya, pada tahun 2003 Institut Pertanian Bogor membutuhkan dana Rp 450 milyar. Untuk menutupi kebutuhan dana tersebut, IPB hanya dapat mengandalkan hibah pemerintah pusat sebesar Rp 64,35 milyar (14,3%), sementara kenaikkan biaya pendidikan yang dilakukan IPB hanya dapat menutupi 6,5% (Rp 29,25 milyar) kebutuhan anggaran. Untuk membiayai operasionalnya, IPB melakukan komersialisasi sarana-sarana pendidikannya seperti didirikannya Ekalökasari Plaza, Bogor Agribusiness Center, IPB International Convention Center, Kampus Gunung Gede dan Politeknik. Dari komersialisasi aset-aset IPB ini diperoleh pendapatan Rp 255,6 milyar (56,8%). (BHP, solusi masalah pendidikan kita, google.com) Bagi pihak pembuat kebijakan, BHP diyakini dapat memberi kebebasan bagi tiap-tiap instansi perguruan tinggi untuk mengelola satuan pendidikan secara otonom. Hal ini bertentangan dengan UU No. 20/2003. Tentang Sisdiknas yang menempatkan pemerintah sebagai fasilitator dan bukan sebagai pengendali tunggal segala kebijakan proses pendidikan. Dari hasil pengkajian di beberapa negara yang maju pendidikannya, ternyata peran negara dalam pendidikan sangat besar.<br />Benarkah Pendidikan Berkualitas Mahal ? Jerman, Perancis, Belanda, Swedia, Kuba dan beberapa negara berkembang lainnya, banyak PT bermutu namun biaya pendidikannya rendah bahkan gratis. Sudah jelas kiranya yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan pasal 31, ayat 1 bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara. Yang artinya, setiap anak bangsa mempunyai hak yang sama tanpa harus membedakan si kaya atau si miskin, suku, ras dan agama untuk mengenyam pendidikan pada jenjang apapun mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan dimanapun. Lain dengan kenyataanya, bahwa pendidikan hari ini bukanlah hak setiap anak bangsa karena pendidikan telah menjadi suatu barang mewah yang sulit untuk diraih bagi rakyat, terutama rakyat kecil. Di hadapan lembaga pendidikan yakni sekolahan, rakyat kecil (miskin) hampir tidak mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan. Biaya mahal adalah salah satu penghalangnya. <br />Merujuk pada UUD Bab XIII pasal 31 ayat 2, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Dengan demikian wajib bagi pemerintah Indonesia untuk mentaati hukum. Atau dengan kata lain, pemerintah harus mencadi teladan pertama dalam hal kepatuhan hukum. Amandemen UUD 1945 yang disahkan 2002, merupakan hukum tertinggi negara, seharusnya menjadi patokan, referensi semua hukum yang pernah ada dan yang akan dibuat. Masuknya globalisasi keranah negara kita, membuat pendidikan menjadi barang dagangan yang cukup prospektif dan mempunyai nilai jual tinggi. Di perdagangkannya pendidikan merupakan kemunduran dunia pendidikan kita. Pendidikan kita telah kembali ke zaman penjajahan, dimana hanya orang yang berduit saja yang bisa mengenyam pendidikan, terutama pendidikan jenjang yang lebih tinggi. Selain itu orang yang berduit banyak bisa memperoleh pendidikan yang berkualitas, sedangkan yang berduit pas-pasan akan mendapat pendidikan yang mempunyai kualitas sedang pula. Secara tidak langsung hal ini telah menimbulkan diskriminasi bagi anak bangsa dalam memperoleh kesempatan untuk mengakses pendidikan atau bersekolah.Pendidikan adalah investasi jangka panjang bagi suatu negara, maka dari itu negara harus menciptakan sistem pendidikan yang demokratis, terjangkau dan berkualitas dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. <br />Anggaran menjadi bukti komitmen pemerintah. Ini menjadi kredit tersendiri bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan di mata rakyat. Ada dua alasan kontekstual mengapa faktor anggaran menjadi penting bagi dunia pendidikan Indonesia. Pertama, keterpurukan pendidikan Indonesia sudah pada taraf mengkhawatirkan. Contoh, pendidikan dasar (universal education) yang menjadi moral obligation setiap pemerintahan, belum juga tuntas meski Indonesia telah 64 tahun merdeka. berdasarkan data pada tahun 2005, masih ada satu juta anak usia SD belum mempunyai sekolah maupun guru tetap, dan 2,7 juta anak usia SMP yang sama sekali tidak mempunyai sekolah atau guru. Dengan dana yang besar, sekolah-sekolah yang rusak saat ini di seluruh Indonesia dapat diperbaiki serta dapat dipenuhi kebutuhan fasilitas dasarnya seperti laboratorium praktik dan Laboratorium bahasa. Dengan anggaran yang lebih besar pula, pemerintah dapat menyelenggarakan pendidikan gratis. Dengan pendidikan gratis—yang disubsidi pemerintah—kita dapat menyelamatkan jutaan anak-anak negeri yang terancma putus sekolah. <br /><br />Deskripsi reflektif problem-problem buruh dan pendidikan di atas membawa implikasi bagi perjuagan kaum progresif bagi kesejahteraan kaum buruh dan nasib seluruh masyarakat indonesia serta masa depannya sebagai bangsa yang merdeka berdaulat dan sejahtera. Beberapa rumusan pemikiran strategis kita ajukan dalam kesempatan ini sebagai agenda perjuangan bersama demi merealisasikan peningkatan kesejahteraan kaum buruh dan mayoritas rakyat Indonesia yang termarjinalisasi secara sosial, ekonomi dan politik. Rumusan pemikiran itu, antara lain: <br /><br /> Tuntutan Untuk Kepentingan Gerakan Kaum Buruh<br /><br />1. Mendesak pemerintah segera menaikan upah buruh UMR secara Nasional sesuai standar kebutuhan hidup layak (KHL) pekerja lajang yakni Rp. 1,5 juta keatas. <br />2. Mendesak Pemerintah Daerah untuk melakukan kontrol secara ketat terhadap pengusaha dan majikan dimana buruh bekarja agar sesuai dengan regulasi yang berlaku. Serta memberikan sanksi hukum yang tegas bagi pengusahan dan majikan yang tidak mentaati dan melaksanakan regulasi tersebut. Usaha ini dilakukan dengan melegalkan hadirnya Lembaga Independent yang melindungi dan memperjuangkan Hak-Hak Buruh. <br />3. Mendesak pemerintah segera menggodok dan mengimplementasi PERDA yang mengatur secara jelas dan adil serta demi menyejahterahkan dan melindungi hak-hak buruh sehingga tidak terus menerus menjadi korban eksploitasi dan penindasan pengusaha. Hal-hal yang prioritas dan perlua diakomodir di dalam regulasi tersebut ialah: <br />a. Mengembangkan sistim jaminan sosial yang komprehensif kepada pekerja, berupa; Asuran Kesehatan, Pensiun, Jaminan Bagi Penganggur, dan sebagainya;<br />b. Menghapus pajak penghasilan bagi buruh dengan pendapatan 1,5 juta ke bawah.<br />c. Membangun dan menjamin perumahan massal dan layak bagi buruh, dengan prioritas buruh yang ber-upah 1,5 juta ke bawah. <br />d. Meminta penambahan anggaran Bantuan Keuangan Pemutusan Hubungan Kerja (BKPHK) dari program Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) Jamsostek. Saat ini, anggaran BKPHK nilainya sangat kecil, yaitu Rp. 350 ribu/orang, sehingga tidak dapat dimanfaatkan menjadi modal usaha. <br />4. Mendesak PEMDA Propinsi NTT untuk tidak memprivatisasi PT. Semen Kupang dan segera melakukan penyehatan terhadap manajemen PT. Semen Kupang.<br />5. Mendorong Negara menyediakan kredit untuk pembangunan unit usaha kerakyatan, seperti koperasi-koperasi, home industri, dan Usaha Kecil menengah, terutama korban PHK. Dana dapat diserahkan kepada setiap serikat buru/ serikat pekerja, dan dikontrol dan diaudit oleh publik.<br />6. Mendesak pemerintah untuk mencabut sistem kerja kontrak (out suorcing). <br />7. Mendesak pemerintah untuk segera mencabut kebijakan SKB4 Menteri.<br />Mendorong misi “pendidikan” untuk kaum buruh berdasarkan tingkatan<br />(pemberantasan buta huruf, sekolah dasar, menengah pertama, menengah atas,<br />dan universitas).<br /><br /> Tuntutan Untuk Kepentingan Pendidikan Nasional<br /><br />1. Menolak pembayaran hutang luar negeri serta peminjaman atau penghutangan kembali. <br />2. Menasionalisasi industri pertambagan nasional yang dikuasai kapitalisme asing dan lokal untuk membiayai kebutuhan bangsa.<br />3. Menolak praktek liberalisasi dunia pendidikan, dengan mencabut regulasi-regulasi dalam bidang pendidikan seperti UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, Peraturan Presiden Nomor 76 dan 77 tentang Penanaman Modal Asing dalam Bidang Pendidikan dan kebijakan pemerintah yang mencantumkan pendidikan sebagai bidang usaha terbuka dengan persyaratan yang membuka peluang modal asing untuk masuk, serta UU Badan Hukum pendidikan Nomor 9 Tahun 2009.<br />4. Mendesak pemerintah untuk segera realisasikan anggaran pendidikan miniman 20% sebagaiman diamanatkan dalam UUD 1945.<br />5. Mendesak pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan gratis dan bermutu sesuai hasil ratifisikasi Ecocos (Dewan Ekonomi dan Sosial di Bawah PBB). <br />6. Mendesak pemerintah untuk membuka sekolah-sekolah negeri mulai dari tingkat Dasar, Menengah dan Atas disetiap Desa, Kecamatan dan membuka Perguruan Tinggi Negeri di setiap Kebupaten guna memenuhi kebutuhan pendidikan bagi rakyat.<br />7. Mendesak pemerintah untuk melakukan penggodokan kurikulum pendidikan nasional berdasarkan kondisi dan kebutuhan riil bangsa guna mempersiapkan SDM yang kritis dan mandiri.<br />8. Mendesak pemerintah memfasilitasi tenaga-tenaga kependidikan dalam upaya peningkatan kompetensi profesionalismenya.<br />9. Mendesak pemerintah untuk segera meningkatkan mutu proses pendidikan disekolah. (Jangan hanya meningkatkan mutu hasilnya saja).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />SPARTAN<br /> Kupang 1 Mey 2009<br /><br /><br />James Faot<br />Kordum Joao Motta<br />Korlaprevolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-56720820171115837062009-11-16T04:14:00.000-08:002009-11-16T04:15:10.818-08:00Pemahaman Alkitab Jemaat (Awam)james faot<br /><br />Pemahaman Alkitab Jemaat (Awam)<br /><br />I. I. PENDAHULUAN <br />Latar Belakang<br />Pemahaman Alkitab merupakan hal yang bersifat prinsip dan urgen (kebutuhan yang sifatnya mendesak) bagi jemaat. Menjadi prinsip karena Karena Alkitab/firman Allah merupakan pedoman bagi kehidupan jemaat. Sebagai pedoman Alkitablah yang menjadi dasar, yang di atasnya kehidupan jemaat dibangun. Dan urgen karena jikalau kehidupan jemaat tidak didasarkan di atas fiman Allah maka jemaat akan terombang-ambing serat tak tentu arah dalam menjalani kehidupannya. Demikain, tidak dapat dipungkiri bahwa suatu jemaat dapat bertumbuh secara baik melalui pemahan Alkitab yang mendalam atau mengakar serta benar, sehat. <br />Dalam lingkungan jemaat pemahaman Alkitab yang secara mendalam dan sehat, dapat dikatakan hanya memiliki ruang yang terbatas. Maksudnya adalah bahwa upaya-upaya gereja dalam memberikan program-program pembelajaran khusus tentang Alkitab hanya berorentasi pada majelis, guru sekolah minggu atau pengerja gereja yang mengambil bagian dalam pelayanan gerejawi yang sifatnya formal. Biasanya pembelajaran ini dilakukan oleh para pendeta dan juga mereka yang dianggap memiliki pengetahuan-pengetahuan yang mendalam tentang Alkitab sebab mereka bergelud dalam pendidikan Alkitab atau pendidikan teologis melalui lembaga-lembaga yang formal pula. Hal ini tidaklah salah! Tetapi terdapat kesan negatif yakni pemahaman Alkitab menjadi “barang” elit dan langka bagi mayoritas jemaat. Sebab kesempatan pembelajaran Alkitab yang justru menjadi kebutuhan setiap anggota jemaat termasuk mereka yang dikatakan awam hanya dinikmati atau diperoleh sebagian kelompok dalam jemaat (www.duniaAlkitab.com). Di samping itu, dari keterbatasan waktu memperoleh pengajaran-pengajaran Alkitab seperti pada ibadah mingguan, ibadah rumah tangga atau singkatnya moment-moment pembelajaran Alkitab yang terprogram dari suatu gereja dan dipimpin secara khusus oleh pegerja-pengerja hanya akan membawa jemaat pada suatu kondisi “keterlupaan” akan apa yang di pelajari. Tentu saja karena jemaat tidak secara lebih jauh terlibat dalam suatu proses pemaknaan secara pribadi dari suatu penyampaian firman secara satu arah (monolog). Maka Jemaat menerimanya secara dangkal (banal) (Lawrence, 1994:94-95). Hal ini paralel dengan pandangan Robson (1996:15-16) dalam Laurence, bahwa pertumbuhan iman jemaat tidak dapat dilihat saja dari segi jumlah atau kwantitas dalam kebaktian berjemaat tetapi pertumbuhan iman jemaat lebih ditentukan oleh segi kealitas penerimaan pengajaran Alkitab dalam kebaktian jemaat. Oleh sebab itu segi kwalitas terletak pada partisipasi jemaat yang diproses secara kuat dan mendalam sehingga penghayatan-penghayatan firman dapat terjadi. <br />Dari sisi kemalasan jemaat sendiri sangat mempengaruhi pertumbuhan imannya. Salah satu surver yang dilalukukan Rich Warren, salah satu gembala sidang aliran Baptis di Amerika, melaporkan bahwa dari 1.000 orang pemuda yang terlibat dalam jerat narkotika, alkohol, sex bebas, kekerasan, dll, sebasar 84 persen dari mereka telah lama (2-3 tahun) yang kehidupannya sama sekali tidak berurusan dengan gereja, ibadah pemuda dan kegiatan kegiatan lain yang sifatnya rohani, (www.duniaAlkitab.com). <br />Ketika pemahaman Alkitab menjadi “barang” yang elit dan langka serta dangkal (banal) dan tidak dipedulikan bagi mayoritas jemaat awam, mereka akan dilihat sebagai kelompok atau sasaran yang rentan dan potensial dalam hal pertumbuhan iman atau kepercayaan yang tidak benar dan sehat. Hal ini sudah tentu membahayakan pertumbuhan jemaat baik secara pribadi dan kelompok. Sebab mereka tidak memiliki dasar keimanan yang kuat yang bersumber dari Alkitab. <br />Salah satu bukti yang patut dikemukakan di sini adalah pergerakan-pergerakan sekte-sekte (aliran-aliran sesat) dan ilah-ilah zaman modern. Di Kupang pada beberapa tahun yang lalu, sekolompok orang kristen terhasut dalam pengajaran “Kristen Akhir Zaman” (escatologies christian) yang dipimpin oleh Mangapin Sibuae. Sekte ini mengajarkan bahwa kedatangan Tuhan (parousia) akan segera terjadi dalam jangka waktu pada tahun 2002/2003 dan oleh karena itu seluruh jemaatnya harus berkumpul di Bandung (gereja pusat “Kristen Akhir Zaman”) untuk menyambut kedatangan Tuhan (parousia). Padahal keyakinan itu tidak terjadi. Atau sekte “Kristen Suradi” yang dipimpin ole Doktor Suradi. Sekte ini mengajarkan bahwa Allah tidak membenarkan bahwa kata-kata dalam kitab suci (Alkitab) seperti nama Tuhan “Elohim”, Yosua (Yesus), dll tidak boleh diterjemahkan dalam bahasa lain, sebab upaya penggantian merupakan tindakan “pehinaan” terhadap Allah. Padahal menurut (Herlianto, 2001:101) dalam penulisan Alktab ke dalam bahas Indonesiadimilai sejak pertamakalinya sedini awal abad XVIII, nama Allah sudah digunaka. Selanjutanya Herlianto sambil mengitip Dr. Daud H. Soesilo konsultan Lembaga Alkitab se-Dunia ymengatakan bahwa: “dalam terjemahan Melayu dan Indonesia kata Allah sudah digunakan trus menerus, sejak terbitan Injil Matius dalam bahasa Melatu (ter. Albert Cornelis Ruly, 1629).” <br />Ilah-ilah zaman modern juga merupakan bahaya yang bergerak secara halus sehingga hampir sulit untuk dikenali. Seperti Kemabukan, pesta pora, sex bebas, porno garafi, porno aksi, perselingkuhan, konsumerisme, sekulerisasi gereja, konflik agama, suku, dll. Beberapa diantaranya menjadi “akrab” dengan kehidupan orang kristen. Kemabukan dan pesta pora hampir dikatakan dari sudut pandang tradisi adalah hal yang dianggap sebagai kewajaran. Mengapa? Karena kedua hal ini telah dibenarkan dalam logika kebiasaan masyarakat atau orang kristen dalam kelompok tertentu atau wilayah tertentu (Stenly Heart, 1997:39). Sex bebes, perselingkuhan, konsumerisme, sekulerisasi adalah perilaku kejahatan dalam konteks trend yang mendapatkan pembenaran dari logika modern/kemajuan masyarakat. Padahal belum tentu benar jika dipandang dari segi Alkitabiah. Sekulerisasi gereja atau gereja yang digiring pada gaya yang duniawi seperti penekanan kesuksesan hidup secara rohani berimplikasi pada kesuksesan material, busana vulgar atau terbuka yang sekarang jelas dan diminati ketika orang beribadah, bangunan-bangunan gereja super mewah dan berarti juga super mahal dan bahkan selalu menjadi obsesisi pemimpin gereja dan jemaat yang walau menyita waktu, tenaga, biaya, dll. selalu saja diusahakan. <br />Bahaya-bahaya nampak dan laten inilah yang perlu diwaspadai oleh gereja dalam keberadaanya (eksistensi) di dunia. Secara khusus jemaat awam yang terbatas dalam pemahaman yang mendalam dan mengakar terhadap firman Allah. Demikian pula bahwa pemahaman Alkitab yang mendalam yang bisa dikatakan sebagai “barang” elit, langka dan banal, maka penulis yang bergumul dengan kegelisahan ini, mencoba membagikan pikiran yang sederhana tentang “Pemahana Alkitab Jemaat Awam” dalam bentuk desain materi pembelajaran Alkitab yang dapat dipakai oleh jemaat awam guna memperoleh pemahanan Alkitab yang benar dan sehat dan kuat sehingga monolong mereka dalam bertumbuh dan mengupayakan kehidupan kristen yang mencerminkan nilai-nilai kristiani.<br />Permasalahan <br /> Dalam gambaran di atas cukup nampak setingan permasalahan dalam makalah ini. Tetapi, saya ingin lebih menegaskan permasalahan apa yang ingin saya kaji dalam diskusi ini ialah:<br />1. Peran jemaat awam dalam pemahaman Alkitab?<br />2. Apa saja prinsisp-prinsip pengembagan kurikulum PAJA? <br />3. Langkah-langkah dalam pembuatan materi PAJA?<br />4. Desain materi pelaksanaa PAJA?<br />Tujuan<br /> Tujuan yang ingin dicapai melalui diskusi ini ialah: “Memberikan suatu terobosan strategis bagi upaya menumbuhkan iman jemaat awam yang diformulasikan dalam bentuk desain materi (PAJA) yang sifatnya kontekstual, sederhana (simple) serta praktis sehingga dengan sangat mudah dipakai oleh setiap jemaat guna memperdalam pemahan Alkitab baik secara pribadi dan kelompok.”<br /><br />II. ISI<br />Jemaat Awam sebagai Subjek dalam Pemahaman Alkitab<br />Berbicara tentang pemahaman Alkitab jemaat maka jemaat merupakan subjek dari kegiatan tersebut. Jemaat sebagai subjek berarti keseluruhan usaha pemahan Alkitab harus melibatkan dan bertujuan pada jemaat. Dengan demikian maka jemaat berada pada posisi sentral dari kegitan-kegiatan yang dilakukan gereja dalam hal pengajaran. <br />Dalam kaitannya dengan konsep jemaat awam, maka perlu dicerahkan secara tegas bahwa konsepsi awam berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:80-81) berarti “orang biasa, tidak istimewa dan tidak khusus, masih baru dalam suatu hal baik pengetahuan atau pengalaman, dan tidak mempunyai kecakapan secara khusus tentang suatu ha. Masyarakat awam perlu diberi penjelasan yang spesifik dan jelas ”. Dari defenisi yang sederhana inilah saya ingin mengolah pemahaman saya tentang ”jemaat awam”. Jikalau kita menerima defenisi ini, maka yang disebut sebagai jemaat biasa adalah pertama, mereka yang secara kelembagaan dalam gereja tidak menduduki suatu posisi struktural dalam tanggung jawab pelayana gerejawi. Artinya bahwa mereka adalah jemaat yang tidak secara langsung aktif/terlibat atau mengmbil bagian dalam menjalankan fungsi “pegerja” seperti pendeta, majelis, penatua, diaken, dan guru PAR. Yang nota bene mereka adalah jemaat yang secara khusus dari segi waktu, kesempatan dan aktivitas-aktifitas pembelajaran akan firman relatif lebih banyak dari mereka yang tidak melakukannya. Singkatnya jemaat awam adalah mereka berada di luar garis tanggung jawab pelayanan gereja secara formal, sistimatis dan memiliki intensitas pembelajaran jauh lebih banyak dan dalam. Kedua, jemaat awam adalah mereka atau jemaat yang secara pengetahuan dan pengalaman tentang pelayanan—termasuk juga pengetahuan Alkitab—dinilai sangat minim atau terbatas. Oleh karena itu, pembelajaran Alkitab—secara mendalam—berdasarkan metode-metode khusus belum pernah dilakukan sehingga hal ini merupakan sesuatu yang baru baginya. Ketiga, jemaat awam secara populer berhubungan juga dengan level pendidikan suatu jemaat. Sebab hal ini sangat berpengaruh terhadap pengetahuan dan pemahan jemaat. <br />Tetapi, hakekat mereka adalah jemaat Kristus yang wajib dan mesti memperoleh bagian dalam pembelajaran Alkitab. Jemaat awam memiliki kebutuhan akan firman Allah demi membangun kehidupan sesuai dengan nilai-nilai Alkitabiah. Oleh sebab itu, partisipasi aktif dari mereka menjadi syarat utama dalam upaya pemahaman Alkitab. Pastisipasi aktif berarti juga bahwa jemaat awam harus berproses secara langsung dalam pembelajaran Alkitab. Jemaat awam tidak dapat ditempatkan pada posisi objek dalam pembelajaran sebab ketika mereka ditempatkan dalam posisi objek pembelajaran Alkitab suatu tranformasi/perubahan secara implisit dan esensi tidak akan terjadi. Bahkan jemaat awam terdiskriminasi dari hak-haknya untuk untuk mempelajari Alkitab secara lebih baik dan mendalam. <br />Dalam perspektif/sudut pandang jemaat awam sebagai subjek dalam upaya pemahaman Alkitablah maka pemahanam Alkitab tidak menjadi “elitis” dan langka oleh karena jemaat awam adalah memainkan peran secara penuh/total dalam membagun kepahaman mereka tentang Alkitab dan meginternalisasi nilai-nilai kebenaran Alkitab dalam suatu kehidupan nyata melalui pikiran, perkataan dan tindakan mereka. <br />Dalam PL (Ul. 6:4-9; 11:13-21 dan Bil. 15:37-41), mampak jelas bahwa pemahaman akan firman Allah tidak hanya dijalankan oleh Musa pebagai pemimpin bangsa Israel, tetapi pemahan akan firman Allah adalah tanggung jawab setiap umat, baik ayah, ibu dan anak-anak. Ayat-ayat yang dikutip di atas secara tradisi Yahudi disebut sebagai Shema (“dengarlah”) yang memberikan pengertian tentang hekakat Tuhan yang esa dan pengasih. Dalam hubungannnya dengan pemahaman Alkitab jemaat awam, seruan Musa adalah pengajaran kepada seluruh umat israel (Ul. 6:1) dan sebab itu maka pengajaran juga harus terus berlangsung dalam setiap rumah tangga (ayat 3 dan 7). Artinya bahwa pemahaman Alkitab harus menjadi bagian setiap umat termasuk jemaat awam. Di sini berarti juga bahwa ayah, ibu, anak-anak harus mengambil bagian dalam pembelajaran Alkitab atau harus ada partisipasi aktif dan langsung dari setiap jemaat untuk memperdalam pemahamannya tentang akitab demi memberikannya suatu keteguhan dan arah dalam menjalankan hidup sebagaiman dikehendaki Allah. Jadi tanggung jawab belajar dan mengajarkan firman Allah adalah bagian yang harus diperankan oleh jemaat.<br />Demikian maka, dimensi pemahaman Alkitab jemaat awam secara strategis ialah terbukanya “ruang” bagi jemaat awam serta terbagunnya kesadaran jemaat awam untuk menjalankan tugas serta tanggung jawabnya sebagai “Pengikut Kristus”, —Kristus adalah firman itu sendiri (Yoh. 1:1)—yang secara paralel dan normatif perlu mewujudkan diri sama seperti hidup Kristus. <br />Dasar-Dasar Desain Materi Pemahanan Alkitab Jemaat Awam<br />Pemahaman tentang konsepsi “awam” dengan sendirinya menbatasi kita dalam hal mempersiapkan materi pembelajarannya. Sebab jemaat awam yang merupakan sasaran dari pelaksanaan PAJA. Demikian maka menjadi penting sebelum kita mendesain suatu materi PAJA dengan mempertimbagkan secara khusus prinsip-prinsip desain materi PAJA.<br /><br /><br /><br /><br />Beberapa prinsip yang dianggap penting bagi desain materi PAJA, saya berusaha untuk mengadaptasikan prinsip-prinsip pengembagan kurikulum secara formal. <br />Prinsip Pengembagan Kurikulum PAJA<br />a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan jemaat dan lingkungannya<br />Kurikulum PAJA dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa jemaat awam memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi jemaat yang betumbuh berdasarkan firman Allah. Menjadi jemaat yang mengasihi Tuhan dan sesamanya sesuai dengan nilai-nilai Alkitabiah. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kemampuan (kompetensi) jemaat awam disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan mereka serta kondisi lingkungan.<br />b. Beragam dan terpadu<br /> Kurikulum PAJA dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik jemaat awam, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum PAJA dapat meliputi kitab-kitab dalam Alkitab dan atau pasal-pasal secara berkelanjutan. Hal ini bertujuan untuk memberikan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan diri/iman secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi/pokok. <br />c. Tanggap terhadap perkembangan Iptek<br /> Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa pengetahuan Alkitab dan teknoligi berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong jemaat untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan pengetahuan Alkitab dan teknologi yang dapat dimanfaatkan demi menunjang pembelajaran Alkitab.<br />d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan jemaat<br />Pengembangan kurikulum PAJA dilakukan dengan melibatkan seluruh unsur kehidupan jemaat selaku masyarakat dan umat Allah. Hal ini baik untuk menjamin relevansi pembelajaran dalam PAJA dengan kebutuhan kehidupan jemaat, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan. <br />e. Menyeluruh dan berkesinambungan<br />Substansi/pokok kurikulum PAJA mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian Alkitab dan topik-topik dalam PAJA yang direncanakan. Dengan demikian maka PAJA yang direncanakan dan disajikan bersifat berkesinambungan antarsemua bagian-bagian dalam akitab. <br /> Hal yang ingin saya tekankan dalam prinsip-prinsip ini ialah menjadi dasar bagi pengembagan materi PAJA. Secara minimal seorang jemaat awam akan mengalami kesulitan dalam menerjemahkan prinsip-prinsip ini kedalam materi pemahanan Alkitab.oleh karena terasa berbelit dan abstrak. Dan saya mengakui bahwa prinsip-prinsip ini, sebenar tidak terlalu dibutuhkan ketika kita ingin memperoleh materi PAJA yang sederhana dan praktis. Sehingga memudahkan mereka melakukannya sendiri atau berkelompok. Lagi pula dari segi waktu saya merasa bahwa makalah ini terlalu kecil dan padat sehingga tidak dapat memuat secara menyeluruh pentingnya pengkajian yang mendalam tentang prinsip kurikulum dan pelaksanaannya serta sturuktur kurikulum PAJA. <br />Namun, saya mempertimbagkan sentilan singkat tentang prinsip pengembahan kurikulum PAJA dalam makalah ini karena secara relatif jemaat akan mendapatkan gambaran sederhana ketika mereka melakukan upaya pengkajian secara serius. Sebab esensi dari prinsip-prinsip pengembagan kurikulaum adalah memberikan semacam kerangka dasar dan menyeluruh atau semacam ukuran tertentu yang harus dipakai dalam pelaksanaan pembelajaran. Atau singkatnya bahwa prinsip-prinsip ini, telah memberikan gambaran tentang potensi jemaat dan kebutuhannya, yang kemudian menjadi dasar penetapan tujuan yang ingin kita capai melalaui pembelajaran, memberikan juga gambaran tentang isi/materi yang proporsional dan harmonis dengan tujuan, kesimanbungan isi/materi sesuai dengan jenjang-jenjang materi, kurun waktu tertentu yang harus dipersiapkan, mempersiapkan metode, dan sistem evaluasinya. Walaupun semua ini masih terlalu luas dan abstrak. <br /> Sekalipun terlalu prematur/belum gitu tepat tahapan untuk masuk pada desain materi PAJA--dan akan terlihat bahwa saya melakukan loncatan dalam proses pengembagan kurikulaum--saya langsung masuk pada bagaimana jemaat awam dapat mempersiapkan materi pemahaman Alkitab yang sederhana dan praktis yang tetap serta memiliki efektifitas yakni ia memperoleh pemahaman yang benar dan sehat dari bagian-bagian materi Alkitab. <br /> Langkah-langkah yang diperlukan dalam mendesai materi PAJA dapat diurutkan sebagai berikut:<br />1. Berdoa. <br />Doa merupakan hal yang pertama-tama harus dilakukan jemaat sebelum mempersiapkan materi PA. Dengan doa, jemaat memohon penyertaan dan berkat Roh Kudus untuk membuka dan menyucikan hatinya. Dengan hati yang suci dan terbuka maka jemaat dapat menerima kebenaran firman Allah.<br />2. Menentukan Tujuan Dan Sasaran PAJA <br />Dalam pemahaman Alkitab jemaat awam tujuan menjadi sangat penting. Secara ideal pemahaman Alkitab memiliki tujuan utama yakni agar terjadi trasformasi atau perubahan hidup. Hal ini dikemukan Rasul Paulus dalam (I Tim.1:5) ”Tujuan nasehat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni, dan dari iman yang tulus ikhlas”. Dapat juga dilihat pada ayat-ayat berikut, (Ef. 3:19; 4:13; Ibr. 5:14; 6:1; Rom. 12:2; dan Gal.5:22-23), yang kesumuanya berbicara tentang tujan pengajaran Alkitab. <br />Akan tetapi menjadi suatu persolan tersendiri bahwa tujuan yang hendak ditentukan dalam PA merupakan sesuatu yang telalu besar dan luas sehingga sulit diukur (Laurence, 1994:193). Katakanlah bahwa kita menentukan gagasan tentang ”kedewasaan iman”, namun kita belum dapat menyusun suatu pelajaran yang dapat membawa kita pada ”kedewasaan iman”. Jika kita melakukan analisis tentang apa saja yang termasuk kedewasaan iman, maka ada banyak sekali petunjuk tentang ”kedewasaan iman”. Bisa tentang hubungan kita dengan Allah melalui doa, membaca dan merenungkan firman, ibadah, pujian, pengakuan dosa, dll. Selain itu berhubungan juga dengan hubungan kita dengan sesama, kasih, kesabaran, pengampunan, rela menderita, kesaksian dan banyak lagi. Oleh sebab itu maka, tujuan harus spesifik atau tujuan pembelajaran memiliki sasaran apa?<br />Menurut Setiawani (1996:17-18), dalam menentukan tujuan PA perlu diperhatikan beberapa hal:<br />1. Titik tolak tujan harus berasal dari pihak jemaat. <br />2. Harus mencakup hasil belajar yang mendasar: belajar memperoleh pengetahuan, belajar memperoleh pengertian, belajar dalam sikap dan tingkah laku, atau belajar keterampilan.<br />3. Tema harus jelas dan mudah dicerna.<br />Benson (1986:16), mengemukakan dasar-dasar bagi tujuan PA yakni:<br />1. Yang menjadi dasar dalam penetapan tujuan PA adalah Alkitab. Demikian maka, jemaat harus harus tekun mempelajari Alkitab seperti ia harus membaca Alkitab secara rutin. Demikian maka ia dapat memahami konteks nats yang dibaca. <br />2. Dasar Lain Dari Juan Pa Ialah Keperluan Atau Kebutuhan Jemaat. <br />Dari kedua pandangan ini, maka dapat dilihat kesamaan tekanan akan kebutuhan jemaatlah yang harus diperhitungkan dalam tujaan PA. Oleh sebab itu pengenalan akan kebutuhan menjadi sesuatu yang niscaya dari jemaat. Salah mengenal kebutuhan berarti salah pula kita mengupayakan suatu keutuhan materi PA. Materi PA yang baik adalah materi PA yang setingan tujannya tepat dengan kepentingan/kebutuhan jemaat. Dari ketepatan inilah maka masalah atau kebutuhan jemat baru bisa terjawab. Selain itu bahwa ketepatan mengenali dan menetukan kebutuhan, maka jemaat dapat mengaitkannya dengan firman Allah. Hal ini tidak berarti bahwa Alkitab menjadi dasar kedua (merujuk makna kualitatif) tetapi justru Alkitab adalah dasar, sumber, jalan, wadah di mana kebutuhan jemaat dipenuhi. Alkitab adakah kunci penyelesaiaan persoalan/kebutuhan jemaat. Dari Alkitab sajalah hasil belajar yang mendasar: belajar memperoleh pengetahuan, belajar memperoleh pengertian, belajar dalam sikap dan tingkah laku, atau belajar keterampilan bisa tercapai. Oleh sebab itu bisa dikatakan bahwa tujuan PA adalah ketika kebutuhan jemaat bermuara pada Alkitab. <br />Kemudian tujuan perlu spesifikasi atau diberi sasaran sehingga bisa diukur. Menurut (Laurence, 1994:140), dalam PA terdapat tiga macam sasaran. Antara lain:<br />a. Sasaran isi. Di sini tujuan utamanya ialah menyampaikan informasi isi Alkitab. Dengan terlebih dahulu mengetahui menguasai suatu bagian firman dan mengertinya secara keseluruhan bagian itu, maka jemaat tidak tergelincir pada penyalahtafsiran bagian-bagian ayat Alkitab.<br />b. Sasaran inspirasi. Di sini tujuan utamanya ialah memberikan inspirasi atau ilham, atau mencoba mengugah emosi jemaat. Bagian ini membawa jemaat tidak hanya berada pada level menguasai informasi-informasi Alkitab saja. Sebab ketika Alkitab hanya dikuasai sebagai suatu informasi ia tidak akan berdampak apa-apa pada pertumbuhan rohani jemaat. Sasaran inpirasi adalah sebentuk respon secara emosional yang diharapkan terjadi pada jemaat ketika ia mempelajari Alkitab. Respon melibatkan emosi jemaat ketika ia menemukan ”suatu” hal dalam pembelajarannya. Respon yang positif kepada Allah jikau ia berdasarkan kasih (I Kor. 13). <br />c. Sasaran tindakan. Di sini tujuan utamanya ialah mengerakan jemaat untuk bertindak. Ketika jemaat mjelihat implikasi dari kebenaran Alkitab untuk kehidupannya sekarang ia dapat memberikan respon yang berupa perbuatan. Sebagai contoh, dalam (Ibr. 5:14) mengatakan bahwa orang yang secara rohani sudah dewasa, dapar ”membedakan yang baik dari pada yang jahat”. Kata yang diterjemahkan membedakan (Yun: Krino) yang dapat diartikan juga menilai, membicarakan tentang kemapuan jemaat untuk bertindak memilih yang benar dan mengabaikan yang jahat. <br />3. Menyelidiki Latar Belakang Yang Berhubungan Dengan Alkitab.<br />Dalam upaya penyelidikan latar belakang Alkitab diperlukan pengetahuan dan kertrampilan yang berhubungan ilmu pembimbing Alkitab yang membicarakan secara khusus tentang lb. Sejarah, budaya, sosial-kemasyarakatan, agama, politik, ekonomi dan sastra Alkitab. Serta penguasaan ”hemeneutik”/ilmu tafsir ,yang saya pandang terlalu rumit untuk diterapkan pada konteks PAJA bahkan menjadi tidak tepat dengan semangat makalah ini. Tetapi, jemaat awam dapat mempergunakan sumber-sumber seperti Ensiklopedi Alkitab, Ikhtisar lkitab, pengetahuan Alkitab, dan refensi lain yang disa diperoleh dan dipelajari untuk kepentingan studi Alkitab secara praktis. <br />4. Mensistimatiskan Bahan Pelajaran Dengan Teratur<br />Pada bagian ini, jemaat sudah harus menyusun kembali bahan pelajaran PA secara teratur. Maksudnya ialah menentukan tujuan dan sasaran yang sesuai dengan kebutuhan jemaat sendiri. Artinya juga bahwa Isi pelajaran yang telah dipelajari harus berdasarkan tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. <br />5. Membuat Out Line/Garis Besar Materi PA<br />Setelah mempersiapkan secata sistimatis bahan-bahan PA, maka jemaat harus membuat garis besar, anatara lain:<br />a. Tema. Materi PA harus terlebih dahulu diberi tema/topik. Tema dapat dibuat secara singkat padat dan jelas. Suaut tema yang baik adalah tema dapat memberikan kita gambaran keseluruhan dan bisa juga inti dari keseluruhan materi yang akan dipelajari. <br />b. Pendahuluan. Bagian ini merupakan bagian yang pertama-tama membuat kita sendiri meresa tertarik dan memberikan perhatian dalam melakukan PA. Dapat dipergunakan ilustrasi, gambar, cerita peristiwa, ddl. Prinsipnya bahwa pendahuluan merupakan ”jembatan” yang dapat menghubungkan jemaat dengan alam materi secara keseluruhan. Diasanya pendahuluan akan diakhir dengan pertanyaan yang menantang setiap orang untuk terlibat lebih jauh dan dalan pada isi.<br />c. Inti sari Pelajaran. Pada bagian isi, materi PA dapat dibuat dengan bentuk cerita, kasus, shering, pujian dan juga ayat-ayat tertentu yang telah dipertimbangkan berdasarkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Kemudian di bantu dengan pertanyaan-pertanyaan pendalaman yang membutuhakan ketelitian dalam analisis dan diskusi. Hal-hal yang penting atau inti perlu biduat secara unik dan menarik sehingga mudah diingat. <br />d. Implikasi. Merupakan rangkaian penting dalam PA yang sifatnya menggugah jemaat untuk merespon apa yang ia peroleh secara khusus dalam PA baik secara emosi bahkan tindakan nyata seperti bersaksi, ikrar, dll.<br />6. Metode.<br />Metode adalah alat bantu yang dapat digunakan jemaat dalam melakukan PA. Jadi metode berfungsi sebagai pemudah bagi jemaat untuk mencapai tujuan belajar. Singkatnya metode memudahkan jemaat untuk menguasai materi PA dan mencapai tujuan yang ditentukan. Saran saya ialah jemaat dapat mempergunakan metode yang variatif dalam PA. Dan biasanya metode telah dapat ditentukan ketika tujuan dan sasaran di tentukan. <br />7. Bahan Audiovisual yang sesuai<br />Jemaat dapat mempersiapkan bahan audiovisual yang ada disekitarnya. Alam menyediakan banyak bahan audiovisual yang bisa dimanfaatkan. <br />8. Aktivitas<br />Aktivitas berhubungan dengan respon jemaat terhadap pelajaran. Setiap jemaat dapat menujukan aktifitas ketika ia meresponi firman Allah. Aktivitas biasanya disesuaikan dengan tujuan dan sasaran yang telah ditentukan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />9. Membuat Rancangan Rencana PAJA<br /><br />Tema KELAPARAN Ayat : Mazmur 119:105<br /><br />Tujuan Memiliki sikap menghargai firman Allah dalam totalitas kehidupan<br />Sasaran 1. Mendiskusikan istilah, manfaat dan kekayaan firman Allah<br />2. Memberikan refleksi yang berkaitan dengan pertolongan Allah melaui kuasa firman-Nya.<br />3. Menjelaskan tindakan menghindari kekerasan hati terhadap firman Allah.<br /><br />Susunan Waktu Isi Metode Peraga Aktivitas<br />Pendahuluan:<br />Menarik minat peserta 5 menit Kelaparan Rohani Cerita Ubi kayu Menceritakan dan <br />Menyimak<br />Isi Pelajaran:<br />Belajar Alkitab penjelasan Alkitab 30 Menit Mengenali istilah2 FA<br />Menggali kekayaan FA Penelitian<br />&<br />Diskusi<br />&<br />Laporan --------- Meneliti<br />Diskusi<br /> &<br />Persentasi<br />Penerapan:<br />Dalam kehidupan praktis 15 Menit Menghindari kekerasan hati terhadap FA Berjanji --------- Saat teduh untuk berikrar<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Materi PAJA<br />Kelaparan........!!!<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Pendalaman Firman Allah<br />Alkitab mengunakan berbagai istilah untuk untuk menjelaskan firnman Allah. Dalam pelajaran ini akan dipelajari beberapa diantaranya, sbb: Taurat Tuhan, Hukum Tuhan, Perintah Tuhan, Hukum-Mu, Ketetapan-Mu, Firman, Air Susu Murnidan Ucapan Mulut-Nya. <br />Ayat Acuan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Ooooooooooooooooooo Penelitian dan diskusi kellompok<br />1. Tuliskanlah semua istilah yang anda temukan dalam ayat-ayat acuan ini, yang digunakan untuk melukiskan Alkitab.<br />............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................<br /><br />2. Tuliskan semua manfaat firman Allah bagi orang percaya.<br />............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................<br /><br />3. Sesuai dengan ayat-ayat acuan di atas, bagaimana orang dapat menggali kekayaan Firman Allah? ............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................<br /><br /><br /><br />Penerapan Firman Allah <br /><br />Ayat acuan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Terapan pribadi <br /><br />1. Adakah anda bersikap sama dengan orang Yahudi di Berea? <br /><br />............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................<br /><br />2. Mengapa anda melakukan hal demikian? <br /><br />a. Apakah tindakan itu dpengaruhi oleh faktor di luar anda? <br /><br />........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................<br /> <br /> b. Apakah tindakan itu dpengaruhi oleh faktor di di dalam diri anda?<br /><br />...........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................<br /> <br /><br />3. Apa tindakan anda untuk mengubah hal itu? <br /><br />............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................<br /><br /><br />III. PENUTUP<br /><br />Setelah saya secara panjang lebar mengkaji keseluruhan materi ini yakni Pemahaman Alkitab Jemaat Awam, maka beberapa kesimpulan dapat saya ambil sebagai simpulan dari penulisan ini, sbb:<br /><br />1. Pemahaman Akitab Jemaat Awam (PAJA) merupakan suatu terobosan strategi dalam upaya pertumbuhan iman jemaat secara khusus mereka yang awam. Sebab kemalau keterlibatan yang langsung (partisipatif) jemaat akan memperoleh lebih banyak pemahaman dan pengalaman belajar firman Alllah. Pertumbuhan ini, berlangsung lebih pada sisi kualitatif dari tiap indifidu, yakni tranformasi pola pikir yang akhirnya termanisestasi dalam kehidupan nyata, baik perubahan perilaku dan tingkah laku. <br />2. Partisipasi jemaat yang berdampak pada transformasi pola pikir/kesadaran merupakan kunci dari pertumbuhan gereja secara institusi. Gereja secara intitusi akan mengalami stagnan bahkan resesi dalam tanggung jawab sebagai saksi Kristus ketika jemaat-jemaat atau individu-individu dalam gereja tidak memiliki daya untuk menjalan kompleksitas fungsinya secara optimal. Stagnan dan resesi semangat kesaksian akan membawa gereja secara intitusi “bubar”dan ”hancur”. Inilah tanda “kematian” gereja secara rohani. <br />3. Walaupun pertumbuhan iman jemaat dapat diupayakan melalui terobosan-terobosan strategis. Tetapi perlulah diingat bahwa kici kehidupan atau keberhasilan pengupayaan itu tidak dapat dilimpahkan atau mengandalkan metode-metode mutakhir. Sebab keberhasilan pertumbuhan iman jemaat adalah karya Roh Kudus. Oleh sebab sebaik apa pun suaut terobosan yang dipersiapkan gereja, ia harus bergantung pada karya Roh Kudus. <br />4. Pertumbuhan iman jemaat juga tidak berjalan atau terjadi seketika. Dibutuhkan sesabaran dan ketekunan yang teramat sangat oleh karena pertumbuhan iman terjadi sepanjang hayat. Dan ini mengindikasikan bahwa ditengah-tengah dinamisnya suatu pertumbuhan iman jemaat/gereja kemunduran juga menatinya. Waspada!!revolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7807754770229852982.post-23953340336766777322009-11-16T04:13:00.000-08:002009-11-16T04:14:02.330-08:00Devisit Kampus Vs Devisit Mahasiswa = Nihiljames faot<br />Devisit Kampus Vs Devisit Mahasiswa = Nihil<br /><br />Devist Kampus<br />Kenaikan BBM telah membawa dampak bagi kesengsaraan seluruh masyarakat dan bahkan sampai pada semua Lembaga Pendidikan Tinggi. Salah satunya adalah UKAW. Sebagai lembaga Perguruan Tinggi ternama di NTT juga mengalami penderitaan. Terbuktinya universitas ini mengalami dampak adalah dengan dikeluarnya Surat Keputusan Rektor UKAW No: 284/R/UKAW/M.7/VI.2008 tertanggal 17 Juni 2008 tentang Rencana Kenaikan Biaya Pendidikan di UKAW. Sebuah wacana penderitaan UKAW yang dilontarkan adalah karena kenaikan BBM menyebabkan biaya operasional kampus pun ikut naik. Dari Rp. 7 Miliar menjadi Rp. 12 Miliar atau dengan kata lain mengalami kekurangan sebesar Rp. 5 Miliar. Gaji dosen dan karyawan sudah tidak relevan lagi dengan keadaan sekarang, harga barang-barang kebutuhan kampus menjadi naik. Dan semua itu menyebabkan kampus mengalami krisis.<br />Krisis yang dialami kampus haruslah diobati. Melalui rembukan bersama antara pihak Rektorat dan Dekan se-UKAW mendapatkan sebuah jalan keluar yaitu MENAIKAN BIAYA PENDIDIKAN yang DIBEBANKAN kepada MAHASISWA. Dengan cara meniakan biaya pendidikan diharapkan bahwa kampus dapat memenuhi seluruh kebutuhan; baik itu kebutuhan dosen, karyawan dan kebutuhan-kebutuhan kampus lainnya. Gampang saja....kan! strateginya untuk keluar dari penderitaan...<br /><br />Devisit Mahasiswa<br />Tetapi, perlu diingat bahwa kenaikan BBM telah mebawa dampak bagi seluruh elemen masyarakat. Dan salah satunya Mahasiswa sebagai masyartakat ilmiah di lingkungan ilmiah yakni KAMPUS. Artinnya, mahasiswa juga mengalami dampak dari kenaikan BBM dan bukan hanya lembaha PT UKAW. Dampak tersebut antara lain, meningkatnya harga foto copi, jasa pengetikan, jasa Warnet, sewa Angkot, dll yang menjadi kebutuhan mahasiswa. Namun, ada sejumlah penderitaan besar lagi bagi kalangan mahasiswa kos-kosan. Sudah menderita sebagai anak kos, jauh dari orang tua, terkena danpak kenaikan BBM, kenaikan harga kos-kosan dan bahkan kiriman orang tua pun menjadi kurang akibat kenaikan BBM. Yang pada intinya adalah sebuah kesialan besar sebagai mahasiswa yang banyak kebutuhan. <br /><br />Benturan Rencana Kenaikan Vs Rencana Menurunkan<br />Harga BBM naik, ini berarti semua harga barang pun ikut naik, menyebabkan biaya harus semakin besar untuk memenuhi kebutuhan. kampus mengalami krisis, jadi untuk memenuhi kebutuhan operasional dan mengeluarkan kampus dari krisis....!! mahasiswalah jalan keluarnya. Mahasiswa harus membayar mahal biaya pendidikan. Alasan tersebut di atas merupakan sebuah alasan yang sangat rasional, namun menjadi tidak rasional dikerenakan: Pertama: Apakah betul kampus mengalami devisit sampai terjadi krisis ?? (Mana Buktinya) Kedua: Apakah memang, jalan keluar satu-satunya harus ditanggung oleh mahasiswa?? perlu diingat bahwa:<br />1. Mahasiswa juga mengami dampak dari kenaikan BBM yang sama menderita, sama seperti apa yang dialami oleh seluruh Dosen, Karyawan dan bahkan kampus. <br />2. Mahasiswa juga mengalami devisit, dengan meningkatnya harga dipasar, dan kenaikan harga dari berbagai senis jasa. <br />3. Bagi mahasiswa kos-kosan apa lagi....(kasian de...Lu pasti lebih menderita)<br />Kini ada satu hal sangat menyakitkan hati...dan mari kita pikirkan secara rasional bahwa Semua kita baik Mahasiswa, Dosen, Karyawan dan bahkan sampai pada kampus sama-sama mengalami kersengsaraan akibat kebikajak SBY-JK yang menaikan harga BBM. Mengapa semua penderitaan harus dibebankan lagi kepada mahasiswa... yang sudah menderita akibat kenaikan BBM bukannya dibantu kok malah di senggsarakan lagi untuk menaggung beban Dosen, Karyawan dan Kampus. Sial-sial hanya kepada kamu hai mahasiswa yang akan selalu menjadi korban. Dua kutup devisit ini, memiliki perhelatan yang sama-sama kuat, jika dipaksakan keanaikan biaya kuliah maka, mahasiswa pun akan memaksa menurunkan biaya kuliah karena penderiataannnya. Jadi, rencana kenaikan biaya kuliah Hanya akan melahirkan benturan-benturan antara mahasiswa dan pihak-pihak yang merencanakan kenaikan tersebut. Marilah kita satukan kekuatan dan teriakan sebuah kata....... tolak kebijakan rektor Cs Yayasan UKAW menaikan biaya pendidikan!!!<br /><br />Solusi Konkrit<br />Dampak dari kenaikan BBM bukan saja dirasakan oleh Kampus dalam pembiayaan-pembiayaan operasionalnya, dan juga bukan saja Dosen dan Karyawan saja yang mengalami bahwa kebutuhan hidup mereka sudah tidak lagi relevan karena kenaikan BBM, tetapi perlu diingat bahwa mahasiswa dan orang tua mereka juga mengalami hal yang serupa, jadi solusi yang paling konkrit adalah jangan menaikan biaya pendidikan.revolthttp://www.blogger.com/profile/17334182218117382616noreply@blogger.com0